Anda di halaman 1dari 5

KOMUNIKASI POLITIK

Dosen : Drs. Solten Rajagukguk. MM Senin, 5 September 2022

BUKU YG KITA GUNAKAN :

1. Komunikasi Politik, Konsep, Teori, dan Strategi, Oleh Prof Hafied Cangara, M.Sc., Ph.D, Penerbit
Rajawali Pers, PT. Raja Grafindo Persada Depok.

2. Komunikasi Politik, Perkembangan Teori dan Praktek, Oleh Prof. Dr. Komaruddin Hidayat,
Penerbit WM Komunika, Bekasi.

3. Media dan Politik, Menemukan Relasi antara Dimensi Simbiosis-Mutualisme Media dan Politik
Oleh. Dedi Kurnia Syah Putra, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.

4. Peradaban Komunikasi Politik Oleh Novel Ali, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung.

5. Mengelola Partai Politik, Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi Oleh
Firmanzah, Penerbit Yayasan Obor, Jakarta.

PENGERTIAN, ETIMOLOGI, DAN TERMINOLOGI KOMUNIKASI POLITIK

A. Pengertian dan Etymology Komunikasi Politik

Komunikasi Politik adalah sebagai kegiatan politik yang merupakan penyampaian pesan-pesan yang
bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain dengan harapan agar pihak lain tersebut dapat
menyetujui atau menolak sesuatu sesuai dengan harapan yg diinginkan oleh komunikator politik tersebut.

Etymologi komunikasi atau Communication berawal dari sebuah kata latin yg bermakna “Communis” atau
“sama” atau juga “Communicare” yang berarti “membuat sama” (to make common). Secara sederhana, defenisi
komunikasi mengacu pada pengalihan informasi dari sumber kepada penerima untuk mendapat tanggapan atau
saling berbagi informasi, gagasan, dan sikap. Sementara politik bermula dari kata Latin Politicus dan bahasa
Yunani (Greece) Politicos yg memiliki makna relating to citizen (berkaitan dengan warga) atau sesuatu yg memiliki
hubungan dengan kepentingan bersama (Khalayak), keduanya bermula dari sebuah kata polis yg bermakna
Negara Kota (City State).

Politik, memulai perintisan ilmu politik secara umum telah terjadi sejak lebih dari 2500 tahun yg lalu,
bahkan perbincangan politik nyaris mempengaruhi semua pemikir-pemikir dari segala zaman, politik menguasai
segala lini , sendi pengetahuan hingga ia disebut sebagai Master of Science. Tidak ada bidang pengetahuan dan
peradaban manusia yg terlepas dari gairah kajian politik. Lihat saja St. Augustine, Maimonides, St. Thomas
Aquinas, dan Calvin. Selain itu juga filosof sepertri Plato, Aristoteles, Kant, Hegel dan Maritain. Para penyair
diantaranya adalah Dante dan Coleridge. Penulis novel terkenal semacam Dotoevski, Hauthorne dan Orwel.
Ilmuwan misalnya Priestly dan Huxley. Ada juga ahli matematika Einstein serta negarawan setaraf Cicero, Burke,
Calhoun dan Wilson. Mereka semua adalah sedikit dari pemikir yg terpengaruh oleh kenikmatan kajian politik.

B. Konsep – Konsep Politik

Setidaknya ada lima pandangan tentang politik yg mulai sejak perkembangannya hingga sekarang. Berbagai
pandangan tersebut memberikan gambaran mengenai pengertian politik meskipun tidak secara sempurna dapat
mewakili secara tunggal, penting untuk menelusuri kajian politik. Lima pandangan tersebut adalah :
1. Politik adalah suatu usaha yg dilakukan secara bersama oleh rakyat demi terciptanya kebaikan bersama pula.
Misalnya, melakukan aktivitas politik berupa pemilihan pemimpin dan juga membuat aturan-aturan sesuai
kebutuhan bersama (Undang-Undang)

2. Politik adalah hal ihwal yg menyangkut segala macam penyelenggaraan pemerintahan dan proses
kenegaraan.

3. Politik sebagai jalan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan di dalam masyarakat (Power In the
Community).

4. Politik sebagai kegiatan dari segala bentuk perumusan yg berkaitan dengan kepentingan umum (Public
Interest).

5. Politik sebagai acuan yg digunakan untuk mencari dan mempertahankan sumber-sumber yg dianggap
penting.

Dari lima pandangan diatas, antara poin satu dan lainnya saling berkaitan, untuk menjelaskan kelima poin
diatas dapat dijelaskan melalui konsep sebagai berikut :

a. Klasik

“Kita harus memikirkan bukan saja bentuk pemerintahan apa yg terbaik, namun juga apa yg mungkin dan
paling mudah dicapai oleh semua” (Ariestoteles, Politic, IV, 1)

Pandangan klasik sebagaimana dikatakan oleh Ariestoteles, pandangan klasik menafsirkan politik
sebagai “Kebaikan Bersama” Ariestoteles menilai politik sebagai sebuah asosiasi warga negara yg berfungsi
membicarakan hal ihwal yg menyangkut kebaikan bersama dalam masyarakat. Ia berusaha membedakan
antara kebaikan bersama dalam masyarakat. Ia berusaha membedakan antara kebaikan bersama (Public
good), kepentingan individu atau juga disebut sebagai kepentingan kelompok (private interest). Perbedaan
tersebut terletak pada nilai yg terkandung didalamnya, kepentingan bersama cenderung memiliki nilai moral
yg lebih tinggi dibanding dengan nilai yg ada dalam kepentingan kelompok. Menurutnya, manusia adalah
makhluk yg tercipta untuk hidup dalam kebersamaan (Social Relations) dan secara naluri memiliki sense of
politic.

Pandangan “kebaikan bersama” secara tersirat mengindikasikan keterkaitan politik sebagai proses
demokrasi. Menilik aturan dan norma, demokrasi adalah kebaikan bersama yg harus dipahami sebagai
kebutuhan berkehidupan yg adil. Lebih dari itu, politik bisa saja digunakan sebagai important instrument yg
sangat beragam untuk pencapaian kebaikan bersama, semisal perbaikan terhadap fungsi-fungsi
pemerintahan yg bekerja untuk kesejahteraan rakyat (Masyarakat) dengan tidak meninggalkan asas keadilan.

Selain memaknai kebaikan bersama sebagai replika demokrasi, kebaikan bersama bisa juga
bermakna sebagai kepentingan mayoritas. Melihat asumsi yg diberikan oleh Samuel P. Huntington, ilmuwan
politik kontemporer ini memberikan anggapan bahwa kebaikan bersama dimaksudkan sebagai kebijkan
pemerintah atau kepentingan negara karena masyarakat sepenuhnya menjadi tanggungjawab sebuah
negara. Dengan asumsi ini bukan berarti mengabaikan pihak minoritas.

Kesimpulan dari pandangan klasik ini terlihat, tidak memiliki garis utama yg jelas mengenai tujuan
politik itu sendiri, kebaikan bersama yg menjadi acuan masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Misalnya,
tujuan tunggal yg terkandung dalam kebaikan bersama tersebut sehingga menghasilkan kesukaran dalam
merumuskan politik itu sendiri, namun demikian patut dihargai sebagai pandangan pertama tentang politik yg
melihat politik sebagai wilayah yg membawa masyarakat (Public) sebagai tujuan tunggal.

b. Kelembagaan

“Pemerintahan yg sehat hanya akan terjaga dan bertambah baik ketika pejabat tinggi melindungi
rakyat dan rakyat secara tulus dan penuh memenuhi tuntunan yg adil dari penguasa mereka sehingga
masing-masing dan semua orang seolah-olah menjadi bagian dari ketimbalbalikan (Reciprocity) dan masing-
masing menganggap kepentingannya sendiri paling baik dipenuhi oleh orang yg tahu bahwa kepentingan itu
paling menguntungkan bagi orang lain.
Pandangan kelembagaan dimaksudkan sebagai kajian politik yg menyangkut segala aspek kegiatan
pemerintahan atau kenegaraan, menurut Max weber, negara adalah komunitas manusia yg sukses
memonopoli penggunaan paksaan secara fisik dalam wilayah tertentu. Penggunaan paksa secara fisik
dimaksudkan sebagai kegiatan pemerintahan yg menganut aliran dictator. Seperangkat ide Weber ini terjadi
ketika suatu pemerintahan yg melibatkan cara pemaksaan untuk kekuasaan.

Negara dipandang sebagai sumber utama terjadinya ide penggunaan paksaan secara fisik, tercatat
dalam sejarah sebelum terbentuknya suatu negara terjadi terlebih dahulu konflik selama Perang Dunia I dan
Perang Dunia II, hal demikian adalah usaha pembagian kekuasaan yg berlandaskan penggunaan paksaan
secara fisik. Berkaitan dengan pendapat Weber, dapat disimpulkan tiga aspek sebagai ciri negara, yaitu :

1. Struktur Fungsi, semisal jabatan, peranan dan juga lembaga-lembaga. Dari ketiga struktur tersebut
memiliki sekat atau batasan-batasan fungsi yg berbeda-beda dan terlihat jelas, bersifat kompleks, formal
dan statis.

2. Kekuasaan Paksa, Pemerintah memiliki kekuasaan penuh terhadap putusan apapun yg dikeluarkan,
untuk menunjang penerapan paksaan tersebut pemerintah menggunakan seperangkat fungsi aparat
negara, semisal militer, polisi, hakim, jaksa dan aparat lainnya yg berwenang. Kewenangan pemerintah
seolah menjadi sangat kuat ketika masyarakat berperan sebagai wilayah lemah.

3. Kewenangan Penuh, pemerintah hanya bisa menggunakan kewenangan terhadap pemaksaan


diwilayah tertentu dan dalam kondisi tertentu. Semisal terjadi pemberontakan (Separatism).

Pandangan kelembagaan tidak serta merta terbebas dari kritik para ilmuwan politik yg memiliki kritik tajam
terhadap konsep kelembagaan yg digunakan sebagai alat pemaksaan kepentingan. Negara tidak lagi
demikian, negara adalah seperangkat lembaga-lembaga yg mampu dan menjalankan kebijakan demi
tercapainya suatu tujuan bersama, berdiri sendiri (Independent) tampa adanya persaingan dan pengaruh dari
pihak luar sehingga negara memiliki jalur yg sama seperti yg dilalui oleh rakyat. Pandangan lain juga
menyebutnya sebagai statist perspective.

c. Kekuasaan

“Baik kota, negara maupun individu tidak akan pernah mencapai kesempurnaan hingga sekelompok
kecil filsuf, dengan takdir Tuhan dipaksa, apakah mereka menghendaki atau tidak, untuk perduli kepada
negara dan sampai ada kebutuhan serupa yg dibebankan kepada negara untuk mematuhi mereka semua”

Robson adalah satu dari banyak pengembang konsep kekuasaan. Dalam pandangannya, ilmu politik
sebagai kajian yg memusatkan perhatiannya terhadap upaya perolehan dan mempertahankan kekuasaan.
Untuk itu, kajian komunikasi politik adalah ranah strategi untuk mencari, mempertahankan dan penggunaan
kekuasaan dalam masyarakat. Didalamnya termasuk upaya mempengaruhi, melaksanakan, mempelajari
proses, sistem, ruang lingkup, hakikat, dasar dan hasil-hasil kekuasaan.

Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk bertindak secara fisik maupun pikiran
melakukan hal yg sama seperti apa yg diharapkan. Kekuasaan dilihat sebagai interaksi antara pihak yg
mempengaruhi dan dipengaruhi sehingga terjadi transaksi komunikasi yg menekankan adanya timbal balik
(feedback). Hubungan ini yg kemudian menjadi kajian penting dalam pandangan kekuasaan.

Setidaknya ada dua kelemahan dari pandangan ketiga ini, yaitu :

1. Konsep diatas tidak memiliki batasan mana kekuasaan secara politik dan kekuasaan nonpolitik.
Misalnya, kemampuan mempengaruhi bisa saja terlahir dari tokoh agama, seorang ulama besar
mampu mempengaruhi ribuan Jama’ahnya untuk melaksanakan ajaran agama bukanlah faktor politik.
Hal tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan urusan negara, namun memiliki urusan lingkungan
masyarakat yg sangat terbatas (hanya aspek agama).

2. Kekuasaan hanya satu dari banyak konsep tentang politik dan tidaklah cukup mewakili konsep politik,
dalam politik masih banyak hal yg harus diperbincangkan, semisal legitimasi, kewenangan, konflik,
consensus, kebijakan, integrasi politik dan juga ideologi. Kesimpulan politik suatu upaya pencairan
dan mempertahankan kekuasaan adalah analisis dasar yg masih memiliki celah untuk kritik.

d. Fungsionalisme
“Tetapi sudah semestinya bagi manusi, lebih dari jenis binatang apapun, menjadi binatang sosial dan
politik, hidup dalam kelompok menurut St. Thomas, On Kingship.

Dalam pandangan ini, politik dipandang sebagai kegiatan merumuskan dan melaksanakan kebijakan
umum. Hal ini tentu berlawanan dengan pandangan kelembagaan diatas, dalam perkembangannya, para
ilmuan politik lebih banyak menyepakati politik dari sisi fungsional. Menurut mereka, politik merupakan
kegiatan para elit politik dalam membuat dan melaksanakan kebijakan umum.

Tetapi pandangan ini juga memiliki kelemahan yaitu menempatkan pemerintah sebagai sarana dan
wasit terhadap persaingan diantara berbagai kekuatan politik untuk mendapatkan nilai-nilai yg terbanyak dari
kebijakan umum. Fungsionalisme mengabaikan kenyataan bahwa pemerintah juga memiliki kepentingan
sendiri, baik berupa kepentingan yg melekat pada lembaga pemerintah maupun kepentingan paara elit yg
memegang jabatan.

Fungsionalisme cenderung melihat nilai-nilai secara instrumental bukan sebagai tujuan seperti yg
ditekankan oleh pandangan klasik. Selain itu, fungsionalime menganggap politik secara ideal seharusnya
menyangkut kebaikan bersama, seperti halnya konsep aristotelian. Hal tersebut menunjukkan adanya
konsensus pandangan antara functionalist view dan classic view.

e. Konflik

Perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan bahkan pertentangan dan perebutan dalam upaya
mendapatkan dan atau mempertahankan nilai-nilai disebut konflik. Oleh karena itu, menurut pandangan
konflik, pada dasarnya politik adalah konflik. Pandangan ini ada benarnya sebab konflik merupakan gejala yg
serba hadir dalam masyarakat, termasuk dalam proses politik. Selain itu, konflik merupakan gejala yg melekat
dalam setiap proses politik.

Kelemahan dari pandangan konflik adalah :

1. Konseptualisasi pandangan ini ialah tidak semua konflik berdimensi politik. Sebab, selain konflik
politik terdapat pula konflik pribadi, konflik ekonomi, konflik agama yg tidak selalu diselesaikan
melalui proses politik.

2. Konseptyalisasi dalam pandangan ini tidak sepenuhnya tepat. Hal ini disebabkan selain konflik,
konsensus, kerja sama dan integrasi juga terjadi dalam hampir semua proses politik. Perbedaan
pendapat, perdebatan, persaingan dan pertentangan untuk mendapatkan dan atau
mempertahankan nilai-nilai itu justru diselesaikan melalui proses dialog sampai pada suatu
konsensus maupun diselesaikan melalui kesepakatan dalam bentuk keputusan politik yg
merupakan pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai. Oleh karena itu, keputusan politik
merupakan upaya penyelesaian politik.

C. PERILAKU POLITIK

Prilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yg berkenaan dengan proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik. Secara etymology, perilaku politik atau dalam bahasa inggris disebut Politic
Behaviour adalah perilaku yg dilakukan oleh insan / individu atau kelompok guna memenuhi hak dan
kewajibannya sebagai individu politik. Seorang individu / kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan
hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik. Implementasi dari kegiatan perilaku politik dapat
berupa hal-hal berikut :

a. Terlibat aktif dalam pemilihan untuk memilih untuk memilih wakil rakyat / pemimpin, minimal sebagai
pemilih.

b. Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yg mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas
atau organisasi masyarakat..

c. Berperan serta dalam prosesi politik, semisal melakukan kritisi terhadap politikus yg berotoritas.

d. Berhak untuk menjadi pimpinan politk

e. Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebaqai insan guna melakukan prilaku politik yg
telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yg berlaku.
D. PARTISIPASI POLITIK

Partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui keterlibatan mereka dalam
pemilihan penguasa dan secara langsung maupun tidak mempengaruhi proses pengambilan kebijakan.
Dengan artian partisipasi politik adalah segala bentuk dukungan terhadap perjalanan politik, baik kegiatan yg
bersifat secara langsung maupun tidak.

Bentuk partisipasi politik sangat beragam, mulai dari yg dilakukan secara terorganisir (Kesadaran
membangun sebuah negara), spontan, individual, kolektif, tersusun rapi, sporadic, secara damai,
menggunakan kekerasan, legal, dan tidak legal hingga partisipasi yg tidak efektif. Disisi lain partisipasi politik
berfungsi sebagai navigator yg memperkuat sistem politik yg ada. Ranah ini menjelaskan partisipasi politik
digambarkan sebagai bentuk legitimasi dari sistem politik menjadi salah satu indikator signifikan atas
dukungan rakyat, baik terhadap pemimpinnya, kebijakan-kebijakan yg diambil oleh pemimpinnya maupun
bagi sistem politik yg diterapkannya. Jadi pada dasarnya partisipasi politik merupakan kegiatan warga negara
dalam rangka ikut serta menentukan berbagai macam kepentingan hidupnya dalam ruang lingkup dan
konteks masyarakat atau negara itu sendiri. Dari pandangan tersebut jelas tergambar bahwa partisipasi politik
adalah segala bentuk ekspresi masyarakat yang ditujukan untuk mengubah atau mempertahankan sebuah
kebijakan pemerintah dengan cara apapun.

Disisi lain, partisipasi politik berfungsi sebagai navigator yang memperkuat system politik yang ada.
Ranah ini menjelaskan partisipasi politik digambarkan sebagai bentuk legitimasi dari system politik yang
bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi politik menjadi salah satu indicator signifikan atas dukungan
rakyat, baik terhadap pemimpinnya, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemimpinnya maupun bagi system
politik yang diterapkannya.

Partisipasi politik, sebagaimana telah dijelaskan diatas pada dasarnya merupakan kegiatan warga
negara dalam rangka ikut serta menentukan berbagai macam kepentingan hidupnya dalam ruang lingkup dan
konteks masyarakat atau negara itu sendiri. Oleh karenanya, bentuk dan model partisipasi politik sangat
beragam. Bagaimanapun, ekspresi orang dalam mengemukakan atau dalam merespons berbagai macam
permasalahan dan kepentingan politiknya, satu sama lain akan berbeda-beda.

Anda mungkin juga menyukai