DI SUSUN OLEH :
ASRI ELIES ALAMANDA
8111413222
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.3 TUJUAN
1.3.1
1.3.2
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :
Untuk mengetahui hubungan hukum dengan masyarakat.
Untuk mengetahui apa saja teori hukum menurut Phillipe Nonet dan Phillip
Selzinck.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hukum Refrensif
Hukum Represif adalah hukum yang mengabdi kepada kekuasaan represif dan
kepada tata tertib sosial yang represif. Kekuasaan yang memerintah adalah represif,
bilamana ia kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan rakyat yang diperintahkan
artinya bilamana ia cenderung untuk tidak mempedulikan kepentingan-kepentingan
tersebut atau menolak legitimasinya. Meskipun represi sering kali berbentuk penindasan
dan pemaksaan yang terang-terangan, pemaksaan sendiri bukanlah merupakan ciri yang
menentukan bagi sifat represif, melainkan diacuhkannya atau diterlantarkannya
kepentingan rakyat. Mengenai perbedaan antara represi dengan pemaksaan: pertama,
tidak semua pemaksaan adalah represif. Kedua, represi tidak perlu memaksa. Perhatian
paling utama hukum represif adalah dengan dipeliharanya atau diterapkannya tata tertib,
ketenangan umum, pertahanan otoritas dan penyelesaian pertikaian. Meskipun hukum
represif dihubungkan dengan kekuasaan, namun ia tidak boleh dilihat sebagai suatu
tanda dari kekuatan kekuasaan (dari kekuasaan yang kuat). Nonet dan Selznick
menyebutkan beberapa bentuk dalam mana represi dapat memanifestasikan dirinya.
Yang satu adalah ketidak mampuan pemerintah untuk memenuhi tuntutan-tuntutan
umum. Yang lain adalah pemerintah yang melampaui batas. Suatu bentuk lain lagi
adalah kebijakan umum yang berat sebelah, yang sering kali dipercontohkan pembaruan
kota-kota dan kebijakan pengembangan ekonomi dalam mana program pemerintah
tidak mempunyai sarana untuk memenuhi, ataupun memperhatikan, lingkup
kepentingan individual dan kelompok yang dipengaruhinya. Ciri-ciri umum dari hukum
represif:
Institusi-institusi hukum langsung terbuka bagi kekuasaan politik; hukum
diidentifikasikan dengan negara dan tunduk kepada raison d etat.
Perspektif resmi mendomonasi segalanya. Penguasa cenderung
untuk
Suatu
rezim
hukum
rangkap
melembagakan
keadilan
keras
dengan
mentalitas hukum dan tata tertib diantara rakyat dan ia mendorong ahli-ahli hukum
untuk mengadopsi suatu sikap yang konservatif. Kelemahan-kelemahan ini akan
menghambat realisasi kekuasaan secara benar berdasarkan hukum yang dicita-citakan.
Namun demikian, hukum otonom mengandung suatu potensi untuk perkembangan lebih
lanjut dengan mana kelemahan-kelemahan ini akan dapat diatasi.
3. Hukum Responsif
Sifat responsif dapat diartikan sebagai melayani kebutuhan dan kepentingan
sosial yang dialami dan ditemukan, tidak oleh pejabat melainkan oleh rakyat. Sifat
responsif mengandung arti suatu komitmen kepada hukum di dalam perspektif
konsumen. Nonet dan Selznick menunjuk kepada dilema yang pelik di dalam institusiinstitusi antara integritas dan keterbukaan. Integritas berarti bahwa suatu institusi dalam
melayani kebutuhan-kebutuhan sosial tetap terikat kepada prosedur-prosedur dan caracara bekerja yang membedakannya dari institusi-institusi lain. Keterbukaan yang
sempurna akan berarti bahwa bahasa institusional menjadi sama dengan bahasa yang
dipakai dalam masyarakat pada umumnya, akan tetapi akan tidak lagi mengandung arti
khusus, dan aksi-aksi institusional akan disesuaikan sepenuhnya dengan kekuatankekuatan di dalam lingkungan sosial, namun akan tidak lagi merupakan satu sumbangan
yang khusus kepada masalah-masalah sosial. Konsep hukum responsif melihat suatu
pemecahan untuk dilema ini yang mencoba untuk mengkombinasikan keterbukaan
dengan integritas.
Jawaban dari hukum responsif adalah adaptasi selektif ke dalam tuntutantuntutan dan tekanan-tekanan baru. Apakah yang menjadi kriteria seleksinya? Tidak lain
daripada kekuasaan berdasar hukum yang dicita-citakan, tetapi sekarang tidak lagi
diartikan sebagai kepantasan prosedural formal, melainkan sebagai reduksi secara
progresif dari kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam kehidupan
politik, sosial dan ekonomi. Jadi hukum responsif tidak membuang ide tentang keadilan,
melainkan ia memeperluasnya untuk mencakup keadilan substantif. Beberapa ciri yang
menonjol dari konsep hukum responsif adalah:
(a) pergeseran penekanan dari aturan-aturan ke prinsip-prinsip dan tujuan;
(b) pentingnya kerakyatan baik sebagai tujuan hukum maupun cara untuk
mencapainya.
(c) Mencari nilai-nilai tersirat yang terdapat dalam peraturan dan kebijakan.
(d) Dalam model hukum responsif ini, masyarakat dapat menyatakan
ketidaksetujuan terhadap doktrin yang dianggap mereka sebagai interpretasi
yang baku dan tidak fleksibel.
(e) Dalam pembuatannya produk hukum yang responsif menyerap aspirasi
masyarakat seluas-luasnya (partispatif), sedangkan produk hukum yang
konservatif lebih di dominasi lembaga-lembaga Negara terutama pihak
eksekutif (sentralistik).
(f) Cerminan isi produk hukum yang responsif adalah aspiratif, dalam arti
mencerminkan mencerminkan kehendak-kehendak dan anspirasi umum
masyarakat, sedangkan produk hukum yang konservatif adalah positifitikinstrumentalistik, dalam arti mencerminkan kehendak atau memberikan
justifikasi bagi kehendak-kehendak dan program pemerintah.
(g) Cakupan isi hukum yang responsif itu biasanya rinsi, mengatur hal-hal
secara jelas dan cukup detail, sehingga tidak dapat ditafsir secara sepihak
oleh lembaga eksekutif, sedangkan pada hukum konservatif biasanya di
muat hal-hal yang pokok-pokok dan ambigu (makna ganda), sehingga
memberi peluang bagi pemerintah untuk membuat penafsiran secara sepihak
(h)
(i)
(j)
(k)
(l)
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Untuk dapat terwujudnya sistem hukum yang ideal bagi kehidupan masyarakat
diperlukan produk hukum yang baik sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk
membangun masyarakat ke arah yang dicita-citakan. Untuk dapat membuat suatu
produk hukum yang baik maka badan pembentuk hukum harus dapat memisahkan
produk hukum dari unsur-unsur kepentingan lain yang dapat menghambat hukum
menjadi alat pembangunan bagi masyarakat. Hukum tidak boleh ditunggangi dengan
kepentingan-kepentingan lain terutama yang sifatnya hanya untuk melindungi atau
melancarkan kehendak-kehendak para pihak tertentu saja. Bahwa tujuan hukum adalah
untuk terciptanya keadilan maka produk hukum dan aparatur penegak hukum harus
dapat berorientasi pada kepentingan-kepentingan rakyat secara keseluruhan terutama
perlindungan bagi yang lemah.