Anda di halaman 1dari 97

BAB 1 PENGERTIAN DAN PENDEKATAN DALAM POLITIK

Ilmu politik merupakan cabang dari ilmu sosial yang lain. Sampai saat ini ilmu politik memiliki perkembangan yang sangat pesat. Menurut Prof Miriam Budiardjo dalam bukunya dasar-dasar ilmu politik (1993), jika dilihat dari dasar konseptual, kerangka, fokus dan ruang lingkupnya, maka ilmu politik bisa dikategorikan sebagai ilmu yang paling muda, karena baru dilahirkan pada akhir abad ke 19. Sebaliknya jika ditinjau dari sisi yang lebih luas, yakni sebagai pembahasan yang lebih rasional tentang berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka sebaliknya ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya, bahkan sering dikatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu sosial yang paling tua. Hal ini dapat dipelajari dari jaman Yunani kuno (450 SM) dimana pemikiran tentang negara sudah dikemukakan. Untuk dapat memahami teori politik secara spesifik, maka pada bahasan ini menempatkan metodologi politik sebagai dasar memahami teori politik dengan cara : 1. Proses pembentukan teori politik melalui pengamatan berbagai fenomena politik yang kemudian digeneralisasi secara empirik. 2. Mengemukakan sifat-sifat dari teori politik yang berdasarkan pada ciri struktural dan ciri substansi teori politik yang dapat menunjukkan sifat empirik. 3. Fungsi teori politik yang digunakan untuk membuat peramalan dan analisis di bidang politik.
4. Pengaktifan fungsi teori politik akan dapat menempatkan peranan teori politik dalam

sistem politik dan hubungan di antara sistem politik.

Politik Pemerintahan

Pengantar 1

Pada pembagian teori politik membahas tentang lingkup teori politik yang meliputi : 1. Teori politik valutional atau teori politik yang mengandung nilai yang meliputi filsafat politik yang digunakan untuk mencari kebenaran dan kebijakan. 2. Teori politik sistematis yaitu merealisir norma-norma yang sudah ada dalam programprogram politik. 3. 4. Ideologi politik. Teori politik non valutional atau teori politik yang tidak mengandung nilai.

A. Definisi Dan Pandangan Politik Dilihat dari sisi etimologi, kata politik berasal dari bahasa Yunani yakni Polis yang berati kota yang berstatus negara kota (city state). Segala aktivitas yang dijalankan polis untuk kelestarian dan perkembangannya disebut politike techne (politica). Berdasarkan pengertian diatas maka secara umum bisa dikatakan bahwa politik pada hakekatnya The Art and Science Of Goverment atau seni dari ilmu pemerintahan. Ini membedakan dengan pengertian lain tentang politik yang diungkapkan para ahli, seperti Niccolo Macchiavelli dalam karangannya yang terkenal Il Principle (1513) dan Thomas Hobbes dalam Leviathan (1651) yang mengartikan politik adalah kekuasaan yang berbahaya sebab menuju diktator. Kekuasaaan tidak identik dengan politik, kekuasaan hanya salah satu unsur politik. Jadi politik mempunyai unsur ilmu (science) dan seni (art) untuk berbagai macam kegiatan. Berikut ini akan dikemukakan pengertian politik dari beberapa para ahli :

Politik Pemerintahan

Pengantar 2

1. Plato (427-347) mengatakan bahwa politik merupakan sistem kekuasaan pemerintahan

yang dijalankan dan dipegang oleh kaum aristokratis (kaum bijak) yang dipilih lewat proses keputusan bersama, dan didalamnya tidak ada kediktatoran. Jelaslah bahwa karena Plato adalah seorang filsuf, maka ia memandang politik dalam perspektif filosofis, dimana dikatakan bahwa semua pengetahuan merupakan suatu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Dalam pandangan filsafat politik yang diuraikan Plato tentang keberadaan manusia di dunia terdiri dari tiga bagian yakni : pikiran atau akal, semangat atau keberanian, nafsu atau keinginan berkuasa.
2. Aristoteles (384-322) mengatakan bahwa politik dalam pandangan klasik adalah sebagai

suatu asosiasi warga negara yang berfungsi membicarakan dan menyelenggarakan hal ihwal yang menyangkut kebiasaan bersama seluruh anggota masyarakat. Menurutnya politik adalah suatu kerangka kelembagaan yang dirancang untuk membentuk tujuan kolektif suatu negara. Dalam pandangan Aristoteles tujuan negara harus disesuaikan dengan keinginan warga negara merupakan kebaikan yang tertinggi. Dalam pendapat Aristoteles sumbu kekuasaan dalam negara yaitu hukum. Oleh karena itu para penguasa harus memiliki pengetahuan dan kebijakan yang sempurna. 3. Goerge Washington (1732-1799) mengatakan bahwa politik merupakan sistem kekuasaan yang didalamnya tidak boleh terdapat adanya kediktatoran/kekuasaaan yang mutlak (absolut), melainkan di dalamnya harus terdapat perpindahan kekuasaan dari satu tangan ke tangan yang lain lewat cara damai. Goerge Washington merupakan tokoh politik yang dikenal menganut ideologi atau pemahaman demokrasi.
4. Montesquieu (1669-1755) mengemukakan bahwa definisi politik adalah bagaimana fungsi-

fungsi pemerintah dan bisa dimasukkan ke dalam kategori legislatif, eksekutif dan yudikatif, tidak hanya itu saja, politik bagi montesquieu hendaknya memusatkan
Politik Pemerintahan Pengantar 3

perhatiannya semata-mata pada organisasi dan sistem kerja lembaga-lembaga yang membuat undang-undang sebagai pelaksana dan menampung pertentangan yang timbul dari kepentingan yang berbeda-beda dan bermacam-macam penafsiran tentang suatu undang-undang. Pendapat montesquieu ini meskipun tidak persis tapi bisa disejajarkan dengan pendapat John Locke, JJ Rousseau yakni mengenai teori trias politica dimana selanjutnya berkembang menjadi teori pemisahan kekuasaan (Separation Of Power) dan teori distribusi kekuasaan (Distribution Of Power). Teori Trias politica yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan landasan pembangunan teori demokrasi dalam sistem politik yang mennekankan adanya chek and balance terhadap mekanisme pembagian kekuasaan.
5. Roger F. Soltau dalam Introduction to Politics mengatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu

yang mempelajari tentang negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu serta hubungan antara negara dan warga negaranya serta dengan negara-negara lainnya.
6. A. Hoogerweft dalam Politicologie: begrippen en Problemen (1972) mengatakan bahwa

obyek dari ilmu politik adalah kebijakan pemerintah, proses terbentuknya serta akibatakibatnya. Oleh karena itu, Hoogerweft mengkategorikan politik sebagai berikut : a. Kebijakan, yang terdiri atas : 1. Bahwa kehidupan politik mencakup segala aktifitas yang berpengaruh terhadap kegiatan yang berwibawa dan berkuasa, yang diterima oleh suatu masyarakat. 2. Bahwa politik merupakan perbuatan yang berkaitan dengan perjuangan kolektif untuk mencapai tujuan kolektif tertentu. 3. Bahwa politik adalah pengambilan keputusan kolektif dan pembuatan

kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya.


Politik Pemerintahan Pengantar 4

b. Kekuasaan, yang terdiri atas : 1. Politikologi sebagai studi mengenai bentuk-bentuk dan pembagian kekuasaan.
2. Ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah-masalah kekuasaan dalam

kehidupan bersama atau masyarakat. c. Negara, yang terdiri atas :


1. Pengetahuan politik adalah pengetahuan yang mempelajari kehidupan suatu negara

2. Ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara, lembaga yang melaksankan tujuan itu dan hubungan negara dengan warga negara serta dengan warga negara lain. d. Konflik Dan Kerjasama, yang terdiri atas :
1. Bahwa politik adalah perbuatan kemasyarakatan yang terarah secara intensional

kepada usaha mempengaruhi tingkah laku orang lain dan bisa bertujuan mengadakan peraturan secara mengikat terhadap konflik-konflik mengenai nilainilai materiil
2. Bahwa aktivitas politik yang murni adalah menciptakan, memperkuat dan

mempertahankan bentuk-bentuk kerjasama manusia. e. Distribusi, sistem politik merupakan segenap interaksi yang dipakai untuk membagi dan mendistribusikan nilai-nilai materiil serta immateriil pada saat itu dan bisa berlangsung di dalam dan untuk masyarakat.
7. Karl Marx (1818-1870), sebagai tokoh yang mendirikan paham sosialisme, berpendapat

bahwa politik merupakan sistem kekuasaan yang didalamnya terdapat suatu sistem
Pengantar 5

Politik Pemerintahan

kekuasaan yang absolut atau mutlak (kediktatoran), dan satu-satunya jalan untuk mencapai sistem kekuasaan tersebut dengan cara melaksanakan revolusi. Ajaran karl Marx tersebut diikuti oleh tokoh politik lainnya, terutama dari Rusia diantaranya adalah Lenin (18701924) dan Joseph Stalin (1879-1953).
8. Moh Yamin, ilmu politik memusatkan tujuannya kepada masalah-masalah kekuasaan dan

bagaimana jalannya tenaga kekuasaan dalam masyarakat dan susunan negara. Ilmu politik dengan sendirinya membahas dan mempersoalkan pembinaan negara dan masyarakat atau kekuasaan. 9. Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami ilmu Politik menyatakan bahwa politik ialah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut : a. Politik ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. b. Politik adalah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuaaan dalam masyarakat. c. Politik adalah kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. d. Politik ialah konflik dalam rangka mencari dan atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. 10 Soelaeman Soemardi mengatakan bahwa ilmu politik adalah suatu ilmu pengetahuan kemasyarakatan, mempelajari masalah kekuasaan dalam masyarakat yang bersifat hakikat.

Politik Pemerintahan

Pengantar 6

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (Decision Making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (Public Policy) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (Distribution) atau alokasi (Allocation) dari sumber-sumber dan resources (penelitian) yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanan-kebijaksanaan itu, perlu dimiliki kekuasaan (Power) dan kewenangan (Authority), yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat persuasi (meyakinkan) dan jika perlu bersifat paksaan (Coercion). Tanpa unsur paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (Public Goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang. Lagipula politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan orang seorang (individu). Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai diatas, disebabkan karena setiap para ahli dan sarjana politik meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik saja. Unsur itu dijadikan sebagai konsep pokok, yang dipakainya untuk meneropong unsur-unsur lainnya. Dari uraian diatas dapat diterangkan konsep-konsep politik yang pokok itu antara lain :
1. Negara (State)

Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
Politik Pemerintahan Pengantar 7

Sarjana-sarjana dan para ahli politik yang memusatkan pehatiannya pada lembaga-lembaga kenegaraan dan bentuk formilnya. Definisi-definisi ini bersifat tradisional dan agak sempit ruang lingkupnya. Pendekatan ini dinamakan pendekatan institusional (Institutional Approach)
2. Kekuasaan (Power)

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Sarjana dan para ahli yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik, beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan. Biasanya dianggap bahwa perjuangan kekuasaan mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat. Pendekatan ini banyak terpengaruh oleh sosiologi, lebih luas ruang lingkupnya dan juga mencakup gejala-gejala sosial seperti serikat buruh, organisasi keagamaan, organisasi kemahasiswaan dan kaum milliter. Dia lebih dinamis daripada pendekatan institusional karena memperhatikan proses.
3. Pengambilan Keputusan (Decision Making)

Keputusan (decision) adalah membuat pilihan diantara beberapa alternatif, sedangkan istilah pengambilan keputusan (decision Making) menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan yang mengikat seluruh masyarakat. Keputusan-keputusan itu dapat menyangkut tujuan masyarakat, dapat pula menyangkut kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam mencapai tujuan tersebut. Setiap proses membentuk kebijaksanaan-umum atau kebijaksanaan pemerintah adalah hasil dari suatu
Politik Pemerintahan Pengantar 8

proses mengambil keputusana yaitu memilih antara beberapa alternatif yang akhirnya diterapkan sebagai kebijaksanaan pemerintah. Aspek-aspek diatas ini juga banyak menyangkut soal pembagian (Distribution) yang oleh Harold Laswell dirumuskan sebagai Who Gets What, When, Who
4. Kebijaksanaan Umum (Public Policy)

Kebijaksanaan (Policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha-usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Pada prinsipnya pihak yang membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Sarjana-sarjana dan para ahli yang menekankan aspek kebijaksanaan umum (Public Policy) menganggap bahwa setiap masyarakat mempunyai beberapa tujuan bersama. Citacita bersama ini ingin dicapai melalui usaha bersama, dna untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana yang mengikat yang dituangkan dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini adalah pemerintah.

5. Pembagian (Distribution)

Yang dimaksud dengan pembagian (Distribution) dan Alokasi (Allocation) ialah pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai (Values) dalam masyarakat. Sarjana-sarjana yang menekankan pembagian dan alokasi beranggapan bahwa politik adalah membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai secara mengikat. Yang ditekankan oleh para sarjana dan ahli politik pada konsep pokok ini bahwa pembagian ini sering tidak merata dan karena itu

Politik Pemerintahan

Pengantar 9

menyebabkan konflik. Masalah tidak meratanya pembagian nilai-nilai perlu diteliti dalam hubungannya dengan kekuasaan dan kebijaksanana pemerintah. Dalam ilmu sosial suatu nilai (Values) adalah sesuatu yang dianggap baik atau benar, sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang mempunyai harga dan karena itu dianggap baik dan benar, sesuatu yang ingin dimiliki oleh setiap manusia. Nilai ini dapat bersifat abstrak seperti penilaian atau sesuatu asas seperti kejujuran, kebebasan berpendapat. Nilai ini juga bisa bersifat konkrit (Material) seperti rumah, kekayaan dan sebagainya. B. Pendekatan-Pendekatan dalam Politik Dalam mempelajari teori-teori politik ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Pendekatan Institusional (kelembagaan), yakni pendekatan yang mempelajari kelembagaan

yang ada, baik suprastruktur maupun infrastruktur. 2. Pendekatan Fungsional, yaitu pendekatan yang mempelajari fungsi-fungsi yang ada dari lembaga-lembaga yang ada. 3. Pendekatan Sistem, yaitu pendekatan yang mempelajari bahwa fungsi yang ada mempunyai sistem (jaringan atau unit yang terkait maupun tidak), misalnya sistem politik. 4. Pendekataan Perilaku Politik, yaitu pendekatan yang mempelajari perilaku lambat, cepat, lemah, radikal, ekstrim (behavioralisme), baik secara individual maupun kelompok.
5. Pendekatan Hakikat Politik, yaitu pendekatan yang mempelajari kekuasaan (power

approach) dari sisi proses, menjalankan jalannya kekuasaan dan model-model kekuasaan.

Politik Pemerintahan

Pengantar 10

6.

Pendekatan Norma Hukum, yaitu pendekatan yang mempelajari ajaran-ajaran norma, ajaran etika politik dan adanya pembatasan kekuasaan, yaitu hukum

7. Pendekatan Historis, yaitu pendekatan yang mempelajari perkembangan dengan metode

perbandingan sejarah 8. Pendekatan filsafat, yakni pendekatan yang mempelajari kerangka dan proses berfikir atau ide-ide 9. Pendekatan Sosiologi yakni pendekatan yang mempelajari proses-proses sosial masyarakat secara empiris terhadap negara dan lembaga politik yang selalu berubah menjadi strukturstruktur sosial. 10. Pendekatan Konstruksional, yaitu pendekatan atas langkah-langkah kegiatan dan formal politik, sehingga visi dan misi menjadi suatu konstruksi dari suatu sistem politik atau budaya politik. Disamping 10 pendekatan yang dikemukakan diatas, adapula pendapat lain tentang pendekatan yang bisa digunakan untuk memahami politik, yaitu sebagai berikut : 1. Pendekatan Tradisional, yakni pendekatan yang mempelajari kelembagaan, formalitas nilai atau norma yuridis dan historis. 2. Pendekatan Behaviorisme, yaitu pendekatan yang mempelajari perilaku politik politik, proses-proses kebijakan, sosialisasi dan tata nilai. Sedangkan mengenai pendekatan perilaku (behaviorisme) ini ada rumus perilaku yang dikemukakan pakar sumber daya manusia dari Universitas Pittsburg USA, yaitu William C. Byham, dimana dikatakan bahwa Past Behavior Predicts Future Behavior, jadi perilaku seseorang dimasa mendatang sebbenarnya dapat dengan mudah diramalkan dengan
Politik Pemerintahan Pengantar 11

mempelajari perilakunya dimasa lalu. Perilaku (behavior) sebenarnya sesuatu yang sulit berubah, apalagi kalau perubahan tersebut terjadi karena adanya tekanan dari luar. Perubahan yang signifikan dan bersifat jangka panjang baru akan terjadi kalau ada perubahan paradigma.
C. Bidang-Bidang Ilmu Politik

Dalam Contemporary Political Science, terbitan Unesco tahun 1950, ilmu politik dibagi dalam empat bidang,yaitu : 1. Teori Politik, yang terdiri atas 1. Teori Politik Teori politik yang merupakan bidang pertama dari ilmu politik adalah bahasan sistematis dan generalisasi dari fenomena politik. Teori politik bersifat spekulatif (merenungkan) sejauh dia menyangkut norma-norma untuk kegiatan politik. Tetapi juga dapat bersifat deskriptif (menggambarkan) atau komporatif (membandingkan) atau berdasarkan logika. 2. Sejarah Perkembangan Ide-Ide Politik Ide-ide politik sering juga dibahas menurut sejarah perkembangannya, oleh karena itu setiap ide politik selalu erat hubungannya dengan pikiran-pikiran dalam masa ide itu lahir. Ide politik itu tidak dapat melepaskan diri dari nilai-nilai, norma-norma dan prasangka dari masanya sendiri dan karena itu karya dari para ahli politik dan filsuf politik hendaknya dibahas dengan menyelami masa sejarahnya. Di universitas cara membahas sejarah perkembangan ide politik merupakan matakuliah yang penting. Kupasan berdasarkan sejarah ini dinegara-negara barat biasanya mulai zaman yunani kuno dalam abad ke 6 S.M sampai dengan abad ke 20 sekarang ini.
Pengantar 12

Politik Pemerintahan

2.

Lembaga-Lembaga Politik Bidang kedua dari ilmu politik, yaitu lembaga-lembaga politik seperti misalnya pemerintah mencakup aparatur politik teknis untuk mencapai tujuan-tujuan sosial. Hubungan antara bidang pertama dan kedua sangat erat sebab tujuan sosial dan politik biasanya ditentukan dalam filsafat dan doktrin politik. Dalam bidang ini terdiri atas : 1. Undang-Undang Dasar 2. Pemerintah Nasional 3. Pemerintah Daerah dan Lokal 4. Fungsi Ekonomi dan sosial Dari Pemerintah 5. Perbandingan Lembaga-Lembaga Politik

3.

Partai-Partai, Golongan-Golongan (Groups) Dan Pendapat Umum. Bidang ketiga yaitu mengenai partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum, banyak memakai konsep-konsep sosiologis dan psikologis dan sering disebut political dynamics oleh karena sangat menonjolkan aspek-aspek dinamis dari proses-proses politik. Dalam bidang ini terdiri atas : 1. Partai-Partai Politik 2. Golongan-golongan dan asosiasi-asosiasi 3. Partisipasi Warga Negara Dalam Pemerintahan Dan Administrasi 4. Pendapat Umum

4.

Hubungan Internasional
Pengantar 13

Politik Pemerintahan

Dalam bidang ini terdiri dari : 1. Politik Internasional 2. Organisasi-Organisasi Dan Administrasi Internasional 3. Hukum Internasional

BAB 2 KEKUASAAN DAN PENGARUH POLITIK A. Jenis Kekuasaan Jenis jenis kekuasaan yang kita pahami pada umumnya dapat dibagi dalam beberapa jenis kekuasaan sebagai berikut : 1. Kekuasaan eksekutif yang dikenal dengan kekuasaan pemerintahan dimana mereka secara teknis menjalankan roda pemerintahan. 2. Kekuasaan legislatif yang dikenal sebagai kekuasaan yang berwenang membuat dan mengesahkan perundang-undangan sekaligus mengawasi roda pemerintahan. 3. Kekuasaan yudikatif, yaitu suatu kekuasaan penyelesaian hukum yang didukung oleh kekuataan kepolisian demi menjamin Law Enforcement. Tiga kekuasaan diatas dikenal dengan kekuasaan trias politica yang dikonseptualkan oleh Montesquieu dalam bukunya L Esprit des lois (Jiwa hukum) yang ditulis tahun 1748.
Politik Pemerintahan Pengantar 14

Mengenai fungsi eksekutif, Van Vollenhoven, negarawan Belanda mengatakan agar fungsi pemerintahan dibedakan dalam fungsi kepolisian, tetapi Pfiffner, mengemukakan bahwa di samping tugas eksekutif, legislatif dan yudikatif, juga masih ada tugas yang keempat yaitu birokrasi atau tugas administrasi. Menurut Mr. Wongsonegoro,di indonesia empat tugas ini merupakan tugas pemerintahan dalam arti luas, atau yang sering disebut tugas catur praja. Selain itu, masih ada pendapat jenis kekuasaan dalam negara menjadi lima kekuasaan atau panca praja, yaitu pendapat dari Lemaire dalam bukunya Het recht In Indonesia yang ditulis sebagai kekuasaan membuat undang-undang (Wetgeving), kekuasaan pemerintahan (bestuur), kekuasaan penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat (bestuur Zorg), kekuasaan peradilan (reechsprak), dan kekuasaan kepolisian

(polite). Dari teori ini, maka nampaknya Indonesia menjurus dan memilih tugas kepolisian disendirikan dan dipisahkan dengan tugas TNI. Sementara itu ada pula yang berpendapat jenis kekuasaan hanya terdiri dari dua besar atau Dwi praja. Menurut Donner, kekuasaan pertama adalah kekuasaan khusus (taakstelling) dan kedua adalah kekuasaan khusus dari organ khusus salah satu sektor administrasi publik. Teori ini dikemukakan pula oleh Hans Kelsen bahwa dua kekuatan kekuasaan itu adalah fungsi menentukan haluan negara dan kekuasaan fungsi pelaksanaan haluan negara. Sedangkan Amrulllah (1991) memberikan klasifikasi kekuasaan sebagai berikut : 1. Kekuasaan Militer, dimana militer mendominasi aspek-aspek struktural atau kelembagaan dalam negara itu. 2. Kekuasaan ekonomi, dimana ada upaya untuk mencari analisis kritis siapa pelaku ekonomi, condong kemana kiblat ekonomi dan sebagainya.

Politik Pemerintahan

Pengantar 15

3.

Kekuasaan politik, dimana dijelaskan ciri-ciri kekuasaan legislatif dan eksekutif, upaya kerja dan tabiat kekuasaannya.

4.

Kekuatan budaya, dimana budaya merambah pada sektor peradaban politik, ekonomi dan budaya itu sendiri, yang bergandengan dengan kekuasaaan teknologi dan komunikasi.

5.

Kekuasaan Pemerintahan (Birokrasi), dimana ada keinginan untuk menyelenggarakan pelayanan publik.

6.

Kekuasaan Hukum, dimana ada upaya penegakan hukum dalam segala bidang kemasyarakatan dan kenegaraan. Dalam hal ini Amrullah (1991) juga menuliskan bahwa yang menjadi masalah sekarang

adalah banyaknya terjadi benturan yaitu antara kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan politik. Di dalam praktik, kekuasaan politik lebih mendominasi kekuatan kekuasaan pemerintahan yang nampaknya bisa masuk pada teknis kekuasaan pemerintahan, yang pada akhirnya menimbulkan konflik yang fatal, yaitu jatuhnya kekuasaan dan kewibawaan eksekutif. Demikian pula kekuasaan politik kadangkala mencampuri kekuasaan hukum. Inilah salah satu kelemahan dan model kekuasaaan trias politika. Selain jenis-jenis kekuasaan diatas, terdapat pula jenis-jenis kekuasaan yang menjadi cikal bakal berdirinya suatu negara : 1. Monarki dan Tirani. Monarki berasal dari kata Monarch yang berarti raja, yaitu jenis kekuasaan politik dimana raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan dominan negara. Para pendukung monarki biasanya mengajukan pendapat bahwa jenis kekuasaan yang dipegang oleh satu tangan lebih efektif untuk menciptakan suatu stabilitas atau konsensus di dalam proses
Pengantar 16

Politik Pemerintahan

pembuatan kebijakan. Perdebatan yang bertele-tele atau persaingan antar kelompok menjadi relatif berkurang oleh sebab cuma ada satu tangan kekuasaan yang dominan. Dinegara-negara yang menganut sisitem monarki seperti Inggris, Jepang, Denmark dan Belanda, penguasa monarki harus berbagi kekuasaan dengan pihak lain, terutama parlemen (Pemerintahan Oleh Perdana Menteri). Proses berbagi kekuasaan tersebut dikukuhkan lewat konstitusi (Undang-Undang Dasar) dan sebab itu, monarki di era negara modern sesungguhnya bukan lagi absolut tetapi bersifat bersifat monarki konstitusional. Bahkan, kekuasaannya hanya bersifat simbolik ketimbang amat menentukan jalannya pemerintahan sehari-hari. Bentuk pemerintahan yang buruk didalam satu tangan adalah Tirani. Tiran-Tiran kejam yang pernah muncul dalam sejarah politik dunia misalnya kaisar Nero, hitler atau Stalin. Meskipun Hitler dan Stalin memerintah di era pemrintahan modern, tetapi jenis kekuasaan yang mereka jalankan pada hakikatnya terkonsentrasi pada satu tangan, diaman keduanya sama sekali tidak mau membagi kekuasaan dengan pihak lain, dan kerap kali bersifat kejam baik terhadap rakyat sendiri maupun lawan politik.

2.

Aristokrasi dan Oligarki Aristokrasi merupakan pemerintahan oleh sekelompok elit dalam masyarakat, dimana mereka ini mempunyai status sosial, kekayaan dan kekuasaan politik yang besar. Ketiga hal ini dinikmati secara turun-temurun (diwariskan), menurun dari orang tua kepada anak. Jenis kekuasaan aristokrasi ini disebut pula sebagai jenis kekuasaan kaum bangsawan (aristokrasi).

Politik Pemerintahan

Pengantar 17

Biasanya, dimana ada kelas aristokrat yang dominan secara politik, maka di sana pula ada monarki. Namun, jenis kekuasaan oleh beberapa orang ini (aristokrasi) tidak bertahan lama, oleh sebab orang-orang yang bukan keturunan bangsawan pun dapat mempengaruhi keputusan politik negara asalkan mereka cerdik, berprestasi, kaya dan berpengaruh. Jika kenyataan ini terjadi, yaitu peralihan dari kekuasaan oleh bangsawan menuju kepada non bangsawan maka hal tersebut dinyatakan sebagai peralihan atau pergeseran dari aristokrasi menuju oligarki. Untuk menggambarkan peralihan diatas, maka akan diambil contoh kasus seperti yang terjadi di inggris. Sebelum terjadinya Revolusi industri pada abad ke 18 tepatnya sebelum mesin uap ditemukan oleh James Watt, Inggris menganut jenis kekuasaan monarki dengan kaum bangsawan (aristokrat) sebagai pemberi pengaruh yang besar. Namun, setelah Revolusi Industri mulai menunjukkan efek yaitu berupa munculnya kelas menengah baru (pengusaha dan pemilik modal yang kekayannya diperoleh bukan dari warisan), maka kekuasaan kaum bangsawan dalam mempengaruhi kekuasaan monarki mulai digerogoti kelas menengah baru ini mulai menentukan jalannya kekuasaan diparlemen dna pengaruh kaum orang kaya baru ini dinyatakan sebagai jenis kekuasaan oligarki. Hingga saat ini, di parlemen Inggris terdapat dua kamar yaitu House Of Lords dan House Of Commons. Kamar yang pertama berisikan kaum bngsawan (namanya didahului dengan Sir), sementara yang kedua banyak diisi oleh kaum kaya yang berpengaruh, meskipun mereka bukan berdarah bangsawan. House Of Commons lebih menentukan jalannya parlemen Inggris ketimbang House Of Lords. Dengan demikian, oligarkilah yang lebih berkuasa di Inggris ketimbang aristokrasi pada masa kini.

Politik Pemerintahan

Pengantar 18

3.

Demokrasi dan Mobokrasi. Jika kekuasaan dipegang oleh seluruh rakyat, bukan oleh mono atau few, maka kekuasaan tersebut dinamakan demokrasi. Didalam sejarah politik, jenis kekuasaan demokrasi yang dikenal terdiri dari dua kategori. Kategori pertama adalah demokrasi langsung (direct democracy) dan demokrasi perwakilan (representative democracy). Demokrasi langsung berarti rakyat memerintah dirinya secara langsung tanpa perantara. Salah satu pendukung demokrasi langsung adalah jean jacques Rousseau, dimana Rousseau mengemukakan 4 kondisi yang memungkinkan bagi dilaksanakannya demokrasi langsung, yaitu : 1. Jumlah warga negara harus kecil. 2. Pemilikan dan kemakmuran harus dibagi secara merata (hampir merata). 3. Masyarakat harus homogen (sama) secara budaya. 4. Terpenuhi di dalam masyarakat kecil yang bermata pencaharian pertanian. Didalam demokrasi langsung, memang kedaulatan rakyat lebih terpelihara oleh sebab kekuasaannya tidak diwakilkan. Semua warga negara ikut terlibat di dalam proses pengambilan keputusan, tanpa ada yang tidak ikut serta. Namun, dijaman pelaksanaan demokrasi langsung sendiri, yaitu dimasa negara kota Yunani Kuno, ada beberapa kelompok masyarakat yang tidak diijinkan untuk ikut serta didalam proses demokrasi langsung seperti : budak, perempuan dan orang asing. Dengan alasan kelemahan demokrasi langsung, terutama oleh ketidakrealistisnya untuk diberlakukan dalam keadaan negara modern, maka demokrasi yang saat ini dikembangkan adalah demokrasi perwakilan. Didalam demokrasi perwakilan, tetap rakyat memerintah.

Politik Pemerintahan

Pengantar 19

Namun, itu bukan berarti seluruh rakyat berbondong-bondong datang ke parlemen atau istana negara untuk memerintah atau membuat undang-undang. Rakyat terlibat secara total didalam mekanisme pemilihan pejabat (utamanya anggota parlemen) lewat pemilihan umum periodik. Dengan memili anggota parlemen, rakyat tetap berkuasa untuk membuat undang-undang, akan tetapi keterlibatan tersebut diwakilkan melalui parlemen. Dalam demokrasi,baik langsung ataupun tidak langsung, keterlibatan rakyat menjadi tujuan utama penyelenggaraan negara. Masing-masing individu rakyat pasti ingin kepengtingannya yang terlebih dahulu dipenuhi. Oleh sebab keinginan itu ingin didahului, dan pihak lain pun sama, dan jika hal ini beujung pada situasi chaos (kacau) bahkan perang (bellum omnbium contra omnes/perang semua lawan semua), maka bukan demokrasi lagi namanya melainkan mobokrasi. Mobokrasi adalah bentuk buruk dari demokrasi, dimana rakyat memang berdaulat tetapi negara berjalan dalam situasi perang dan tidak ada satupun kesepakatan dapat dibuat secara damai. B. Sumber Penunjang Kekuasaan Pada dasarnya kekuasaan politik adalah kemampuan individu atau kelompok untuk memanfaatkan sumber-sumber kekuataan yang bisa menunjang sektor kekuasaannya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Inilah yang disebut dengan pengaruh politik terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sumber-sumber tersebut bisa berupa media massa, media umum, mahasiswa, elite politik, tokoh masyarakat ataupun militer. Sumber penunjang untuk memperoleh, mempertahankan dan menjatuhkan kekuasaan yang perlu diperhitungkan adalah media masssa. Jenderal dan panglima perang Peerancis Napoleon Bonaporte, misalnya pernah berkata, di medan perang aku tidak pernah takut, tapi yang paling
Politik Pemerintahan Pengantar 20

ku takuti adalah pena wartawan. Oleh karena itu dinegara otoriter, media massa biasanya dikendalikan. Ini pernah terjadi dizaman Orde baru, di Indonesia. Di Jerman pada periode kekuasaan Hitler, bahkan juga di Perancis pada zaman Louis XIV, dimana kekuasaan politiknya sangat mutlak sehingga ia berani berkata bahwa negara adalah saya. Unsur penunjang kekuasaan politik yang dapat menjadi pengaruh terbesar dalam politik antara lain adalah : 1. Power machine, dikenal dengan nama lain mesin politik dari format kekuasaan. Misalnya pada zaman Orde baru, dikenal adanya kekuasaan di jalur A (TNI), kekuasaan di jalur B (Birokrasi), kekuasaan dijalur G (Golkar Murni). Dalam penentuan pemilihan kepala daerah paling tidak harus terjadi konsultasi yang mendalam dari tiga jalur tersebut. 2. Power Backing. Dibelakang kekuasaan harus ada pendorong, harus ada kekuatan yang bisa mengamankan dan mempertahankan sang penguasa. Power backing dalam praktik bisa mendominasi peranan bantuan kekuasaan dan biasanya dilakukan oleh militer. 3. Power Fund. Pelaksanaan kekuasaan tentu saja memerlukan dana yang besar dalam rangka menjalankan roda pemerintahannya. Indonesia misalnya sejak tahun 1977 telah terjebak dalam krisis ekonomi dengan didesak oleh masalah utang luar negeri. Kemudian terjadi lagi krisis ekonomi sejak lengsernya Orba. 4. Peoples power. Unsur pendukung yang luas pengaruhnya, yaitu kekuasaan rakyat, akan dapat menurunkan sanga penguasa. Kekuatan massa pada akhirnya akan menjadi pola gerakan yang sanggup menjatuhkan penguasa yang otoriter dan tidak disukai oleh rakyat. C. Unsur-Unsur Kekuasaan

Politik Pemerintahan

Pengantar 21

Ada tiga komponen dalam rangkaian kekuasaan yang akan mempengaruhi penguasa atau pemimpin dalam menjalankan kekuasaannya dalam politik. Komponen ini harus diikuti, dipelajari, karena saling terkait di dalam roda kehidupan penguasa. Tiga komponen ini adalah : 1. Pemimpin, yang dianggap sebagai pemilik kekuasaan yang memiliki pengaruh disegala bidang kehidupan dan biasa mempengaruhi pengikutnya, bahkan menciptakan pengikut, menggiring pengikut, menjadi provokator pengikut, sehingga kepengikutan si pengikuit akan membabi buta, tidak rasional lagi. 2. Pengikut, yang dapat dianggap sebagai personal yang dapat mempengaruhi pemimpin, bisa memberikan bisikan kepada pemimpin, bisa menyuruh untuk mempertahankan kekuasaan dan bahkan bisa menjatuhkan kekuasaannya. 3. Situasi, merupakan suatu keadaan yang dapat diciptakan oleh pemimpin dan dapat

direkayasa oleh pemimpin. Akan tetapi perlu diketahui bahwa dari situasi ini juga maka sang pemimpin bisa mujur dan bisa mempertahankan kekuasaannya dan juga melalui situasi ini juga sang pemimpin bisa mengakhiri kekuasaannya. Dalam hal ini dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki figur yang cerdas dalam memperhitungkan situasi yang diciptakannya. Dari ketiga hal diatas, maka kekuasaan mempunyai unsur Influence, yakni meyakinkan sambil berargumentasi sehingga bisa mengubah pola tingkah laku. Kekuasaan juga mempunyai unsur persuation, yaitu kemampuan untuk meyakinkan orang dengan cara sosialisasi atau persuasi baik yang positif maupun negatif, sehingga bisa timbul unsur manipulasi dan pada akhirnya bisa berakibat munculnya unsur coercion, yang berarti mengambil tindakan desakan, kekuatan, kalau perlu disertai dengan kekuatan unsur force atau kekuatan massa, termasuk dengan menggunakan kekuatan militer.
Pengantar 22

Politik Pemerintahan

D. Ajaran Politik Dari Beberapa Negara. Pada bagian ini akan dipelajari beberapa ajaran politik dan kekuasaan dari beberapa negara. Tujuannya adalah agar bisa dibandingkan mengenai format dan karakter ajaran yang berkembang di suatu negara tertentu terhadap ajaran politik dinegara lain. 1. Ajaran dari Yunani, yang terdiri atas Socrates yang menyatakan bahwa dalam negara perlu adanya pendidikan politik. Negara perlu dipimpin oleh para intelektual karena mereka punya konsep-konsep moral. Negara juga harus mengajarkan tindakan politik yang adil dan bermoral dan didalamnya setiap manusia harus mencapai kebenaran. Kemudian Plato yang menyatakan bahwa dalam tindakan politik harus mennekankan pada moralitas sebab tidak ada manusia yang bisa mencapai kebenaran hakiki. Aristoteles menyatakan bahwa dalam tindakan politik harus terkait antara etika, politik dan ekonomi. Manusia merupakan bagian dari negara dan pada akhirnya ajaran Aristoteles ini merupakan cikal bakal dari demokrasi. 2. Ajaran dari Cina, yang terdiri atas Kong Hu Chu yang menyatakan bahwa negara harus menciptakan ketertiban, yang dimulai dari ketertiban keluarga, lingkungan masyarakat dan negara. Penguasa dalam menjalankan hukum harus bersifat moral. Kualitas moral menurut Kong Hu Chu adalah bersifat berani, bijaksana dan penuh kasih sayang. Apabila negara dalam situasi yang kacau, maka kekuatan moralitas bisa menjadi pengikat. Menurut Sun Yat Sen bahwa perlu adanya kekuatan nasional dalam negara Cina (nasionalisme). Ajaran ini dikembangkan juga oleh Bung Karno dengan menyusun kekuatan-kekuatan dan cinta tanah air nya. Sun Yat Sen juga menyatakan bahwa dalam negara harus juga ada Livelihood yaitu usaha negara dalam menciptakan kesejahteraan.

Politik Pemerintahan

Pengantar 23

3.

Ajaran dari Romawi. Negara ini terkenal dengan ajaran imperium yang tak bermoral, yaitu sistem penjajahan, penguasaan atau perluasan wilayah yang sebesar-besarnya dengan menciptakan politik devide et Impera atau politik adu domba, yang pada akhirnya menjatuhkan kekuasaan romawi itu sendiri.

4.

Ajaran dari Italia. Di negara ini lahir seorang sejarahwan yang terkenal Niccollo Machiavelli yang pandai menulis tingkah laku kekuasaan. Machiavelli menyatakan bahwa hukum dan kekuasaan itu sama, siapa yang berkuasa maka dia berhak menciptakan hukum. Disisi lain politik itu hanyalah topeng belaka. Tindakan politik boleh dilakukan dengan berbagai cara yang penting tujuan negara bisa dicapai.

5.

Ajaran dari Perancis. Dinegara ini pada abad ke 16 terpetik adanya teori politik dengan sistem kekuasaan bangsawan atau feodalisme. Sehingga timbul moral-moral politik feodal yang berakibat penguasa jauh dengan rakyatnya, karena adanya prinsip perbedaan strata.

E. Sosok Penguasa Dalam Tabiat Politik Kekuasaan. Dalam uraian lebih lanjut pada sub bab ini akan digambarkan beberapa contoh sosok penguasa dalam tabiat politik kekuasaannya, dari bebebrapa teori klasik barat ataupun klasik jawa. Tujuannya adalah untuk mengetahui sosok penguasa dalam tabiat politik kekuasaan dari berbagai daerah. Sehingga akan didapatkan pemahaman yang relatif seimbang. Sosok keberkuasaan atau teknik-teknik menjalankan kekuasaaan dari seseorang penguasa di dalam kehidupan kekuasaan itu bermacam-macam. Sifat, karakter atau latar belakang dan pengalaman pribadi ikut mempengaruhi memberi warna kekuasaannya. Dalam buku yang ditulis Niccollo Machiavelli IL principle seperti yang disadur Pax Banedanto (1997) tergambar sosok-sosok penguasa dalam tabiat politik kekuasaannya. Berikut ini adalah gambaran yang dimaksud sebagai tabiat politik penguasa tersebut :
Politik Pemerintahan Pengantar 24

1.

Penguasa harus mampu memadukan watak singa dengan rubah atau srigala. Singa berprofil kuat dan ditakuti yang berarti penguasa harus mempunyai kekuatan segalanya dan penguasa harus bisa menciptakan rasa takut dan segan dari bawahannya sehingga tercipta kedisplinan dan kewibawaan. Meskipun singa kuat tetapi memiliki kelemahan karena ia kadang lengah dan tidak jeli terhadap perangkap yang dipasang orang lain/. Karena itu sang penguasa harus dilengkapi dengan profil srigala. Profil srigala adalah pandai bertipu daya,halus dan licin serta jeli terhadap segalanya. Tapi ia ganas, kejam dan bisa makan sesamanya.

2.

Untuk memperoleh kekuasaan, seseorang harus mengandalkan keutamaan (Virtue) atau harus aktif mencari kesempatan kekuasaan. Dari sini timbul ambisi kekuasaan dan tidak sekedar menggantungkan kepada kemujuran (Fortune). Kalau perlu menurut Machiavelli penguasa harus mempergunakan segala cara (The End Justifies The Means). Ajaran ini dikenal dengan machiavellism. Perlu dimaklumi mengapa terjadi model kekuasaan seperti itu. Di Italia pada waktu itu pejabatnya arogan, otoriter, sewenang-wenang terhadap kekuasaannya.

3.

Calon penguasa sebelum berkuasa atau ingin berkuasa harus tahu tentang karakteristik wilayah yang akan dikuasai.

4.

Di Prancis, model kekuasaan bangsawan sangat besar. Kata Machiavelli, untuk merebut kekuasaan di prancis sangat mudah. Kobarkan kebencian kepada bangsawan yang tidak puas dengan penguasa bangsawan. Kemudian galang kekuatan mereka untuk melawan penguasa, maka runtuhlah kekuasaan itu. Tapi perlu diingat cara ini mempunyai resiko yaitu rentannya penguasa baru yang akan tumbang pula dengan cara itu pula.

Politik Pemerintahan

Pengantar 25

5.

Cerita Machiavelli bahwa penguasa yang diangkat karena kemujuran, kemudahan, KKN akan mengakibatkan kekuasaan itu rapuh. Mereka akan sampai pula ke puncak kekuasaan, namun secepat itu pula ia akan dicopot dari kekuasaannya.

6.

Ketika savanarola baru berkuasa di firenze italia, secepat itu pula merombak sistem administrasi dan hukum. Terjadi kehidupan baru, rakyat memang patuh tetapi tidak murni karena ada ketakutan sanksi hukum sang raja. Kenyataannya Savanarola berkuasa menjadi raja tidak lama karena dibatasi kelakuan dirinya dan hanya mampu berkuasa selama dua tahun, sebab ia digulingkan sendiri oleh rakyatnya.

7.

Adalah Raja Oliverrotto yang berkuasa di kota fermo sebagai akibat ia terlalu memanjakan dan memihak satu golongan atau friksi. Ia sebenarnya seperti menanamkan api dalam sekam, menciptakan musuh dalam selimut. Ketika ia berkuasa dan hanya demi golongannya, maka ia tega dan kejam terhadap musuh politiknya. Mereka dibunuh ketika diundang makan bersama. Tapi kenyataannya berikut, Oliverrotto pun dikejami, dijebak dan dibunuh oleh Casare Borgia, seorang pangeran dari Valentino yang menyusun kekuasaannya dengan lewat kekerasan.

8.

Untuk menghidupkan kekuasaan status quo dan memperkuatnya, maka penguasa dapat mengambil hati rakyatnya sehingga mereka merasa memiliki hutang budi.

9.

Raja-raja Roma dan Sparta banyak yang tangguh dan bertahan lama dalam menjalankan kekuasaannya karena menggunakan sistem disiplin yang tinggi, taat hukum dan ditunjang dengan kekuatan militer yang kuat. Alasannya disiplin tidak akan ditaati bila tidak didukung militer. Mereka antara lain adalah julius Caesar, Alexander agung,Achilles dan saverus.

Politik Pemerintahan

Pengantar 26

10. Penguasa yang tangguh dan licik, apabila ada tugas yang berdampak kurang baik bagi rakyatnya, maka tugas itu akan diberikan kepada orang lain, tapi apabila ada tindakan atau tugas yang menguntungkan, memuji dirinya , maka akan dikerjakan senciri. Untuk mengambil hati rakyatnya, ia menghamburkan dana pemerintahannya, ia menghibur hati rakyatnya dengan hiburan rakyat sehingga dikenal dengan pejabat yang bermurah hati. Tapi karene keborosan, maka ia pun berusaha mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya lewat penarikan pajak sehingga rakyat pun menjadi membenci dan menghinanya. Kata Machiavelli ingatlah penguasa dapat dibenci karena perbuatan baiknya dan perbuatan jahatnya. Selain Machiavelli,sosok kekuasaan penguasa atau pemimpin dalam menjalankan kekuasaannya dapat menjadi model seperti yang ditulis oleh Ki Dalang Bondan Wibatshu sebagai berikut 1. Model penguasa lodra. Seorang pemimpin atau penguasa yang bertipe lodra dapat diidentifikasikan sebagai orang yang selalu menaruh curiga terhadap orang-orang disekelilingnya sehingga relatif sulit untuk dapat menerima pendapat orang lain serta memaksakan kehendaknya.pengambilan keputusan sering dilakukan secara spontanitas dan sepihak sehingga menimbulkan ketegangan sosial (Conflict Decision). 2. Model penguasa Angkara. Pemimpin bertipe bersifat individualis dan dalam usaha pemenuhan kepentingan pribadi sangatlah menonjol sehingga cenderung memanfaatkan potensi pengikutnya dan potensi organisasi untuk pemenuhan kebutuhan pribadi. Oleh sebab itulah maka tipe pemimpin ini kurang memiliki orientasi terhadap pemenuhan kebutuhan anggota maupun organisasi, sehingga efektivitas pencapaian tujuan pun rendah.

Politik Pemerintahan

Pengantar 27

3.

Model penguasa Nuraga. Dikatakan sebagai pemimpin yang bertipe nuraga karena tindakannya dan keputusannya banyak diwarnai keraguan. Keraguan tersebut timbul karena didalam dirinya terdapat daya tarik yang seimbang antara dua kepentingan individu warganya dan kepentingan organisasi. Hal ini dapat dimaklumi sebab kepentingan individu warga yang spontan tidaklah selalu sejalan dengan kepentingan organisasi. Karena setiap keputusannya ragu-ragu maka kebijakan yang ditetapkan cenderung tidak konsisten.

4.

Model penguasa Sukarda. Kepemimpinan tipe ini dirasakan sebagai seorang pemimpin yang terlalu besar perhatiannya terhadap kepentingan anggota kelompok dan tidak dapat melihat penderitaan anggota kelompoknya. Tipe pemimpin seperti ini, kurang dapat mendidik warganya karena rasa belas kasihan yang berlebihan.

5.

Model penguasa Nimpuna. Pemimpin bertipe ini merupakan pemimpin yang dapat memadukan kepentingan organisasi, kepentingan warganya dan kepentingan pribadinya secara harmonis dan seimbang. Ia pandai menciptakan sistem kerjasama yang nyaman dan tentram serta mampu menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan sehingga terbentuklah kekuatan yang besar dalam pencapaian tujuan bersama. Pemimpin tipe ini merupakan pemimpin yang bersifat bijaksana. Disamping itu dalam kepemimpinan Jawa klasik juga dikenal beberapa sosok penguasa

yang dalam menjalankan kekuasaannya dapat menjadi model seperti berikut: 1. Cambuk Api. Dalam penerapan metode cambuk api, pemimpin bersikap sangat keras dan tegas dalam menindak berbagai gejala yang dilakukan oleh warganya. Pemimpin tidak segan-segan dalam menghukum para pengikutnya tanpa pandang bulu. Penerapan metode kepemimpinan cambuk api didasarkan atas keyakinan pemimpin bahwa terjadinya gejolak yang besar antara perilaku bawahannya dengan perilaku yang telah ditetapkan oleh
Pengantar 28

Politik Pemerintahan

organisasi adalah bermula dari gejolak yang kecil serta adanya toleransi terhadap bentukbentuk pelanggaran. 2. Seruling Gading. Dalam metode kepemimpinan ini, pemimpin bersifat lembut dan persuasif dalam menjalankan kepemimpinannya. Cita-cita metode ini ialah kualitas human relationship antara pemimpin dan warganya sangatlah baik. Asumsi metode ini adalah apabila terjadi hubungan yang baik antara pemimpin dan warganya maka semua pihak dapat mengendalikan diri dan selalu berusaha untuk dapat melaksanakan fungsi masingmasing dengan sebaik-baiknya. 3. Mengendalikan Arus Air. Metode kepemimpinan seperti ini dapat diartikan pemimpin secara tidak langsung menempatkan diri sebagai tembok penghalang terhadapa arus gejolak bawahannya ddalam menyalurkan hasrat serta minatnya yang seringkali bertentangan dengan kepentingan organisasi, tetapi justru pemimpin masuk dalam arus sekaligus mencarikan dan mengarahkan serta mengendalikan sehingga gejolak warganya tersebut justru dapat menyatu menjadi potensi organisasi. 4. Menunggu tenang Air Berpusar. Dalam budaya daerah metode ini dapat diartikan pada waktu pemimpin menghadapi massa yang sedang bergolak ia berkeyakinan bahwa pergolakan massa bagaikan pusaran air tersebut tidak akan membahayakan organisasi dan pada akhirnya akan diam dan mengendap. 5. Menampar dengan tangan orang lain. Dalam metode ini dapat diartikan seorang pemimpin dalam memberikan hukuman pada bawahannya, pengenann hukuman serta

pelaksanaannya tidaklah dilakukan sendiri tetapi menggunakan kekuatan orang lain yang dapat bertindak atas namanya. Metode ini dapat menumbuhkan kesan bahwa hukuman yang dikenakan pada warganya tidaklah berasal dari pemimpinnya. Disamping itu metode
Pengantar 29

Politik Pemerintahan

ini juga dapat menumbuhkan bahwa pemimpin kurang berani menghadapi para pengikutnya dan tidak konsekuen. Akhirnya sosok penguasa atau pemimpin dalam menjalankan politik kekuasaannya, menurut ajaran pewayangan, telah disabdakan oleh Kukila kepala Arjuna, yang kemudian dikenal dengan wahyu Makuta Rama atau disebut pula Hasta Brata, yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Pemimpin itu laksana matahari yang berkewajiban memberi cahaya penerangan untuk kepentingan kehidupan makhluk, yang berarti pula memberi daya hidup, semangat kerja dan kegembiraan bagi orang lain. 2. Pemimpin itu laksana bintang di langit, artinya memberi keasrian dalam suasana kerja, tempat petunjuk dari kegelapan dan memberi rasa mentap untuk masa depan. 3. Pemimpin itu laksana bulan yang selalu memberi penerangan pada malam gelap dan memberikan kesejukan hati sehingga yang dipimpinnya tidak diliputi waswas akan kehancuran melainkan memberi rasa percaya pada diri sendiri. 4. Pemimpin itu laksana awan yang kadang-kadang nampaknya menakutkan kalau mendung, tapi terbukti dengan hujannya banyak memberikan manfaat. Artinya seorang pemimpin harus mempunyai wibawa, disegani dan bukan ditakuti. Di balik kewibawaannya itulah tercurah kasih sayang yang wajar kepada yang dipimpinnya. 5. Pemimpin itu laksana angin yang bisa masuk ke dalam lubang yang bagaimanapun kecilnya. Artinya pemimpin itu harus pandai menyalami hati rakyat kecil terutama dalam menghadapi masalah penderitaan hidupnya.

Politik Pemerintahan

Pengantar 30

6.

Pemimpin itu laksana lautan yang luas, yang setiap hari menampung air bah yang bagaimanapun besarnya. Bahkan mengendapkan kotoran-kotoran atau harus

menyingkirkannya ke pantai. Artinya pemimpin itu harus mempunyai hati yang lapang, meiliki wawasan yang luas dan bisa menerima keluhan, kritikan, uneg-uneg dari rakyatnya, yang naniti dicari kebaikannya. 7. Pemimpin itu laksana bumi yang menanggung banyak beban. Artinya bahwa pemimpin harus berani pula menanngung resiko atau keluhan dari rakyatnya. 8. Pemimpin itu laksana api, yang sanggup membakar apa saja. Artinya bahwa pemimpin harus sanggup menghukum dan membina bagi mereka yang salah dengan tidak memandang apakah ia kerabatnya atau orang terdekatnya. F. Rambu-Rambu Kekuasaan. Selain itu masih ada pula rambu-rambu kekuasaan atau dalam ajaran agama disebut mengikuti sunnah kekuasaan. Rambu-rambu kekuasaan adalah suatu etika moral, ajaran peringatan tingkah laku moral dan atau pedoman hidup bagi siapa saja yang menerima amanah kekuasaan. Mengapa diperlukan rambu kekuasaan? Sebab jangan pernah mempercayai bahwa kekuasaan itu adalah hak yang tidak bisa dirampas oleh siapapun dengan alasan apapun. Karena itu kekuasaan harus dipandang sebagai hal yang biasa, manusiawi dan hanya merupakan titipan Tuhan Yang maha Kuasa. Bila seorang penguasa harus kehilangan kekuasaannya, ia tidak akan mengganggap sebagai kemalangan, apalagi harus mengalami beban Post Power Syndrome. Di Indonesia misalnya kita mengenal tiga kelompok profesional dalam kekuasaan, yakni ilmuwan, cendekiawan dan teknokrat. Ilmuwan bekerja atas dasar konsep teori yang diketahui dan cendikiawan harus menerjemahkan teori yang ada menjadi nilai atau etika kekuasaan
Politik Pemerintahan Pengantar 31

ditengah masyarakat. Oleh karena itu cendekiawan menjalankan tugasnya tidak hanya mengandalkan rasio dan logika, tapi juga perasaan, kearifan, kebijaksanaan sebab ia pun sebagai penjaga moral. Sedangkan teknokrat menggalang kekuatan dengan ilmuwan baik secara politis dan strategis sehingga dukungan dari orang lain akan mengalir kepadanya apabila dapat menciptakan sistem yang kondusif dalam permainan perannya. Segenap cita-cita untuk membangun masyarakat sipil yang kukuh dan bergulir bersama dengan tuntutan reformasi akan mati justru sebelum mereka sempat mati. Semua energi untuk itu telah habis oleh pertikaian memperebutkan sesuatu yang pada dasarnya abstrak. (Gaus,1999). Hukum memang berusaha menjadikan kekuasaan itu jinak, tetapi pada gilirannya kekuasaan akan mampu menjadikan hukum itu justru sangat liar karena uang (Awuy, 1998). Adanya wacana publik yang kritis cenderung berujung pada pesimisme, setidaknya karena fakta aktual kehidupan bangsa yang suram karena praktik money politics dan intimidasi dari kekuasaan, sehingga menghancurkan dan mematikan daya kemampuan manusianya untuk membuat keputusan secara sadar, bebas dan etis (Sutanto, 1999). Kekuasaan itu menjadi tidak bermoral, apabila praktek actonian menjadi kenyataan bahwa kekuasaan itu menindas serta cenderung korup. Manusia yang punya kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya. Kekuasaan itu akan tidak bermoral apabila hanya semata-mata menggunakan argumen politik Max Weber (Gerths Mills, 1962) bahwa negara adalah satu-satunya lembaga yang memiliki keabsahan untuk melakukan kekerasan. Namun demikian hal ini seperti dikatakan sejarawan besar Aljazair, Mohammad Harbi dalam satu ketika pernah mengatakan banyak negara mempunyai angkatan bersenjata, tetapi di Aljazair angkatan bersenjata adalah negara. Begitu kuatnya kedudukan angkatan bersenjata di Aljazair hingga memiliki kecenderungan untuk masuk ke semua sektor kehidupan utamanya kehidupan politik.
Politik Pemerintahan Pengantar 32

Kekuasaan itu terhormat dan di hormati, celakanya kadang kala sudah tidak berkuasa, orang tidak banyak di hormati lagi. Oleh karena itu perlu di ingat bahwa kekuasaan itu ada yang membatasi, kekuasaan itu ada batas waktunya dan nilai dari kekuasaan itu adalah bagaimana hasil dari kekuasaan itu sendiri. Seorang penguasa perlu berhati-hati dengan kekurangannya terutama berkaitan dengan masalah penjilat disekitarnya, para pendukung yang fanatik, kekuasaan otoriter, pujian-pujian atau pengangkatan yang berlebihan. Sehingga tidak ada lagi orang kritis dan mengingatkannya. Jika demikian maka jatuhlah kekuasaannya. Menurut Prof. William Lidle, Guru Besar Ilmu Politik dari Universitas Ohio State menyatakan bahwa para penguasa di Indonesia cenderung mendua. Di satu sisi menyuarakan demokrasi, di sisi lain takut kehilangan fasilitas atau posisi kekuasaannya. Di sini menurut Lidle akan timbul diktator intelektual. Oleh karena itu perlu ada sikap hati-hati bahwa banyak orang meneriakkan demokrasi tapi tidak menyadari bahwa dirinya tidak demokratis. Berteriak bahwa sang penguasa otoriter padahal dirinya sendiri lebih otoriter. Manusia itu pada dasarnya adalah politik, tapi politik yang bermoral. Hanya keadaan atau situasi yang kadang kala membenarkan tindakan kekuasaan yang salah (ArisToteles). Rakyat itu adalah kerikil yang tajam bagi penguasa yang otoriter. Bila tidak hati-hati mereka bisa jatuh karenanya. Jarang orang terpeleset oleh batu besar tapi tidak sedikit terjatuh karena kerikil tajam (William Beckrat).

Politik Pemerintahan

Pengantar 33

BAB 3 TIPOLOGI SISTEM POLITIK


Pada umumnya diambil suatu aksioma bahwa tidak ada sistem politik yang dapat berlangsung tanpa partai politik. Suatu perkecualian adalah masyarakat tradisional, yaitu suatu sistem otoritarian dalam mana seorang raja tergantung pada kepolisian atau tentara dalam menjalankan pemerintahannya dan beberapa masyarakat transisional. Tetapi partai sebagai suatu asosiasi yang mengaktifkan, memobilisasi rakyat dan mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat-pendapat yang bersaing dan memunculkan kepemimpinan politik, telah menjadi keharusan dewasa ini. Partai telah menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik. Partai adalah suatu alat untuk mencapai kekuasaan dan memerintah. Partai telah digunakan untuk mempertahankan pengelompokan yang sudah mapan. Partai dapat juga digunakan untuk menjinakkan pihak-pihak yang bermaksud menghancurkan suatu sistem politik dan membawanya ke dalam proses politik yang esensinya adalah kompromi. A. Tipologi Partai Politik. Terdapat banyak definisi dan tipologi tentang partai politik dan sistem kepartaian. Diantaranya dapat kita cantumkan sebagai berikut : otoriter dan demokrasi, integratif dan representatif (perwakilan), ideologis dan pragmatis, agamis (religius) dan sekuler, demokratis dan revolusioner, massa dan elit, demokratis dan oligarkis. Adapun untuk tipologi sistem kepartaian, klasifikasi yang paling umum digunakan adalah berdasarkan pada jumlah
Pengantar 34

Politik Pemerintahan

banyaknya partai, sedangkan yang lain meliputi sifat tertutup atau kompetitif, agregatif dan ideologis, pluralistik (majemuk) atau monopolistik (tunggal), berorientasi pada isu berlawanan dengan yang berorientasi pada pengikut. Sistem kepartaian dengan demikian didefinisikan dari segi karakteristik partai-partai tersebut. Kebingungan akibat terlalu banyaknya istilah-istilah tampaknya merupakan suatu hal yang lumrah. Suatu tipologi partai dan sistem kepartaian hendaknya didasarkan pada : 1. Sumber-Sumber Dukungan Partai. Disarankan satu pembeda dasar, komprehensip lawan sektarian. Yang termasuk dalam komprehensip adalah semua partai politik yang berorientasi pada pengikut, yaitu partai yang berusaha sebanyak mungkin mendapatkan suara terbanyak dari setiap warga negara. Partai-partai sektarian adalah partai-partai yang memakai kelas, daerah (regional) atau ideologi sebagai daya tarik kepada pemilihnya. Dua tipe ini tidak sepenuhnya sesuai dengan realitas. Partai-partai agamais dan partai beraliansi demokrasi di Indonesia adalah partai yang bersifat sektarian, tetapi mereka tidak eksklusif. Partai-partai kecil yang beraliansi komprehensip ysng mulai berkembang sejak masa orde reformasi ini di Indonesia, mereka tidak mungkin dapat berharap memperoleh keberhasilan yang sama untuk semua kelompok. Mereka bagaimanapun juga harus mendiskriminasikan para pengikut mereka, yakni bahwa mereka pada tingkat tertentu juga eksklusif. 2. Organisasi Internal. Dua tipe dasar yang diajukan adalah bersifat tertutup dan terbuka. Partai tertutup adalah partai dengan keanggotaan terbatas atau partai yang mengenakan kualifikasi (persyaratan) yang ketat untuk keanggotaannya. Partai terbuka adalah partai-partai yang membolehkan setiap orang menjadi anggota dan mengenakan persyaratan yang sangat ringan atau tidak
Politik Pemerintahan Pengantar 35

sama sekali bagi keanggotaannya. Walaupun demikian keterbukaan dan ketertutupan selalu dikaitkan dengan ciri-ciri yang lain. Partai-partai tertutup cenderung menjadi otoriter yaitu para anggota diharapkan mengikuti keputusan yang dibuat oleh para pemimpin tanpa memiliki kemudahan akses terhadap prosedur pertimbangan yang terbuka, kebalikannya adalah ciri partai terbuka. Partai-partai tertutup cenderung menekankan aksi langsung dan diarahkan terhadap kontrol monopolistik pemerintah, partai-partai terbuka menekankan aksi politik dan menghormati pluralisme politik. 3. Cara-Cara Bertindak Dan Fungsi. Dua tipe dasar yang kita ajukan adalah Diffused (menyebar) dan Specialized (Khusus). Partai yang terspesialisasikan menekankan keterwakilan, agregasi pertimbangan dan perumusan kebijakan, partisipasi serta kontrol pemerintah untuk maksud-maksud terbatas dan untuk suatu periode waktu tertentu, sedangkan partai yang diffused (menyebar) menekankan integrasi, pengawasan permanen dan total, mobilisasi dan pembangunan institusi. Mengenal cara-cara tindakannya, partai yang diffused pada umumnya akan menggunakan beberapa cara untuk bisa berkuasa, sedangkan partai yang terspesialisasikan akan membatasi tipe aksi mereka kepada prosedur-prosedur yang dapat diterima. Dengan mengambil kriteria yang telah kita gunakan untuk mengklasifikasikan partaipartai, kemudian kita akan membedakan sistem kepartaian sebagai integritif dan kompetitif. Sistem kepartaian bersifat bersifat integratif bilamana partai yang ada bersifat sektarian dalam menekankan penolakan simbol-simbol aksi politik, tertutup dan diffused. Sistem partai bersifat kompetitif bilamana partai tersebut bersifat komprehensip, dimana organisasi partai bersifat terbuka dan fungsi-fungsinya terspesialisasikan. Sistem kepartaian integratif cenderung menjadi sistem partai tunggal, sedangkan sistem kepartaian kompetitif cenderung untuk memiliki sedikitnya dua atau lebih partai.
Politik Pemerintahan Pengantar 36

Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya yang berjudul memahami politik, menyebutkan ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal-usul partai politik. 1. Teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. Mengatakan partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif dan eksekutif karena ada kebutuhan para anggota parlemen yang ditentukan berdasarkan pengangkatan untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. Setelah partai politik terbentuk dan menjalankan fungsi, kemudian muncul partai politik lain yang dibentuk oleh kalangan masyarakat. Partai politik yang timbul dari masyrakat biasanya dibentuk oleh kelompok kecil pemimpin masyarakat yang sadar politik berdasarkan penilaian bahwa partai politik yang dibentuk pemerintah mampu menampung dan memperjuangkan kepentingan mereka. 2. Teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat secara luas. Menjelaskan krisis situasi historis terjadi manakala suatu sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur kompleks. Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan, seperti pertambahan penduduk, urbanisasi, ekonomi berorientasi pasar bebas, dan masalah kesehatan serta pendidikan. Perubahan-perubahan ini menimbulkan tiga macam krisis, yakni : legitimasi, integrasi dan partisipasi. Artinya perubahan perubahan mengakibatkan masyarakat mempertanyakan prinsip-prinsip yang mendasari legitimasi kewenangan pihak yang memerintah, menimbulkan masalah dalam identitas yang menyatukan masyarakat sebagai suatu bangsa dan mengakibatkan timbulnya tuntutan yang
Pengantar 37

Politik Pemerintahan

semakin besar untuk ikut serta dalam proses politik. Untuk mengatasi ketiga msalah tersebut diatas, maka partai politik dibentuk. 3. Teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi. Melihat modernisasi sosial ekonomi, seperti pembanguan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Jadi, partai politik merupakan produk logis dari modernisasi sosial ekonomi. B. Sejarah Partai Politik. Pada awal abad ke 19, gereja katolik di Eropa menyatukan diri pada pemerintahan demokrasi dan pemilihan sebagai sarana demokrasi dilaksanakan dengan jalan membentuk partai kristen demokrat dengan secara bertahap melepaskan orientasi keagamaan mereka demi organisasi, program dan panggilan partai. Langkah ini juga diikuti oleh pembentukan partai sosialis yang meninggalkan cara revolusi untuk mengadakan perombakan. Setelah perang dunia kedua, partai komunis mengalami hal yang sama. Sisi tajam revolusi sebagai ciri partai komunis menjadi tumpul. Partai komunis Italia dan Perancis telah mengikuti partai sosialis dalam merombak peraturan pemerintahan yaitu melalui cara-cara parlementer. Di beberapa negara yang baru merdeka, partai politik muncul dengan misi menanamkan partisipasi dan kesadaran politik pada masyarakat yang merasa tidak puas dan tersingkirkan. Sistem partai tunggal disambut sebagai alat pendidikan politik dan cara menarik dukungan bagi elit yang
Pengantar 38

Politik Pemerintahan

berkuasa. Dari hal hal diatas dapat disimpulkan bahwa mempelajari partai-partai politik adalah mempelajari salah satu unsur utama dan terpenting kehidupan politik. Tetapi sering dilupakan bahwa partai memerlukan waktu lama untuk berkembang dan berfungsi sebagaimana yang terlihat sekarang. Baru pada pertengahan abad ke 19 para penulis politik mulai memperhatikannya, dan baru beberapa saat yang lalu kita mulai menaruh perhatian khusus dan mempelajari fungsi-fungsi dan organisasinya. Jika kita melihat sejarah partai-partai politik, kita akan mengetahui tahap-tahap perkembangan yang sama di Eropa barat, Inggris, dan sebagian di Amerika Serikat. Pertama pertumbuhan partai pada umumnya terjadi setelah adanya pemerintahan perwakilan dan bukan sebelumnya. Pada permulaan abad ke 19, partai muncul sebagai kelompok yang terdiri dari anggota-anggota dari perwakilan. Jika dilacak secara historis maka ideologi sering dikaitkan dengan nama partai tertentu seperti liberal dan konservatif, Republik dan Demokrat, legitimis dan Bonapartis, dan sebagainya. Semua partai dan pandangan pemimpin partai pada tahap ini dijiwai oleh falsafah liberal yang mempunyai dialektika khusus. Sementara itu, kaum liberal, khususnya James Mill John Stuart Mill mengajukan premis-premis logika dan berargumen bahwa satu orang, satu suara, dan tanpa itu menurut klaim mereka pemerintahan akan menjadi tirani. Mereka menentang argumen Burke terdahulu, yang mendukung sistem perwakilan yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang bijak dan kekhawatirannya bahwa massa akan menggunakan partai sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memuaskan kepentingan mereka sendiri. Partai sering dianggap sebagai faksi (kelompokkelompok yang saling bertentangan dalam partai) dan tidak dapat dipercaya. Karena itu,kemunculannya sering mengalami hambatan dan keberatan. Partai tetap terbatas dalam dua hal : partai tidak lain adalah label/nama untuk mengidentifikasi kelompok partai

Politik Pemerintahan

Pengantar 39

dibatasi dan pertarungan politik dengan demikian terbatas pada wakil-wakil rakyat yang kaya/profesional dan golongan aristokratis. Tahap kedua perkembangan partai politik muncul setelah pertengahan abad ke 19. Pertama, perluasan daerah lingkup pemilihan di Amerika serikat pertengahan tahun 1830 an dan antara 1848-1870 dan pada waktu yang hampir bersamaan juga terjadi di jerman dan di negara eropa barat lainnya. Pada mulanya hal tersebut tidak mengubah karakter partai melainkan hanya memberi kondisi untuk berubah. Kepemimpinan yang menjadi elemen dasar partai tetap pada wakil-wakil diparlemen. Tetapi saat ini, dukungan harus berasal dari pendukung yang lebih luas. Hal ini menyebabkan adanya perubahan bertahap dalam organisasi partai. Salah sattu diantaranya adalah perkembangan organisasi dipusat yang permanen untuk mengumpulkan suara, mengumpulkan dana, mengajukan program dan menetapkan kepemimpinana partai baik secara langsung maupun tidak langsung. Abad ke 19 adalah abad politik, dimana masalah-masalah politik seperti pemilu, kebebasan membentuk asosiasi, hubungan antara gereja dan negara dan perkembangan instrumen demokrasi itu sendiri, telah menjadi isu utama kontroversi dan perdebatan. Tahap ketiga perkembangan partai-partai terjadi pada sebelum dan sesudah akhir abad ke 19. Pada periode ini Maurice Duverger secara jitu mengkaitkan pertumbuhan dari apa yang disebut partai-partai di luar parlemen (Extra Parliamentary Parties). Cikal bakal organisasi tersebut sumbernya bukan berasal dari anggota parlemen, tetapi berasal dari orang-orang yang tidak senang pada parlemen dan orang-orang yang ingin keluar dari parlemen dan bahkan ingin menghapusnya. Anggota parlemen dan tokoh terkemuka memberi kesempatan kepada pihak yang mengorganisasi dari kaukus (rapat anggota-anggota partai politik) parlemen kepada federasi teritorial. Keanggotaan partai ditawarkan secara luas dan setiap anggota membayar

Politik Pemerintahan

Pengantar 40

iuran, berpartisipasi, bergerak dan aktif. Program partai menjadi spesifik dan diarahkan pada kepincangan sosial dan ekonomi yang dihasilkan oleh revolusi industri. Keyakinan dan disiplin kaku menyertai munculnya partai-partai komunis Eropa barat, yang diidrikan setelah perang dunia ke 1. Menurut isalah Berlin, partai komunis pada dasarnya merupakan kombinasi anatara seseorang tentara dan sebuah gereja, keras pendirian, berdisiplin tinggi dan seringkali menentukan secara efektif komitmen dan loyalitas penuh para anggota secara individual. Untuk menjadi anggotanya tidak hanya cukup membayar iuran saja, tetapi juga pekerjaan dan aktivitas individual harus menjadi prasyarat, partisipasi saja belum juga cukup tetapi juga kesetiaan tanpa syarat, persuasi hanyalah sebagian dari pekerjaan partai, tindakan adalah perintah dan dengan tindakan itu berarti tindakan revolusioner. Mungkin ada tahap kelima dalam perkembangan partai. Setelah perang dunia ke 2 dan lebih khusus lagi pada dekade terakhir, semua partai politik di dunia barat dan negeri industri maju (termasuk Uni Soviet dan Jepang) mulai menampakkan beberapa karakteristik baru : karakter ideologis. Semua partai menjadi semacam pedagang perantara dari suatu masyarakat, yang karena kemajuan industri menjadi terbagi ke dalam kelompok profesional, pekerjaan dan kelompok kepentingan. Oleh karena itu, partai menjadi lebih representatif dan lebih reformis, mereka menangani masalah-masalah adhoc dan mencari pemecahannya secara adhoc pula. Dengan demikian mereka menjadi pragmatis. Partai-partai tidak lagi berusaha menyelasaikan isu dengan penyelesaian total yang mencakup struktur sosial dan ekonomi masyarakat, tetapi lebih dengan kompromi dan perubahan sedikit demi sedikit. Ideologi diganti perannya oleh manipulator dan pemimpin bervisi masa depan diganti oleh wakil-wakil yang memiliki kewaspadaan. Sketsa sejarah diatas menceritakan kepada kita banyak hal tetapi juga hanya sedikit tentang partai politik. Pertama, partai merupakan konsekuensi dan bukan penyebab demokrasi, tetapi
Politik Pemerintahan Pengantar 41

sekali mereka muncul, mereka memperkuat kondisi-kondisi sebelumnya, yakni kelangsungan demokrasi. Dengan kata lain, bilamana kebebasan mengadakan asosiasi dan berpartisipasi memungkinkan pembentukan sistem kepartaian dan pertumbuhannya, maka partai dan sistem kepartaian itu sendiri secara keseluruhan memperkuat kembali dan menopang komitmen terhadap kebebasan dasar tersebut. Kedua, dibarat revolusi industri sudah terjadi atau sedang berlangsung pada saat partai-partai dibentuk. Perkembangan partai mengikuti kemajuan revolusi industri. Disini sekali lagi, kita dapat mengajukan dua hipotesis yakni : semakin besar legitimasi pemerintah dan semakin lebih awal dampak revolusi industri, maka semakin besar kecintaan terhadap sistem kepartaian. Dalam hal ini Inggris merupakan ilustrasi nyata akan hal diatas. Ketiga, pada apa yang kita sebut dunia barat, perkembnagan partai-partai memainkan peranan spesifik, yakni merumuskan program, membuat undang-undang, mengawasi pemerintahan, merukunkan konflik. Tidak satupun partai-partai di dunia barat, kecuali komunis, pernah mempunyai pandangan menyeluruh tentang kehidupan. Akibatnya, beban partai secara relatif tidak pernah berat. Identitas nasional telah disadari, partisipasi yang memadai dalam sistem telah dicapai, gagasan bahwa semua kelompok mempunyai hak untuk didengar dan berpartisipasi telah diterima, setidak-tidaknya dalam teori. Disanalah barangkali letak alasan bagi perkembangan yang berhasil partai-partai di Barat. Mereka harus memutuskan cara untuk mengatasi konflik yang terjadi, menentukan batas-batas konflik dan memusatkan persoalan-persoalan kepada kebijaksanaan (policy). Hasilnya, mereka lebih menjadi pragmatis. Bila mereka harus mempergunakan ideologi, maka mereka harus menggunakan nya secara terbatas, yakni hanya terhadap masalah-masalah yang spesifik, tidak pernah luas sampai mempersoalkan eksistensi masyarakat politik (polity) secara keseluruhan. Sesuai dengan pendapat Durkheim, pembagian kerja dalam masyarakat telah menciptakan berlipat gandanya kelompok-kelompok, peran-peran dan pekerjaan dengan keaanggotaan yang
Politik Pemerintahan Pengantar 42

saling tumpang tindih (overlapping). Partai-partai hampir tidak terelakkan menjadi institusi yang menghubungkan struktur sosial multi kelompok dengan pemerintah. Ini berarti dalam partai harus ada prakondisi demi terselenggaranya kompromi dan akomodasi. Seorang warga negara yang melakukan banyak peran dan masuk kedalam berbagai organisasi dalam masyarakat modern akan menjadi lebih terbuka dna toleran terhadap semua kelompok dan berbagai peran. Ini juga berlaku kepada partai yang mengharapkan dukungan rakyat. Akibatnya, partai dinegara barat menjadi bertambah agregatif (mengumpulkan dna menyatukan kepentingan) dan komprehensip serta tidak eksekutif dan sektarian (sempit). Fungsi partai menjadi terbatas kepada latihan dan seleksi pemimpin pemimpin partai politik yang dipilih oleh rakyat untuk menjalankan pemerintahan pada periode tertentu sesuai dengan kebijaksanaan yang mereka pilih sebelumnya. Pemilihan yang bersifat umum (popular) adalah untuk menetapkan dan mendukung pihak yang menang dan menghibur pihak yang kalah dengan prospek kemenangan di waktu yang akan datang. Semakin pragmatis dan semkain tidak menyeluruh (total) isu yang memilah-milahkan partai, semakin mudah untuk memandang kemenangan dengan pengendalian diri atau kekalahan denagan tanpa kekecewaan dan rasa ingin berontak. Kondisi-kondisi dimana partai lahir dan berkembang di barat jauh berbeda dengan kemunculan partai-partai dinegara-negara baru. Partai politik dinegara-negara bekas jajahan muncul untuk mengatasi masalah-masalah, yang pihak barat (kolonial) tidak terlibat secara langsung. Serangkaian masalah tersebut adalah emansipasi dan identitas nasional, pembuatan nilai-nilai (aturan) tntang pelaksanaan partisipasi politik, penciptaan lembaga pemerintahan yang absah (Legitimate), pembentukan norma-norma baru yang kondusif (mendukung) terhadap industrialisasi, pembentukan lembaga pemerintahan yang membagikan ganjaran sementara menarik dukungan dan terakhir yang tidak kalah pentingnya yakni manajemen
Pengantar 43

Politik Pemerintahan

konflik. Tidak semua mendorong terbentuknya prosedur yang memungkinkan pihak-pihak yang berbeda pendapat mengadakan kompromi dan dapat mengakomodasikan ideologiideologi yang bertentangan. Oleh karena itu, menurut istilah penganut Rousseau, partai politik harus menjadi legislator yakni pendiri lembaga-lembaga dan prosedur dan bahkan pendiri atau pembentuk bangsa baru, hal ini adalah pekerjaan yang mustahil. Perbedaan antara Barat dan negara-negara baru begitu besar sehingga untuk memperbandingkannya agak mudah. Dinegara-negara baru, tidak ada sistem yang mendukung terciptanya partai-partai politik, tidak ada legitimasi prosedur pemerintahan yang memungkinkan partai dapat beroperasi dan yang dapat didukung oleh partai (Jika ada) yang hanya sedikit berpengalaman dengan sistem pemerintahan perwakilan, tidak ada pengertian umum yang mendefinisikan hak-hak umum tertentu secara terbatas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan harapan partisipasi seccara absah. Akhirnya ingatan atau kesan yang masih kuat terhadap pemerintahan kolonial mendidik dan menanamkan kecenderungan untuk berkonflik daripada berkompromi. Kemampuan untuk berkompromi merupakan sumbangan utama partaipartai politik di dunia barat. Inilah hal pertama yang esensial dan diharapkan pada saat partaipartai berkembang di negara-negara baru. Konflik menjadi bersifat faksional, partai menjadi tidak toleran terhadap oposisi dn represif, partisipasi mengambil bentuk memobilisasi secara paksa. Tanpa pranat tersebut secara keseluruhan yang meliputi identitas nasional, legitimasi dan perasaan serta pengertian berwarna negara, maka konflik tidak dapat lagi dikelola. Hal ini merupakan masalah utama di Asia. Asia tenggara dan negara-negara baru Afrika kecuali India dan Cina. Kasus di Cina mempertegas argumen diatas, karena di Cina terdapat perasaan idnetitas nasional yang disertai dengan derajat perkembangan ekonomi dan organisasi yang relatif lebih tinggi, serta gerakan liberal menjelang abad ini yang telah memberi harapan dan bukan realitas,
Politik Pemerintahan Pengantar 44

tentang kewarganegaraan dan perwakilan. Lebih dari itu, partai komunis Cina telah membenahi posisi dan kekuatannya dibeberapa negara bagian Cina dan telah memainkan peran penting dalam memobilisasi sentimen nasional melawan Jepang. Partai komunis tersebut menjadi alat memobilisasi dan kontrol yang telah tersedia lama sebelum kekuatan-kekuatan kelompok nasional mengalami diintegrasi. Tetapi itu semua belum cukup kuat untuk memberikan kesempatan bagi perbedaan pendapat dan memberikan saluran-saluran akomodasi. Partai komunis menjadi alat mobilisasi, sementara tetap sebagai badan yang represif. Apakah dialektika antara represi dan partisipasi akan terselesaikan dengan hasil akhir partisipasi, seperti kasus Uni Soviet, masih tetap menjadi persoalan yang perlu dilihat lebih jauh. Jika kita telusuri dari sejarah kelahiran partai politik diatas, pada mulanya terinspirasi oleh bagaimana sejatinya elemen kemasyarakat menyalurkan aspirasinya kepada penguasa. Hal tersebut terjadi disejumlah negara eropa yang menganut sistem monarki, dimana kekuasaan atas negara dan pemerintahan secara absolut dipegang oleh kerajaan yang berkuasa secara mutlak. Untuk menyalurkan aspirasi mereka dalam kekuasaan negara yang begitu kuat, oleh segolongan masyarakat menggabungkan dirinya dalam kelompok-kelompok untuk secara bersama-sama menyalurkan aspirasinya, yang kemudian dalam perkembangan kelompokkelompok tersebut mendapatkan pengakuan dalam sistem politik kenegaraan, kemudian disebut dengan partai politik. Pada perkembangan selanjutnya, partai politik tidak lagi diorientasikan semata untuk penyaluran aspirasi,tetapi pada prakteknya juga dimanfaatkan oleh elitnya untuk menjadi instrumen pencapaian posisi dan kedudukannya didalam lembaga eksekutif maupun legislatif. Dengan argumentasi bahwa aspirasi yang disampaikan hanya mungin efektif pencapaiannya jika kedudukan dalam kekuasaan eksekutif dan legislatif dapat diraih, kekuasaan legislatif dan eksekutif inilah yang difungsikan untuk mensejahterakan pendukung dan anggotanya.
Politik Pemerintahan Pengantar 45

Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus diikut sertakan dalam proses politik maka partai politik telah lahir, dan berkembang menjadi penghubung penting antara rakyat dan pemerintahan. Bahkan partai politik dianggap sebagai perwujudan atau lambang negara modern. Oleh karena itu, hampir disetiap negara demokrasi maupun negara komunis, negara maju maupun negara berkembang memiliki partai politik. Persoalan pokok yang timbul adalah seberapa besar partai politik mendapat dukungan dari masyarakat melalui program dan kerja nyata pemberdayaan yang mensejahterakan mereka, bukan sekedar manipulasi opini belaka.

BAB 4 SISTEM KEPARTAIAN


A. Partai-Partai Politik Penelitian mengenai partai politik merupakan kegiatan ilmiah yang relatif baru. Sekalipun bermacam-macam penelitian telah diadakan untuk menelitinya, akan tetapi hingga sekarang belum tersusun secara teori yang mantap mengenai partai sebagai lembaga politik. Partai politik pertama lahir di negara Eropa barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat sebagai faktor yang perlu diperhitungkan dan diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah dipihak lain. Partai politik dianggap sebagai suatu
Pengantar 46

Politik Pemerintahan

manifestasi dari suatu sistem politik yang telah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasi diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara baru pun partai menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai. Di negara-negara yang menganut faham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nanti akan menentukan kebijakan umum (Public Policy). Di negara-negara totaliter gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai tujuan itu, partai politik merupakan alat yang baik. Pada permulaan perkembangannya dinegara-negara barat seperti Inggris dan perancis, kegiatan politik pada mulanya dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula bersifat elitist dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga berkembang diluar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para

pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Oleh karena dirasa perlu memperoleh dukungan dari berbagai golongan masyarakat, kelompokkelompok politik dalam parlemen lambat laun berusaha

memperkembangkan organisasi massa, dan dengan demikian terjalinlah suatu hubungan tetap antara kelompok-kelompok dalam parlemen dengan panitia-panitia pemilihan yang sepaham dan sama kepentingannya, dan
Politik Pemerintahan Pengantar 47

lahirlah partai politik. Partai semacam ini menekankan kemenangan dalam pemilihan umum dan dalam masa antara dua pemilihan umum biasanya kurang aktif. Ia bersifat Patronage Party (partai lindungan) yang biasanya tidak memiliki disiplin partai yang ketat. Dalam perkembangan selanjutnya di dunia barat timbul pula partai yang lahir didunia parlemen. Partai-partai ini bersandar pada suatu pandangan hidup atau ideologi tertentu seperti sosialisme, marxisme, demokrat. Dalam partai semacam ini disiplin partai lebih kuat sedangkan pimpinan lebih bersifat terpusat. Di negara- negara jajahan, partai politik sering didirikan dalam rangka pergerakan nasional di luar dewan perwakilan rakyat kolonial seperti yang pernah terjadi di Indonesia. Setelah kemerdekaan dicapai dan dengan meluasnya proses urbanisasi, komunikasi massa dan pendidikan umum, maka bertambah kuatlah kecenderungan untuk berpartisipasi dalam proses politik melalui partai. B. Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai

orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan-

kebijaksanaan mereka.

Politik Pemerintahan

Pengantar 48

Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta secara langsung atau tak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum. Kegiatan ini mencakup kegiatan memilih dalam pemilihan umum, menjadi anggota golongan politik seperti partai, kelompok penekan, kelompok kepentingan, duduk dalam lembaga politik seperti dewan perwakilan rakyat atau mengadakan komunikasi dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam lembaga politik itu. Di bawah ini disampaikan beberapa definisi partai politik : Menurut Carl J. Friedrich : Parpol adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan

berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota pertainya kemanfaatan yang bersifat ideal dan materi. R.H. Soltau : parpol adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. Sigmund neumann dalam karangannya Modern Political Parties, mengemukakan definisi sebagai berikut, partai politik adalah organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan

Politik Pemerintahan

Pengantar 49

dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Perlu diterangkan bahwa partai politik berbeda dengan gerakan (Movement). Suatu gerakan merupakan kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga politik atau kadang malahan ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang baru sekali, dengan memakai cara-cara politik. Di bandingkan dengan partai politik, gerakan mempunyai tujuan yang lebih terbatas dan fundamentalis sifatnya dan kadang bersifat ideologis. Orientasi ini merupakan ikatan yang kuat diantara anggota-anggotanya dan dapat menimbulkan suatu identitas kelompok (identity Group) yang kuat. Organisasinya kurang ketat dibanding partai politik. Berbeda dengan partai politik, gerakan sering tidak mengadukan nasib dalam pemilihan umum. Partai politik juga berbeda dengan kelompok penekan (preasure group) atau istilah yang lebih banyak dipakai dewasa ini, kelompok kepentingan (interest Group). Kelompok ini bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu kepentingan dan mempengaruhi lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindari keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha menempatkan wakilnya dalam Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai didalamnya atau instansi pemerintah dan menteri yang berwenang. C. Fungsi Partai Politik
Pengantar 50

Politik Pemerintahan

Dalam negara demokratis, partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi, yakni : 1. Partai Sebagai Sarana Komunikasi Politik. Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat

berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir. Semua kegiatan dilakukan partai politik . Partai politik selanjutnya merumuskan sebagai usul kebijaksanaan yang dimasukkan dalam program partai untuk diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum. Dengan demikian tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada

pemerintah melalui partai politik. Di lain pihak partai politik berfungsi juga untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi dialog dan arus informasi dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah, diaman partai politik memainkan peran sebagai penghubung antara yang diperintah dan memerintah, antara pemerintah dan warga masyarakat. 2. Partai Sebagai Sarana Sosialisasi Politik.

Politik Pemerintahan

Pengantar 51

Partai politik juga mainkan peranan sebagai sarana sosialisasi politik. Di dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Disamping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilu, partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha menciptakan image bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. 3. Partai Politik Sebagai Sarana Recruitment Politik. Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota politik. Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Juga diusahakan menarik golongan muda untuk didik menjadi kader partai di masa yang akan datang untuk mengganti pemimpin lama (Selection Of Leadership) 4. Partai Politik Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management). Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika terjadi konflik partai politik berusaha untuk mengatasinya.
Politik Pemerintahan Pengantar 52

Dalam praktek politik sering dilihat bahwa fungsi-fungsi tersebut diatas tidak dilaksanakan seperti yang diharapkan. Misalnya informasi yang diberikan justru menimbulkan kegelisahan dan perpecahan dalam

masyarakat, yang dikejar bukan kepentingan nasional tetapi kepentingan partai yang sempit dengan akibat pengkotakan politik, atau konflik tidak diselesaikan tetapi malah dipertajam. D. Klasifikasi Partai. Klasifikasi partai dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bila di lihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, secara umum dapat dibagi dalam dua jenis partai yaitu partai massa dan partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota, oleh karena itu ia biasanya terdiri dari pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat bernaung dibawahnya dalam memperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan agak kabur. Kelemahan dari partai massa adalah bahwa masing-masing aliran atau kelompok yang bernaung dibawah partai massa cenderung untuk

memaksakan kepentingan masing-masing, terutama pada saat kritis, sehingga persatuan dalam partai dapat menjadi lemah atau hilang sama sekali, sehingga salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru. Partai kader mementingkan ketetatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga

kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis-garis partai yang telah ditetapkan.
Politik Pemerintahan Pengantar 53

Klasifikasi lainnya dapat dilakukan dari segi sifat dan orientasi, dalam hal mana partai-partai dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai lindungan (Patronage Party) dan partai Ideologi atau partai Azas (Weltanschauungs Partei atau Programmatic Party). Partai lindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor (sekalipun organisasinya ditingkat lokal sering cukup ketat), disiplin yang lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran secara teratur. Maksud utama ialah memenangkan pemilihan umum untuk anggota-anggota yang

dicalonkannya, karena itu hanya giat menjelang masa-masa pemilihan. Partai ideologi atau partai azas biasanya mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan mengikat. Terhadap calon anggota diadakan saringan, sedangkan untuk menjadi anggota pimpinan disyarat lulus melalui beberapa tahap percobaan. Untuk memperkuat ikatan batin dan kemurnian ideologi maka dipungut iuran secara teratur dan disebarkan organ-organ partai yang memuat ajaran-ajaran serta keputusan-keputusan yang telah dicapai oleh pimpinan. Pembagian diatas sering dianggap kurang memuaskan oleh karena dalam setiap partai ada unsur lindungan serta pembagian rezeki disamping pandangan hidup tertentu. Maka dari itu ada sarana yang lebih cenderung untuk menggunakan klasifikasi yang dikemukakan oleh Maurice Duverger dalam bukunya yang terkenal Political Parties, yaitu sistem partai tunggal (one Party System), Sistem Dwi partai (Two Party system) dan sistem Multi Partai (Multi Party System).
Politik Pemerintahan Pengantar 54

Berikut akan dijelaskan mengenai sistem partai menurut Maurice Duverger: A. Sistem Partai tunggal (One Party System). Ada sementara sarjana yang berpendapat bahwa istilah sistem paratai tunggal merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri (Contradiction In Terminis) sebab menurut pandangan ini suatu sistem selalu mengandung lebih dari satu unsur. Namun demikian istilah ini telah tersebar luas dikalangan masyarakat dan para sarjana. Istilah ini dipakai untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan yang dominan di antara partai lainnya. Pola partai tunggal terdapat di beberapa negara Afrika ( Ghana, Mali, Guinea dan Pantai Gading), Eropa Timur dan RRC. Suasana kepartaian dinamakan Non Kompetitif oleh karena partai-partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersama secara merdeka melawan partai itu.

Kecenderungan untuk mengambil pola sistem partai tunggal di sebabkan karena negara-negara baru, pimpinan sering dihadapkan dengan masalah bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan, daerah serta suku bangsa yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya. Di kuatirkan bahwa bila keanekaragaman sosial dan budaya ini dibiarkan, besar kemungkinan akan terjadi gejolak-gejolak sosial politik yang menghambat usaha-usaha pembangunan.
Pengantar 55

Politik Pemerintahan

Negara yang paling berhasil untuk meniadakan partai - partai lain ialah Uni Soviet. Partai komunis Uni Soviet bekerja dalam suasana yang Non Kompetitif, tidak ada partai lain yang boleh bersaing atau pun yang ditolerir. Oposisi dianggap sebagai penghianatan. Partai tunggal serta organisasi yang bernaung di bawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara menyeluruh. B. Sistem Dwi Partai Dalam kepustakaan ilmu Politik pengertian sistem Dwi partai biasanya diartikan adanya dua partai atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Sedikit negara yang pada dewasa ini memiliki ciri-ciri sistem Dwi partai, seperti : Inggris, Amerika Serikat dan Filipina. Dan oleh Maurice Duverger malahan dikatakan bahwa sistem ini adalah khas Anglo Saxon. Dalam sistem ini partai-partai dengan jelas di bagi dalam partai yang berkuasa dan partai oposisi. Dengan demikian jelaslah dimana letaknya

tanggungjawab mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi. Dalam sistem ini partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama tetapi yang setia (Loyal Opposition) terhadap kebijaksanaan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peranan ini

sewaktu-waktu dapat berubah/bertukar tangan. Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk

Politik Pemerintahan

Pengantar 56

merebut dukungan orang-orang yang ada di tengah kedua partai dan yang sering dinamakan dengan pemilih terapung (Floating Vote). Sistem Dwi partai pernah disebut a convenient system for contented people dan memang kenyataannya ialah bahwa sistem dwi partai dapat berjalan baik apabila terpenuhi tiga syarat, yaitu : komposisi masyarakat adalah homogen (Social Homogeinity),

konsensus dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok (Political Consensus) adalah kuat dan adanya kontinuitas sejarah (Historical Continuity). Inggris biasanya dikemukakan sebagai contoh yang paling ideal dalam menjalankan sistem dwi partai. Partai buruh dan partai konservatif boleh dikatakan tidak mempunyai pandangan yang banyak berbeda mengenai azas dan tujuan politik, dan perubahan pimpinan umumnya tidak terlalu mengganggu kontibuitas dalam kebijakan pemerintah. Perbedaan yang pokok antara kedua partai hanyalah berkisar pada cara-cara dan kecepatan dalam

melaksanakan beberapa program pembaharuan yang menyangkut masalah sosial, perdagangan dan industri. Partai buruh lebih condong untuk banyak menggunakan pengendalian dan pengawasan dari pihak pemerintah. Sedangkan partai konservatif lebih cenderung untuk menggunakan cara-cara kebebasan berusaha. Disamping kedua partai tersebut ada partai kecil lainnya, diantaranya yang paling penting adalah partai Liberal. Kedudukan partai ini relatif kecil artinya dan baru terasa peranannya jika kemenangan yang diperoleh
Politik Pemerintahan Pengantar 57

oleh satu partai besar hanya tipis sekali, sehingga perlu diadakan koalisi dengan partai liberal. Sistem Dwi partai umumnya diperkuat dengan digunakannya sistem pemilihan single member constituncy ( Sistem Distrik) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistem pemilihan ini mempunyai kecenderungan untuk menghambat

pertumbuhan dan perkembangan partai kecil, sehingga dengan demikian memperkokoh sistem dwi partai dimana saja. C. Sistem Multi Partai. Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus kepada berkembangnya sistem multi partai. Dimana perbedaan ras, agama, atau suku bangsa adalah kuat, golongan-golongan masyarakat lebih cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas (primodial) tadi dalam satu wadah saja. Dianggap pola multi partai lebih mencerminkan keanekaragaman politik dibandingkan dengan pola dwi partai. Sistem multi partai apalagi kalau digandengkan dengan sistem pemerintahan parlementer, mempunyai kecenderungan untuk

menitik beratkan kekuasaan pada badan legislatif sehingga peranan badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain. Dalam keadaan semacam ini partai yang
Politik Pemerintahan Pengantar 58

berkoalisi harus selalu mengadakan musyawarah dan kompromi dengan partai-partai lainnya dan menghadapi kemungkinan bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai koalisi lainnya dapat ditarik kembali. Dilain pihak partai-partai oposisi pun kurang memainkan peranan yang jelas oleh karena sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak untuk duduk dalam pemerintahan koalisi baru. Hal-hal semacam ini menyebabkan sering terjadinya siasat politik yang berubah-ubah menurut kegentingan situasi yang dihadapi setiap partai. Dalam sistem pemerintahan semacam ini masalah dimana letaknya tanggung jawab menjadi kurang jelas. Pola multi partai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan

perwakilan berimbang (Proportional Representation) yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongangolongan kecil. Melalui sistem perwakilan berimbang partai-partai kecil dapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya disuatu daerah pemilihan dapat ditarik ke daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memenangkan satu kursi. E. Sistem Kepartaian Dan Sistem Pemilihan. Sistem kepartaian umumnya diklasifikasikan berdasarkan jumlah partai yang ada pada suatu negara yakni satu partai, dwi partai atau multi partai (seperti yang telah dijelaskan diatas), berdasarkan pada karakter partaiPolitik Pemerintahan Pengantar 59

partainya, berorientasi pada isu atau pada pengikut ataupun berdasarkan pada sumber dukungan. Tentang hubungan antara sistem kepartaian dengan sistem

pemerintahan, beberapa ilmuwan berpendapat bahwa sistem dua partai cenderung menciptakan stabilitas pemerintahan karena hanya ada salah satu partai yang menjadi pemenang suara mayoritas dalam pemilihan. Sistem multi partai dianggap kurang mendukung stabilitas pemerintahan karena pemerintahan hasil pemilihan tergantung pada koalisi antar partai yang seringkali distribusi perolehan kursinya yang memperoleh

kemenangan suara mayoritas tidak dapat dicampuri oleh partai yang kalah karena partai yang kalah ini segera menjadi oposisi bagi pemerintahan yang berlaku. Sementara itu, distribusi kekuasaan yang hampir berimbang partai-partai dengan sistem multi partai mengakibatkan pemerintah bergantung pada koalisi antarpartai. Dengan dfemikian, substansi stabilitas pemerintahan dalam sistem ini bertumpu pada kompromi antara partaipartai yang berkoalisi, kecuali bila ada salah satu partai yang mampu menang secar mutlak atau diatas 50 % suara pemilih. Sekalipun demikian, tidak berarti bahwa dalam sistem dwi partai sama sekali tidak terdapat koalisi. Koalisi pada partai-partai utama dalam sistem ini umumnya terjadi diluar lembaga perwakilan atau kementerian dalam kabinet. Sistem kepartaian memiliki kaitan yang erat dengan sistem pemilihan. Dalam arti politik, sistem pemilihan didefinisikan sebagai suatu posedur yang diatur dalam organisasi (negara) yang dengannya seluruh atau sebagian anggota organisasi tersebut memilih sejumlah orang untuk
Politik Pemerintahan Pengantar 60

menduduki jabatan dalam organisasi itu sendiri. Pemilihan berfungsi sebagai prosedur untuk memberikan legitimaasi atau mengsahkan

penugasan seseorang pada jabatan tertentu dalam pemerintahan. Bentuk-bentuk sistem pemilihan umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam yakni : A. Sistem Single member District, yaitu suatu sistem pemilihan yang mengatur bahwa pada setiap distrik/daerah pemilihan hanya

diperebutkan satu kursi perwakilan, sehingga untuk tampil dalam pemenang dalam pemilihan salah satu partai harus tampil dengan suara terbanyak/mayoritas tanpa melihat selisih suara yang

dimenangkannya. Dampak dari sistem ini adalah bahwa salah satu partai dapat memperoleh kursi dalam Dewan Perwakilan lebih besar dari proporsi suara yang diperolehnya. Sejumlah ilmuwan dan politisi berkeberatan dengan fenomena diatas. Filsuf kenegaraan terkemuka John Stuart Mill menyatakan tentang keberatannya perwakilan adalah diperuntukkan secara proporsional bagi seluruh jumlah suara di setiap daerah pemilihan, tidak hanya untuk dua partai besar saja tetapi juga bagi kelompok-kelompok minoritas yang ada dan tidak seorangpun mau diantara pemilih yang rela diwakili oleh orang yang tidak dipilihnya. B. Ketidakpuasan terhadap penggunaan Single Member district

mendorong banyak orang menggunakan sistem pemilihan lain. Pada awal dekade abad ke 20, banyak negara yang beralih menggunakan
Pengantar 61

Politik Pemerintahan

Proporsional Representation (perwakilan proporsional). Sistem ini dimaksudkan untuk menciptakan sistem perwakilan yang mengatur jumlah kursi wakil partai proporsional dengan perolehan suara partai pada setiap distrik atau secara nasional. Ini berarti pada setiap distrik atau wilayah pemilihan diperebutkan lebih dari satu kursi perwakilan. Pilihan penggunaan sistem pemilihan dengan sistem district maupun sistem proporsional tidak terkait dengan semata-mata penilaian adil atau tidak adil atau baik dan buruknya. Kedua sistem tersebut jelas mempunyai kelemahan dan kekuatan masing-masing. Selain itu berjalannya suatu sistem dengan baik atau tidak tergantung kepada beberapa banyak faktor, salah satunya kelompok-kelompok dan struktur kelas dalam masyarakat, konstitusi dan pola pemerintahan pada umumnya, sejauh mana sebuah kebijaksanaan pemerintah itu membutuhkan pencapaian integritas dan konsistensi. Bila suatu sistem pemilihan dapat berjalan dengan baik disuatu negara, tidak berarti sistem pemilihan tersebut dapat berjalan dengan baik dinegara lain. Karenanya perlu dikaji alasan dan pertimbangan-

pertimbangan apa yang mendasari mengapa suatu sistem pemilihan cocok untuk suatu negara.

BAB 5
Politik Pemerintahan Pengantar 62

SISTEM PEMILIHAN DEMOKRASI


Robert Kaplan dalam buku The Coming Anarchy (2000). Kaplan mengamati apa yang terjadi di Benua Afrika. Dalam observasinya, demokrasi telah gagal menyelamatkan Afrika. Bukan perpolitikan yang rasional yang muncul di benua itu, tetapi pertarungan antar suku dan antar agama. Masalahnya, demokrasi mengandaikan partai politik yang menjadi interest aggregation. Di Afrika, hal itu tidak terjadi. Partai politik ternyata hanya berbasis agama atau kesukuan, dan pertarungan antar partai menjadi pertarungan antarsuku dan agama. Ketika dilaksanakan pemilu, yang terjadi medan pertempuran berlumur darah dan bukan arena perebutan kekuasaan yang rasional.Kaplan terang-terangan mengatakan, demokrasi tak akan berjalan di negara yang sedang berkembang, yang mempunyai partai politik berbasis suku atau agama. Kedua hal itu tak mungkin diakomodasi dalam sistem demokrasi yang pada dasarnya adalah sistem yang didasarkan atas toleransi. "Hari ini kalah, tidak apa-apa. Lain kesempatan, berjuang lagi." Ikatan primordial (suku dan agama) tidak mungkin mengatakan hal itu. MANCUR Olson tidak secara langsung bicara tentang demokrasi. Tesisnya mulai dari menjawab pertanyaan, mengapa setelah pemerintahan yang buruk, kemakmuran tidak kunjung datang. Judul bukunya Power and Prosperity (2000). Olson menunjukkan pada fakta adanya apa yang disebut roving bandits dan stationary bandits. Bandit sama jahatnya, tetapi antara dua macam bandit yang disebutkan itu ada perbedaan mencolok.Bandit yang mengembara adalah bandit-bandit yang biasa kita baca dalam buku-buku sejarah. Mereka datang secara bergerombol ke sebuah desa, lalu menjarah habis desa itu. Sangat mungkin bukan hanya harta benda yang dijarah, juga manusia, terutama kaum wanita. Bandit ini akan meneruskan perjalanannya dan meneruskan penjarahan ke desa lain. Demikian seterusnya. Bandit yang kedua tidak mengembara, tetapi menetap di satu tempat. Karena tahu bahwa ia harus di tempat itu dalam jangka waktu panjang, mereka sengaja tidak mau menjarah habis harta dari orangPolitik Pemerintahan Pengantar 63

orang yang ada di situ. Dibiarkan mereka berusaha, bahkan dilindungi usahanya. Namun, mereka harus secara teratur menyetor kepada para bandit itu. Bandit-bandit ini tidak sebuas bandit yang mengembara.Bila tesis Olson ini benar, sebenarnya demokrasi tidak mempunyai masa depan untuk negara yang baru saja keluar dari kediktatoran. Olson mencontohkan Uni Soviet. Begitu negara itu keluar dari kediktatoran dan memeluk sistem demokrasi, keadaannya malah menuju kepada kekacauan. Meski mengumumkan demokrasi, bukan demokrasi yang bertahta di sana, tetapi para bandit. Ini berkaitan erat dengan sistem demokrasi yang mengizinkan pergantian pemimpin maupun legislator (anggota DPR). Karena tahu mereka akan dijatuhkan dalam pemilu, pemimpin dan legislator yang dipilih secara demokratis berkelakuan seperti roving bandits. Mumpung masih berkuasa, menguras kekayaan negara sampai habis, tanpa menyisakan. AMY Chua dalam buku World on Fire (2003) semakin menambah rumit masalah demokrasi. Dia sebenarnya tidak bicara tentang demokrasi, tetapi tentang warga negara minoritas. Mengapa kelompok minoritas etnis Cina di Indonesia, misalnya, mengalami perlakuan diskriminatif, bahkan penganiayaan, juga ketika Indonesia sudah masuk ke alam demokrasi? Chua berpendapat, hal ini disebabkan oleh ramuan yang salah antara dua obat kuat.Demokrasi memang bentuk perpolitikan yang ideal untuk dipeluk. Namun, kelompok minoritas akan mengalami kesulitan saat demokrasi dicampur sistem ekonomi pasar bebas. Kelompok minoritas yang dominan di bidang ekonomi menikmati keuntungan besar karena diterapkannya sistem ekonomi pasar, yang membiarkan orang kuat berkompetisi dan mengalahkan yang lemah. Ketidakadilan ini "dibalas" kelompok mayoritas pribumi dengan memakai sistem demokrasi yang didasarkan atas sistem voting.Observasi Chua tidak hanya tak terbatas di Indonesia saja, tetapi di beberapa tempat di Asia dan Afrika. Kelompok minoritas yang dominan di bidang ekonomi pasti akan dijadikan bulan-bulanan kelompok mayoritas
Pengantar 64

Politik Pemerintahan

pribumi dalam sistem demokrasi. Dengan kata lain, demokrasi tidak akan dapat menyelamatkan kelompok etnis minoritas yang dominan secara ekonomis. Atau, demokrasi tidak selalu merupakan jalan terbaik untuk menghentikan konflik etnis, bila tidak malah memperparah.Ekonomi pasar bebas tingkat dunia juga tidak menolong tumbuhnya demokrasi. Sering didengung-dengungkan, perdagangan bebas akan mendorong munculnya demokrasi. Ini argumen yang dikemukakan Presiden Clinton saat ia memutuskan untuk memberikan status Most Favoured Nation kepada Cina. Akan tetapi, studi-studi mutakhir menunjukkan, perdagangan bebas berakibat negatif bagi demokrasi. A. Ruang Publik Politik : Komunikasi Politis Dalam Masyarakat Majemuk. Demokrasi for definisionem yang diartikan secara padat dalam bahasa Jerman adalah regierung der regierten (pemerintahan dari mereka yang diperintah). Jika demikian menyerahkan kepercayaan begitu saja kepada pelaku dalam sistem politik hasil pemilihan umum eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak akan memenuhi definisi itu. Mereka yang diperintah harus mendapatkan akses pengaruh kedalam sistem politik. Jika demokrasi ingin maksimal, celah diantara dua pemilihan umum harus diisi dengan partisipasi politik warga negara dalam arti seluas-luasnya. Dalam demokrasi maksimal inilah konsep ruang publik menduduki tempat sentral. Bila demokrasi tidak sekedar dipahami formalitas, ia harus memberikan kemungkinan kepada warga negara mengungkapkan opini mereka secara publik. Ruang atau katakanlah panggung tempat warga negara mengungkapkan opini, kepentingan serta kebutuhan mereka secara bebbas tekanan, itu merupakan inti ide ruang publik politis. Dalam teori-teori demokrasi klasik dikenal konsep volonte generale (kehendak umum), yaitu keputusan publik yang mencerminkan kepentingan seluruh rakyat. Konsep kuno yang berasal dari Jean Jacques Rousseau ini tetap dianut dalam praktik-praktik parlementarisme
Pengantar 65

Politik Pemerintahan

modern meski konsep itu lahir dari masyarakat berukuran kecil yang relatif homogen, masyarakat kanton Swiss. Sulit membayangkan realisasi volonte generale dalam sebuah masyarakat majemuk dengan keragaman orientasi nilai dan gaya hidup dalam era globalisasi pasar dan informasi dewasa ini. Ide tentang runag publik politik dapat menjelaskan relevansi konsep klasik itu di dalam masyarakat kompleks seperti masyarakat Indonesia. Dalam masyarakat majemuk dewasa ini, suatu identifikasi kedaulatan rakyat dengan perwakilan rakyat dalam DPR/MPR menjadi semakin sulit karena sistem politik hanyalah salah satu subsistem diantara subsistem lain di dalam sebuah masyarakat kompleks. Karena itu konsep kedaulatan rakyat harus ditafsirkan secara baru. Jika parlemen hanyalah salah satu subsistem masyarakat kompleks, kedaulatan rakyat haruslah dibayangkan melampaui sistem perwakilan itu, yang merupakan intensitas interaksi diantara berbagai subsistem di dalam masyarakat majemuk. Dengan kata lain kedaulatan rakyat adalah totalitas bentuk dan isi komunikasi tentang persoalan-persoalan publik yang berlangsung, baik di dalam sistem politik (eksekutif, legislatif dan yudikatif) maupun di dalam masyarakat luas. Jika interpretasi ini dapat diterima, ruang publik politik yang berfungsi baik dan kedaulatan rakyat adalah satu dan sama. Konsep ruang publik politik merupakan pemahaman baru atas konsep kedaulatan rakyat agar konsep ini dapat diterapkan didalam masyarakat kompleks di era globalisasi ini. Dalam karya awalnya, Strukturalwandel Der Oeffentlichkeit (Perubahan Struktiural Ruang Publik), Juergen Habermas menjelaskan ruang publik politik sebagai kondisi-kondisi komunikasi yang memungkinkan warga negara membentuk opini dan kehendak bersama secara diskusi. Adapun kondisi-kondisi yang dijadikan acuan oleh Habermas :

Politik Pemerintahan

Pengantar 66

1. Partisipasi dalam komunikasi politik itu hanya mungkin jika kita menggunakan bahasa yang sama dengan sematik dan logika yang konsisten digunakan. Semua warga negara yang mampu berkomunikasi dapat berpartisipasi di dalam ruang politik itu. 2. Semua, partisipan dalam ruang publik politik memiliki peluang yang sama untuk mencapai suatu konsensus yang fair dan memperlakukan mitra komunikasinya sebagai pribadi otonom yang mampu bertanggung jawab dan bukanlah sebagai alat yang dipakai untuk tujuan-tujuan di luar diri mereka. 3. Harus ada aturan bersama yang melindungi proses komunikasi dari represi dan diskriminasi sehingga partisipan dapat memastikan bahwa konsensus dicapai hanya lewat argumen yang lebih baik. Berbeda dari demokrasi dalam masyarakat yang berukuran relatif kecil dan homogen, demokrasi didalam masyarakat kompleks yang berukuran gigantis seperti masyarakat kita tidak dapat berfungsi secara memuaskan hanya dengan mengandalkan kinerja para wakil rakyat dalam DPR/MPR. Subyek kedaulatan rakyat dalam masyarakat majemuk tidak boleh dibatasi pada aktor-aktor parlementer. Subyek itu adalah para aktor dalam ruang publik pollitik, dan mereka adalah apa yang kita sebut masyarakat sipil. Mereka terdiri dari perkumpulan, organisasi dan gerakan yang terbentuk spontan untuk menyimak, memadatkan dan menyuarakan keras-keras dalam ruang publik politik problem sosial yang berasal dari wilayah privasi. Masyarakat sipil bukan hanya pelaku, melainkan juga penghasil ruang publik politik. Seperti diteliti oleh J Cohen dan A Arato, ruang publik politik yang dihaislkan para aktor masyarakat sipil itu dicirikan oleh Pluralitas (seperti keluarga, kelompok Nonformal dan organisasi sukarela), publisitas (seperti media massa dan institusi Budaya), Privasi (seperti moral dan pengembangan diri) dan legalitas (struktural hukum dan hak-hak dasar). B. Fungsi Ruang Publik Politis
Politik Pemerintahan Pengantar 67

Didalam rezim Soeharto, negara mengintervensi pembentukan opini publik dengan alasan pemeliharaan stabilitas nasional, mengawasi media massa secara ketat demi keamanan nasional, mengstigma para oposan dan merintangi pembentukan spontan kelompok-kelompok politis. Pemerintahan saat itu membenarkan politik represifnya dengan alasan bahwa negara sudah diperlengkapi dengan DPR/MPR untuk kanalisasi aspirasi publik, sementara lembaga perwakilan ini beradda di bawah dominasi eksekutif. Negara orde baru tidak hanya memiliki sambungan pada sumber loyalitas dan legitimasinya, melainkan juga kekurangan sensabilitas terhadap masalah sosial yang nyata dihadapinya. Tak ada sambungan inilah yang menyebabkan rakyat menarik kembali legitimasinya terhadap pemerintahan Soeharto lewat gerakan reformasi. Reformasi tak lain dari membangun jaringan yang menyambungkan sistem politik dengan sumber legitimasinya yaitu rakyat. Dalam negara hukum demokratis, ruang publik politik berfungsi sebagai sistem alarm dengan sensor peka yang menjangkau seluruh masyarakat. Pertama, ia menerima dan merumuskan situasi problem sosio-politis. Kedua, ia juga menjadi mediator antara keanekaragaman gaya hidup dan orientasi nilai dalam masyarakat di satu pihak dan sistem politik serta sistem ekonomi di lain pihak. Kita bisa membayangkan ruang publik politik sebagai struktur intermedia di antara masyarakat, negara dan ekonomi. Organisasi-organisasi sosial berbasis agama,LSM, perhimpunan cendikiawan, paguyuban etnis, kelompok solidaritas dalam ruang publik politik memberikan isyarat problem mereka agar dapat dikelola oleh negara. Ruang publik berfungsi baik secara politik jika secara transparan memantulkan kembali persoalan yang dihadapi langsung oleh yang terkena. Transparansi itu hanya mungkin jika
Pengantar 68

Politik Pemerintahan

ruang publik tersebut otonom dihadapan kuasa birokratis dan kuasa bisnis. Tuntutan normatif ini tentu sulit didamaikan dengan fakta bahwa media elektronik dan cetak dimasyarakat kita kerap menghadapi dilema yang tidak mudah dipecahkan dihadapan tekanan politis maupun pemilik modal. C. Komunikasi Antara Ruang Publik Dan Sistem Politik Menurut Habermas, negara hukum modern berciri demokratis jika terjadi komunikasi politik intensif anatara ruang publik dan sistem politik habermas berhasil dalam menjelaskan suatu persoalan besar yang dicari para aktivis sosial dan politisi dalam masyarakat kita, yaitu bagaimana menyambungkan aspirasi masyarakat luas, korban minoritas dan seterusnya yang diwakili oleh organisasi nonformal dengan sistem politik. Dalam ruang publik politik, masyarakat sipil melangsungkan diskursus publik dalam berbagai bentuk dan isi. Pluralisme keyakinan dan pendapat ini sering berkontroversi satu sama lain. Suara-suara dalam ruang publik politisi bercirikan anarkis dan tidak terstruktur. Ruang publik politik adalah lokus yang baik bagi komunikasi yang manipulatif maupun komunikasi yang tak terbatas. Meski demikian, bukan berarti bahwa suara-suara itu dapat diterima begitu saja sebagai opini publik. Andaikata semua suara memiliki akses dalam proses pengambilan keputusan publik tanpa saringan, kiranya pemerintahan semacam itu tidak hanya buruk, melainkan juga dapat dianggap tidak ada. Disini kita bisa membayangkan adanya dua macam filter dalam prosedur demokratis. Filter dalam ruang publik politik itu sendiri dan filter sistem politik. Suatu opini memiliki kualitas sebagai opini publik jika lolos dari filter ruang publik. Publik pembaca dan pendengar bisa saja dimanipulasi ataupun diintimidasi untuk menerima sebuah oopini, tetapi opini macam itu tetap akan dipersoalkan autentisitasnya selama publik tetap mendapat akses untuk menguji
Pengantar 69

Politik Pemerintahan

kesahihannya. Segala yang terbukti sebagai hasil dari manipulasi dan intimidasi, jika pengujian publik dibuka tidak dapat dihitung sebagai sarana opini publik. Tentu saja manipulasi dan intimidasi bisa sangat terancang sistematis, seperti misalnya dalam rezi Nazi atau komunis. Namun sekali sistem dusta ini terbongkar dan terbuka dimata publik, segala keyakinan yang selama rezim teror itu dipegang teguh dalam pemerintahan demokratis akan terbukti sebagai manipulasi. Tidak dapat disangkal bahwa kekuasaan sosial dan kerap juga kekuasaan politik ikut bermain menentukan proses penyaringan opini dalam ruang publik politik itu. Tidak hanya ada figur-figur berpengaruh, melainkan juga lembaga-lembaga yang disegani dan memiliki kekuasaan. Namun sekali lagi, selama peranan kekuasaan ini dapat diperiksa secara publik, opini yang dipengaruhi oleh kekuasaan itu tidak imun terhadap kritik publik. Kita menyaksikan sendiri dalam masyarakat kita bagaimana korupsi hanya bisa dibasmi jika publik ikut betrperan sebab korupsi seperti juga dusta dan rahasia menyembunyikan diri dari sorotan publik. Rapat atau longgarnya filter dalam ruang publik itu sendiri banyak ditentukan oleh publik itu sendiri. Semakin kritis dan vital suatu masyarakat, semakin rinci publik dalam masyarakat itu mengembangkan filternya. Filter sistem politik terdiri dari sistem atau prosedural hukum. Konstitusi dan produk perundang-undangannya. Prosedur legal ini dapat diasalkan dari hasil komunikasi politik sebelumnya antara ruang publik politik dan sistem politik. Dengan kata lain,filter sistem politik tersebut juga tidak boleh dijauhkan dari pengujian diskursif publik. Opini publik yang masuk dalam filter tersebut dan meraih mayoritas di dalam sistem legislatif akan berubah kualitasnya menjadi keputusan publik produk hukum.

Politik Pemerintahan

Pengantar 70

Suatu masyarakat yang majemuk memiliki ruang publik politik yang vital dapat kita sebut sebagai masyarakat kuat. Masyarakat kuat semacam ini harus diimbangi dengan pemerintahan yang kuat juga. Suatu masyarakat yang memiliki gairah demokratisasi yang kuat, tetapi sistem politiknya lemah, tak akan sanggup untuk menyaring desakan kekuasaan massa yang masuk untuk memaksakan kehendaknya. Ini terjadi dalam anarkisme. Sebaliknya suatu sistem politik yang otonom dari masyarakatnya dan cenderung berjalan menurut logika kekuasaannya akan melenyapkan ruang publik politik itu sendiri. Ini terjadi dalam totalitarianisme. Sebuah negara hukum demokratis harus memiliki masyarakat yang kuat maupun kepemimpinan yang kuat. Sistem politik tidak boleh menjadi independen dari ruang publik politik. Ia harus terus mendapatkan makanan dan hidupnya dari ruang publik itu karena dari situ pulalah ia meraih sumber loyalitas dan legitimasinya. Pemerintahan yang kuat dalam arti ini adalah pemerintahan yang mampu memperlancar komunikasi politik anatara sistem politik dan masyarakat sipil dalam ruang publik politik. Ide tentang ruang publik politik, sebagaimana diulas diatas, dapat merekontruksi konsep klasik tentang kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat bukanlah demokrasi langsung dalam arti aksi-aksi massa untuk memaksakan kehendak kepada sistem politik. Di dalam negara hukum demokrasi terbatas antara negara dan masyarakat harus dihormati, tetapi batas-batas itu tidak boleh dijaga terlalu kaku. Respek terhadap batas-batas anatara masyarakat dan negara harus disertai upaya-upaya untuk mencairkan proses komunikasi diantara keduanya. Pemahaman tentang ruang publik politik mengambil jarak terhadap ide demokrasi langsung. Jika kita menerima ide ruang publik politik, kita harus menerima suatu model demokrasi representatif sebagaimana biasanya dilaksanakan dalam negara-negara hukum modern. Namun demokrasi representatif itu berada dalam kontrol publik dengan jaringan-jaringan kerjanya.

Politik Pemerintahan

Pengantar 71

Politik Pemerintahan

Pengantar 72

BAB 6 SOSIALISASI POLITIK


Salah satu masalah yang sangat penting adalah sosialisasi atau pengenalan dan penanaman nilai-nilai tertentu kepada masyarakat. Bagaimana ini berlangsung menjadi tanya buat kita. Ketika masa kanak-kanak kita disosialisasikan secara luas melalui peniruan. Misalnya seorang anak sangat mengharapkan cinta kasih orang tuanya dengan kehendak menyamai atau melebihi cita-cita mereka dan sudah sejak dini mereka menyadari cita-cita atau kesukaan (termasuk kecenderungan politik) kakak dan orang tuanya. Penelitian awal pada sosialisasi anak yang didasarkan pada kecenderungan orang tua mereka menunjukkan bahwa sosialisasi awal semakin diperkuat dengan kelompok-kelompok pembanding disekolah dan kelompok acuan lainnya. Peran serta politik mempengaruhi juga sosialisasi politik. Pengalaman melakukan sesuatu yang bersifat politik dari pemberian suara sampai dengan memburu jabatan, membangun pola-pola sosialisasi yang asli dan memberikan kesampatan kepada masyarakat untuk mengenal dan menyerap nilai-nilai baru. Pola yang menyeluruh pemindahan antar diri (Interpersonal Transference) merupakan pola yang menyusun dan menetapkan jaringan kepercayaan tertentu dan mengerem persesuaian dan penyimpangan kemudian hubungan antara perbuatan yang pertama dan upaya pengenalan dari penanaman masyarakatpun semakin diperkuat. Tahap-tahap pertama, kedua dan ketiga. Banyak informasi yang berkenaan dengan pembentukan sikap politik yang telah dikembangkan. Salah satu bidang penelitian khusus ini adalah bagaimana anak-anak mempelajari politik atau bagaimana membentuk kepribadian politik sang anak misalnya mereka tidak tertarik dengan jabatan kepresidenan seperti halnya kepribadian, senyuman dan kebaikan presiden sebagai suatu kebaikan yang bisa ditiru. AnakPolitik Pemerintahan Pengantar 73

nilai tertentu kepada

anak biasanya memperoleh perasaan identifikasi melalui orang-orang yang aktif di badanbadan perwakilan kekuasaan politik. Greenstein mennemukan bahwa kekuasaan politik yang sangat mempribadi cenderung menjadi lemah lembut memberikan rasa tertib. Nilai-nilai yang pokok, terutama yang berkaitan dengan kejujuran dan keadilan, mulai ditanamkan pada tahap yang paling dini dalam kedewasaan individu. Fungsi utama dalam sebagian sosialisasi adalah : 1. Pada tahap pertama belajar dalam keluarga adalah mengenai perasaan politik melalui pencerminan sikap orang tua sebagai warga masyarakat terhadap masyarakat sekelilingnya atau perasaan suka dan tidak suka terhadap pemimpin politik, dan pada reaksi terhadap isu yang mempengaruhi mereka. Perasaan-perasaan seperti ini kerap ditanamkan kepada anak sebelum mereka dapat memahami segala sesuatunya. 2. Tahap kedua bagaimana orientasi politik dikukuhkan oleh si anak setelah dia dewasa dan berhadapan dengan kelompok diluar keluarganya. Karena anak-anak mulai berbenturan dengan nilai-nilai yang dipegangnya, maka sejak itulah sosialisasi tahap kedua dimulai, dan terutama berlangsung disekolah dan kelompok-kelompok pembanding yang ada disekitar sekolah. Penelitian tahap kedua ini memusatkan perhatiannya pada masalah harga diri, kecemasan pribadi, bagaimana pemimpin dipilih, dan bagaimana kelompok terbentuk. 3. Tahap penelitian yang ketiga berkaitan dengan masalah kedewasaan. Bagaimana afiliasi kelompok acuan kerja, agama, parpol, klub-klub dan asosiasi-asosiasi lainnya mempengaruhi sosialisasi melalui peran serta. Peran serta memerlukan investasi modal psikis karena kepribadian sosial seseorang dibatasi dalam hubungannya dengan orangorang tertentu lainnya. Citra diri dan harga diri yang dimiliki seseorang tergantung pada

Politik Pemerintahan

Pengantar 74

tinggi dan rendahnya derajat pilihan yang secara positif bernilai bagi orang yang bersangkutan. Ketiga macam tahap penelitian diatas mengenai perilaku sesuai dengan tiga tahap sosisalisasi. Dalam setiap tahap proses yang berbeda berlangsung pada batas-batas model psikologis yang sama. Pada tahap yang pertama dibangun kecenderungan-kecenderungan yang utama sekali yang berurat akar dalam kepribadian yang akan sulit untuk diubah. Segala program individu akan mempengaruhinya kearah kelompok yang kedua dan ketiga yang sangat cocok dengan nilai-nilai yang telah diajarkan sebelumnya. Pada saat yang sama yang mengintrodusir sederet hubungan, dapat mengejutkan individu seperti ketika seorang pemuda pergi dari rumah untuk pertama kalinya ke negeri orang. Sebagian individu akan mencoba melindungi dirinya dari tahap kejutan yang kedua menuju alam yang lebih bebas. Mereka hanya akan berkumpul dengan orang-orang yang menggengami kepercayaan yang sejenis. Karena itu kencenderungan yang pertama akan semakin mengeras. Individu-individu yang demikian mungkin hanya akan mempelajari apa yang sudah amat ia ketahui dan menolak apa yang ia anggap aneh. Nilai-nilai yang sudah tercangkok dalam keluarga kemudian akan diperkeras melalui afiliasi dalam kegiatan keagamaan, parpol dan kelompok-kelompok lainnya. Sebagiannya mungkin bereaksi secara berbeda, sebagiannya mungkin secara sadar melepaskan kehidupan agama lamanya atau ideologi politik dasarnya atau bahkan identitas nasional atau kesukuannya yang telah membesarkannya. B. Konsistensi Dalam Sosialisasi Politik. Keabsahan asumsi faham demokratis adalah bahwa individu yang rasional ada dalam keadaan belajar yang terus menerus yang didasarkan pada kumpulan informasi yang penting bagi kedua pendekatan tersebut. Pikiran liberal kuno terus berprasangka bahwa warga negara terus berupaya mencoba untuk mengetahui secara lebih baik dan lebih mampu membuat
Politik Pemerintahan Pengantar 75

keputusan yang didasarkan pada nalar dan akal sehat. Hal inilah yang menjadi prinsip keyakinan kaum demokrat. Tetapi ada beberapa pengalaman sosialisasi yang mengurangi kemampuan itu dan menyebabkan kita bertanya apa yang membedakan antara pengenalan dan penanaman politik (political learning) dengan indoktrinasi. Pengenalan dan penanaman politik merupakan konsekuensi dari susunan motivasi di sekitar afiliasi persepsi nilai-nilai yang cocok dengan peran serta. Hal itulah yang menggiring anak-anak kedalam kebudayaan politik dan menyuntik tangggung jawab orang dewasa kepada mereka yang bisa melaksanakan penilaian dan yang berkenaan dengan hak pada kebudayaan tersebut. Di luar berbagai penelitian yang berkaitan dengan tahap-tahap sosialisasi, ada hasil-hasil tertentu yang bisa dicatat : 1. Tampak ada kebutuhan individu untuk meragamkan persepsinya yang konsisten dan saling berpautan dan ada batas-batas derajat tertentu sampai dimana seseorang bisa bersabar secara tidak menentu. Jika seseorang tidak dapat meletakkan dua atau tiga realitas dunia politik secara bersamaan, maka tingkat konsistensi akan sangat menyukarkan. Juga misalnya seseorang liberal dapat diperkirakan akan melakukan tanggapan yang sama atau sejenis pada daftar skala kecenderungan orang-orang konservatif seperti orang-orang liberal lainnya. Seseorang dapat mengharapkan kesesuaian pendapat tertentu diantara sekelompok orang yang ada disekitar masalah-masalah penting dalam hubungannya dengan sikap-sikap sosial dan politik.
2. Tentu saja tak seorang pun yang pernah mencapai kekonsistenan yang sempurna. Sebagian

orang sesungguhnya dengan sengaja menguak ketidak konsistenan pandangan politiknya dengan merumuskan teori-teori yang menjelaskan atau mempertanggungjawabkan ketidak
Pengantar 76

Politik Pemerintahan

konsistenannya, membungkus kekonsitenannya dengan kerangka yang tertutup rapat. Selain itu kebebasan yang lebh besar sebagai pemilih, juga lebih memungkinkannya untuk canggih secara intelektual. Dengan cara ini, kecemerlangan merupaak pertautan yang baik antara kemampuan untuk menyerap pengetahuan dengan upaya membuatnya secara logis dan konsisten didalam kerangka yang ada. Masalah social learning yang telah sangat mengakar dan tak dapatr dipertanyakan, adalah kesulitannya untuk berusaha secara lebih keras mengubah perilakunya yang tetap dengan isu yang sama. Kita semua berusaha untuk merasionalkan prasangka yang ada. 3. Kita juga tahu bahwa kepribadian itu cenderung untuk berafiliasi dengan kelompok. Sementara tidak pernah ada kecocokan yang sempurna antara kepribadian dengan afiliasi, adalah mungkin untuk mengukur kecocokan itu berdasarkan variabel-variabel seperti kelas sosial, pekerjaan, agama, pendidikan dan sebagainya. C. Sosialisasi Masa kanak-Kanak. Marilah kita mengamati sosialisasi yang lebih rinci dalam bentuk pengenalan dan penanaman nilai-nilai politik tertentu. Robert D. Hess dan Judith V. Torney didalam bukunya The Development Of Attitudes In Children memperhatikan cara individu anak-anak bersikap menghadapi keanggotaan dalam masyarakat politik orang dewasa. Dengan menggunakan sampel murid-murid sekolah dasar negeri, Hess dan Torney berusaha mengkaitkan kesadaran politik dengan pematangan soisal seorang anak (yaitu peningkatan dari tahap yang lebih bawah ketahap yang lebih tinggi) telah mematangkan penilaian seseorang anak, sehingga telah semakin mempertajam fikirannya terhadap dunia politik yang nyata. Mereka mencoba menunjukkan bahwa pematangan seperti itu tidak selalu merupakan masalah pengetahuan tapi lebih merupakan akibat dari perubahan yang terjadi dalam cara kita belajar. Hess dan Torney menguraikan empat model utama untuk memahami cara-cara yang penting dalam anak-anak
Politik Pemerintahan Pengantar 77

belajar membuat penilaian politik. Mereka menemukan variabel utama yang menentukan tingkat pematangan sosial seorang anak adalah dorongan yang diterima dari keluarga dan sekolah yang memperkuat karakteristik tertentu pada umur tertentu, afiliasi keagamaan, partisipasi kelompok pembanding,kecemerlangan dan orientasi peranan jenis kelamin merupakan variabel yang menengahi atau yang menggantng yang mempengaruhi meski tidak menentukan sikap-sikap politik pada tingkat yang sama seperti keluarga atau sekolah dan tingkat tahap yang telah dicapai. Adalah tidak mungkin untuk meringkas berbagai penemuannya Hess dan Torney. Akan tetapi seseorang yang telah mempelajari anak-anak dari keluarga yang berstatus tinggi melihat bahwa peranan ayah jauh lebih berpengaruh ketimbang pada anak dari keluarga yang berstatus rendah. Karena mereka menghormati posisi ayahnya dalam masyarakat, maka anak-anaknya juga menjadi sadar dalam perbedaan kehormatan dan kekuasaan yang diperhitungkan dalam lingkungan politik dan pemerintahan. Dalam keluarga yang berstatus rendah, anak-anak kurang percaya kepada bapaknya sebagai sumber informasi tentang masalah-masalah itu. Namun begitu pada kedua kasus tadi, bapak yang kuat lebih mudah melekatkan anak-anaknya pada tokoh atau lembaga yang ada dalam sistem politik ketimbang ayah yang dipandang relatif lunak. Kemampuan untuk memilah kualitas pribadi dari standar dan keperluan peranan dan jabatan bisa meluas karena berbagai kemajuan bisa diperoleh melalui sistem pendidikan. Bahkan malah ia menemukan bahwa seraya anak-anak belajar untuk memilah antara ideal dan kenyataan, proses tadi tidak terjadi dengan sendirinya. Berdasarkan hipotesa, seorang anak murid SLTP akan mempunyai pengertian seseorang anak murid SLTP akan mempunyai pengertian politik yang lebih baik ketimbang anak sekolah dasar dan pengenalan serta penanaman nilai-nilai politik tertentu akan lebih dimaksimalkan pada tingkat SLTA.
Politik Pemerintahan Pengantar 78

Sebetulnya ia menemukan bahwa pengenalan dan penanaman nilai-nilai politik tertentu itu lebih gencar terjadi pada tingkkat SLTP. Salah satu isu yang telah teruji terutama ikatan terhadap sistem dan pendugaan terhadap hukum para murid ditemukan sangat peka pada dan dasar terhadap isu ketika mereka duduk pada tahun ke 6 dan ke 8 dari pendidikannya. Setelah masa itu, sikap dan pengetahuan merekapun semakin mengeras. Kemampuan untuk mengubah, memahami keluwesan hukum,posisi kepemimpinan dan sikap-sikap dasar lainnya terhadap kewarganegaraan dan politik selama masa ini semakin mengkristal. D. Model-Model Sosialisasi. Model-model sosialisasi menyatakan bahwa perubahan yang besar dalam pemahaman politik berlangsung diantara masa tahap sekolah menengah tidak berarti bahwa setiap orang belajar dengan cara yang sama. Hess dan Torney membedakan cara-cara belajar yang berlainan. Diantara tahun yang ketiga dan keempat misalnya, tingkat pengenalan dan pemahaman itu jauh lebih besar meski dengan cara yang tidak begitu rumit. Oleh karena itu kemudian timbul dua persoalan tidak hanya bagaimana keleluasaan itu terjadi, tapi juga cara bagaimana mereka belajar. Orang-orang yang banyak memperoleh pelajaran itu sebelum lagi menginjak usia yang matang bisa saja mempunyai pengetahuan yang lebih baik tapi belum tentu ia bisa menggunakan pengetahuannya secara jitu. Persoalan yang dikedepan Hess dan Torney mendalilkan empat model sosialisasi : 1. Model Akumulasi. Kemahiran peranan politik diharapkan akan meningkat sejalan dengan pertambahan unitunit pengetahuan. Hal inilah yang melestarikan model belajar. Hess dan Torney

Politik Pemerintahan

Pengantar 79

menegaskan bahwa semakin informasi itu diumpan pada seorang anak, maka si anak akan memerlukan pengetahuan. 2. Model Pengalihan Antar diri Anak melalui kebijakan keluarga dan himpunan-himpunan lainnya, mengembangkan berbagai hubungannya dengan berbagai tokoh kekuasaan politik. Si anak memperluas hubungan ini atas dasar pengalaman, berbagai hubungan yang kemudian. Kekuasaan presiden misalnya dapat dimengerti sebagai suatu proyeksi kekuasaan yang sama yang diwakili pada tokoh seorang ayah. Pembentukan sikap politik ini sangat kurang tergantung pada informasi yang spesifik. 3. Model Identifikasi. Anak-anak membentuk sikapnya dari orang tua yang dianggap penting yang kemudian dipakai untuk membangun citra diri yang sekali ditetapkan akan membiaskan dasar-dasar untuk afiliasi dan ikatan kelompok. Dengan begitu anak-anak akan mengambil alih kecenderungan politiknya dari orang tua mereka. Sehingga afiliasi itu semakin semakin merasuk keseluruh kehidupannya meski mereka kurang mengerti apa yang diwakili oleh afiliasi ini ketika untuk pertama kalinya merea diindoktarinasi. 4. Model Pengembangan Kesadaran. Proses pemikiran anak didasarkan pada pemahaman konseptual mengenai suatu tatanan yang akan menggiringnya untuk menjabarkan suatu pengertian mengenai tokoh individu ke dalam suatu pengertian terhadap individu yang sama dan pada peranan mereka dalam keseluruhan sistem politik. Menumbuhkan pemahaman konseptual merupakan persoalan pendidikan warganegara yang tidak harus berarti upaya untuk mengindoktrinasi murid dengan sikap yang betul terhadap para pemimpin politik atau
Politik Pemerintahan Pengantar 80

kewarganegaraan, atau masyarakat yang demokratis, untuk memperluas pengembangan kemampuan pemahaman berbagai isu dan politik di dalam suatu jaringan arti. Model ini tergantung pada perkembangan untuk membuat abstraksi. Seseorang mungkin bisa mengecualikan beberapa hasil studi Hess dan Torney, akan tetapi studi itu memunculkan beberapa masalah pokok perilaku tertentu. Kalau kebanyakan sikap politik dibentuk pada tahun yang ke 5 atau ke 6 dari masa pendidikannya, sebelum bentuk belajar pengembangan kesadaran maju pesat, bagaimana pengaruh pengetahuan itu dan apakah sesungguhnya tidak perlu memberi indoktrinasi. Hess dan torney menjelaskan bahwa sementara model pengalihan antar diri memberikan cara yang dapat memungkinkan bagi anak untuk belajar dari kontaknya yang pertama dengan sistem politik, adalah mungkin untuk membangun pengetahuan yang demikian. Sekalipun seseorang tidak dapat mengukur pengetahuan konseptual sebelum memiliki pengetahuan yang berbeda terhadap sistem, dan sekalipun kenyataan banyak afiliasi yang dibentuk tidak atas dasar pengembangan, tetapi sesuai dengan prinsip identifikasi, sekalipun begitu kita mungkin mmengerti bahwa sikap politik dibentuk dengan tanpa pemahaman politik. Pacuan yang kencang kearah ideologi telah menentukan pandangan dan pengertian seseorang terhadap isu politik dimasa depan. Akan tetapi gambaran yang sesungguhnya jauh lebih komplek dari yang ada. Dalam satu hal, belajar bisa terjadi diluar sekolah dan tanpa tekanan. Abstraksi merupakan hasil dari proses belajar bahasa, imitasi dan pembentukan ikatan-ikatan simbolis. Anak-anak bisa dengan mudah belajar menyingkirkan dirinya dari lingkungannya dan melihat lingkungannnya secara lebih luas ketimbang dirinya. Dengan demikian pengembangan intelekatual dalam banyak hal merupakan proses yang

berkesinambungan. Ia terus melanjutkan kehidupan masa dewasanya yang merupakan hasil dari peran sertanya dalam pekerjaan, dalam organisasi dan dialam berbagai aktivitas dan
Politik Pemerintahan Pengantar 81

hubungan lainnya. Singkatnya pengenalan dan penanaman nilai-nilai politik tertentu merupakan salah satu hal yang merupakan pengalaman politik. Selain persoalan yang berkenaan dengan hal itu, kriteria lain juga perlu disoroti dalam sejumlah penjelasan mengenai gejala sosialisasi. Tugas sudah dilakukan misalnya, untuk menentukan bagaimana individu mengembangkan corak kepribadiannya. Sekalipun kenyataan seorang anak lahir ke dunia dengan tanpa embel-embel moral, tapi yang membungkus dirinya dan segala bekal yang kemudian tersandang di dadanya paling tidka secara eksplisit merupakan hasil cekokan orang lain diluar dirinya. Ada banyak bukti tentang hal itu. Kemudian Piager pun menggarap masalah pengembangan kesadaran. Sedang pun menggarap masalah pengembangan kesadaran. Sedang Lawrence Kohlberg dan kawan-kawannya menemukan bahwa anak-anak tidak hanya belajar dari instruksi, dan dari cara-caranya mematangkan diri, tapi juga dari pengembangan tingkat pemikiran moral mereka. Tidak semua kemampuan menilai ditanamkan oleh orang tua, guru atau teman mereka, tapi sebagian ditanamkan oleh dirinya sendiri. Kohlberg memperkenalkan pola tiga tingkatan kesadaran moral tertentu prakonvensional,konvensional dan post Konvensional atau swantara (otonomus). Pada tahap pra konvensional, anak-anak menafsirkan perilaku didalam kerangka konsekuensi fisik ketimbang pada prinsip-prinsip moral, artinya hanya dalam kaitan ganjaran dan hukuman. Ini terjadi pada umur 4 sampai dengan 10 tahun. Kemudian tiba masa kesadaran pada sikap konvensional, pada pokoknya bersifat menyesuaikan diri, pada saaat ini anak-anak mencoba untuk memenuhi harapannya guna menenangkan dan mempertahankan rasa kekeluargaannya atau kehormatan kelompok. Pada tahap post konvensional terjadi perubahan penilaian secara lebih leluasa terhadap masalah betul atau salah. Tahap terakhir ini terbagi lagi dalam dua tingkat. Tingkat pertama berupa orientasi perjanjian sosial yang berkaitan dengan masalahmasalah yang bersifat legalistik dan utilitarian.
Politik Pemerintahan Pengantar 82

Tindakan yang benar cenderung dibatasi dalam kebenaran yang bersifat umum dan dalam batas-batas yang bersifat kaku yang telah diuji secara kritis dan disetujui oleh seluruh masyarakat. Ada kesadaran yang nyata mengenai relativisme nilai-nilai dan pendapat pribadi dan penekanan yang sesuai dengan aturan cara mencapai konsensus. Tingkat yang kedua lebih abstrak. Penekanannya tidak hanya pada prinsip-prinsip moral, tapi juga pada logika yang bisa dipahami. Hal ini menggiring kita pada kebutuhan untuk memantapkan bentuk prinsip yang universal seperti suatu pengakuan pada kebutuhan keadilan, timbal balik dan persamaan hak-hak manusia dan martabat manusia. Prinsip-prinsip seperti itu bisa dinyatakan dalam berbagai cara. Semuanya itu tidak hanya memberikan dasar kepada keadaan para filosof teori politik, tapi juga pada orang awam yang percaya kepada gerak keinginan untuk pembaharuan, perbaikan, dan kejujuran yang mungkin memburunya baik di dalam maupun diluar saluran politik yang tersusun resmi. Kohlberg melihat bahwa kemajuan ini merupakan hal yang lumrah dalam berbagai masyarakat. Prinsipprinsip universal diatas menjalar keluar bidang pendidikan dan tidak terbatas pada suatu kelas atau elite tunggal, dan juga menjalar keluar batas kebudayaan politik tertentu. Ini karena prinsip-prinsip ideal suatu struktur sosial pada dasarnya sama, kalau sekedar tidak ada banyak prinsip yang diartikulasikan, maka secara menyeluruh dan terpadu, prinsipprinsip itu bisa memuaskan rasa intelektual manusia. Dan kebanyakan prinsip ini berlaku dengan nama keadilan.

BAB 7 IDEOLOGI POLITIK


Pengantar 83

Politik Pemerintahan

Beberapa partai politik mengubah ideologi menjadi dogma yang wajib diterima oleh pengikut. Kebanyakan partai politik dinegara adidaya memberikan ideologi yang umum dan kabur, yang tidak menuntut dukungan wajib, tetapi diantaranya terdapat perbedaaan seperti yang ditunjukkan oleh kebijakan serta pandangannya. Partai demokrat lebih bersifat reformis dan lebih mengutamakan kesejahteraan di banding dengan partai republik. Seperti halnya di Inggris partai konservatif bersifat pembaharuan tetapi kurang bersifat sosialis dibanding partai buruh. Sejauh kita mengetahui apa sebenarnya pendapat itu, apakah ini merupakan masalah bagaimana ideologi mempengaruhi pendapat umum. Bila ideologi seperti halnya kebudayaan, tidak bisa dibuktikan mempunyai hubungan yang menentukan atau hubungan sebab akibat dengan tindakan, apakah kemudian ia penting sebagai senjata politik praktis. A. Pengertian Ideologi Kata ideologi adalah kata yang sering kita pergunakan sehari-hari, terutama dalam perbincangan politik maupun ekonomi. Banyak pengertian mengenai ideologi. Sejauh referensi yang ada, kata ideologi pertama kali dikembangkan dan diperkenalkan oleh filsuf perancis yang bernama Antonie Destutt De Tracy di masa revolusi Perancis. Dalam penjelasan Tracy diketahui bahwa ideologi mula-mula dipakai untuk menyebutkan tentang perkembangan ideide manusia. Akhirnya kita bisa mengartikan bahwa ideologi merupakan sistem pemikiran secara empiris yang telah dirumuskan dengan tujuan untuk menguasai pihak lain. Anthony Downs (1957:96) mengatakan bahwa ideologi merupakan seperangkat asumsi dasar baik normatif maupun empiris mengenai sifat dan tujuan manusia atau masyarakat agar dapat dipakai untuk mendorong serta pengembangan tertib politik. Atau dengan kata lain, ideologi adalah seperangkat prinsip pengarahan (Guiding Principle) yang dijadikan dasar
Pengantar 84

Politik Pemerintahan

memberi arahan dan tujuan yang akan dicapai didalam melangsungkan dan mengembangkan kehidupan bangsa dan negara serta mencakup seluruh aspek eksistensi manusia (Cheppy dan Suparlan, 1982). Pada sisi lain, Karl Marx, seorang pemikir jerman terkemuka mengatakan bahwa sesungguhnya ideologi tidak lebih dari serangkaian pemikiran kelas penguasa (kapitalis) saja. Ideologi itu sendiri cenderung bertujuan untuk memaparkan kepentingan kelas yang dominan. Dengan melihat pengertian diatas, maka dapat dikatakan ideologi berkaitan dengan aspekaspek berikut : 1. Ideologi akan secara langsung maupun tidak langsung berusaha mempengaruhi perilaku politik kelompok atau masyarakat yang ada. 2. Ideologi merupakan media utama dalam kekuatan sosial politik yang ada, misalnya partai politik, kelompok masyarakat dan sebagainya. 3. Ideologi memiliki tujuan untuk mendorong, menciptakan dan mengembangkan tertib sosial dan politik disuatu masyarakat. 4. Ideologi berusaha mempersatukan kelompok-kelompok atau partai politik disuatu negara. 5. Ideologi adalah program dan strategi negara dalam rangka mempersatukan masyarakat dan menciptakan partisipasi dalam masyarakat. Dari pengertian diatas, kita dapat merumuskan karakteristik-karakteristik ideologi sebagai pandangan masyarakat, diantaranya ialah : 1. Ideologi seringkali muncul dan berkembang dalam situasi kritis. 2. Ideologi memiliki jangkauan yang luas, beragam dan terprogram.
Pengantar 85

Politik Pemerintahan

3. Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan. 4. Ideologi memiliki pola pemikiran yang sistematis. 5. Ideologi memiliki sifat empiris dan normatif. 6. Ideologi cenderung eksklusif, absolut dan universal. 7. Ideologi dapat dioperasionalisasikan dan didokumentasikan konseptualisasinya. 8. Ideologi biasanya terjalin dalam gerakan-gerakan politik. Dengan karakter yang demikian, ideologi tentu memiliki fungsi-fungsi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat pada umumnya, yakni: 1. Untuk membangun dan melibatkan diri dalam sektor-sektor kehidupan masyarakat. 2. Untuk pemenuhan fungsi instrumental dalam kehidupan masyarakat. 3. Untuk bekal dalam berkomunikasi 4. Sebagai formulasi yang berupa panduan, petunjuk, pedoman dan asas bagi negara dan masyarakatnya. 5. Sebagai upaya untuk mengendalikan konflik-konflik.

B. Teori-Teori Dan Macam-Macam Ideologi. Dalam pembahasan mengenai landasan pemikiran ideologi ini ada beberapa teori yang bisa diajukan, sebagai berikut :

Politik Pemerintahan

Pengantar 86

1.

Teori Idealis. Teori ini dikembangkan oleh Hegel. Dikatakan disini bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari kemampuan pikirnya, sehingga menciptakan produk tingkah laku dan pranata-pranata disekitarnya.

2.

Teori Potensial. Menurut teori ini bahwa dengan ideologi manusia akan berjuang untuk mendapatkan posisi kekuasaan, mepertahankan status quo suatu kekuasaan,

menggulingkan kekuasaan atau mengacaukan ketertiban masyarakat dan budayanya. 3. Teori Materialistik. Secara rasioanal, ideologi dapat dijadikan dan dikembangkan untuk kepuasan dan kepentingan secara ekonomi dan sosial. Sehingga dari pemikiran ini masyarakat, bangsa dan penguasa dapat berkeinginan atau berpikir secara sistematis untuk mempertahankan status quo kekuasaan, kesejahteraan dan kepentingan kelas atau golongan. Dengan mempertimbangkan garis besar tiga pemikiran diatas, maka hingga sekarang ada banyak sekali macam atau jenis ideologi yang dianut oleh masyarakat dunia. Berikut ini sejauh mungkin penulis contohkan mengenai ideologi-ideologi yang sudah dikenal didunia ini beserta penjelasannya secara singkat. 1. Konservatisme. Paham ideologi ini ditandai dengan sifat ingin selalu meperhatikan sesuatu yang sudah mapan (status quo) baik yang berupa kekuasaan, adat, dinasti dna sebagainya. Konservatisme mempunyai ciri menghindari perubahan prinsip.
2. Anarkisme. Paham ini berkembang mendadak atau juga bisa sistematis dalam perencanaan

maupun rekayasa. Ciri paham ini adalah dikembangkan melalaui suatu kelompok dan bergerak secara keras, merusak, meminta kebebasan mutlak tanpa pengawasan. 3. Religiusme. Paham ini dikembangkan dengan mempergunakan agama. Paham ini banyak digunakan di negara islam maupun yunani dan roma dimasa lalu.
Politik Pemerintahan Pengantar 87

4.

Pragmatisme. Paham ini sering dipakai dalam pelaksanaan pola atau strategi pembangunan. Dengan pola pandangan manusia pragmatis yang positivistik maka manusia diharapkan sanggup bertindak untuk menyelasaikan masalah.

5.

Nasionalisme. Paham ini berusaha memperjuangkan hak kebangsaan yang diawali dengan perpaduan antara semangat nasional, kemauan nasional dan perbuatan-perbuatan secara nasional untuk melawan kesewenangan penjajah dan berkeinginan mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional.

6.

Marhenisme. Paham ini mula-mula diambil dari nama seorang petani miskin di desa cigelereng Bandung Selatan yang bernama Marhen (Umar Khaen). Marhenisme adalah sosio nasionalisme dan sosio demokrasi. Marhen adalah asas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negara yang didalam segala halnya menyelamatkan rakyat kecil.

7.

Republikan. Paham ini adalah paham dan gerakan untuk menghilangkan kekuatankekuatan feodal dan berusaha menciptakan negara yang bersifat republik.

8.

Feodalisme. Paham ini menganut asas diskriminasi kelompok masyarakat. Timbul anasir borjuis yang kapitalis dengan bentuk negara yang monarki, yaitu kekuasaan seseorang yang absolut dan dapat menguasai masyarakat.

9.

Komunisme Marxisme. Ada beberapa pandangan dalam paham ini seperti : a). Marxisme Instrumentalis, dimana mereka menganggap bahwa negara adalah sekedar alat dari kelas yang berkuasa (Miliband,1969:146). b). Marxisme Pluralis, dimana mereka mengganggap bahwa semua kelompok orang dapat mempengaruhi negara.

Politik Pemerintahan

Pengantar 88

c). Marxisme Strukturalis, dimana mereka menganggap bahwa negara akan menjaga stabilitas sosial politik (Poulantzas, 1972) 10. Sosialisme Demokratis. Cirinya hampir sama dengan komunis tapi mereka menolak kekerasan, kurang reaksioner tetapi memiliki tahap perjuangan yang lebih moderat. Ada dukungan terhadap perwujudan demokrasi secara ekonomi maupun politik. 11. Demokrasi. Ideologi demokrasi merupakan ideologi yang dalam prakteknya mempunyai tiga komponen yakni : a). Pembentukan pemerintahan dengan sistem pemilu b). Adanya minimal dua partai yang bersaing. c). Adanya civil liberties, adanya kebebasan berbicara, pers yang independen. 12. Liberalisme. Paham kebebasan dalam liberalisme menempatkan prinsip kebebasan individu ditengah segala-galanya. Sembonyan mereka adalah merdeka berbuat dan merdeka bersaing. 13. Konfusianisme. Ideologi dan pandangan hidup ini berkembang din negara Cina. Dari ajaran Konfusius (Kong Fu Tzu) tahun 551-479 SM. Ajarannya mengutamakan asas moral dan kesusilaan dalam bernegara dan bermasyarakat. Prinsip moralnya adalah keadilan, kejujuran dan rasa cinta sesama. 14. Fundamentalisme. Paham ini merupakan paham yang memperjuangkan pelaksanaan ajaran sesuatau agama yang disesuaikan dengan apa yang tertulis didalam kitab suci, tanpa mau menerima penafsiran ulang untuk konteks suatu masa, tanpa mau ada perubahanperubahan.

Politik Pemerintahan

Pengantar 89

C. Ideologi Teoritis Versus Ideologi Berdasar Akal Sehat Walaupun kabur, tetapi ideologi membantu orang untuk menilai kejadian politik. Mereka bisa dipelajari dengan analisa isi (concent analysis), atau dapat dianggap sebagai bahasa simbolis yang menjelaskan petunjuk bagaimana kita berfikir dan petunjuk kemana kita memberi tanggapan bendera, lagu-lagu patriotik dan keterikatan sentimentil lainnya adalah sinyal ideologis yang bisa ditafsirkan. Kombinasi analisa obyektif dan subyektif demikian itu digunakan Robert putnam untuk membandingkan kepercayaan para politisi di Inggris dan italia. Putnam mula-mula membuat kategori tertentu dari ciri-ciri gaya berfikir umum, khusus, induktif, deduktif, eksplisit (jelas) atau kabur dan sebagainya. Kemudian dia membuat rangking gaya politik dari berbagai negara menurut jawaban dari daftar pertanyaan yang diperoleh dari sampel yang aktif dalam politik. Dia bisa mengaitkan faktor-faktor gaya bahasa pada karakteristik kepribadian seperti kesediaan berkompromi, yang semuanya menjurus pada penentuan pandangan yang diteliti tentang konflik pembuatan keputusan dan demokrasi. Analisa perilaku dari Putnam mengungkapkan beberapa kesulitan para analis politik dalam menggunakan ideologi sebagai variabel penjelas (Explanatory Variabel). Tentu saja beberapa unsur ideologi itu berkolerasi dengan perilaku. Tetapi pengertian sedarhana yang lazim diterima yang seolah-olah merupakan konsekuensi dari afilliasi status atau kelas diragukan. Atas desakan para sosiolog dan dengan dukungan dari teori sosisal marxisme dan neo marxis, banyak sekali para sarjana yang mempertimbangkan karakteristik latar belakang pemimpin politik. Tetapi selalu ada keluhan bahwa studi-studi tersebut dianggap tidak benar bahwa latar belakang sosial menentukan perilaku. Baru-baru ini keluhan tentang ketidakpuasan ini diperbesar oleh bukti bahwa banyak aspek sistem kepercayaan para pemimpin politik
Pengantar 90

Politik Pemerintahan

sebenarnya tidak berhubungan dengan asal-usul sosial mereka. Studi yang ada sekarang menambahkan kejelasan lain pada argumen ini. Bila seseorang ingin meramalkan suatu posisi politisi pada peerencanaan ekonomi atau integrasi bangsa Eropa, maka latar belakang

sosialnya mungkin sangat tidak relevan. Tetapi bila seseorang ingin meramalkan orientasinya ke arah konflik sosial atau komitmennya pada persamaan hak politik, maka latar belakang sosialnya jauh lebih penting. Faktor apapun yang mempengaruhi ideologi atau perilaku, yang sama-sama menguraikan seperangkat hak milik, yaitu suatu kebudayaan politik sebagai dasar fundamental kehidupan politik. Hak milik itu bisa dibagi dua atau diperlukan sebagai variabel kontinyu, tergantung pada apakah kita ingin mengisolir fungsi-fungsi khusus atau menggeneralisasi norma-norma perilaku politik. Hal ini tentu akan membuat perbedaan antara apakah suatu ideologi (seperti marxisme) secara doktriner mengandung nilai, tujuan dan kecenderungan yang diketengahkannya atau secara longgar membatasi hakikat kecenderungan, niali dan predisposisi filosofis yang dianut. Dalam contoh yang pertama ideologi berada dalam kedudukan yang paling menyangkut perilaku, merupakan suatu bentuk motivasi. Untuk memotivasi tindakan secara ideologi adalah perlu merangsang kesadaran bersama (misalnya dalam perilaku yang ditunjukkan Republik Rakyat Cina yang masih mempersonifikasikan rumusan Mao, sedangkan prinsip umum Marxisme Leninisme mengarah tujuan membentuk masyarakat komunis yang kuat). Ada unsur autopianisme yang kuat dalam tujuan suatu ideologi. Hal ini menetapkan nilai-nilai dan mendiktekan kecenderungan individu. Dalam bentuk ini ideologi menurut Daniel Bell adalah perubahan keinginan menjadi penuas sosial (social Levers) seperti pendapat Bell dibawah ini. Yang memberikan kekuatan ideologi adalah kegairahannya. Keterangan filosofis yang abstrak selalu berusaha menghilangkan kegairahan dan orang selalu merasionalisasikan semua
Politik Pemerintahan Pengantar 91

ide. Bagi penganut ideologi, kebenaran timbul dalam tindakan dan makna diberikan pada kegiatan melalui momen perubahan. Dia hidup bukan dalam renungan tetapi dalam perbuatan. Orang mungkin berkata bahwa fungsi laten ideologi yang paling penting adalah menyadap emosi. Selain agama dan peran serta rasionalisme, hanya sedikit bentuk penyaluran energi emosional yang tersebar di dunia ke dalam doa upacara gereja, untuk menguatkan iman dan seni. Ideologi menyebarkan energi tersebut dan menyalurkannya ke dalam politik. Begitulah komentar Daniel Bell tentang penganut ideologi yang ekstrim yaitu golongan revolusioner. Kepercayaan politik revolusioner dipersamakannya dengan kepercayaan agama. Karena pada saat itu agama mampu menyalurkan energi untuk tujuan-tujuan politik. Dalam abad ke 16 dan 17, motivasi agama dimanipulasi oleh penguasa gereja dan sekuler untuk menopang otoritas dan mempertahankan hegemoni terhadap yang dikuasai. Bila ideologi kurang erat terjalin, ia biasanya didasarkan pada akal sehat. Hal ini tidak banyak mencakup manipulasi kesadaran ide sebagai loyalitas kepada seperangkat nilai yang diinginka, seperti nilai kemerdekaan individu dan nilai kebiasaan dalam budaya. Ideologi akal sehat ini bisa jadi mengandung pertentangan, bahwa untuk tujuan tertentu individualisme mungkin merupakan suatu nilai ideologi di Amerika Serikat, tetapi ia bukan saja merupakan salah satu kecenderungan pendorong yang sangat dipuji oleh individu. Dengan demikian individualisme di Amerika Serikat merupakan nilai umum yang mengarahkan tujuan masyarakat yang demokratis. Sekalipun kebanyakan orang Amerika sangat menghargai individualisme yang merupakan dasar ideologi Liberal, tetapi dalam praktek orang dipengaruhi oleh apa yang ada dalam pikiran para tetangga, teman sejawat dan perkumpulan. Orang sering takut untuk menekankan individualitas mereka karena khawatir dinggap orang aneh. Kenyataan ini dengan gamblang dijelaskan oleh Robert Lane dalam suatu studi Ideologi Orang Awam.

Politik Pemerintahan

Pengantar 92

Kaum awam menegaskan kemerdekaannya, bahkan mengurangi keraguannya untuk menyatakan bahwa dia tidak akan menghubungi seseorang secara khusus untuk membahas masalah isu-isu dan calon-calon dalam pemilihan, tetapi akan membulatkan fikirannya sendiri. Kemerdekaan sangat dihargai, orang berpendapat bahwa mereka lebih suka dikenal karena kebebasannya ketimbang oleh kemampuannya terlibat dalam suatu diskusi, mereka menghargai para pemimpin yang memberikan kesan kemerdekaan Tetapi dalam kenyataan adalah bahwa kaum awam merupakan satu diantara semua orang yang paling konvensional. Mereka jarang sekali menunjukkan penafsiran sejumlah pendapat umum yang usang atau tekanan menyesuaikan diri yang dipisahkan oleh tetangga atau teman mereka. Sebaliknya tekanan itu ditafsirkan secara tidak sadar sebagai dukungan seperti halnya tiang penyangga di sebuah dinding yang tanpa itu tidak mampu menahan tekanan. Mereka tidak ingin diberitahu yang menimbulkan suatu reaksi negatif yang kuat, tetapi mereka ingin penjelasan, ingin dipenuhi, ingin menerima sinyal yang benar pada saat yang tepat, karena itu mereka tidak mau dianggap dungu. Dan hal ini, sebagaimana mereka melihatnya tidak lebih dari pembatasan kemerdekaan mereka, seperti pembatasan kata-kata terhadap kebebasan bintang panggung. Gagasan lane ini berkaitan dengan Marx : bahwa ideologi superstruktur yang sangat kuat (apakah agama atau politik) mempunyai pengaruh yang mendorong pada kegiatan manusia. Pandangan lane lebih dekat dengan Freud : Ideologi adalah rasionalitas, cara mengatasi tekanan, ancaman, ketegangan dan konflik yang pasti bisa melanda manusia. Marx percaya pada suatu ideologi kelas buruh yang keras dan bersifat revolusioner atau protorevolusioner yang membentuk suatu sub kebudayaan dengan solidaritas yang kuat. Sedang pendapat Lane sebaliknya, :

Politik Pemerintahan

Pengantar 93

Marxisme mengandung suatu identitas sosial yang kuat dan berakar dalam suatu kelompok masyarakat pekerja. Ia mengantisipasi dan membantu membentuk suatu sub kebudayaan proletar dengan nilai-nilai, moral, bentuk perilaku yang diperoleh seseorang karena identifikasi sosialnya. Identitas pribadi yang kuat disatukan dengan identifikasi sosial yang kabur. Kaum awam benar-benar merupakan kebalikan dari hal ini. Dia hampir tidak memperoleh bimbingan dari keanggotaan kelasnya, tidak ada rasa persaudaraan, tidak ada tujuan atau sasaran bersama. Marxisme menjadikan dia sebagai anggota kelas pekerja yang patuh dan membabi buta. Bagi Marxisme keniscayaan konflik sosial merupakan masalah yang penting. Pada inti ideologi ini terdapat gagasan konflik kelas dan inilah mekanisme melalui mana masyarakat yang dicita-cita itu bisa dicapai. Tetapi kaum awam yakin bahwa ada suatu kepentingan publik yang umum, yang apabila telah diketahui akan dijangkau dan diakui oleh semua orang. Dengan demikian konflik sosial adalah hasil suatu kesalahpahaman. Pemilihan ideologi, atau bagian dari ideologi atau pendapat, tentu saja tergantung pada beberapa jauh manfaatnya bagi seseorang atau bagi kelompok. Tetapi sebagaimana yang coba ditunjukkan, pemilihan ini merupakan masalah pertandingan, penyesuaian dan pencarian bagi kesesuaian dengan pengalaman, kualitas personal dan konflik sosial yang sedang berlangsung dalam suatu masyarakat. Hasil penemuan Lane tentang kesopanan kaum awam dan desakan ke arah penyesuaian menjelaskan campuran ideologi dan tingkah laku yang menandai sebagian besar kehidupan masyarakat Amerika. Boleh dikatakan bahwa persuasi ideologi yang bernada rendah itu perlu bagi toleransi masyarakat demokrasi, karena ideologi yang dipegang teguh dan diterima dengan pandangan sempit akan cenderung terbagi-bagi. Tetapi pada saat yang sama tanpa menjalani banyak perubahan ideologi, sangat mungkin untuk lenyap, bahkan memunculkan perilaku yang
Politik Pemerintahan Pengantar 94

sangat berbeda. Bagi suatu kelompok dalam masyarakat tertentu, baik masyarakat demokrasi atau sebaliknya, mungkin juga menyatakan keluhan, mencari kambing hitam dan mencari penyelesaian ideologi. Di Inggris, para pengikut Enoch Powell mewujudkan serangan rasialnya dalam cara ideologi, terhadap tradisi dan nilai-nilai fundamentalis dari ras inggris. Penekanan peikologis dari Lane terhadap perilaku politik membantu menjelaskan bagaimana kelompok-kelompok penyebab perpecahan, meluaskan sayap ideologinya sambil sedikit melakukan perubahan dalam kepercayaan mereka. Dengan demikian ideologi kurang lebih mengungkapkan campuran nilai-nilai yang dianut dan difahami, pemburuan yang menghasilkan fluktuasi hasil. Nilai-nilai ini kurang begitu berhubungan dengan peranan dan organisasi ketimbang dengan kelas dan status. Keragaman tuntutan peranan bisa mempengaruhi kepribadian manusia, dan secara tidak langsung mempengaruhi pendapat umum. Disamping itu, semua orang memiliki pendapat tentang masalah tertentu, suatu komitmen mendasar dengan mana pandangan mereka terhadap setiap masalah tertentu mungkin sekali diarahkan. Tidak seorangpun yang berpartisipasi dalam mendukung atau menentang masalah pemasyarakatan obat-obatan atau penyusunan manfaat kesejahteraan yang lebih luas atau perpajakan untuk membayar hal seperti ini, tanpa mencocokan kepercayaan-kepercayaan ini kedalam sistem-sistem pemahaman yang

sebelumnya telah ditetapkan atau kecenderungan prasyarat (seperti nilai individu terhadap negara, rasa percaya pada sosialisme, kebebasan terhadap birokrasi atau beberapa pembelaan yang lain). Ideologi bisa saja selalu tidak konsisten, tetapi mereka selalu berhubungan. Partaipartai politik kerapkali secara jelas dan kuat, kadang-kadang juga kabur mendukung keutamaan beberapa perangkat kepentingan tersebut ketimbang kepentiingan yang lain D. Dimensi Kebudayaan Politik.

Politik Pemerintahan

Pengantar 95

Seperti yang ditegaskan Converse, sistem kepercayaan dan ideologi merupakan suatu konfigurasi ide dan sikap dimana unsur-unsurnya disatukan oleh beberapa bentuk rintangan atau saling ketergantungan fungsional. Converse terutama berhubungan dengan masalah stabilitas kepercayaan dan campuran kepercayaan yang mungkin akan berubah, seperti juga masalah pengetahuan makna yang bisa mempengaruhi pembentukan pendapat. Almond dan Verba berpendapat dalam bukunya The Civic Culture, ideologi sebagai suatu aspek kebudayaan politik yaitu sebagai suatu obyek orientasi yang berdimensikan tiga hal yakni : 1. 2. 3. Dimensi Kognitif, yaitu pengetahuan dan kepercayaan seseorang terhadap sistem politik. Dimensi Afektif, yaitu perasaan seseorang tentang masalah politik. Dimensi Penilaian, yang menggunakan faktor tugas sebagai indikator dari sistem politik. Aspek ideologi yang bersifat kognitif menghubungkan kepercayaan fundamental dengan struktur yang dalam, atau nilai yang telah ditanamkan dan membentuk proses mental seseorang. Nilai ini terbentuk semasa anak-anak dan sulit untuk berubah. Kalau kebudayan politik berbentuk ideologi sebagai suatu perangkat ide yang telah ditetapkan, maka ia menjadi dogmatis. Orang yang berpendapat dogmatis tidak mudah mengubah pandangan. Mereka hanya menafsirkan berbagai kejadan untuk memperkuat apa yang sudah diyakini. Dengan demikian ideologi memberikan makna pada tujuan atau nilai-nilai. Makna yang paling dekat dengan struktur dalam seringkali sangat berbeda dengan makna yang menunjukkan strukktur permukaan. Sementara struktur dalam menyediakan kepuasaan emosional atau menimbulkan pengaruh positif atau negatif, struktur permukaan ideologi berbentuk suatu keuntungan atau kepentingan biasa, yang pengaruh politiknya telah kita bahas. Suatu ideologi yang relevan

Politik Pemerintahan

Pengantar 96

dengan kepercayaan struktur dalam itu akan menyediakan bentuk gratifikasi yang sangat besar bagi penganutnya. Ide berubah pendapatpun berbeda, sekalipun hal itu diantara kelompok yang paling orthodoks. Apakah yang tinggal?. Bayangkan apa yang terjadi bila setiap orang berpegang teguh pada pendapat yang sangat berbeda tentang segala hal. Nilai- nilai ideologi harus diubah menjadi kepentingan ke dalam bentuk kelompok=kelompok yang bersaing, walaupun tidak terlibat dalam konflik.

Politik Pemerintahan

Pengantar 97

Anda mungkin juga menyukai