Anda di halaman 1dari 6

OUTLINE

A. Media
Media sosial merupakan platform yang memungkinkan pengguna untuk
merepresentasikan dirinya dengan berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan
menggunakan Internet secara virtual untuk membentuk koneksi sosial. Sebagai bentuk
media baru, media sosial telah berkomitmen untuk menampung interaksi sosial,
termasuk didalamnya terdapat blog, Facebook, Instagram, Twitter, Wikipedia, dll. Pada
dasarnya media sosial merupakan produk pengembangan terbaru dari teknologi berbasis
internet, perkembangan teknologi ini memudahkan setiap individu untuk melakkukan
proses komunikasi, partisipasi, dan membentuk jaringan secara online sehingga individu
dapat menyebarkan konten komunikasinya.

Penggunaan media sosial dalam struktur politik yang melekat pada elite
cenderung untuk memenuhi kesenangan semata terhadap informasi tentang lawan
politiknya, melampiaskan dendam politik, membangun konflik, meminimalisir konflik,
mencari dukungan massa untuk meraih atau mempertahankan jabatan publik, pencitraan,
dan perilaku lain yang bernuansa kepada kepentingan politik. Informasi dan pesan yang
disebarkan tersebut sebagai respon terhadap pemberitaan positif maupun negatif, bisa
tidak sesuai kenyataan, penuh rekayasa ataupun tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.

Media sosial pada level massa sebagai basis suara kelompok politik, dipakai
sebagai alat untuk mencari informasi yang dapat memenuhi kebutuhan yang bersifat
positif, seperti memberikan pembelajaran, pemahaman luas terhadap kehidupan
bernegara dan menyuarakan harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Media sosial
memiliki sisi lain yang dipakai untuk mencari informasi yang bersifat negatif terhadap
individu maupun kelompok yang tidak disukai, misalnya pesan yang memanaskan
pertikaian antar kelompok, kebencian terhadap mereka yang tidak disukai, dan
mengunggulkan kelompoknya. media dianggap sebagai salah satu kekuatan dalam
proses pendidikan pemilih pemula oleh pasangan kandidat. Sehingga fungsi media
adalah memberikan pemahaman politik dan alat penyampai program kepada para
pemilih tersebut. Disinilah pemilih memainkan peran penting dalam proses dialogis
tersebut dalam sistem Demokrasi melalui penggunaan media sosial.
Tingkat pengaruh kepada setiap individu adalah berbeda-beda antara satu dengan
yang lain. Pengaruh pesan-pesan politik tersebut boleh jadi menimbulkan sikap yang
politik positif atau negatif masyarakat. Sikap positif adalah dengan mengikuti apa yang
diinginkan oleh komunikator politik. Sedangkan sikap negatif adalah mengabaikan
keinginan para kandidat. Tidak hanya itu, masyarakat juga dapat memberikan sikap yang
berlawanan terhadap apa yang disampaikan oleh seorang komunikator politik. Dengan
demikian, pengaruh pesan-pesan politik melalui media sosial kepada khalayak adalah
ditentukan oleh sejauh mana seorang kandidat atau komunikator politiknya dapat
merangkum proses penyampaian pesan dengan baik dan efektif. Apabila proses
penyampaian pesan tersebut tidak sesuai dengan harapan masyarakat, maka hasilnya
mungkin saja tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

B. Dinamika Politik
Dinamika politik sangat terkait sekali dengan persoalan partisipasi dan demokrasi.
Isu partisipasi sudah lama dibahas, namun tetap saja problematik, salah satu sebabnya
karena pemaknaan yang bias. Ketika partisipasi dimaknai sebagai keikutsertaan dalam
menunaikan agenda-agenda pemerintah, maka medium yang disediakan hanyalah
medium-medium birokrasi dan mekanisme perencanaan, penjaringan aspirasi dan
sejenisnya.
Menurut Slamet Santosa (2004) mengemukakan bahwa : “Dinamika adalah
Tingkah laku yang secara langsung memengaruhi warga lain secara timbal balik.
Dinamika berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang
satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan
kelompok secara keseluruhan.
Menurut Leo Agustoni (2009) mengungkapkan bahwa: “Dinamika politik terkait
sekali dengan persoalan partisipasi dan demokrasi. Isu partisipasi sudah lama dibahas,
namun tetap saja problematik, salah satu sebabnya karena pemaknaan yang bias
penguasa. Ketika partisipasi dimaknai sebagai keikutsertaan dalam menunaikan agenda-
agenda pemerintah, maka medium yang disediakan hanyalah birokratis-teknokratis:
mekanisme perencanaan dari bawah, penjaringan aspirasi dan sejenisnya”.
Dinamika Politik Menurut Dwiyanto (2002) dapat diartikan sebagai gambaran
seberapa jauh proses politik yang berlangsung mampu mencerminkan nilai-
nilai demokrasi dan akuntabilitas. Dinamika politik memberi pandangan bahwa seni dan
budaya lokal merupakan medium untuk mengekspresikan aspirasi dan kepentingan
politik yang sangat penting bagi komunitas lokal. Sensitifitas terhadap
informalitas masyarakat merupakan cara dalam memahami dinamika politik. Hal yang
mempengaruhi dan sering muncul dalam dinamika politik
adalah Money politics (politik uang) yang semakin ternormalisasi sebagai tatanan baku
dalam dinamika politik.
Dengan adanya dinamika politik, maka kita mengetahui pergeseran yang terjadi
dalam politik antara lembaga atau badan pemerintahan, serta dapat menganalisis
pergerakan lembaga dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Dengan demikian,
berdasarkan pendapat diatas dapat diartikan bahwa dinamika politik merupakan
pergerakan politik dalam pemerintahan.
C. Demokrasi
Berdasarkan KBBI, demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang
seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan
rakyat. Kemudian, demokrasi juga diartikan KBBI sebagai gagasan atau pandangan
hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama
bagi semua warga negara.
Pengertian demokrasi menurut para ahli pun sangat beragam. Abraham Lincoln
mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.
Lalu, Sidney Hook mendefinisikan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan di
mana keputusan-keputusan pemerintahan yang penting, baik secara langsung atau tidak
langsung, didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari
rakyat dewasa.

Joseph Schumpeter kemudian mengartikannya sebagai prosedur kelembagaan


untuk mencapai keputusan politik yang di dalamnya para individu-individu memperoleh
kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif dalam rangka
memperoleh suara rakyat.
Pengertian demokrasi menurut C. F. Strong adalah suatu sistem pemerintahan di
mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem
perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan
tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
Koentjoro Poerbopranoto dalam Sistem Pemerintahan Demokrasi menjelaskan
bahwa demokrasi adalah sistem yang mendorong rakyat untuk ikut berpartisipasi secara
aktif dalam pemerintahan negara.
Selanjutnya, Harris Soche dalam Supremasi Hukum dan Prinsip Demokrasi di
Indonesia menerangkan bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, dan
karenanya kekuasaan pemerintah melekat pada diri rakyat, diri orang banyak; dan
merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan
melindungi dirinya dari paksaan dan perkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk
memerintah.
D. Hakikat Demokrasi
Pada dasarnya, hakikat demokrasi adalah menempatkan rakyat sebagai pemegang
kuasa. Lebih lanjut, Dwi Sulisworo dkk. dalam Bahan Ajar Demokrasi menerangkan
bahwa hakikat demokrasi meliputi tiga hal.
1. Pemerintahan dari rakyat
Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah di
mata rakyat atau legitimate government. Pemerintahan yang sah ini adalah pemerintahan
yang mendapat pengakuan dan dukungan rakyat. Legitimasi atau pengakuan ini penting
bagi sebuah pemerintahan agar pemerintah dapat menjalankan birokrasi dan program-
programnya.
2. Pemerintahan oleh rakyat
Suatu pemerintahan harus dijalankan atas nama rakyat, bukan atas dorongan
sendiri. Pengawasannya pun dilakukan oleh rakyat. Proses pengawasannya dapat
dilakukan secara langsung atau tidak langsung (melalui lembaga pengawas).
3. Pemerintahan untuk rakyat
Kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan untuk
kepentingan rakyat. Kemudian, pemerintah harus menjamin adanya kebebasan seluas-
luasnya kepada rakyat dalam menyampaikan aspirasinya. Penyampaian ini dapat
dilakukan secara langsung atau melalui media.
E. Sejarah Demokrasi
Jika ditinjau dari sejarahnya, demokrasi berkembang pertama kali di masa Yunani
Kuno, sekitar 500 SM. Demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yakni demos yang
berarti ‘rakyat’ dan kratos yang berarti ‘kekuasaan’. Jika diartikan secara harfiah,
masyarakat Yunani Kuno menganggap demokrasi sebagai kekuasaan rakyat.
Roy C. Macridis dalam Contemporary Political Ideologies menerangkan bahwa
pada 431 SM, Pericles, mendefinisikan demokrasi atas empat kriteria. Pertama,
pemerintahan oleh rakyat dengan partisipasi yang penuh dan langsung oleh rakyat.
Kedua, kesamaan di mata hukum. Ketiga, pluralisme, penghargaan akan semua bakat,
minat, keinginan, dan pandangan. Keempat, penghargaan atas suatu pemisahan dan
wilayah pribadi untuk memenuhi dan mengekspresikan kepribadian individu.
1. Habibi menerangkan bahwa di masa Yunani Kuno, demokrasi langsung diselenggarakan
dengan efektif. Alasannya tidak lain karena wilayah yang terbatas dengan jumlah
penduduk yang sedikit dan ketentuan yang spesifik. Di masa itu, hanya warga resmi yang
dapat terlibat dalam politik. Rakyat jelata, budak belian, dan pedagang asing tidak punya
hak untuk terlibat.
Memasuki abad pertengahan, gagasan demokrasi Yunani Kuno ini tidak lagi
digunakan. Masyarakat abad pertengahan menggunakan struktur sosial yang feodal.
Kemudian, kehidupan sosial dan spiritual pun dikuasai oleh Paus dan doktrin gereja.
Dalam abad pertengahan, tepatnya pada 1215, lahirlah Magna Carta sebagai pembatasan
kekuasaan raja dan hak asasi manusia.
Di era Renaisans, negara modern mulai bermunculan. Eropa pun mulai
mengalami perubahan. Praktik demokrasi mulai muncul di Florence, Italia. Di Florence,
hak kebebasan individu dijamin dan para warga diberikan hak untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan.
Kemudian, sekitar tahun 1500--1650, mulai banyak negara yang mengalami
reformasi, seperti Jerman, Swiss, dan lainnya. Selepas periode ini, orang-orang Eropa
mulai memerdekakan diri dari doktrin gereja dan mulai menggunakan akal.
Di masa ini, sekitar 1650--1800, mulai muncul kesadaran bahwa ada hak-hak
politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja. Di masa itu, raja memiliki kekuasaan
yang tidak terbatas. Beranjak dari masa ini, perlawanan akan kedudukan raja pun
bermunculan. Sistem dengan konsep pemisahan kekuasaan pun mulai dicetuskan; trias
politica.
F. Manfaat Demokrasi
Sahya Anggara dalam Sistem Politik Indonesia menerangkan bahwa ada 5
manfaat demokrasi bagi rakyat. Lima manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Kesetaraan sebagai warga negara. Demokrasi memperlakukan semua orang sama dan
sederajat. Prinsip kesetaraan ini menuntut perlakuan yang sama terhadap pandangan,
pendapat, atau pilihan setiap warga negara.
2. Memenuhi kebutuhan umum. Suatu kebijakan dapat mencerminkan keinginan rakyatnya.
Semakin besar suara rakyat, semakin besar pula kebijakan itu mewakili keinginan rakyat.
3. Pluralisme dan kompromi. Demokrasi mengisyaratkan kebhinekaan dan kemajemukan
dalam masyarakat, serta kesamaan kedudukan di antara warga negara. Jika ada
perbedaan, diatasi dengan diskusi, persuasi, dan kompromi; bukan dengan paksaan atau
kekuasaan.
4. Menjamin hak-hak dasar. Demokrasi menjamin kebebasan dasar, seperti hak sipil, politis,
berserikat, berbicara, dan lainnya. Hak-hak tersebut memungkinkan individu untuk terus
berkembang dan memungkinkan terwujudnya keputusan-keputusan kolektif yang lebih
baik.
5. Pembaruan kehidupan sosial. Demokrasi memungkinkan terjadinya pembaruan.
Penghapusan kebijakan-kebijakan yang telah usang dan pergantian pemangku kebijakan
dilakukan dengan cara yang santun dan damai. Demokrasi membuat proses regenerasi
kepemimpinan dilaksanakan tanpa pergolakan.
G. Demokrasi di Indonesia
Indonesia merupakan negara demokrasi. Sehubungan dengan perkembangannya,
Dwi Sulisworo dkk. membagi demokrasi Indonesia ke dalam empat masa.
Masa pertama, demokrasi konstitusional (1945--1950). Di masa ini, peranan
parlemen dan partai sangatlah menonjol.
Masa kedua, demokrasi terpimpin (1959--1965). Mulainya masa ini ditandai
dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden. Dalam praktiknya, masa ini berakhir dengan
peristiwa G30S pada 30 September 1965.
Masa ketiga, demokrasi Pancasila (1965--1998). Secara garis besar, masa ini
menggunakan landasan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
Masa keempat, demokrasi pascareformasi (1998--saat ini). Cenderung mengalami
banyak perubahan. Partai politik baru bermunculan, pemilihan umum pun dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai