Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Politik dan Ilmu Politik

Para pakar menyebut ilmu politik sebagai ratunya ilmu-ilmu sosial (the
queen of the social science) diantara ilmu-ilmu sosial kemasyrakatan. Hal
demikian, ada dua alasan yang bisa dikemukakan. Pertama, ilmu politik di
anggap dan diposisikan sebagai ilmu yang tertua. Kedua, ilmu politik
mengkaji masalah yang paling hakiki dalam kehidupan masyarakat
manusia. Misalnya saja, dalam kehidupan manusia, mulai awal sejarah
peradaban manusia sampai sekarang, tidak bisa dilepaskan dari upaya
perjuangan mempertahankan hidup (struggle for life), atau perjuangan
untuk meraih kekuasaan (struggle for power). Kedua gejala tersebut di
atas, merupakan gejala sosial yang dijadikan sebagai bagian dari objek
kajian ilmu politik. Dengan demikian, masuk akal jika ilmu politik
dikatakan sebagai ratunya ilmu di lingkungan ilmu sosial lainnya.

Kendatipun ilmu politik merupakan ilmu yang tertua dan membicarakan


masalah hakiki kehidupan manusia, namun banyak pihak yang tidak
paham terhadap makna ilmu politik itu sendiri. Membicarakan masalah
politik, mirip dengan membicarakan masalah cuaca, yaitu sesuatu hal yang
sering dibicarakan orang, namun tidak gampang dimengerti substansi
permasalahannya (every body talks about the wheater, but no body does
anything about it). Kaitannya dengan masalah politik Mark Twin
mengatakan everybody knows about politics, but nobody understand it).
Maka tidak mengherankan, jika banyak orang menggunakan dan
meneriakkan reformasi, tetapi tidak mengerti apa yang dimaksud dengan
reformasi. Demikian selanjutnya.
Oleh karena itu, sebelum membahas ilmu politik lebih lanjut, terlebih
dahulu kita tinjau istilah politik itu sendiri. Istilah politik berasal dari
bahasa Yunani yaitu polistaia. Polis berarti negara kota, yakni suatu
masyarakat yang mampu mengurus diri sendiri atau mandiri, sedangkan
taia berarti urusan. Jadi politik dapat diartikan segala urusan yang
berkenaan dengan negara, termasuk di dalamnya kekuasaan, pengambilan
keputusan, kebijakan maupun pembagian dan pengalokasian nilai-nilai
dalam masyarakat yang bersangkutan.

Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa dalam penggunaan sehari-


hari istilah politik sering mempunyai arti yang berbeda-beda. Hal
demikian, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kontejs
penggunaan, maupun unsure kepentingan para pengguna itu sendiri.
Kendatipun demikian, dalam konteks keilmuan, perbedaan penggunaan
konsep politik ini, dapat dikategorisasikan sebagai berikut :
a.Politik dalam arti kepentingan
Manusia memiliki kebutuhan atau keinginan. Dengan berbagai tindakan
dan perilakunya, manusia kerap melakukan upaya-upaya untuk
mendapatkan kebutuhan atau keinginnya. Menurut Deliar Noer keinginan
itu bisa terwujud dalam bentuk yang lebih keras, yaitu kepentingan.
Masalah kepentingan ini, sudah dengan konsepsi hak sebagaimana di kenal
dalam konsep politik demokrasi.
Misalkan ada sebuah kasua, si A memiliki sebidang tanah. Kemudian,
datang aparatur pemerintah untuk mengambil lokasi tanah tempat
berdirinya rumah si A tersebut. Aparat pemerintah tersebut mengatakan,
daerah tersebut akan dibuat sebuah jembatan laying yang akan menjadi
kepentingan bersama. Maka, tanah lokasi tempat berdirinya rumah si A
akan diambilalih oleh pemerintah. Bila memungkinkan akan dilakukan
melalui ganti rugi, dan jika tidak mau, atas nama “kepentingan negara dan
kepentingan umum” si aparat tersebut akan menggunakan kekuasaan dan
kekuarannya untuk memaksa si A tersebut.

Dalam kasus tersebut, terdapat sejumlah konsep dasar yang erat kaitannya
dengan ilmu politik. Diantaranya, kekuasaan, kekerasan, paksaan,
hubungan antara rakyat dan pemerintah. Dan hal yang relevan
pembicaraannya dengan konteks ini adalah adanya relasi kepentingan atau
perbedaan kepentingan antara rakyat dan pemerintah. Si A memiliki
kepentingan untuk mempertahankan haknya (tanah dan rumah),
sedangkan si aparatur pemerintah memiliki kepentingan untuk
melancarkan program pembangunan yang dicanangkan oleh atasannya.
Hak yang melekat pada pelaku politik itulah itu yang merupakan kristal
dari kebutuhan, keinginan atau kepentingan seseorang. Dan ilmu politik,
tidak bisa dilepaskan dari masalah kepentingan tersebut di atas.

Secara umum, setiap manusia pernah dan selalu membutuhkan sesuatu,


baik untuk kepentingan diri kita sendiri, keluarga, masyarakat atau yang
lainnya. Sejalan dengan kebutuhan ini, semua kebutuhan tersebut tidak
akan terpenuhi apabila tidak ada cara dan alat-alat yang digunakan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Proses penentuan cara dan alat-alat
yang akan digunakan serta tujuan yang ingin dicapai sebenarnya sudah
merupakan bagian dari politik, oleh karena itu benar apa yang dikatakan
Ariestoteles bahwa sebenarnya manusia adalah binatang politik (zoon
politicon).

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, dapat dirumuskan sejumlah


pemikiran dasar yang dapat dijadikan penjelasan terhadap masalah
definisi politik ini :
Politik adalah ilmu yang menjelaskan tentang kepentingan, baik dalam
konteks individu maupun kelompok.
Politik adalah ilmu yang mempelajarai tentang cara meraih, merebut atau
mempertahankan kepentingan.
Politik adalah ilmu yang mempelajari tentang lembaga perjuangan
penegakkan kepentingan baik yang digunakan oleh perorangan maupun
kelompok. Tidak mengherankan, jika Marxis mengatakan bahwa negara
adalah lembaga kepentingan kaum borjuis, dan adanya negara, hanya
melanggenggkan kekuasaan kaum kapitalis belaka.
Berdasarkan kajian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sebuah
prinsip dasar bahwa “tidak mungkin ada perjuangan politik yang tanpa
unsure kepentingan dari si pelakunya” atau “tidak ada politic zonder
interest”. Tidak mengherankan jika Harrold D. Laswell bahwa politik
adalah siapa mendapatkan apa, kapan, dan dengan menggunakan cara
bagaimana ? Setiap tindakan politik akan bermuatan kepentingan,
apapaun bentuk kepentingan dan siapapun pemilik kepentingan tersebut
di atas. Dan dengan demikian pula, dapat dilanjutkan bahwa masalah
politik adalah masalah perjuangan kepentingan, penyelarasan
kepentingan, interaksi kepentingan, konflik kepentingan dan konsolidasi
kepentingan.

b. Politik dalam arti kebijakan


Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa (a) masalah politik tidak
bisa dilepaskan dari konteks kemasyarakatan, (b) interaksi antar
kepentingan, dan (c) upaya untuk perjuangan kepentingan. Maka salah
satu perkembangan ilmu politik itu, adalah adanya penguatan makna
politik sebagai sebuah kebijakan. Artinya, politik bukan diartikan sebagai
satu perjuangan kepentingan atau usaha mempertahankan kepentingan,
tetapi erat kaitannya dengan ‘bagaimana membangun sebuah regulasi atau
mekanisme pengelolaan kepentingan publik dengan cara yang dapat
diterima oleh semua pihak”. Kendatipun agak sulit adanya sebuah
mekanisme yang mampu menampung secara adil bagi semua pihak, tetapi
diharapkan dengan adanya mekanisme ini ada sebuah aturan main (rule of
game) dalam memperjuangkan kepentingan tersebut.

Diantara ilmuwan yang menyatakan pengertian politik dari sisi kebijakan


adalah David Easton dalam bukunya The Political System
mengungkapkan: ‘Political science is the study of the making of public
policy”. Karl W. Deutsch dalam bukunya Politics and Government
mengungkapkan: “Politics is the making of decisionsby public means”.
Pemaknaan terhadap makna politik ini, merupakan sebuah perkembangan
yang positif. Karena secara tidak langsung, politik bukan hanya diartikan
dari sisi individu atau subjektif (kepentingan) tetapi juga dari sisi
kepentingan umum atau kolektif yaitu mekansime pengaturan kepentingan
itu sendiri. Dalam konteks yang terakhir itulah, maka politik di maknai
sebagai sebuah ilmu yang mempelajari mengenai kebijakan publik.

Politik sebagai sebuah kebijakan memberikan penjelasan bahwa :


Setiap individu atau kelompok kepentingan, tidah hanya dihadapkan pada
satu kepentingan. Setiap pelaku politik, kerkap dihadapkan pada berbagai
kepentingan. Dimana kepentingan tersebut, bukan hanya sebuah
kepentingan yang mampu saling berdampingan atau saling menunjang,
tetapi mungkin bersifat bersebrangan.
Pada kondisi yang dihadapkan terhadap lebih dari satu kepentingan, atau
satu alternatif kepentingan, maka si pelaku politik dituntut untuk
melakukan pengambilan keputusan untuk memilihnya. Pilihan politiknya
itulah yang kemudian menjadi kebijakan dirinya dalam merespon realitas
politik. Setiap orang atau sekelompok orang (kelompok, masyarakat,
negara, dan sebagainya) sering dihadapkan pada suatu masalah tertentu
yang memerlukan berbagai pertimbangan-pertimbangan untuk
memecahkan masalah-masalah tersebut. Penentuan berbagai
pertimbangan-pertimbangan untuk menentukan alternatif yang terbaik
guna mencapai suatu tujuan atau keadaan yang kita kehendaki tersebut
sebenarnya merupakan proses kebijakan yang sekaligus merupakan
bidang politik.
Jika dilihat dari sisi pemerintah, kebijakan itu disebut sebagai sebuah
kebijakan publik. Dan bila dilihat dari sisi individu, disebut sebagai sebuah
sikap politik.
Ini berarti politik dalam arti kebijakan berarti suatu penggunaan
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap dapat menjamin
terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau keinginan serta keadaan yang
dikehendaki, baik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang.
Dalam perkembangan selanjutnya ilmu politik berkembang menjadi suatu
disipin ilmu pengetahuan sebagai bagian dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu politik
di sini merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari negara ( struktur
dan lembaganya), kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan,
pembagian dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat.
Implikasi yang lebih lanjut, dari adanya perbedaan definisi ilmu politik ini,
adalah (a) terjadinya sejumlah pengembangan makna dari politik, dan (b)
luas cakupan ilmu politik atau objek kajian politik yang semkain
berkembang. Pada satu sisi, gejala serupa ini merupakan sebuah dinamika
dan perkembangan yang menggembirakan mengenai sebuah disiplin ilmu.
Namun pada sisi lain, dapat melahirkan adanya ambiguitas makna dan
objek kajian ilmu politik. Untuk kepentingan penegasan politik sebagai
sebuah disiplin ilmu, maka dibutuhkan upaya-upaya sistematik, untuk
merinci ulang mengenai definisi atau sasaran ilmu politik. Berdasarkan
hasil kajian Isjwara (1982:38-64) terhadap berbagai definisi ilmu politik
yang ada dalam literatiur akademik, menemukan ada tiga cara
pendefinisian ilmu politik. Ketiga perspektif pendefinisian ini, secara
akademik bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, namun tidak
dapat dipisahkan secara empirik. Artinya, kendatipun dalam kerangka
teroritik bisa diddefinitifkan secara distinc (tegas berbeda), namun dalam
realitas politiknya, sangat sulit untuk dipisah-pisahkan, karena antara satu
dengan yang lainnya, terjadi saling berkaitan.

1.Pendefinisian secara institusional

Konsep institusional yang dimaksudkan di sini, yaitu kelembagaan.


Dengan kata lain, terdapat sejumlah ilmuwan politik yang mendefinisikan
ilmu politik sebagai ilmu yang mempelajari lembaga-lembaga politik,
seperti negara, pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat dan sebagainya
berdasarkan struktur dan dokumen-dokumen resmi tentang lembaga-
lembaga yang bersangkutan.
Dillon, Leiden dan Stewart mengatakan bahwa ilmu politik adalah ‘the
scientific study of the organization of the state and its government and the
political activity of its citizens’. Dalam pandangan ini, ilmu politik lebih
ditekankan pada studi mengenai organisasi kenegaraan dan
pemerintahannya, termasuk di dalamnya adalah aktivitas warga
negaranya itu sendiri. Kogekar (Gie, 1981:12) mengatakan politik adalah
‘a study of the organization of society in its widest sense, including all
organization the family, the trade union and the state, with special
reference ist one aspect of human behavior, the exercise of control and the
rendering of obedience’.

Dari contoh pendefinisian ilmu politik tersebut, terang sudah bagi kita
bahwa ilmu politik, adalah ilmu yang mempelajarai bentuk negara,
struktur organisasi kenegeraan, alat-alat negara atau perangkat
kenegaraan dalam menjalan roda pemerintahan guna mencapai tujuan
kenegaraan itu sendiri. dalam batasan tertentu, pada sisi inilah, definisi
ilmu politik bersinggungan erat dengan ilmu negara atau ilmu tata negara.

Perbedaan definisi ketiga ilmu tersebut adalah pada titik tekan kajian.
Ilmu negara, merupakan ilmu yang bersifat general dan abstrak di dalam
mempelajari sebuah negara, misalnya hakikat negara, tujuan negara dan
sejarah terbentuk negara. sedangkan ilmu tata negara, adalah ilmu negara
yang lebih spesifik, terfokus pada sebuah sistem ketatanegaraan sebuah
negara. Dalam ilmu tata negara ini, dipelajari sebuah susunan
keorganisasian. Sementara pada konteks aktivitas pelaksanaan fungsi
keorganisasian dari alat-alat negara itu, lebih banyak dikaji oleh politik.
Sehingga tidak menggerankan, jika Laski , pada bagian awal kajiannya di
buku “An Introduction to Politics’, mengkaji masalah negara.

Pandangan lain, yang sejalan dengan pemikiran ini, yaitu Roger F. Soltau
dalam bukunya Introduction to Politics menyatakan: ‘Political science is
the study of the state, its aims and purposes… the institutions by which
these are going to be realized, its relations with its individual members and
other states’. J. Barent mengungkapkan bahwa ilmu politik adalah ilmu
yang mempelajari kehidupan negara, yang merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat. Ilmu Politik mempelajari negara-negara itu
melaksanakan tugas-tugasnya’,

2.Pendefinisian secara fungsional

Terhadap definisi yang bersifat institusional ini, tidak memberikan sebuah


kegairahan akademik ilmu politik. Sejumlah pandangan dan kritik
terhadap pendefinisian institusional itu terus berkembang. Mereka
memandang bahwa definisi secara institusional, tampak pasif dan
formalistic.

Sebagai reaksi terhadap definisian politik secara fungsional ini,


memunculkan ilmuwan politik yang menggunakan konteks fungsi dan
aktivitas politik yang dinamis sebagai cirri khas dari kajian ilmu politik
Pendefinisian ini didasari suatu asumsi bahwa lembaga-lembaga politik
merupakan sesuatu yang dinamis yang tidak luput dari pengawasan
faktor-faktor non yuridis.

Dalam real politics, kelompok-kelompok berkepentingan (pressure group)


adalah kelompok yang turut menumbuhkembangkan dinamika politik.
Oleh karena itu pula, aktivitas lobbying, tekanan politik, pendapat umum
atau opini, merupakan bagian dari ilmu politik itu sendiri. Jacobean dan
Lipman memberikan keterangan bahwa politik adalah “sciences of the
state. It deals with (a) the relations of individual t one another insofar as
the state regulates them by law; (2) the relations of individuals or group of
individual to the state; (3) the relations of the state of state”. Definisi ini
sangat tegas, ilmu politik itu berkaitan erat dengan aktivitas politik itu
sendiri, baik dalam konteks interaksi antar individu, antara individu
dengan negara, maupun aktivitas antara negara dengan negara. salah satu
diantara hubungan antara individu dengan negara, adalah pelaksanaan
pemilihan umum.

Pemilihan umum, bukan merupakan sebuah alat atau organisasi negara.


Pemilu adalah aktivitas politik, atau fungsi dari sebuah sistem sosial
demokrasi. Namun demikian, Pemilu sudah pasti sangat jelas identitas
kepolitisannya. Jika menggunakan definisi institusional, maka masalah
pemilu ini tidak akan dapat dijelaskan dengan baik. Oleh karena itu,
pemilu sebagai sebuah aktivitas politik, hanya bisa dijelaskan melalui
pendekatan fungsional dari ilmu politik itu sendiri.

3. Pendefinisian menurut hakikat politik itu sendiri.

Para sarjana ilmu politik pada umumnya sependapat bahwa hakekat


politik adalah kekuasaan (Goodin dan Klingemann,) Dalam konteks ini,
Goodin dan Klingemann mengatakan bahwa ‘politics might best be
characterized as the constrained use of social power’. Proses politik adalah
serentetan peristiwa yang berhubungan dengan kekuasaan. Politik
merupakan perjuangan untuk memperoleh kekuasaan, teknik untuk
menjalankan kekuasaan, masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan,
atau pembentukan dan penggunaan kekuasaan.

Dalam konteks ini, salah satu definisi dikemukakan oleh Delair Noer yang
mengatakan bahwa, secara definitif dikatakan bahwa ilmu politik
memusatkan perhatiannya pada masalah kekuasaaan dalam kehidupan
bersama atau masyarakat. Pemikiran ini sejalan dengan pandangan Iwa
Kusumasumantri, yang berpendapat bahwa ilmu politik ialah ilmu yang
memberikan pengetahuan tentang segala sesuatu kearah usaha
penguasaan negara dan alat-alatnya atau untuk mempertahankan
kedudukan/penguasaannya atau negara dan alat-alatnya itu, dan/atau
untuk melaksanakan hubungan-hubungan tertentu dengan negara-negara
lain atau rakyatnya. Valkenburg (1968:5-9) dalam bukunya Inleiding tot
de Politicologie: Problemen van Maatschappij en Macht, mengemukakan
bahwa politik pada hakekatnya tiada lain merupakan pertarungan untuk
kekuasaan.

Jadi menurut pendefinisian hakekat kekuasaan, ilmu politik adalah ilmu


tentang kekuasaan, karena hakekat politik itu sendiri adalah tentang
kekuasan. Hal ini didasari oleh suatu kesadaran bahwa faktor kekuasaan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sosial.
Pendefinisian ilmu politik menurut hakikat kekuasaan dapat dibagi dalam
tiga golongan, yaitu

(1) Pendekatan Postulation, dengan tokohnya Catlin. Menurut pendekatan


ini ilmu politik adalah ilmu yang meneliti manusia yang berusaha
memperoleh kekuasaan sebagaimana ekonomi meneliti manusia dalam
usahanya memperoleh kemakmuran.

(2) Pendekatan Psikologis, dengan tokohnya oleh Laswell dan Schumman.


Menurut pendekatan ini ilmu politik adalah ilmu yang meneliti latar
belakang psikologis tentang kehausan kekuasaan, motivasi memperoleh
dan menggunakan kekuasaan.

(3) Pendekatan Sosologis, dengan tokohnya Charles Merriam dan Lord


Russel. Pendekatan Sosiologis menganalisa kekuasaan sebagai gejala sosial,
di mana kekuasaan itu berlaku atau digunakan sebagai alat untuk
menjelaskan keadaan masyarakat.
Berdasarkan kajian tersbut di atas, dapat dikemukakan bahwa ilmu
politik terkait erat dengan dua wilayah yang sangat luas. Satu sisi
berkaitan erat dengan fenomena ebjektif, misalnya struktur negara dan
variasi alat-alat negara. Namun pada sisi yang lainnya, terkait erat dengan
masalah subjektif, misalnya saja kekuasaan, kepentingan dan aspirasi.
Kedua hal tersebut, merupakan sebuah kajian keilmuan yang sangat luas
dan memberikan harapan terhadap pemantapan ilmu politik sebagai
disiplin ilmu yang matang, baik dalam konteks objek material keilmuan,
maupun objek formal keilmuan. Artinya, ilmu politik menjadi ilmu yang
matang dalam metodologi dan sasaran kajian itu sendiri.

Sebagai perbandingan, dapat dikemukakan kategorisasi yang


dikemukakan oleh Teuku Rudy (1992:9). Dalam menjelaskan bidang
kajian dan sasaran ilmu politik, Teuku Rudy menyebutkan ada 5 bidang
kajian ilmu politik.
a.Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal Negara. Salah satu
diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah :

Ilmu politik adalah ‘ the science which is concerned with the state in its
conditions, in its essential nature, its various form or manifestation (and)
its development’. (Blunctshil, 1921.)

Ilmu politik adalah ‘is correctly designed the science of State” : Objectively
gathering and classifying fact about the State is the main purpose of the
branch of learning’. (Jacobsen and Lipman, ).

b.Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari (negara dan) pemerintahan.


Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok
ini adalah :
Ilmu politik adalah, ‘the study of the formation, form, and processes of the
states and government’ (White, ).

c.Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari gejala kekuasaan. Salah satu
diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah :
Ilmu politik adalah, ‘the science of political power and political purpose in
their interaction and interdependence’ (Felctheim,).
Ilmu politik ditempatkan ‘ as one of the police science- that which study
indulgency and power as instruments of such integrations’ dan bahwa ‘
political science is concerned with power in general with all the form in
which is accurse’. (Klaswell dan Abraham Kaplan,).

Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam bukunya Power and Society


berpendapat bahwa bahwa: Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari
pembentukan dan pembagian kekuasaan’,

d.Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kelembagaan masyarakat.


Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok
ini adalah :
Politics therefore is different from economics in being concerned with the
organization of society for the purpose if obtaining a life which is fine in
quality’ (Burn dalam Gie, 1978 : 12)

Peter Von Oertzen (1965:107) dalam bukunya Uberlegungen zur Stellung


der politik under den Sozialwissenschaften mengemukakan bahwa politik
adalah tindakan yang dijalankan menurut suatu rencana tertentu, yang
terorganisir dan terarah yang secara tekun berusaha menghasilkan,
mempertahankan atau merubah susunan masyarakat.

e.Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kegiatan politik. Negara.


Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok
ini adalah :
Viewed some what more broadly, (political Science) also includes ‘political’
(power seeking) behavior in or by group, organization and institution
which are more or less distinct from the state but which seek to influence
public policy an d the direction of social change’. (Anderson, Christol,).

Talcott Parsons dalam bukunya The Political Aspect of Social Structure


and Process mengemukakan bahwa politik adalah aspek dari semua
perbuatan yang berkenaan dengan usaha kolektif bagi tujuan-tujuan
kolektif.

Dengan menggunakan klasifikasi hal tersebut, maka dimungkinkan terjadi


pula perbedaan klasifikasi antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya.
Hal demikian, merupakan tradisi yang sehat bagi perkembangan ilmu
politik.

Anda mungkin juga menyukai