Anda di halaman 1dari 4

UNIVERSITAS INDONESIA

Review Film “Tanah Surga, Katanya?”

Tugas UTS Mata Kuliah

Hukum Keuangan Publik

Dosen: Dr. Yuli Indrawati, S.H., LL.M.

Oleh:
Fahmi Ramadhan Firdaus (1906325551)

Kelas : Hukum Kenegaraan (Reguler)

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

2020
Rincian film

a. Produser : Bustal Nawawi


b. Sutradara : Herwin Novianto
c. Penulis skenario : Danial Rifki
d. Bintang film : Osa Aji Santosa (Salman) , Fuad Idris (Hasyim), Ringgo Agus
Rahman (Anwar), Ence Bagus (Haris), Astri Nurdin (Astuti), Salina
(Tissa Biani Azzahra).
e. Genre : Drama Satire
f. Tanggal tayang : 15 Agustus 2012
g. Tema : Nasionalisme

Sinopsis

Film ini mengisahkan orang-orang yang hidup di perbatasan Negara Indonesia dan
Malaysia. Salah satunya adalah seorang kakek yang bernama Hasyim. Ia adalah mantan
sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965 yang memiliki jiwa nasionalisme
tinggi. Ia tinggal dengan seorang anak laki-laki (Haris) dan dua orang cucu (Salman Dan
Salina). Kehidupan di daerah perbatasan sangatlah sulit, sarana dan prasarana tidak memadai,
dan perekonomian sangat lemah. Itulah yang dialami oleh keluarga Hasyim, dengan segala
keterbatasan ekonomi mereka berusaha mempertahanka hidup.

Cerita berawal dari kepulangan ayah Salman (Osa Aji Santoso) dan Salina (Tissa
Biani Azzahra) bernama Haris (Ence Bagus) dari Serawak, Malaysia. Pria yang merasa
dirinya telah sukses di negeri seberang tersebut. Selama kepergiaan Haris, kedua anaknya
diasuh oleh sang kakek, yakni Hasyim (Fuad Idris) yang telah lama mengidap penyakit
jantung. Sebagai satu dari sejumlah pejuang dwikora, Hasyim kerap menanamkan nilai-nilai
nasionalisme kepada cucunya melalui kisah-kisah perjuangan.

Konflik mulai muncul saat Haris mengajak Hasyim, Salman dan Salina pindah ke
Malaysia karena disana dia mereka bisa hidup lebih manjur daripada di perbatasan. Namun,
dengan tegas, Hasyim menolak untuk pergi kesana walaupun di iming-imingi pengobatan yag
bisa membuat dia sembuh. Keesokan harinya Slman da Salina siap untuk pergi, namun hanya
Salina saja yang ikut Haris karena Salman ingin menjaga Hasyim di Indonesia. Memang
miris tinggal di perbatasan tidak ada listrik, jalan bebatuan, susah mendapatkan barang
kebutuhan, dan juga tenaga fasilitas yang kurang memadai

Astuti adalah satu-satunya guru di sekolah daerah perbatasan tersebut. Sekolah yang
dulu pernah vakum selama satu tahun karena tidak adanya tenaga pengajar. Dokter Anwar
adalah seorang dokter dari kota yang disebut dengan dokter intel. Mereka berdualah yang
membantu Salman menolong Hasyim yang sedang sakit keras untuk dibawa ke rumah sakit
terdekat yang jaraknya berjam-jam naik perahu. Namun di tengah perjalanan Hasyim
menghembuskan nafas terakhirnya di negeri yang katanya adalah tanah surga bagi orang lain.
Sementara di waktu yang sama Haris di Malaysia sedang mendukung Malaysia dalam
pertandingan sepak bola melawan Indonesia. Dua kejadian yang sangat bertolak belakang.

Amanat: Prioritas Anggaran dalam Membangun Perbatasan

Film ini mengajarkan tentang nasionalisme atau rasa cinta pada tanah air Indonesia.
Rasa itu harus tertanam pada masyarakat sejak dini, film yang mengangkat rasa nasionalisme
tanpa pertumpahan darah. Selain itu film ini termasuk sindiran secara tidak langsung untuk
pemerintah indonesia agar lebih memperhatikan kondisi di sekitar daerah perbatasan. Dapat
dilihat bahwa film ini menceritakan sebuah realita sosial yang ada pada negara kita sekarang.

Film ini memberikan gambaran nyata hidup di Indonesia. Negeri dengan sumber daya
alam yang begitu kaya, tapi masih banyak warganya yang terlunta, khususnya penduduk
perbatasan NKRI. Sehingga jangan salahkan WNI yang lebih memilih tinggal diluar daripada
di Indonesia, dan bahkan ada yang sampai pindah kewarganegaraan.

Intinya negara tidak saja lalai membangun identitas kolektif bernama bangsa di
daerah perbatasan, namun juga gagal menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Hidup di
perbatasan Indonesia-Malaysia membuat persoalan tersendiri, karena masih didominasi oleh
keterbelakangan dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga kedepan
anggaran negara harus benar-benar dialokasikan secara maksimal agar menjamin hak-hak
warga negara diseluruh pelosok perbatasan Indonesia.

Latar film yang berada di Kalimantan Barat menunjukan bahwa wilayah perbatasan
Indonesia dengan Sarawak Malaysia di wilayah Kalimantan Barat (Kalbar), merupakan
wajah Indonesia dan harus dibangun dengan baik. Sebab, perbatasan Kalbar yang berbatasan
darat dengan Sarawak, Malaysia sudah lebih maju dalam berbagai bidang dibandingkan
dengan Kalbar. Untuk mengejar ketertinggalan itu, maka dalam rangka membangun wilayah
perbatasan harus ada kebijakan dan anggaran khusus perbatasan. Diharapkan dengan adanya
kebijakan dan anggaran khusus ini, maka perbatasan yang merupakan wajah Indonesia dapat
mengejar ketertinggalan dengan Malaysia. Selanjutnya masyarakat Indonesia yang tinggal di
perbatasan juga dapat lebih maju dan lebih sejahtera dibandingkan dengan warga Malaysia
yang tinggal di perbatasan, sehingga tidak ada lagi WNI yang memilih untuk pindah
kewarganegaraan.

Berdasarkan data yang ada, dari 15 provinsi yang memiliki daerah berbatasan
langsung dengan wilayah negara lain, 10 di antaranya memiliki angka kemiskinan di atas
rata-rata nasional. Padahal, kesejahteraan menjadi kunci untuk stabilitas nasional.

Tahun ini, jumlah anggaran yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) 2020 untuk mengejar ketertinggalan di wilayah terpinggirkan
mencapai Rp 24,3 triliun. Anggaran tersebut tersebar di 27 Kementerian/Lembaga.
Selanjutnya Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengoordinasikan penggunaan
anggaran itu secara terintegrasi. Sebab jika masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L)
jalan sendiri-sendiri, manfaat dari penggunaannya kurang efektif. Program peningkatan
kesejahteraan di wilayah perbatasan harus sesuai arahan Presiden dan memaksimalkan
anggaran. Pengawasan terhadap anggaran tersebut tak kalah pentingnya agar mencegah
terjadinya korupsi.

Kepala BNPP yang juga Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengatakan terkait
alokasi yang mencapai Rp 24,3 triliun, angka tersebut didapat berdasarkan hasil diskusi
bersama Bappenas. Meski besar, dia menyebut sebetulnya masih jauh dari angka yang
dibutuhkan karena menyesuaikan kemampuan negara. Imbasnya, dari 700-an kecamatan
yang ada di daerah perbatasan, fokus pembangunan akan dilakukan di 222 kecamatan lebih
dahulu. Pembangunan di masing-masing kecamatan di perbatasan tidak dilakukan seragam.
Melainkan akan sesuai dengan kebutuhan. Namun pada prinsipnya, harus menyasar pada
peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan.1

1
Pusat Gelontorkan 24.3 Triliun untuk Perbatasan: https://batampos.co.id/2020/03/12/pusat-gelontorkan-rp-243-
triliun-untuk-perbatasan/ diakses pada 12 Maret 2020

Anda mungkin juga menyukai