Anda di halaman 1dari 9

PERBANDINGAN KONSEP DEMOKRASI

INDONESIA, AMERIKA DAN IRAN

DISUSUN OLEH

RAYNI WULANSUCI SIREGAR 0906581593

PROGRAM PASCA SARJANA HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
2009
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos berarti rakyat, kratos berarti
pemerintahan. Jadi, demokrasi berarti pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat
menentukan.

Mula-mula istilah demokrasi dipakai di Yunani Kuno, khususnya di kota Athena, untuk menunjukkan
sistem pemerintahan yang berlaku disana. Kota-kota di daerah Yunani pada waktu itu kecil-kecil,
penduduknya tidak begitu banyak, sehingga mudah dikumpulkan oleh Pemerintah dalam suatu rapat
untuk bermusyawarah. Dalam rapat itu diambil keputusan bersama mengenai gari-garis besar
kebijaksanaan pemerintah yang akan dilaksanakan dan segala permasalahan mengenai kemasyarakatan.

Landasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi ialah pengakuan hakikat manusia,
yaitu pada dasarnya manusia itu mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungannya antara yang
satu dengan yang lain.
Berdasarkan gagasan dasar itu, dapat ditarik dua buah asas pokok sebagai berikut :
a. Pengakuan partisipasi rakyat didalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat
untuk lembaga perwakilan rakyat secara bebas dan rahasia
b. Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya tindakan pemerintah untuk melindungi
hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama

Seiring berkembanganya masyarakat dan budaya, maka konsep dan pelaksanaan demokrasi di berbagai
Negara berbeda-beda. Adapun dalam tulisan kali ini akan dibahas mengenai perbandingan konsep
demokrasi di Indonesia, Amerika dan Iran.

Indonesia, Amerika dan Iran, masing-masing merupakan Negara dengan latar belakang sejarah dan
budaya yang unik. Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan, memiliki keragaman suku dan budaya di
masyarakatnya. Amerika sebagai Negara ’panutan’ dalam praktek demokrasi, memiliki sejarah panjang
dalam memperjuangkan hak asasi masyarakatnya. Selain itu, Iran, sebagai Negara yang mengalami
revolusi pada tahun 1979 tetap memegang teguh agama Islam sebagai landasan bernegara.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Konsep Demokrasi di Indonesia


Tata pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas kedaulatan rakyat (demokrasi). Hal ini
dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 dengan kata-kata sebagai berikut

“…, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat…”.

Pernyataan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa

”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Kedaulatan ini sepenuhnya dilaksanakan oleh MPR. Hal ini berarti bahwa MPR , yang merupakan
lembaga perwakilan rakyat di Indonesia, memegang kedaulatan tertinggi karena mendapatkan mandat
dari rakyat untuk dapat mewakili kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Adapun dalam penjelasan resmi UUD 1945 yang umum mengenai pokok-pokok pikiran dalam
Pembukaan dikatakan bahwa Indonesia adalah
“… negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan…”.
Oleh karena itu, sistem Negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan
kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan.

Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pegangan menegakkan demokrasi di Indonesia :


• Politik : Kekuasaan negara di tangan rakyat melalui pemilihan umum yang bebas
• Ekonomi : Gotong royong, membangun masyarakat adil makmur dan alat-alat
produksi strategik dikuasai Negara
• Sosial : Sama rasa sama rata, tidak ada penindasan dan penghisapan atas sesama
manusia
• Kebudayaan : Kebebasan menganut agama, menyatakan pendapat dan menuntut
ilmu pengetahuan.
• Perikemanusiaan : Hubungan persaudaraan antara bangsa-bangsa di seluruh dunia
atas dasar persamaan status, serta menentang penjajahan dalam bentuk apapun atas suatu bangsa oleh
bangsa lain

Menurut Miriam Budiarjo, Sejak kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia mengalami empat
pembelajaran demokrasi, antara lain :
1. tahun 1945-1959 (masa demokrasi parlementer)
Sistem parlementer berlaku hanya selama satu bulan sejak Indonesia menyatakan
kemerdekaan. Lemahnya benih demokrasi ketika itu, menjadikan partai-partai
politik berebut dominasi di dewan dan kabinet. Partai-partai politik terfragmentasi, dan
seringkali partai politik menarik dukungannya kepada pemerintahan. Pada masa 1945-
1959, beberapa kali terjadi pergantian kabinet. Umumnya kabinet sebelum Pemilu 1955
hanya bertahan 8 bulan sehingga pemerintahan tidak berkesempatan menjalankan
programnya dengan maksimal sehingga menghambat perkembangan ekonomi dan politik. Kemudian
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengakhiri masa demokrasi
parlementer.
2. tahun 1959-1965 (masa demokrasi terpimpin)
Sejak itu terjadi dominasi Presiden yang menandai berlangsungnya demokrasi
terpimpin. Pada tahun 1960, Presiden membubarkan DPR hasil pemilu dan membentuk
DPR Gotong Royong yang menjadi pembantu presiden dan tidak menjalankan fungsi
pengawasan. Kemudian MPRS mengeluarkan Ketetapan nomor III/1963 yang
mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Bahkan di bidang yudikatif dan
legislatif, Presiden diberi wewenang untuk campur tangan berdasarkan undang-undang. Keadaan
tersebut menjadikan peranan partai politik menjadi terbatas sementara TNI meluas perannya sebagai
salah satu unsur politik.
3. tahun 1965-1998 (masa demokrasi Pancasila)
Peristiwa G-30-S/PKI mengakhiri periode demokrasi terpimpin. Berakhirnya pemerintahan Presiden
Soekarno, telah mengembalikan jabatan presiden kembali menjadi 5 tahunan dan . berbagai kebijakan
ditinjau kembali. Begitu pula fungsi dan
peran legislatif dan yudikatif dikembalikan. Kemudian Soeharto ditetapkan oleh MPRS
sebagai Presiden dan mulailah demokrasi Pancasila atau masa orde baru.
Kebaikan masa Orde Baru bagi demokrasi adalah berhasil menyelenggarakan pemilu
secara teratur, yaitu pada tahun-tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997. Masa ini
memberikan pendidikan politik bagi rakyat. Rakyat akhirnya terbiasa memberikan suara dan
menentukan pilihan dalam pemilu. Namun nilai-nilai demokrasi tidak diberlakukan dalam
penyelenggaraan pemilu-pemilu tersebut. Terutama sejak dilakukan fusi partai politik tahun 1973,
kecuali Golkar.
Melalui Golkar, demokrasi yang berlangsung menjadikan Presiden penguasa dominan.
Tidak satu institusi pun yang dapat menjadi pengawas presiden dan mencegahnya
melakukan penyelewengan kekuasaan. Elit politik mengabaikan aspirasi warga dan
semakin banyak kebijakan yang menguntungkan kroni dan merugikan rakyat dan
negara. Kekecweaan warga negara berujung pada gerakan mahasiswa pada bulan Mei 1998 yang
berhasil menduduki gedung DPR/MPR dan menjadi langkah awal berakhirnya orde baru. Karena desakan
gerakan yang dimotori mahasiswa ini Presiden Soeharto akhirnya mengundurkan diri pada tanggal 20
Mei 1998 dan digantikan wakil presiden saati itu, BJ Habibie.
Pada masa ini pula militer memiliki otoritas besar yang di satu sisi memang menghasilkan kehidupan
yang stabil namun di sisi lain mengakibatkan tidak berkembangnya kebebasan dalam kehidupan
bermasyrakat. Adanya program-program Pembangunan Lima Tahun (PELITA), Keluarga Berencana (KB)
memang sempat membuat terhenyak dan merasa mereka hidup dalam kesejahteraan namun kenyataan
kesejahteraan yang semu.
4. tahun 1998 sampai sekarang (masa reformasi)
Pada masa ini reformasi politik dan penyelenggaraan demokrasi terbuka. Pada masa
pemerintahan Habibie dilakukan berbagai perombakan kebijakan. Antara lain, UU Politik, UU Pemilu dan
UU Susunan MPR, DPR dan DPRD. Juga, penghapusan dwifungsi ABRI (sekarang TNI). Terobosan lainnya,
ditahun 1999 dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Amandemen ini
telah memperkenalkan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung (pilpres). Pilpres pertama
dilakukan tahun 2004 dan yang kedua tahun 2009 ini. Proses demokratisasi lainnya di orde reformasi ini
adalah pemilu kepala daerah secara langsung (pilkada) yang diwajibkan di seluruh Indonesia pada
pertengahan tahun 2005. Pemilihan langsung presiden dan wakil presiden maupun pemilihan kepala-
kepala daerah secara langsung menandai perkembangan demokrasi di Indonesia.

Cita-cita demokrasi di Indonesia pada dasarnya adalah demokrasi Pancasila. Adapun prinsip-prinsip
demokrasi Pancasila yang seharusnya dipatuhi sebagaimana diutarakan oleh Ahmad Sanusi antara lain :
a.Demokrasi yang Berketuhanan Yang maha Esa
b.Demokrasi dengan kecerdasan
c.Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
d.Demokrasi dengan rule of law
e.Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan Negara
f.Demokrasi dengan hak asasi manusia
g.Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
h.Demokrasi dengan otonomi daerah
i.Demokrasi dengan kemakmuran
j.Demokrasi yang berkeadilan sosial

Cita-cita demokrasi Pancasila seperti yang disebutkan diatas tersebut mendasarkan diri pada faham
kekeluargaan dan Kegotong-royongan yang ditujukan untuk:
a. Kesejahteraan rakyat
b. Mendukung unsur-unsur kesadaran hak ber-ketuhanan Yang Maha Esa
c. Menolak atheisme
d. Menegakkan kebenaran yang berdasarkan kepada budi pekerti yang luhur
e. Mengembangkan kepribadian Indonesia
f. Menciptakan keseimbangan perikehidupan individu dan masyarakat, kasmani dan rohani, lahir dan
bathin, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

II.2. Konsep Demokrasi di Amerika


Amerika Serikat merupakan negara yang berkedaulatan rakyat. Hal ini tercantum dalam mukadimah
konstitusi Amerika yaitu

”Kami Rakyat Amerika Serikat, agar dapat membentuk suatu Perserikatan yang lebih sempurna,
membangun Keadilan, menjamin Kententraman domestik, menetapkan pertahanan bersama,
memajukan Kesejahteraan umum, dan mengamankan Berkah Kemerdekaan bagi diri kita dan
Keturunan, mengesahkan dan menetapkan Konstitusi Amerika Serikat” .
Selain itu, kedaulatan tersebut juga tercantum pada Pasal I Ayat (1), yaitu

”Semua kekuasaa legislatif yang ditetapkan di sini akan diberikan kepada sebuah Kongres Amerika
Serikat, yang akan terdiri dari sebuah Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Amerika Serikat merupakan negara demokrasi konstitusional. Negara-negara di Amerika adalah sebuah
republik federal yang terdiri dari 50 negara bagian. Kecuali Alaska (utara Kanada) & Hawaii (lautan
Pasifik), 48 negara bagian lainnya terletak di Amerika Utara. Terdapat tiga peringkat yaitu nasional,
negara bagian dan pemerintahan lokal yang mempunyai badan legislatif serta eksekutif dengan bidang
kuasa masing-masing. Negara ini mengunakan sistem persekutuan atau federalisme di mana di negara
pusat dan negara bagian berbagi kuasa. Pembagian kuasa tercantum pada Pasal 1-3 dalam Konstitusi
Amerika, dimana disebutkan secara terperinci mengenai kuasa-kuasa Negara yang utama yaitu
eksekutif, legislatif dan kehakiman. Pemeriksaan dan keseimbangan / Checks and Balances merupakan
ciri yang utama dalam negara Amerika (hal ini sangat komprehensif). Sehingga tidak ada satu pun
cabang negara yang mempunyai kuasa mutlak untuk mewakili cabang yang lain.

Dalam sejarah Amerika, keberpihakan pemerintah Amerika terhadap kepentingan mayoritas rakyat
terjadi hanya setelah ada desakan dan perlawanan politik dari rakyat. Sebagai contoh, Konstitusi
Amerika 1788 yang tengah disusun oleh para pendiri bangsa yang sebagian besar adalah tuan tanah
kaya raya dan berpendidikan sangat dipengaruhi oleh pemberontakan petani di Massachusetts Barat
(1786-1787) yang menentang pajak tinggi dan ancaman penutupan lahan pertaniannya yang
diberlakukan oleh pemerintahan negara bagian. Demikian juga dengan pengundangan hak-hak sipil
pada akhir 1950an dan awal 1960an, adalah hasil dari perjuangan kelompok akar rumput seperti
Student Non Violent Coordinating Committee, Southern Council of Baptist Church dan individu seperti
Rosa Parks dan Marthin Luther King Jr. Penarikan diri tentara Amerika dari perang Vietnam juga hanya
setelah ada demontrasi besar-besaran di dalam negeri Amerika sendiri yang menentang perang
tersebut.

II.3. Konsep Demokrasi di Iran


Sistem pemerintahan Republik Islam Iran memiliki dua dimensi yang saling terkait. Yaitu dimensi
keislaman dan dimensi kerakyatannya. Dengan melihat kembali UUD Iran, kedua dimensi itu merupakan
dua pilar utama negara yang saling melengkapi. Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang
Dasar Republik Iran Pasal 56 yang berbunyi

”Mutlak kedaulatan atas dunia dan manusia adalah milik Allah, dan Dia-lah yang menciptakan manusia
dan menguasai takdir sosialnya sendiri. Tidak seorang pun dapat menghalangi seseorang dari hak ilahi
ini, atau tunduk kepada kepentingan individu tertentu atau kelompok. Rakyat melaksanakan hak ilahi ini
dengan cara yang ditentukan dalam artikel berikut”.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa Negara Iran ini menjalankan model
demokrasi yang unik, yaitu demokrasi religius (agama). Pelsaksanaan model demokrasi ini merupakan
penyelarasan antara kedaulatan rakyat yang berpedoman kepada syariat Islam.

Bentuk pemerintahan Iran yang menunjukan ciri pemerintahan yang demokratis terdapat pada Pasal 1
yaitu
”Bentuk pemerintahan Iran adalah Republik Islam, didukung oleh rakyat Iran atas dasar kepercayaan
mereka dan kedaulatan kebenaran dan keadilan Quran”.

Selain itu mengenai kekuasaan legislatif terdapat pada Pasal 57


Kekuasaan pemerintah di Republik Islam diberikan kepada badan legislatif, yudikatif, dan eksekutif, yang
berfungsi di bawah pengawasan mutlak Pemimpin keagamaan dan Pimpinan umat, sesuai dengan pasal-
pasal yang akan diatur dalam Konstitusi ini.

Sementara perihal kekuasaan legislatif dipegang oleh wakil yang terpilih dari rakyat diatur dalam Pasal
58
Fungsi legislatif harus dilakukan melalui Majelis Permusyawaratan Islam, yang terdiri dari para wakil
terpilih dari rakyat. Undang-undang yang disetujui oleh badan ini, setelah melewati tahap-tahap yang
disebutkan dalam artikel di bawah ini, disampaikan kepada eksekutif dan yudikatif untuk dapat
diimplementasikan.

Iran adalah Negara yang didominasi oleh kaum Syiah. Konsep yang paling terkebal dari Syiah adalah
konsep imamahnya. Pasca wafat Nabi, kaum Syiah mengangkat Ali dan keturunan mereka menjadi Imam
mereka. Artinya Ali dan keturunannya itulah yang menjadi pemimpin mereka. Dalam kepercayaan
mereka, Imam berhenti di Imam ke 12 sambil menunggu kedatangan Imam yang ditunggu yaitu Imam
Mahdi, Imam yang katanya akan membawa kejayaan Syiah. Sambil menunggu kedatngan Imam itu,
kaum Syiah dipimpin oleh Wilayatul Faqih.

Adapun dengan tetap adanya Wilayatul Faqih tersebut maka dapat dikatakan bahwa Republik Islam Iran
tetap menjaga konsep imamah itu sambil diselaraskan dengan konsep Negara modern yang
mementingkan pembagian kekuasaan [trias politica].
Badan legislatif di Iran disebut sebagai Majlis of Iran/Majles-e Shura-ye Eslami, berperan menyusun
Undang-Undang. Selain itu, eksekutif sebagai pelaksana Undang-Undang dipegang oleh Presiden, dan
kewenangan yudikatif sebagai pengawas pelaksanaan pemerintahan di pegang oleh Assembly of Experts
[Majles-e-Khebregan].

Didalam Al Quran dan tradisi Islam, “menjaga kesetiaan“ merupakan kewajiban moral dan bagian
esensial hukum Syariah yang tidak dapat dilanggar. Jika seseorang mempercayakan harta miliknya
kepada seorang wali, maka wali itu berkewajiban untuk melindungi harta tersebut dan
mengembalikannya tepat waktu serta tanpa kekurangan apapun kepada pemiliknya. Jika itu dilanggar,
maka wali harus bertanggungjawab dan wajib menggantikan setiap kekurangan.
Kekuasaan pemerintah merupakan harta pinjaman tuhan yang diserahkan oleh manusia, yang
merupakan pemilik sebenarnya kekuasaan tersebut, kepada seseorang atau beberapa orang wali.
Kemudian pemegang kekuasaan tersebut wajib melindungi kekuasaan yang dipercayakan kepada
mereka dalam kerangka kesepakatan bersama. Dan yang terpenting, penguasa nantinya harus
mengembalikan harta itu kepada pemilik sahnya. Suara yang diberikan rakyat dalam pemilu adalah harta
yang dipercayakan rakyat kepada wali, yang harus dijaga dengan baik.

II.4. Perbandingan Indonesia, Amerika, dan Iran


Persamaan antara Indonesia, Amerika dan Iran antara lain adalah mengenai sistem pemerintahan yang
dilaksanakan diketiga Negara tersebut. Sistem pemerintahan yang digunakan adalah presidensial,
dimana seorang Presiden sebagai pelaksana Undang-Undang dipilih langsung oleh rakyat melalui
pemilihan umum.
Pemilihan umum dalam rangka mencari seorang pemimpin sesuai dengan kehendak rakyat melalui
suara terbanyak ini merupakan perwujudan dari demokrasi melalui penyampaian aspirasi baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Walaupun begitu, pelaksanaan demokrasi dalam hal pemilihan Presiden di ketiga Negara tersebut pun
berbeda, yaitu dalam hal keterwakilan perempuan dalam bidang politik seperti pemimpin atau Presiden
perempuan. Indonesia boleh berbangga karena dalam sejarahnya telah memiliki seorang Presiden
perempuan. Setidaknya, Amerika sebagai sebuah Negara yang mengaggungkan demokrasi, bahkan
belum pernah memiliki seorang Presiden perempuan. Begitu pula halnya dengan Iran, keterwakilan
dibidang politik amat terbatas. Dari beberapa orang yang mecalonkan diri menjadi Presiden, ternyata
tidak satupun terkualifikasi untuk mengikuti pemilihan umum Presiden Iran.
BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Bentuk sistem pemerintahan apapun yang dijalankan dalam suatu negara tersebut, bisa dikategorikan
sebagai negara yang memiliki pemerintahan demokratis apabila bisa menampung aspirasi dari
masyarakatnya serta membawa kearah yang lebih baik dengan dukungan masyarakatnya juga.
Representasi sistem presidensial yang dijalankan di Amerika maupun sistem perlementer yang ada di
Australia sudah cukup menggambarkan bentuk demokrasi pada porsi yang tepat. Dimana pada level Ke-
Negaraan masing-masing beserta latar belakang sejarah negara dan perkembangannya, masing-masing
terdapat juga efisiensi proporsionalitas suatu sistem teruji, karena fakta menunjukkan bahwa
keberhasilan dan pengakuan internasional baik melalui sistem politik maupun eksistensi negara itu
sendiri. Karena dengan adanya perwakilan rakyat yang dipilih secara sah dan legal yang duduk di kursi
pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai