Anda di halaman 1dari 3

Critical Review Bab Demokrasi

Nama : Rina Rahayu

NPM : 193507516138

Bidang Studi : Hubungan Internasional

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Politik

Kelas : R. 17 4.405

Hari, Jam : Jumat, 10:40 – 13:10

Demokrasi

Tulisan ini berbentuk critical review dari buku Dasar-dasar Ilmu Politik, Bab 4: Demokrasi,
yang ditulis oleh Prof. Miriam Budiardjo yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta pada tahun 2008 edisi revisi.

Bab 4 yang berjudul Demokrasi, secara garis besar memperlihatkan bahwa kita mengenal
bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang dinamakan Demokrasi Konstitusional,
Demokrasi Parlementer, Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila, Demokrasi Rakyat,
Demokrasi Soviet, Demokrasi Nasional, dan sebagainya. Akan tetapi, pada buku ini penulis
lebih menekankan pembahasan pada demokrasi konstitusional yang bergagasan bahwa
pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak
dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya.

Suatu penelitian yang diselenggarakan oleh UNESCO pada tahun 1949, menyatakan
bahwa “Mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebagai nama yang
paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan
oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh (Probably for the first time in history
democracy is claimed as the proper ideal description of all systems of political and social
organizations advocated by influential proponents).”

Di antara sekian banyak aliran pikiran yang dinamakan demokrasi ada dua kelompok
aliran yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusional dan satu kelompok aliran yang
menamakan dirinya demokrasi, tetapi pada hakikatnya mendasarkan dirinya atas komunisme.
India, Pakistan, Filipina, dan Indonesia mencita-citakan demokrasi konstitusional, sekalipun
terdapat bermacam-macam bentuk pemerintahan maupun gaya hidup dalam negara-negara
tersebut. Di lain pihak ada negara-negara baru di Asia yang mendasarkan diri atas asas-asas
komunisme, yaitu China, Korea Utara, dan sebagainya.

Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah yang
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak
bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Hal tersebut diperkuat dengan
gagasan seorang ahli sejarah Inggris, Lord Acton, dengan dalilnya yang berbunyi “Manusia
yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi
manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya tak
terbatas pula.”

Dalam sejarah perkembangannya sistem demokrasi yang terdapat di negara-kota


Yunani Kuno sejak abad ke-6 sampai abad ke-3 S.M. merupakan demokrasi langsung, yaitu
suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik
dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur
mayoritas. Demokrasi di Yunani mengalami kemunduran pada awal abad pertengahan yang
ditandai dengan perubahan masyarakat Yunani menjadi masyarakat feodal. Pada abad
pertengahan, demokrasi menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta
(Piagam Besar). Selain itu juga ditandai dengan munculnya gerakan pencerahan (Renaissance)
dan reformasi.

Karena pada bab ini penulis lebih menekankan tentang demokrasi konstitusional,
maka ia menjelaskan demokrasi konstitusional pada abad ke-19 dan abad ke-20. Pada abad
ke-19 dan permulaan abad ke-20 gagasan mengenai perlunya pembatasan mendapat
perumusan yuridis. Ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-
1804) dan Friedrich Julius Stahl memakai istilah Rechtsstaat yang memiliki empat unsur
dalam arti klasik, yaitu hak-hak manusia; pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk
menjamin hak-hak itu; pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan; peradilan administrasi
dalam perselisihan. Adapula ahli Anglo Saxon seperti A. V. Dicey memakai istilah Rule of
Law yang memiliki unsur-unsur, yaitu supremasi aturan-aturan hukum; kedudukan yang
sama dalam menghadapi hukum; dan terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang.

Dari sekian banyaknya sistem demokrasi negara di Asia, Prof Miriam Budiardjo dalam
bukunya ini hanya menjelaskan perkembangan di Pakistan dan Indonesia saja. Penulis
menjelaskan bahwa Pakistan lahir tahun 1947 terdiri dari 2 bagian , bagian barat dan timur .
Kedua bagian terpisah secara geografis oleh wilayah india sepanjang 1600km. Pakistan
mengalami krisis kepemimpinan dan instabilitas politik setelah meninggalnya pelopr
kemerdekaan Mohammad ali jinnah . Timbulah masalah penyusunan UUD baru pada tahun
1956 yang tidak selesai sampai terpilihnya Ayub Khan sebagai Presiden diberi tugas untuk
menyusun UUD. Pada tahun 1968 Ayub Khan menyerahkan kekuasaannya kepada Yahya
Khan,, Yahya pun membuat janji-janji yang awalnya menguntungkan tapi pada akhirnya
tidak , 2 partai besar justru terpecah belah menjadi 2 bagian. Demokrasi di Indonesia telah
mengalami paasang surut . Selama 25 tahun Indonesia memiliki masalah pokok yakni
bagaimna dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya mempertinggi tingkat
kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis.

Menurut saya kekurangan yang terdapat dalam bab ini penulis terlalu terpaku pada
demokrasi konstitusional saja sedangkan sistem demokrasi yang dianut oleh negara-negara di
dunia tidak seluruhnya menerapkan sistem demokrasi konstitusional, begitupun Indonesia.
Meski dalam UUD RI 1945 yang belum di amandemen cukup jelas tersirat nilai pokok dari
demokrasi konstitusional,namun pada praktiknya Indonesia kini menganut sistem Demokrasi
Pancasila.

Tetapi disamping dari kekurangan tersebut, apabila dilihat dari segi penulisan dan
aspek kebahasaan, buku Dasar-dasar Ilmu Politik karya Prof. Miriam Budiardjo ini baik
untuk dibaca oleh konsumen. Terlebih untuk mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, karena buku ini dijadikan salah satu buku wajib dalam mata kuliah Pengantar Ilmu
Politik.

Anda mungkin juga menyukai