UNIVERSITAS INDONESIA
Good Governance
Daerah)
Kelompok III
PROGRAM PASCASARJANA
Oktober 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini dengan tegas dinyatakan dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
bermasyarakat.
berkedudukan sejajar yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif yang diatur dengan
senantiasa ditandai oleh usaha yang terus menerus untuk mencari titik keseimbangan
yang tepat dalam memberi bobot otonomi atau bobot desentralisasi. Sejak
pusat ke pemerintah daerah selalu bergerak pada titik keseimbangan yang berbeda.
konsep bandul yang selalu bergerak secara simetris pada dua sisi yaitu Pusat dan
1
Daerah. Pada suatu waktu bobot kekuasaan terletak pada Pemerintah Pusat dan pada
kesempatan lain bobot kekuasaan yang lebih berat ada pada Pemerintah Daerah.1
dari kutub satu ke kutub lain, dari kutub sangat yang berkuasa ke kutub yang sangat
lemah . Demikian pula perubahanya, bergerak sangat dinamis dari satu kutub yang
bersifat sentralistik ke kutub lain yang bersifat desentralistik. Pilihan kebijakan yang
diambil tergantung pada situasi dan kondisi politik pada zamanya masing – masing.2
Kepada hal demikian pemerintah memberi respon yuridis yang bervariasi dari
konfigurasi politik pada waktu tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, ternyata bahwa
asas – asas yang dipakai dalam otonomi daerah juga senantiasa bergeser mengikuti
konfigurasi pergeseran konfigurasi politik, mulai dari asas otonomi formal, otonomi
material, otonomi yang seluas – luasnya, otonomi yang nyata dan bertanggungjawab
Reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa cakrawala baru dalam sistem
politik dan pemerintahan yang selama 32 tahun tidak berubah dan cenderung
stagnan. Karena itu perubahan yang terjadi dipandang sebagai suatu langkah baru
bagi terciptanya Indonesia di masa depan dengan dasar – dasar demokratisasi dalam
1
J Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal.1
2
Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, (Bandung: Fokus
Media, 2003), hal. 1
3
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar – Pilar Demokrasi, (Yogyakarta: Penerbit Gama Media,
1999), hal. 272
2
penyelenggaraan pemerintah daerah . Pilihan demokratisasi menjadi pilihan wajib
yang dapat menempatkan manusia pada jati dirinya. Proses demokratisasi itu sendiri
Isu desentralisasi selalu dikaitkan dengan efisiensi dan inovasi, karena melalui
karena adanya kekuasaan untuk dapat melakukan keputusan yang paling rendah. Di
instruksi dari pusat untuk pekerjaan yang segera diselesaikan, mengurangi birokrasi
yang dimulai dari dikeluarkanya Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah
Dampak dari reformasi total ini ditinjau dari segi politik kenegaraan menurut Saldi
lebih luas sesuai dengan karakter khas yang dimiliki daerah. Hal ini dilakukan untuk
4
S.H Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 2002),
hal. 124
5
Ibid. hal. 63-64
3
megatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi yang
Perubahan yang dilakukan ini menurut Koeswara sebagaimana dikutip oleh Saldi
governance atau behoorlijk bestuur. Hal ini sangat diperlukan karena berkurangnya
preventif. Oleh karena itu unsur – unsur pelaksanaan pemerintahan yang baik dan
instansi pemerintah dan memperkuat peran dan kapasitas parlemen serta tersedianya
Pada dasarnya pemerintah mulai level pusat sampai daerah sebagai agen
pemberdaya masyarakat. Oleh karena itu pemerintah sebagai pihak yang diberi
kekuasaan yang diberikan rakyat kepada mereka. Jika tidak demikian maka
dimungkinkan warga untuk memantau lebih baik akan penyajian layanan dan
6
Saldi Isra, Reformasi Hukum Tata Negara, (Padang: Andalas Univ. Press, 2006), hal 225
7
Ibid. hal. 226
8
Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah,,
(Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 2
9
Hendrikus Triwibawanto Dedeona, “Akuntabilitas Kelembagaan Eksekutif”, Jurnal Ilmu
Adminsitrasi, STIA LAN , Bandung, Vol.4 No 1 Maret 2007, hal 16
4
diizinkanya pemerintah pusat, sebagai para warga untuk memantau pemerintah –
pemerintah daerah.10
B. Rumusan Masalah
BAB II
10
The World Bank Office, “Memerangi Korupsi di Indonesia” (Memperkuat Akuntabilitas Untuk
Kemajuan), (Jakarta, World Bank, 2004)
5
A. Teori Akuntabilitas
adanya wewenang. Wewenang di sini berarti kekuasaan yang sah. Menurut Weber
ada tiga macam tipe ideal wewenang, pertama wewenang tradisional kedua
wewenang karismatik dan ketiga wewenang legal rational. Yang ketigalah ini yang
dipertanggungjawabkan.11
11
Taliziduhu Ndraha, Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 85
6
tinggi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi
mereka.
istilah yang pada awalnya diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah
digunakan secara tepat untuk tujuan di mana dana publik tadi ditetapkan dan tidak
tadi berusaha untuk mencari dan menemukan apakah ada penyimpangan staf atau
tidak, tidak efisien atau ada prosedur yang tidak diperlukan. Akuntabilitas
menunjuk pada pada institusi tentang “checks and balance” dalam sistem
administrasi.12
keduanya merupakan hal yang saling berhubungan tetapi akuntabilitas lebih baik
merupakan sifat umum dari hubungan otoritasi asimetrik misalnya yang diawasai
dengan yang mengawasi, agen dengan prinsipal atau antara yang mewakil dengan
yang diwakili. Dari segi fokus dan cakupanya, responsibility lebih bersifat internal
Mohamad Mahsun juga membedakan akuntabilitas dalam arti sempit dan arti
luas, akuntabilitas dalam pengertian yang sempit dapat dipahami sebagai bentuk
12
Joko Widodo, Good Governance (Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era
Desentralisasi dan Otonomi Daerah), (Surabaya: Insan Cendekia, 2001), hal. 148.
13
Mohamad Mahsun, Pengukuran Kinerja Sektor Publik , (Yogyakarta: BPFE, 2006), hal. 84
7
akuntabilitas dalam arti luas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang
kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan
diharapkan untuk meberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan. Dengan
pihak yang diberi kuasa mandat untuk memerintah kepada yang membeeri mereka
14
Ibid, hal. 83.
15
Miriam Budiarjo, Menggapai Kedaulatan Rakyat, (Jakarta: Mizan, 1998), hal.78
8
1. Orientasi Pelaksanaan Akuntabilitas
Studi administrasi publik terutama bila dikaitkan dengan apa yang seharusnya
pemerintah lakukan ternyata lebih kompleks bila dibandingkan dengan abad dua
tradisional pemerintahan pada awalnya berasal dari teori klasik birokrasi yang
diperkenalkan oleh ahli sosiologi Jerman yang dipelopori oleh Max Weber.
Birokrasi klasik lebih berfokus pada sistem administrasi, dan secara esensial terdiri
dari analisis struktur formal dan institusi pemerintahan, dimana secara konseptual
Kerangka analisis tersebut selanjutnya diperluas dan dikritisi lebih jauh oleh dua
daripada institusi formal. Perspektif ini memiliki perhatian utama pada: konteks
sampai kepada hasilnya; konsep utama dari negara, esensinya untuk memahami
hubungan antara administrasi dan sistem politik, dan antara politik, ekonomi dan
masyarakat.16
peran dan struktur sektor publik, termasuk pada negara-negara yang sedang
16
Minogue, Martin, Charles Poliano, dan David Hume. Beyond the New Piblic Managment :
Changing Ideas and Practices in Governance, (Northampton: Edward Elgar Publishing, 1998).
hal. 3
9
membangun. Hasil penilaian menunjukkan bahwa dibeberapa negara sektor publik
mampu mengelola dengan efektif sarana yang terkait dengan kepentingan publik
seperti suplai listrik atau telekomunikasi. Pegawai dipandang sangat tidak fleksibel
dan terlalu berdasar pada aturan untuk merespon kebutuhan perubahan, sehingga
oleh tingkat persaingan untuk lebih efisien dan efektif dalam menyediakan
Pemerintahan di berbagai negara, baik yang sudah maju maupun yang masih
bersaing dengan pemasok dari swasta. Perubahan dramatik ini didorong oleh
konsensus ideologi global, dan di banyak negara perubahan ini justru menjadi satu
satu fokus yakni pada kultur organisasi, dan bagaimana hal ini dapat dirubah oleh
17
UNDP, Public Sector Management, Governance, and Sustainable Human Development, (New
York: UNDP, 1995)
10
Meskipun orientasi privatisasi dari reformasi di dalam pemerintahan diakui
penting, namun peran penting pemerintah di negara-negara yang sudah maju atau
negara yang terlebih dahulu menerapkannya ternyata masih tetap ada dalam kaitan
dan ekonomi dari masyarakatnya, atau dengan kata lain terkait dengan manajemen
dalam mendesain dan menerapkan kebijakan publik secara efektif, terutama dalam
2. Bentuk Akuntabilitas
a) Akuntabilitas Politik
Berkaitan dengan sistem politik dan sistem pemilu. Sistem politik “Multi Partai”
b) Akuntabilitas Keuangan
c) Akuntabilitas Hukum
18
World Bank, World Development Report, 1997: the State in a Changing World, (Oxford:
Oxford University Press, 1997)
19
UNDP, Op.Cit.
11
Mengandung arti bahwa rakyat harus memiliki keyakinan bahwa unit-unit
undangan;
macam yaitu :
b) Managerial accountability
c) Program accountability
d) Process accountability
20
Nisjar S.Karhi, 1997, Beberapa Catatan Tentang “Good Governance”, Jurnal Administrasi
Dan Pembangunan,Vol.1 No.2, hal.119
21
Chandler Ralph C, and Plano Jack C, 1982, The Public Administration Dictionary, John Wiley
& Sons, New York, Brisbane, Toronto, Singapore, hal.107
12
Lembaga administrasi Negara sendiri juga membedakan akuntabilias dalam 3
a) Akuntabilitas Keuangan
b) Akuntabilitas Manfaat
c) Akuntabilitas Prosedural
kepastian hukum, dan ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian
yaitu :
a) Akuntabilitas Administratif/Organisasional
Untuk ini diperlukan adanya hubungan hierakhis yang tegas di antara pusat-pusat
biasanya telah ditetapkan dengan jelas, baik dalam bentuk aturan-aturan organisasi
yang disampaikan secara formal ataupun dalam bentku jaringan hubungan informal.
diikuti terus kebawah, dan pengawasan dilakukan secara intensif agar aparat tetap
b) Akuntabilitas Legal
13
c) Akuntabilitas Politik
d) Akuntabilitas Profesional
aparat profesional, berharap dapat memperoleh kebebasan yang lebih besar dalam
e) Akuntabilitas Moral
secara moral atas tindakannya. Landasan bagi setiap tindakan pegawai pemerintah
seharusnya diletakkan pada prinsip-prinsip moral dan etika sebagaimana diakui oleh
konstitusi dan peraturan-peraturan lainnya serta diterima oleh publik sebagai norma
a) Akuntabilitas Tradisional
b) Akuntabilitas Manajerial
22
Jabra J.G. dan Dwivedi, Public Accountability, (Kumarian: Press Inc, 1989), hal.17- 18
23
Joko Widodo, Op. Cit, hal.156
14
Fokus utama Akuntabilitas manajerial adalah efisiensi dan ekonomis penggunaan
dana publik, property, tenaga kerja dan sumber daya lainnya. Akuntabilitas
pengeluaran yang tidak perlu dan mendorong penggunaan sumber daya publik yang
tepat.
c) Akuntabilitas Program
d) Akuntabilitas Proses
Akuntabilitas proses lebih menekankan pada metode dan prosedur operasi dari suatu
akuntabilitas proses menegaskan bahwa beberapa tujuan bisa jadi tidak dapat diukur
Plano, Yango, Jabra, dan LAN, di atas, maka dapat diidentifikasi tipe akuntabilitas
a) Akuntabilitas Tradisional
b) Akuntabilitas Fiscal
c) Akuntabilitas Manajerial
d) Akuntabilitas Legal
24
Ibid. hal. 157
25
Ibid. hal. 159
15
e) Akuntabilitas Program
f) Akuntabilitas Outcomes
g) Akuntabilitas Manfaat
h) Akuntabilitas Proses
i) Akuntabilitas Profesional
j) Akuntabilitas Moral
namun maksud dari substansi tipe akuntabilitas tertentu memiliki makna yang
sama.
B. Teori Pengawasan
pengertian tersebut tidak dibedakan dan tercakup dalam kata ”controlling” yang
controlling lebih luas artinya dari pengawasan. Jadi pengawasan adalah termasuk
apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Karena itu bukanlah dimaksudkan untuk
mencari siapa yang salah satu yang benar tetapi lebih diarahkan kepada upaya
untuk melakukan koresi terhadap hasil kegiatan. Dengan demikian jika terjadi
16
yang ingin dicapai, maka segera diambil langkah-langkah yang dapat meluruskan
terintegrasi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan tindak lanjut
hasil pengawasan oleh semua pihak dan unit kerja yang berkepentingan.
yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah sesuai dengan rencana dan
yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah sesuai dengan rencana dan
organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan
yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana.30
needed result in keeping with the plan. (Pengawasan adalah untuk menentukan apa
27
Lembaga Adiministrasi Negara, Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV,
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI), (Jakarta, LAN RI, 2008) hal.115
28
Ibid.
29
Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986) hal.
14.
30
Viktor M. Situmorang dan Jusuf Juhir, Op. Cit, hal 20
31
Sujamto, Op. Cit, hal 17
17
tindakan korektif, bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan
rencana)”.32
Ir. Suyamto, menyatakan “pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk
atau kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak”.33 Henry Fayol,
with the plan adopted, the instruction issued and principles established. It has for
object to point out weaknesses and errors in order to reactivity then and prevent
apakah sesuatu telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Dengan
akhirnya akan dapat diperbaiki dan yang terpenting jangan sampai kesalahan
dapat berjalan dalam suatu sistem politik yang demokratis, dalam masyarakat yang
berkesadaran hukum, tegaknya hukum untuk semua secara sama dan dalam
32
Ibid, hal.18
33
Lembaga Adiministrasi Negara, Op. Cit. hal.37
34
Lembaga Adiministrasi Negara, Op. Cit. hal. 53
18
a) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah
yang meliputi :
b) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
secara berdaya guna dan berhasil guna, sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah
pelaksanaan kerja sesuai dengan yang direncanakan, apakah segala instruksi telah
dilaksanakan dan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi. Hal ini
a) Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah
digariskan;
b) Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan dengan instruksi serta azas-
19
d) Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan efisien;
e) Untuk mencari jalan keluar, bila ternyata dijumpai kesulitankesulitan, kelemahan atau
a) Mencegah penyimpangan;
energi dan banyak waktu. Perencanaan dan pengorganisasian dapat dibuat satu kali,
tetapi pengawasan tidak cukup satu kali melainkan terus menerus sampai perencanaan
aparat pemerintah dan atau aparat lain diluar tubuh eksekutif secara fungsional, dapat
36
Soekarno, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Miswar, 1986) hal. 105
20
pula dilakukan oleh kekuasaan kehakiman. Adapun unsur-unsur yang diperlukan untuk
b) Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap pelaksanaan suatu
c) Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu proses kegiatan yang sedang
yang dilaksanakan serta pencocokkan hasil yang dicapai dengan rencana sebagai tolak
ukur; dan
e) Tindakan pengawasan akan diteruskan dengan tindak lanjut baik secara administrasi
maupun yuridis.
ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah sesuai dengan rencana dan ketentuan
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN pada masing-
masing instansi pemerintah. Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah :38
instansi pemerintah;
pemerintah;
c) Meningkatnya status opini bpk terhadap pengelolaan keuangan negara pada masing-
21
d) Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang pada masingmasing instansi
pemerintah.39
Atas dasar hal tersebut, maka terdapat beberapa indikator yang perlu dilakukan untuk
a) Pengendalian Gratifikasi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya
dilakukan, seperti :
1) unit kerja telah memiliki public campaign tentang pengendalian gratifikasi; dan
pihak terkait.
c) Pengaduan Masyarakat
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya
dilakukan, seperti :
2) unit kerja telah melaksanakan tindak lanjut atas hasil penanganan pengaduan
masyarakat;
39
Ibid
22
3) unit kerja telah melakukan monitoring dan evaluasi atas penanganan pengaduan
masyarakat; dan
masyarakat.
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya
dilakukan, seperti :
2) unit kerja telah melakukan evaluasi atas penerapan whistle blowing system; dan
3) unit kerja menindaklanjuti hasil evaluasi atas penerapan whistle blowing system.40
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya
dilakukan, seperti :
1) Unit kerja telah mengidentifikasi benturan kepentingan dalam tugas fungsi utama;
4) Unit kerja telah melakukan evaluasi atas penanganan benturan kepentingan; dan
kepentingan.
40
Ibid.
23
1) Tingkat kepatuhan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
2. Jenis Pengawasan
I. Pengawasan Ekstern dan Intern
1) Pengawasan Ekstern (external control)
Pengasan ektern atau pengawasan dari luar, yakni pengawasan yang menjadi
subyek pengawas adalah pihak luar dari organisasi obyek yang diawasi, misalnya,
2) Pengawasan Intern
Daerah diatur :
41
Ibid, hal.14
24
II. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) buruf a dilaksanakan
undangan
2) Pengawasan Represif
3) Pengawasan Umum
25
III. Pengawasan Langsung dan Pengawasan Tidak Langsung
1) Pengawasan Langsung
mendatangi dan melakukan pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap obyek
pengawasan yang dilakukan dari jarak jauh yaitu dari belakang meja. Dokumen
insidentil;
c. Surat-surat pengaduan;
A. Pengawasan Formal
yang berwenang (resmi) baik yang berifat intern dan ekstern; Misal : pengawasan
B. Pengawasan Informal
26
Pengawasan Informal yakni pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang paling
mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Menurut
Sedarmayanti hal ini dikarenakan adanya tuntutan gencar yang dilakukan oleh
masyarakat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik
adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat,
selain adanya pengaruh globalisasi.43
Good Governance telah menjadi wacana baru dalam penyelenggaraan pemerintahan
di dunia yang tidak dapat dilepaskan dari tulisan David Osborne dan Ted Gaebler
dalam bukunya “Reinventing Government How the Enterpreneurial Spirit the Public
Sector” pada tahun 1992. Melalui bukunya tersebut, Osborne dan Gaebler
mengajukan konsep yang berisi 10 (sepuluh) prinsip Reinventing Government sebagai
konsep kewirausahaan yang bisa dijalankan oleh lembaga publik maupun lembaga –
lembaga non profit lainya. Konsep ini pada dasarnya menggeser spectrum semangat
kewirausahaan ke birokrasi. Lahirnya konsep ini bagi Osborne dan Gaebler lebih
banyak didasari dari latar belakang fundamental lembaga birokrasi (public) yang
berseberangan dengan lembaga bisnis (privat) . Bagi lembaga bisnis , pendapatan
terbesar mereka diperoleh dari pelanggan (konsumen), sedangkan bagi birokrasi
sebagaian besar diperoleh dari pajak. Bagi lembaga bisnis (private) persaingan adalah
segalanya sedangkan bagi birokrasi (public) lebih banyak mengandalkan monopoli.44
Melalui bukunya Reinventing Government tersebut, Osborne dan Gaebler berpendapat
bahwa kegagalan utama pemerintahan saat ini adalah karena kelemahan
manajemenya. Masalahnya bukan terletak pada apa yang dikerjakan pemerintah
melainkan bagaimana cara pemerintah mengerjakanya. Selanjutnya bagaimana cara
mengembangkan konsep yang berisi sepuluh prinsip di muka, Davis Osborne
berkaloborasi dengan Peter Plastrik pada tahun 1996 menulis buku “Banishing
42
Jenis-Jenis Pengawasan: https://inspektoratdaerah.bulelengkab.go.id/artikel/jenis-jenis-
pengawasan-76. Diakses tanggal 15 Oktober 2019.
43
Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi
Daerah,,hlm.4
44
Ibid, hlm. 6
27
Bureaucracy” : The five Strategies for Reinventing Government”, menyampaikan 5
(lima) strategi untuk melaksanakan “reinventing government”. Dalam bukunya
tersebut menarankan agar birokrasi pemerintah dipangkas supaya menjadi lebih
efektif dan efisien. Prinsipnya “the least government is the best government”45
Seiring dengan perubahan paradigma di atas, muncul pula gerakan baru yang
dinamakan “gerakan masyarakat sipil” (civil society movement). Inti dari gerakan ini
adalah bagaimana membuat masyarakat lebih mampu dan mandiri untuk memenuhi
sebagian besar kepentingannya sendiri. Konsekuensi logis dari berkembangnya
masyarakat sipil adalam semakin rampingnya bangunan birokrasi, karena sebagian
besar pekerjaan pemerintah dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat maupun
dilaksanakan melalui pola kemitraan dalam rangka privatisasi.46
Good dalam good governence menurut LAN mengandung dua pengertian.
Pertama , nilai – nilai yang menjunjung tinggi keinginan /kehendak rakyat, dan nilai –
nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan
(nasional) kemandirian pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Kedua,
aspek aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan
tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan – tujuan tersebut.Berdasarkan pengertian ini,
LAN kemudian mengemukakan bahwa good governance berorientasi pada dua hal
yaitu, Pertama orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional
dan Kedua aspek – aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan–tujuan tersebut.47
United Nation Development Program (UNDP) sebagaimanan yang dikutip oleh
Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengajukan karakteristik good governance
sebagai berikut ;
1) Partisipasi (Participation) : setiap warga masyarakatmempunyai suara dalam
pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi
institusi legitimasi yang mewakili kepentinganya. Partisipasi ini dibangun atas
dasar kebeasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara
konstruktif.
2) Aturan hukum (Rule of law) : kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan
tanpa pandang buku, terutama hukum untuk hak asasi manusia.
45
Ibid, hlm.9
46
Sadu Wasistiono, Op.Cit., hal.28
47
Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Op.Cit.,
hal.6
28
3) Transparansi (Transparency) : Transparansi dibangun atas dasar kebebasan
arus informasi. Proses – proses, lembaga – lembaga dan informasi secara
langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus
dapat dipahami dan dapat dimonitor.
4) Daya tangkap (responsiveness) : Lembaga – lembaga dan proses – proses
harus mencoba untuk melayani setiap “stakeholders”
5) Berorientasi Konsensus ( Consensus Orientation) : Good governance menjadi
perantara kepentingan yang berbeda utki memperoleh pilihanpilihan terbaik
bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan–kebijakan maupun
prosedur – prosedur.
6) Berkeadilan (Equity) : Semua warga negara, baik laki – laki maupun
perempuan , mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka.
7) Efektivitas dan efisien (Efektiveness and dan efisiency) : Proses – proses dan
lembaga – lebaga sebaik mungkin menghasilkan sesuai dengan apa yang
digariskan dengan menggunakan sumber – sumber yang tersedia.
8) Akuntabilitas (Accountability) : Para pembuat keputusan dalam pemerintahan,
sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggungjawab) kepada publik
dan lembaga – lembaga. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat
keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal
atau eksternal organisasi.
9) Visi Strategi (Strategi Vision) : Para pemimpin dan masyarakat memiliki
perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh
ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam
ini.
I. Perwujudan Good Governance dalam Peemerintahan Daerah
Dari beberapa pengertian good governance dan karakteristiknya, Joko Widodo
menyimpulkan bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mampu
mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku dan kebijakan yang dibuat secara
politik, hukum, maupun ekonomi dan diinformasikan secara terbuka kepada
publik, serta membuka kesempatan publik untuk melakukan pengawasan (kontrol)
dan jika dalam prakteknya telah merugikan rakyat, dengan demikian harus mampu
mempertanggungjawabkan dan menerima tuntutan hukum atas tindakan tersebut.
29
Sedang sebagai perwujudan konkrit dari implementasi good governance di daerah
adalah :
a. Pemerintah daerah administrasi publik diharapkan dapat berfungsi dengan
baik dan tidak memboroskan uang rakyat
b. Pemerintah daerah dapat menjalankan fungsinya berdasarkan norma dan etika
moralitas pemerintahan yang berkeadilan
c. Aparatur pemerintah daerah mampu menghormati legitimasi konvensi
konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat
d. Pemerintah daerah memiliki daya tanggap terhadap berbagai variasi yang
berkembang dalam masyarakat.
Good Governance berkaitan dengan tata penyelenggaran pemerintahan yang
baik. Pemerintahan sendiri dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam arti
sempit penyelenggaraan pemerintahan yang baik bertalian dengan pelaksanaan
fungsi administrasi negara.48
BAB III
PEMBAHASAN
Bila dikaji secara mendalam praktik korupsi yang dilakukan oleh elit local di
modus korupsi yang dijalankan membuktikan kelihaian para kepala daerah maupun
anggota DPRD dalam mencuri uang negara. Dari tracking berbagai sumber
48
Joko Widodo, Op.Cit., hal. 30
30
terekam setidaknya ada delapan modus korupsi yang dijalankan oleh para anggota
Pertama, korupsi pos APBD. Metode ini dilakukan dengan mencuri uang APBD
Kedua, penambahan mata anggaran dalam APBD yang tidak tercantum dalam
PP No. 110/2000.
pembangunan dianggarkan lebih tinggi dan tidak sesuai dari nilai yang
legislatif.
Keempat, biaya operasional fiktif. Salah satu modus ini banyak dilakukan pada
dana kunjungan kerja atau studi banding. Hasil kunker tersebut tidak sebanding
ada kunker fiktif, artinya tidak pernah dilakukan tetapi dana dicairkan dengan bukti
bank dunia.
Keenam, dengan cara melakukan kegiatan fiktif selain kunker atau meminta
49
Muflihul Hadi, Undercover: Peradilan Skandal Korupsi di DPRD Kota Surabaya, (Surabaya:
ICW, 2004), hal. 9-10
31
Kedelapan, sebagian besar anggota DPRD yang terlibat kasus korupsi APBD
dan penyelewengan uang rakyat dalam bentuk lainnya adalah anggota baru.
korupsi. Caranya adalah bermain pada pasal aturan tata tertib dewan dengan
Bisa jadi, delapan modus ini hanya bagian kecil dari yang ada di lapangan.
Meski demikian, dapat kita tangkap dari delapan modus korupsi ini kita bisa belajar
betapa liciknya para kepala daerah dan anggota DPRD dalam berjamaah korupsi.
untuk masyarakat membuktikan bahwa para kepala daerah dan anggota DPRD
Untuk menguatkan bahwa para kepala daerah dan DPRD sangat korup tidaklah
sulit. Data yang lansir KPK menyebutkan sepanjang tahun 2018 KPK meraih rekor
terlibat.50 Di satu sisi prestasi tersebut patut disyukuri karena membuktikan KPK
sisi lain, hal itu sangat memprihatinkan karena menegaskan penyakit korupsi belum
a. Lemahnya Akuntabilitas
50
Melawan Korupsi di Pemerintahan Daerah: https://news.detik.com/kolom/d-4369597/melawan-
korupsi-di-pemerintah-daerah. Diakses pada 5 November 2019
32
Sebagaimana konsepnya, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban
pengadaan. Berkaca dari kasus suap mantan Bupati Jombang, Nyono Suharli di
tahun 2018. Pada kasus tersebut ia menggunakan dana perizinan dan jasa
sektor-sektor lain yang strategis, misalnya saja pendidikan. Hal ini terjadi di Jawa
tersangka kasus dugaan korupsi dana bantuan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah 2018 bidang pendidikan 2018 untuk Kendal dan Pekalongan senilai Rp8,2
miliar. Ditemukan fakta bahwa adanya mark up harga laptop yang akan diberikan
Publik selama ini tidak mengetahui bagaimana dana itu dikelola dan
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dana desa seringkali menjadi “kue” yang
publik dikejutkan dengan OTT KPK terhadap 5 orang yang terjadi di Pamekasan,
Madura.
51
Suap Bupati Jombang: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180205093717-12-
273815/suap-bupati-jombang-cermin-buruknya-transparansi-di-daerah. Diakses pada 26
November 2019
52
Korupsi bantuan keuangan Pendidikan:
https://www.gatra.com/detail/news/443773/politik/kejati-jateng-tetapkan-4-tersangka-korupsi-
bankeu-pendidikan. Diakses pada 26 November 2019
33
Kelima orang tersebut yakni, Bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Kepala
Dari kasus tersebut dapat kita lihat bagaimana korupsi dana desa terjadi secara
sistemik dan struktural, praktik korupsi terjadi mulai dari level bawah hingga atas
sebetulnya sudah berlapis-lapis baik di pusat maupun daerah selain itu didukung
dengan regulasi, namun fakta berkata lain. Ironisnya aparat penegak hukum yang
harusnya berfungsi sebagai pengawas formal malah ikut terlibat dalam pusaran
dapat dikatakan masih lemah sehingga menjadi celah bagi oknum-oknum korup
pemerataan pembangunan. Namun hal ini masih sulit tercapai mengingat aparat
pengawas formal yang ikut bermain maupun pengawasan informal yang kurang
Disebabkan Law Enfocement yang tidak berjalan dimana aparat penegak hukum
bisa dibayar, mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara, maka hukuman yang
dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan, sehingga tidak menimbulkan efek
53
Penyelewengan Dana Desa: https://nasional.kompas.com/read/2017/08/10/22103691/pemerintah-
kecewa-ada-penyelewengan-dana-desa. Diakses pada 26 November 2019
34
jera bagi koruptor. Bahkan tidak menimbulkan rasa takut dalam masyarakat,
Menurut hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2018, rata-rata
vonis hukuman penjara bagi koruptor di pengadilan tingkat pertama adalah 2 tahun
Kasasi, Mahkamah Agung (MA), rata-rata 5 tahun 9 bulan. Secara umum, angka
rata-rata lama hukuman penjara dalam vonis untuk koruptor di ketiga tingkat
Angka tersebut sesungguhnya masih relatif rendah dan tidak adil mengingat
menimbulkan efek jera dan rasa takut terhadap koruptor atau orang yang berpikir
untuk korupsi.
BAB IV
ANALISIS
54
Vonis Ringan Koruptor: https://tirto.id/riset-icw-tren-vonis-ringan-bagi-koruptor-berlanjut-pada-
2018-dngr. Diakses pada 26 November 2019
55
Akuntabilitas menuju Indonesia Berkinerja: https://rbkunwas.menpan.go.id/artikel/artikel-
rbkunwas/426-akuntabilitas-menuju-indonesia-berkinerja Diakses pada 29 November 2019
35
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan suatu tatanan,
instrumen, dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap-tahap
sebagai berikut (Wakhyudi, 2007):
1) Penetapan perencanaan stratejik, perencanaan kinerja, dan penetapan rencana kerja,
meliputi pembuatan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, dan program. Pada tahap
inilah, instansi pemerintah menghasilkan rencana kerja jangka menengah lima tahunan
(RPJM/RPJMD) yang kemudian diturunkan menjadi rencana kinerja tahunan
(RKP/RKPD), rencana anggrannya (RKA), Perjanjian Kinerja (PK), SOP, dan lain
sebagainya;
2) Pengukuran kinerja, meliputi pengukuran indikator kinerja, pengumpulan data kinerja,
membandingkan realisasi dengan recana kerja, kinerja tahun sebelumnya, atau
membandingkan dengan organisasi lain sejenis yang terbaik di bidangnya;
3) Pelaporan kinerja, berupa pembuatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintahan (LAKIP) dengan format standar laporan yang telah ditetapkan (rinci
dengan berbagai indikator, bukti, dan capaiannya); dan
4) Pemanfaatan informasi kinerja untuk perbaikan kinerja berikutnya secara
berkesinambungan.
36
terciptanya pemerintahan yang berkinerja tinggi. SAKIP mencoba mengintegrasikan
berbagai sistem dalam manajemen pemerintahan di Indonesia. Berbagai sistem
tersebut antara lain sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem pengukuran,
sistem pelaporan, dan sistem evaluasi yang kelimanya diatur dengan berbagai
peraturan perundangan dan oleh berbagai instansi yang berbeda.
Akuntabilitas merupakan kata kunci dari sistem tersebut yang dapat diartikan
sebagai perwujudan dari kewajiban seseorang atau instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan
yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
melalui media pertanggungjawaban dan berupa laporan akuntabilitas yang disusun
secara periodik.
37
3) Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
4) Terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
I. Rencana Strategis
38
mempertimbangkan kebutuhan instansi pemerintah sebagai kebutuhan manajerial,
data/laporan keuangan yang dihasilkan dari sistem akuntansi dan statistik
pemerintah. Penjelasan lebih lanjut mengenai pengelolaan kinerja akan ditulis pada
posting selanjutnya.
V. Pelaporan Kinerja
Pelaporan kinerja adalah proses menyusun dan menyajikan laporan kinerja atas
prestasi kerja yang dicapai berdasarkan Penggunaan Anggaran yang telah
dialokasikan. Laporan kinerja tersebut terdiri dari Laporan Kinerja Interim dan
Laporan Kinerja Tahunan. Laporan Kinerja Tahunan paling tidak memuat
perencanaan strategis, pencapaian sasaran strategis instansi pemerintah, realisasi
pencapaian sasaran strategis dan penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja.
Sebelum era reformasi atau tepatnya pada era orde baru, hampir tidak ada ruang
bagi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan,
apabila ada masyarakat yang mencoba untuk menggali informasi khusunya terkait
anggaran atau transparansi pelaksanaan kebijakan kebanyakan berakhir di balik
jeruji. Hingga yang terjadi pemerintahan yang korup karena pengawasan yang
kurang.
Pasca era orde baru, keran demokratisasi mulai dibuka dengan kebebasan pers
dan berpendapat masyarakat. Hal ini memberi ruang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam jalannya pemerintahan melalui pengawasan. Pengawasan aktif
39
masyarakat bisa menjadi instrument penting dalam menjaga agar roda pemerintahan
benar-benar berjalan on the track.
57
Pasal 1 ayat (2) UU KIP
58
Pasal 23 UU KIP
59
Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah,, Loc.Cit,
hal.2
40
Apabila kita melihat sistem pertanggungjawaban pemerintah daerah yang
dilaskanakan berdasarkan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 maka terlihat
bahwa pertanggungjawaban yang dilaksanakan terdiri dari 3 (tiga) jenis
pertanggungjawaban yaitu pertanggungajwaban vertical ke pemerintah pusat,
pertanggungjawaban horisontal kepada DPRD dan pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Bila kita melihat bahwa ketiga unsur dalam good governance yaitu
pemerintah, swasta dan masyarakat maka terlihat bahwa ketiga unsur tersebut sudah
dilibatkan dalam pertanggungjawaban pemerintah daerah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
41
5 bulan menyebabkan hilangnya efek jera dan rasa takut terhadap koruptor dan
dilakukan dengan akuntabilitas yang baik dan transparan. Hal ini sebetulnya
Instansi Pemerintah (SAKIP) yang disusun secara periodik dan dapat diakses
B. Saran
1. Masih adanya penyelewengan dana desa harus menjadi sektor prioritas yang
bermain. Idealnya pencairan dana desa tidak langsung diberikan begitu saja,
Misalnya, apabila desa ingin dana desa itu dicairkan, maka desa tersebut harus
sudah memiliki perencanaan untuk apa saja anggaran tersebut dan bagaimana
42
diatasi dengan sosialisasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
43
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Budiarjo, M. (1998). Menggapai Kedaulatan Rakyat. Jakarta: Mizan.
Hadi, M. (2004). Undercover: Peradilan Skandal Korupsi di DPRD Kota Surabaya.
Surabaya: ICW.
Handayaningrat, S. (1996). Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: Gunung Agung.
Isra, S. (2006). Reformasi Hukum Tata Negara. Padang: Andalas Univ. Press.
J.G, J., & Dwivedi. (1989). Public Accountability. Kumarian: Press Inc.
Kaloh, J. (2002). Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineka Cipta.
Mahsun, M. (2006). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
MD, M. M. (1999). Hukum dan Pilar – Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama Media.
Minogue, M. C., & Hume, D. (1998). Beyond the New Public Managment : Changing
Ideas and Practices in Governance. Northampton: Edward Elgar Publishing.
Ndraha, T. (2003). Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: Rineka Cipta.
Office, T. W. (2004). Memerangi Korupsi di Indonesia (Memperkuat Akuntabilitas
Untuk Kemajuan. Jakarta: World Bank.
Sarundajang, S. (2002). Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Sedarmayanti. (2003). Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka
Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju.
Situmorang, V. M., & Juhir, J. (1998). Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam
Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekarno. (1986). Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Miswar.
Sujamto. (1986). Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
UNDP. (1995). Public Sector Management, Governance, and Sustainable Human
Development. New York: UNDP.
Wasistiono, S. (2003). Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Bandung: Fokus Media.
Widodo, J. (2001). Good Governance (Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan
Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah). Surabaya:
Insan Cendekia
Jurnal:
S.Karhi, N. (1997). Beberapa Catatan Tentang Good Governance. Jurnal Administrasi
Dan Pembangunan, 1(2), 119.
Dedeona, H. T. (2007, Maret). Akuntabilitas Kelembagaan Eksekutif. Jurnal Ilmu
Adminsitrasi, 4(1), 16.