Saat itu Indonesia merupakan negara yang baru saja terbebas dari penjajahan. Sebagai negara yang baru saja
merdeka, saat itu Indonesia menghadapi berbagai rongrongan. Dalam mempertahankan kemerdekaan, Indonesia
mengalami perubahan berbagai ketatanegaraan seperti :
1. Dikeluarkannya maklumat No. X/1945 pada tanggal 16 Oktober 1945. Isinya berupa pemberian
kewenangan kepada BP KNIP untuk menjalankan kekuasaan legislatif dan ditetapkannya GBHN.
2. Tanggal 3 November 1945 kembali dikeluarkan maklumat yang berisi kesempatan bagi rakyat Indonesia
untuk mendirikan partai politik. Setelah dikeluarkannya maklumat ini, secara resmi berdirilah 10 partai
politik.
3. Tanggal 14 November 1945 dikeluarkan maklumat yang merubah sistem pemerintahan dari dari
presidensial menjadi kabinet parlementer. Pada sistem pemerintahan ini, para menteri tidak
bertanggungjawab kepada presiden, tetapi kepada KNIP.
Ketika masa ini, telah terjadi sejumlah perubahan dalam konstitusi dari UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia
Serikat. Sejak diberlakukannya konstitusi RIS, yang berlaku adalah demokrasi liberal dengan sistem parlementer.
Pada saat itu pelaksanaan demokrasi tidak berjalan lama karena bentuk negara serikat yang saat itu dianut dalam
konstitusi RIS tidak cocok dengan bangsa Indonesia. Oleh karena itu pada tanggal 17 Agustus 1950 indonesia
kembali lagi menjadi bentuk NKRI.
Ketika mulai berlaku UUDS 1950, pemerintah didasarkan pada sistem parlementer dengan sistem demokrasinya
liberal. Saat itu adalah pertama kalinya bangsa Indonesia melaksanakan pemilu untuk memilih anggota DPR dan
anggota konstituante. Lembaga konstituante mempunyai tugas membentuk UUD.
Akan tetapi tugas lembaga konstituante tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik, hal tersebut disebabkan oleh
adanya konflik antar partai yang terjadi pada tubuh lembaga konstituante. Karena tugas lembaga konstituante
tidak terlaksana dengan baik, maka keadaan ketatanegaraan menjadi sangat rawan dan membahayakan
kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.
Setelah hal tersebut terjadi maka Presiden mengeluarkan dekrit 5 Juli yang isinya adalah :
Dengan berlakunya kembali UUD 1945 melalui dekrit Presiden 1959, demokrasi yang berlaku di Indonesia yaitu
demokrasi terpimpin dengan sistem pemerintahanpresidensial. Sistem demokrasi terpimpin merupakan sistem
yang sesuai dengan sila keempat Pancasila. Demokrasi terpimpin ini identik dengan sistem demokrasi Pancasila,
hal ini juga telah diungkapkan oleh Presiden Soekarno.
Akan tetapi pada prakteknya, yang dimaksud dengan terpimpin adalah dipimpin oleh presiden, sehingga
kekuasaan terpusat kepada presiden. Kekuasaan presiden lebih mendominasi, kepemimpinan pada presiden lebih
besar daripada demokrasi.
Kebijakan-kebijakan yang muncul seringkali bertentangan dan menyimpang dari UUD 1945 dan Pancasila. Saat ini
politik Indonesia lebih telah didominasi oleh penyimpangan-penyimpangan yang berjalan tidak sesuai dengan UUD
1945.
Karena penyimpangan inilah PKI memanfaatkannya untuk melakukan pemberontakan. Akan tetapi pemberontakan
tersebut dapat dicegah dengan pelaksanaan demokrasi terpimpin dan berlakunya demokrasi Pancasila.
Pelaksanaan demokrasi tahun 1966 – 1998/Demokrasi Pancasila
Bangsa Indonesia mengalami kehancuran karena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan pelaksanaan
demokrasi liberal. Penyimpangan-penyimpangan tersebut banyak yang bertentangan dengan cita-cita bangsa dan
Pancasila.
Berdasarkan pengalaman sejarah bangsa Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1996 sampai 1998, telah terbukti
bahwa terdapat kelemahan control terhadap pemerintahan demokratisasi. Hal tersebut bisa terjadi karena orde
baru tidak konsekuen dalam pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.
Saat itu Pancasila dijadikan sebagai sumber tindakan otoriter dengan diikuti oleh manipulasi pasal-pasal yang
terdapat pada UUD 1945. Oleh karena itulah rakyat menuntut reformasi untuk mengembalikan Pancasila kepada
fungsi dan tujuan sebenarnya.
Yaitu sebagai tujuan negara, bukan sebagai alat yang digunakan untuk memperkokoh kedudukan penguasa.
Karena hal inilah yang melahirkan gerakan reformasi yang ditandai dengan runtuhnya orde baru pada tanggal 21
Mei 1998.
Reformasi saat ini banyak disalah artikan dengan gerakan masyarakat yang melakukan pemaksaan kehendak,
perusakan fasilitas umum, dan tindakan intimasi yang pada hakikatnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Menurut Riswanda Imawan 1998, makna reformasi pada hakikatnya ialah gerakan untuk menata ulang hal-hal
yang menyimpang untuk dikembalikan seperti semula dengan nilai-nilai yang ideal dan dicita-citakan oleh rakyat.
Sedangkan menurut Sri Sultan Hamengkubuwono X 1998, gerakan reformasi haruslah diletakkan dalam kerangka
perspektif Pancasila sebagai landasan negara. Agar gerakan reformasi berhasil haruslah memiliki kondisi-dan
syarat-syarat tertentu.