Anda di halaman 1dari 149

SISTEM POLITIK DAN STRUKTUR POLITIK

1. Definisi
a. Sistem

Secara etimologis, sistem politik Indonesia berasal dari tiga kata,


yaitu sistem, politik, dan Indonesia. Sistem berasal dari bahasa Yunani,
yaitu “systema” yang berarti:

1. Keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian.


2. Hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau
komponen secara teratur.

Dengan demikian, kata “systema” berarti sehimpunan bagian atau


komponen yang saling berhubungan secara teratur, integral, dan
merupakan satu keseluruhan. Dalam perkembangannya, istilah itu
mengalami pembiasan sehingga memiliki banyak arti.

Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan


terorganisasi. Sistem dapat pula diartikan lebih tinggi daripada cara,
tata, rencana, skema, prosedur, atau metode. Sistem adalah cara yang
mekanismenya berpatron (berpola) dan konsisten, serta sering bersifat
otomatis (servo-mechanism). Demikian makna sistem yang dikaitkan
dengan terminologi politik.

Beberapa ahli yang mengemukakan definisi sistem, antara lain


sebagai berikut.

1. Menurut Campbell (1979: 3), sistem adalah himpunan komponen


atau bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi
untuk mencapai tujuan.
2. Awad (1979: 4), sistem adalah sehimpunan komponen atau
subsistem yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai dengan
rencana untuk mencapai tujuan tertentu.

1
3. Konontz dan O. Donnell (1976: 14), sistem bukan wujud fisik,
melainkan ilmu pengetahuan yang disebut sebagai sistem yang
terdiri atas fakta, prinsip, doktrin, dan lainnya.
4. Abdul Kadir (2014:61) bahwa “Sistem adalah sekumpulan elemen
yang saling terkait atau terpadu yang dimaksudkan untuk mencapai
suatu tujuan”.
5. Sutabri (2012:3) bahwa “Sistem adalah suatu kumpulan atau
himpunan dari suatu unsur, komponen, atau variabel yang
terorganisasi, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain
dan terpadu”.
6. Sutarman (2012:13) bahwa “Sistem adalah kumpulan elemen yang
saling berhubungan dan berinteraksi dalam satu kesatuan untuk
menjalankan suatu proses pencapaian suatu tujuan utama”.
7. Fatansyah (2015:11) bahwa “Sistem adalah sebuah tatanan
(keterpaduan) yang terdiri atas sejumlah komponen fungsional
(dengan satuan fungsi dan tugas khusus) yang saling berhubungan
dan secara bersama-sama bertujuan untuk memenuhi suatu proses
tertentu”.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem


merupakan sekumpulan elemen, himpunan dari suatu unsur, komponen
fungsional yang saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Dengan demikian, sistem harus memenuhi unsur-unsur yang


meliputi komponen, seperti relevansi, fakta, prinsip, doktrin, fungsi,
dan tujuan bersama. Unsur-unsur tersebut merupakan satu kesatuan
yang saling berkaitan dan saling mendukung untuk mencapai tujuan
organisasi atau negara.

2
b. Politik

Dilihat dari sisi etimologi, kata politik berasal dari bahasa Yunani,
yakni polis yang berarti kota yang berstatus negara kota (city state).
Dalam negara- kota di zaman Yunani, orang saling berinteraksi guna
mencapai kesejahteraan (kebaikan, menurut Aristoteles) dalam
hidupnya. Politik yang berkembang di Yunani kala itu dapat ditafsirkan
sebagai suatu proses interaksi antara individu dengan individu lainnya
demi mencapai kebaikan bersama.

Pemikiran mengenai politik pun khususnya di dunia barat banyak


dipengaruhi oleh filsuf Yunani Kuno. Filsuf seperti Plato dan
Aristoteles menganggap politik sebagai suatu usaha untuk mencapai
masyarakat politik (polity) yang terbaik. Namun demikian, definisi
politik hasil pemikiran para filsuf tersebut belum mampu memberi
tekanan terhadap upaya-upaya praksis dalam mencapai politik yang
baik. Meskipun harus diakui, pemikiran- pemikiran politik yang
berkembang dewasa ini juga tidak lepas dari pengaruh para filsuf
tersebut.

Dalam perkembangannya, para ilmuwan politik menafsirkan politik


secara berbeda-beda sehingga varian definisinya memperkaya
pemikiran tentang politik. Gabriel A. Almond mendefinisikan politik
sebagai kegiatan yang berhubungan dengan kendali pembuatan
keputusan publik dalam masyarakat tertentu di wilayah tertentu, di
mana kendali ini disokong lewat instrumen yang sifatnya otoritatif dan
koersif. Dengan demikian, politik berkaitan erat dengan proses
pembuatan keputusan publik. Penekanan terhadap penggunaan
instrumen otoritatif dan koersif dalam pembuatan keputusan publik
berkaitan dengan siapa yang berwenang, bagaimana cara menggunakan
kewenangan tersebut, dan apa tujuan dari suatu keputusan yang
disepakati. Jika ditarik benang merahnya, definisi politik menurut
Almond juga tidak lepas dari interaksi dalam masyarakat politik (polity)

3
untuk menyepakati siapa yang diberi kewenangan untuk berkuasa
dalam pembuatan keputusan publik.

Definisi politik juga diberikan oleh ilmuwan politik lainnya, yaitu


Andrew Heywood. Menurut Andrey Heywood, politik adalah kegiatan
suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan
mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur
kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan
kerja sama. Dengan definisi tersebut, Andrew Heywood secara tersirat
mengungkap bahwa masyarakat politik (polity) dalam proses interaksi
pembuatan keputusan publik juga tidak lepas dari konflik antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun
kelompok dengan kelompok lainnya. Dengan kata lain, masing- masing
kelompok saling mempengaruhi agar suatu keputusan publik yang
disepakati sesuai dengan kepentingan kelompok tertentu.

Andrew Heywood sekurangnya mengajukan empat asumsi jika


“politik” diucapkan. Keempat asumsi ini sama-sama diyakini sebagai
konteks situasi tatkala kata politik disebutkan kendatipun memiliki
objek kajian yang berbeda. Keempat asumsi tersebut adalah sebagai
berikut :

1. Politik sebagai seni pemerintahan, yaitu politik adalah penerapan


kendali dalam masyarakat melalui pembuatan dan pemberdayaan
keputusan kolektif. Asumsi ini adalah yang paling tua dan telah
berkembang sejak masa Yunani Kuno.
2. Politik sebagai hubungan publik. Aristoteles dalam bukunya
Politics menyatakan bahwa manusia adalah binatang politik.
Maknanya, secara kodrati, manusia hanya dapat memperoleh
kehidupan yang baik melalui komunitas politik. Lalu, dilakukan
pembedaan antara lingkup “publik” dan “privat.” Kedua lingkup
tersebut diperbesar menjadi state (kembangan publik) dan civil
society (kembangan privat). Dalam “state” terletak institusi, seperti

4
pengadilan, aparat pemerintah, polisi, tentara, sistem kesejahteraan
sosial, dan sejenisnya, sedangkan dalam “civil society” terletak
institusi, seperti keluarga, kekerabatan, bisnis swasta, serikat kerja,
klub-klub, komunitas, dan sejenisnya.
Masalahnya, masing-masing entitas dalam “civil society”
cenderung mengedepankan kepentingannya sendiri yang kadang-
kadang berbenturan dengan entitas civil society lainnya. Dengan
demikian, muncullah konsep “state” untuk memoderasi dan
meregulasi entitas-entitas sipil tersebut. Dalam konteks hubungan
“state-civil society” inilah asumsi kedua politik diletakkan.
3. Politik sebagai kompromi dan konsensus. Sharing atau pembagian
kekuasaan adalah asumsi politik sebagai kompromi dan konsensus.
Kompromi dan konsensus dilawankan dengan brutalitas,
pertumpahan darah, dan kekerasan. Dalam politik, tidak ada pihak
yang kepentingannya terselenggarakan 100%. Masing-masing
memoderasi tuntutan agar tercapai persetujuan satu pihak dengan
pihak lain. Politik suatu negara dianggap baik bilamana masalah
pergesekan kepentingan diselesaikan melalui kompromi dan
konsensus di atas “meja”, bukan pertumpahan darah.
4. Politik sebagai kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan
seseorang atau kelompok untuk memengaruhi orang atau kelompok
lain dalam menuruti kehendaknya. Dalam konteks politik,
kekuasaan yang dirujuk adalah kekuasaan sosial, yaitu produksi,
distribusi, dan penggunaan sumber daya suatu masyarakat. Dalam
asumsi ini, politik dilihat sebagai penggunaan “kapital” (yaitu
kekuasaan) dalam konteks produksi, distribusi, dan penggunaan
sumber daya tersebut.
A New Handbook of Political Science menyebutkan bahwa politik
adalah the constrained use of social power (penggunaan kekuasaan
sosial yang dipaksakan). Kata “kekuasaan sosial” ditekankan untuk
membedakannya dengan “kekuasaan individual.” Ini karena politik

5
berkenaan dengan pengaturan hidup suatu masyarakat secara
keseluruhan. Masyarakat yang mengesahkan sekelompok individu
untuk memiliki “kekuasaan sosial” yang aplikasinya “dapat
dipaksakan” atas setiap individu untuk menjamin keteraturan dalam
masyarakat itu sendiri.

Definisi lain politik pada masa modern juga dicatat oleh Hamid bahwa:

“... definisi politik pada masa modern mencakup pemerintah suatu


negara dan organisasi yang didirikan manusia lainnya, di mana
“pemerintah” adalah otoritas yang terorganisasi dan menekankan
pelembagaan kepemimpinan serta pengalokasian nilai secara otoritatif.”

Kata otoritatif merupakan konsep yang ditekankan dalam masalah


politik. Otoritatif adalah kewenangan yang absah, diakui oleh seluruh
masyarakat yang ada di suatu wilayah untuk menyelenggarakan
kekuasaan. Otoritas tersebut ada di suatu lembaga bernama
“pemerintah”. Bukan suatu kekuasaan politik jika lembaga yang
melaksanakannya tidak memiliki otoritas. Pemerintah juga dapat
kehilangan otoritasnya tatkala mereka sudah tidak memiliki kekuasaan
atas masyarakatnya. Pemerintahlah yang mengalokasikan nilai-nilai,
seperti kesejahteraan, keadilan, keamanan, kebudayaan, dan sejenisnya
ke tengah masyarakat. Dengan kekuasaan politik, pemerintah dapat
memaksakan tindakannya atas setiap individu.

Politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam


rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat
kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam wilayah tertentu.

c. Sistem Politik

Sistem politik menurut David Easton terdiri dari sejumlah lembaga-


lembaga dan aktivitas-aktivitas politik dalam masyarakat yang
berfungsi mengubah tuntutan-tuntutan (demands), dukungan-dukungan
(supports) dan sumber-sumber (resources) menjadi keputusan-

6
keputusan atau kebijakan- kebijakan yang bersifat otoritatif (sah dan
mengikat) bagi seluruh anggota masyarakat. Dari definisi tersebut,
sistem politik mencerminkan sebagai suatu kumpulan aktivitas dari
masyarakat politik (polity) untuk membuat suatu keputusan politik.

Gabriel A. Almond mengatakan bahwa sistem politik menjalankan


fungsi- fungsi penyatuan dan penyesuaian (baik ke dalam masyarakat
itu sendiri maupun kepada masyarakat lain) dengan jalan perbuatan atau
ancaman untuk dilaksanakan walaupun agak bersifat paksaan. Hal ini
mempertegas pernyataan Easton bahwa keputusan-keputusan politik
yang dihasilkan dari kerangka kerja sistem politik sifatnya mengikat
sehingga unsur paksaan dalam pelaksanaannya merupakan implikasi
yang tidak dapat dihindari.

Selanjutnya, Easton mengajukan suatu definisi sistem politik yang


terdiri dari tiga unsur, diantaranya yaitu:

1. Sistem politik menetapkan nilai (dengan cara kebijaksanaan)


2. Penetapannya besifat paksaan atau dengan kewenangan
3. Penetapan yang bersifat paksaan itu tadi mengikuti masyarakat
secara keseluruhan.
Dari pendapat tersebut, maka sistem politik menunjukkan adanya
unsur :
1. Pola yang tetap antara hubungan manusia, yang dilembagakan
dalam bermacam-macam badan politik.
2. Kebijakan yang mencakup pembagian atau pendistribusian barang-
barang materiil dan immateril untuk menjadi kesejahteraan atau
membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai negara secara
mengikat
3. Penggunaan kekuasaan atau kewenangan untuk menjalankan
paksaan fisik secara legal.
4. Fungsi integrasi dan adaptasi terhadap masyarakat baik ke dalam
maupun ke luar.

7
Sistem politik berkaitan erat dengan sistem pemerintahan dan
sistem kekuasaan yang mengatur hubungan-hubungan individu atau
kelompok individu satu sama lain atau dengan negara dan antara negara
dengan negara. Dengan demikian, secara sederhana, sistem politik dapat
diartikan sebagai satu-kesatuan aktivitas yang saling berhubungan untuk
mengatur relasi antara negara dengan masyarakatnya maupun negara
dengan negara lainnya.

Adapun untuk memahami sistem politik, menurut Easton ada


empat ciri atau atribut yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu:

1. Unit-unit dan Batasan-batasan Suatu Sistem Politik.


Di dalam kerangka kerja suatu sistem politik, terdapat unit-unit
yang satu sama lain saling berkaitan dan saling bekerja sama untuk
menggerakkan roda sistem politik. Unit-unit ini adalah lembaga-
lembaga yang sifatnya otoritatif untuk menjalankan sistem politik
seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, partai politik, lembaga
masyarakat sipil, dan sejenisnya. Unit-unit ini bekerja di dalam
batasan sistem politik, misalnya cakupan wilayah negara atau
hukum, wilayah tugas, dan sebagainya.
2. Input-output
Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik.
Input yang masuk dari masyarakat ke dalam sistem politik berupa
tuntutan dan dukungan. Tuntutan secara sederhana dijelaskan
sebagai seperangkat kepentingan yang belum dialokasikan secara
merata oleh sistem politik kepada sekelompok masyarakat yang ada
di dalam cakupan sistem politik. Di sisi lain, dukungan merupakan
upaya dari masyarakat untuk mendukung keberadaan sistem politik
agar terus berjalan. Output adalah hasil kerja sistem politik yang
berasal baik dari tuntutan maupun dukungan masyarakat. Output
terbagi menjadi dua, yaitu keputusan dan tindakan yang biasanya
dilakukan pemerintah. Keputusan adalah pemilihan satu atau

8
beberapa pilihan tindakan sesuai tuntutan dan dukungan yang
masuk. Sementara itu, tindakan adalah implementasi konkret
pemerintah atas keputusan yang dibuat.
3. Diferensiasi dalam Sistem
Sistem yang baik haruslah memiliki diferensiasi (pembedaan atau
pemisahan) kerja. Di masa modern adalah tidak mungkin satu
lembaga dapat menyelesaikan seluruh masalah. Misalkan saja
dalam pembuatan undang-undang pemilihan umum di Indonesia,
tidak bisa cukup Komisi Pemilihan Umum saja yang merancang
kemudian mengesahkan DPR. Tetapi, KPU. lembaga kepresidenan,
partai politik dan masyarakat umum dilibatkan dalam pembuatan
undang-undangnya. Meskipun bertujuan sama, yaitu memproduksi
undang-undang, lembaga-lembaga tersebut memiliki perbedaan di
dalam dan fungsi pekerjaannya.
4. Integrasi dalam Sistem
Meskipun dikehendaki agar memiliki diferensiasi (pembedaan atau
pemisahan), suatu sistem tetap harus memerhatikan aspek integrasi.
Integrasi adalah keterpaduan kerja antarunit yang berbeda untuk
mencapai tujuan bersama.
Menurut David Easton sistem politik adalah sebagai berikut:
Sistem politik adalah serangkaian aktivitas politik yang saling
berhubungan, mulai dari input yang berupa tuntutan dan dukungan,
proses, output sebagai hasil dari proses hingga feedback dari output
untuk selanjutnya dapat berupa input kembali. Selain itu, hal yang
juga harus diperhatikan adalah sistem politik dapat mempengaruhi
lingkungan dan lingkungan juga dapat mempengaruhi sistem
politik. Dalam lingkungan ini terdapat sejumlah tantangan serta
tekanan, karena itu diharapkan suatu sistem politik dapat berhasil
untuk menjawab dan menyelesaikan masalahnya. Menurut Eastone,
Proses konversi (convertion process) dalam sistem politik yang
terdiri dari supra struktur politik dan infra struktur politik

9
semuanya berinteraksi dalam suatu kegiatan mengubah masukan
menjadi keluaran.
Pada awal kerjanya, sistem politik memperoleh masukan dari
input. Input terdiri dari dua jenis, diantaranya yaitu tuntutan dan
dukungan. Tuntutan dapat muncul baik dari dalam sistem politik
maupun dari lingkungan (intra dan extrasocietal). Sedangkan input
support (dukungan) dalam sistem politik meliputi sikap dan tingkah
laku yang ditunjukkan untuk mendukung sistem politik dalam tiap-
tiap tingkatan seperti masyarakat, politik, struktur pemerintahan,
dan administrasi yang sedang melaksanakan kekuasaan pemerintah
dan kebijaksanaan khusus pemerintah. Namun demikian, di sisi
lain, dukungan (support) merupakan tindakan atau orientasi untuk
melestarikan ataupun menolak sistem politik. Dengan kata lain,
input support tak hanya bercorak positif melainkan juga negatif.
Akibat input tersebut maka sistem politik mulai bekerja hingga
pada tahap proses. Pada tahap ini, tuntutan dan dukungan diolah
sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan suatu keputusan
atau kebijakan. Keputusan-keputusan inilah yang selanjutnya
disebut sebagai output dari sistem politik. Pada kondisi lebih lanjut,
output akan memunculkan suatu feedback sebagai rerpon terhadap
output itu sendiri maupun dari lingkungan. Reaksi ini akan
diterjemahkan kembali ke dalam format tuntutan dan dukungan,
dan secara lanjut meneruskan kinerja sistem politik.
Suatu sistem politik dapat dikatakan selalu mempunyai
kapabilitas dalam menghadapi kenyataan dan tantangan
terhadapnya. Menurut Almond ada enam kategori kapabilitas
sistem politik yang didasarkan pada klasifikasi input dan output
sistem politik, yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem
politik sebagai berikut:

10
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu ukuran kinerja sistem politik
dalam mengumpulkan SDA dan SDM dari lingkungan
domestik maupun internasional.
2. Kapabilitas Distributif, distribusi ini ditujukan kepada individu
maupun semua kelompok dalam masyarakat, seolah-olah
sistem politik itu pengelola dan merupakan pembagi segala
kesempatan, keuntungan, dan manfaat bagi masyarakat.
3. Kapabilitas Regulatif, yaitu ukuran kinerja sistem politik
dalam menyelenggarakan pengawasan tingkah laku individu
dan kelompok yang berada di dalamnya, maka dibutuhkan
pengaturan.
4. Kapabilitas Simbolik, yaitu ukuran kinerja sistem politik dalam
kemampuan mengalirkan simbol dari sistem politik kepada
lingkungan intra-masyarakat maupun ekstra-masyarakat.
Petunjuk tentang tingginya kapabilitas simbolik ditentukanoleh
atau bergantung pada kreasi selektif pihak pemimpin dan pada
penimbaan yang penuh olehnya terhadap seperangkat
penerimaan atau daya reseptif masyarakat.
5. Kapabilitas Responsif, yaitu ukuran kinerja sistem politik yang
merujuk seberapa besar daya tanggap suatu sistem politik
terhadap setiap tekanan yang berupa tuntutan baik dari
lingkungan intra-masyarakat (domestik) maupun ekstra-
masyarakat (internasional).
6. Kapabilitas Dalam Negeri dan Luar Negeri, yaitu ukuran
kinerja sistem politik yang merujuk bahwa sejauh mana
kapabilitas suatu sistem politik dapat berinteraksi dengan
lingkungan domestik dan lingkungan internasional.

2. Definisi Struktur Politik

Pengertian struktur politik memiliki dua kata, yakni kata struktur dan
kata politik. Pengertian struktur lebih difokuskan kepada lembaga, untuk

11
kata politik sendiri mengandung arti urusan dalam negara. Secara
etimologis, pengertian struktur politik adalah lembaga-lembaga yang
ditugaskan untuk mengurus urusan- urusan penting dalam sebuah negara.
Nilai-nilai kenegaraan yang bersifat otoritatif dipengaruhi pengaruh
kebijakan dan distribusi kewenangan kekuasaan dalam menggunakan hak
dan kekuatannya.

Hubungan antara masyarakat dengan negara diatur dalam struktur


politik, sehingga dengan adanya struktur politik, hubungan antara negara
dengan masyarakat dapat bersifat nyata. Peran dari masyarakat sebagai
bagian dari unsur negara, memerankan peranan penting dalam membentuk
struktur politik. Pendekatan-pendekatan dalam perilaku politik ini maka
akan menimbulkan struktur fungsional sebagai bentuk dari keterlibatan
pemerintah dan masyarakat.

Pendapat yang disampaikan oleh Almond dan Powell Jr.


mengungkapkan bahwa : “struktur politik dapat dibedakan ke dalam sistem,
proses, dan aspek-aspek kebijakan. Struktur sistem merujuk pada organisasi
dan institusi yang memelihara atau mengubah (maintain or change) struktur
politik dan secara khusus struktur menampilkan fungsi-fungsi berikut.

a. Fungsi-fungsi sosialisasi politik merupakan fungsi mengantarkan


generasi muda dan anak-anak untuk mendapat sosialisasi kehidupan
politik dari berbagai institusi, seperti keluarga ,tempat-tempat ibadah,
lingkungan kerja, sekolah, dan sebagainya.
b. Rekrutmen politik melibatkan proses perekrutan pemimpin pemimpin
politik melalui partai-partai politik. Komunikasi politik menjadi
penyambung bagi keseluruhan sistem agar dapat bekerja sebagaimana
mestinya. Tanpa adanya komunikasi politik, energi yang berada dalam
elemen-elemen sistem politik tidak dapat mengalir. Akibatnya, sistem
politik mengalami kemacetan”.

12
Struktur politik yang terlibat dalam peran politik juga akan melibatkan
fungsi- fungsi dari kepentingan para pembuat kebijakan, dan bagaimana
kebijakan itu dilaksanakan di masyarakat. Dalam peranannya, kelompok-
kelompok yang terlibat dalam struktur politik melibatkan partai politik,
kelompok kepentingan, media massa, dan eksekutif. Kebijakan mengenai
pertahanan dan kebijakan pangan juga melibatkan kelompok-kelompok
yang disebutkan diatas.

Menurut pendapat Almond dan Coleman: “struktur politik dibedakan


atas infrastruktur yang terdiri atas struktur politik masyarakat, suasana
kehidupan politik masyarakat, dan sektor politik masyarakat; dan
suprastruktur politik yang terdiri atas sektor pemerintahan, suasana
pemerintahan, dan sektor politik pemerintahan. Dalam kehidupan politik
demokratis, struktur politik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang
bersifat formal dan informal”.

Untuk menentukan keabsahan dalam mengidentifikasi masalah,


menentukan dan membuat kebijakan yang mengikat masyarakat, maka
digunakan mesin politik dalam struktur formal. Namun peran dari lembaga
lembaga pendukung diluar lembaga formallah yang akan mengkonversikan,
menterjemahkan, mengemukakan, menyalurkan dan memberi dukungan
dalam mensosialisasikan kebijakan-kebijakan umum.

Menurut Muchtar Afandi: “kekuasaan adalah kapasitas, kapabilitas,


atau kemampuan untuk memengaruhi, meyakinkan, mengendalikan,
menguasai, dan memerintah orang lain”. Sedangkan menurut Bertrand
Russel: “Struktur politik sebagai satu spesies struktur pada umumnya, selalu
berkenaan dengan alokasi- alokasi nilai yang bersifat otoritatif, yaitu yang
dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan. Kekuasaan adalah
konsep yang mendasar dalam ilmu sosial, seperti halnya energi dalam
konsep ilmu alam”.

13
Kapasitas kekuasaan berarti kewenangan yang dimiliki seseorang untuk
menguasai dan mengendalikan masyarakat karena kewenangan dan
kekuatan yang dimilikinya, kapasitas kekuasaan ini merupakan hak dari
penguasa yang dipilih melalui jalur formal sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku. Menurut Morton Davis: “Kekuasaan adalah sebuah
kapasitas; kapabilitas atau kemampuan untuk memengaruhi, meyakinkan,
mengendalikan, menguasai, dan memerintah orang lain. Kapasitas demikian
erat hubungannya dengan wewenang (authority) hak (right), dan kekuatan
(force, nakedpower). Kekuasaan merupakan fokus inti dari politik. Adapun
fokus utama politik adalah keputusan. Keputusan yang dimaksud adalah
keputusan yang menyangkut kepentingan keseluruhan masyarakat dan
bersifat dapat dipaksakan berlakunya. Dalam membahas struktur politik
pemerintah, biasanya sistem pemerintahan juga dibahas. Sistem
pemerintahan adalah cara kerja dan sekaligus hubungan fungsi antara
lembaga- lembaga negara yang biasanya ditetapkan juga oleh konstitusi.
Klasifikasi kekuasaan dibagi menjadi dua:

a. Sistem pemerintahan parlementer (parleamentary executive, cabinet


government system);
b. sistem pemerintahan presidential (non parliamentary executive,fixed
execu tive, presidential system, chief executive system). Struktur politik
tidak dapat dilepaskan dari fungsi politik, yaitu input, with input,
throughput, output conversation, feedback”.

a. Infrastruktur Politik

Fungsi Infrastruktur Politik

1. Pendidikan politik, agar rakyat bermaksimal dalam sistem


politiknya.
2. Artikulasi kepentingan adalah lembaga yang berfungsi menyampai
Lembaga ini adalah meliputi antara lain,LSM, Ormas, OKP.

14
3. Agregasi kepentingan adalah lembaga yang berfungsi memadukan
aspirasi rakyat yang disampaikan oleh lembaga, seperti LSM,
Ormas, OKP Lembaga yangmemiliki fungsi adalah lembaga partai
politik.
4. Rekrutmen politik adalah lembaga yang berfungsi melakukan
pemilihan pemimpin atau calon pemimpin bagi masyarakat.
5. Komunikasi politik adalah kegiatan yang berguna untuk
menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat,baik
pikiran intra golongan, institut, asosiasi, maupun sektor kehidupan
politik masyarakat dengan sektor pemerintahan”.

b. Suprastruktur Politik

Fungsi dari Suprastruktur Politik Menurut Gabriel Almond:

1. Rule Making (membuat undang-undang). Fungsi ini dilaksanakan


oleh lembaga (Badan Legislatif) yang meliputi DPR, DPRD I,
DPRD II, dan DPD. DPD sebagai lembaga yang mewakili aspirasi
ini merupakan badan baru yang dibentuk supremasi yang fungsinya
berkaitan dengan kegiatan seperti pembuatan RUU tentang
keseimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, tingkat provinsi
ataupun kabupaten/kota.
2. Rule Application (melaksanakan undang-undang). Fungsi ini
adalah fungsi peraturan perundangan yang telah dibuat badan
eksekutif pemerintahan pusat sampai kepemerintah.
3. Rule Adjudication (mengadili pelaksanaan badan yang memiliki
fungsi yang ketiga peradilan yang meliputi Mahkamah Konstitusi
dan Komisi Yudisial serta badan sampai ke daerah, seperti PN,
PT).

15
KAPABILITAS SISTEM POLITIK

1. Definisi Kapabilitas Sistem Politik


Suatu sistem politik harus selalu mempunyai kapabilitas dalam
menghadapi kenyataan dan tantangan terhadapnya.
Kapabilitas adalah kemampuan sistem politik dalam bidang ekstraktif,
distributif, regulatif, simbolik, responsif, dan dalam negeri dan internasional
untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana yang termaksud dalam
pembukaan UUD 1945.
Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi
kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam
menghadapi tantangan ini berbeda di antara para pakar politik. Ahli politik
zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoretisi liberal
abad ke-18 dan 19 yang melihat prestasi politik diukur dari sudut moral.
Pada masa modern ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance
level), yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat,
lingkungan luar masyarakat, dan lingkungan internasional. Pengaruh ini
akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik
bisa dari elite politik atau kelompok infrastruktur politik dan lingkungan
internasional.

16
Macam-macam kapabilitas sistem politik

1. Kapabilitas ekstraktif, yaitu kemampuan sistem politik untuk


melakukan eksplorasi potensi yang ada pada sumber daya alam dan
sumber daya manusia. Kapabilitas ini merupakan masalah yang sama
yang dihadapi oleh sistem politik liberal, sistem politik demokrasi
terpimpin, dan sistem politik demokrasi Pancasila. Ekstraktif adalah
kemampuan pemerintah untuk melakukan pengolahan terhadap SDA
dan SDM di lingkungan dalam ataupun lingkungan luar. Menurut
Gabriel Almond, kapabilitas ekstraktif, yaitu kemampuan
mengumpulkan dan mengelola sumber daya alam dan sumber daya
manusia dari lingkungan dalam negeri dan internasional. Kemampuan
SDA biasanya masih bersifat potensial sampai digunakan secara
maksimal oleh pemerintah, misalnya dalam mengelola pertambangan
berhadapan dengan modal domestik ataupun asing dan kepentingan
kemakmuran rakyat di sisi yang lain. Kemampuan pengelolaan SDM
berkaitan dengan masalah- masalah pendidikan, peningkatan sumber
daya, pengalokasian SDM, dan lain-lain. Tentu saja, pada akhirnya,
kedua dimensi kemampuan pengelolaan potensi SDA dan SDM harus
dipadukan ke dalam satu tujuan, yaitu kemaslahatan bangsa tempat
sistem politik itu bekerja.
Dalam konteks kekinian, kemampuan ekstraktif sistem politik dalam
pengelolaan sumber-sumber material belum mampu mengolah sumber
daya alam untuk menyejahterakan rakyatnya. Meskipun eksplorasi,
bahkan eksploitasi terjadi di mana-mana, masyarakat tetap saja
bergumul dengan kemelaratan dan kemiskinan. Kemampuan ekstraktif
ini juga berfungsi untuk memanfaatkan sumber daya manusia yang
ada, tetapi masih banyak tenaga kerja andal yang tidak dimanfaatkan
dalam penyelenggaraan pemerintahan karena proses rekrutmen politik
yang tidak profesional, bahkan emosional.
2. Kapabilitas distributif, yaitu kapabilitas sistem politik dalam
mengelola dan mendistribusikan sumber daya alam dan sumber daya

17
manusia berupa barang, jasa, kesempatan kerja, bahkan kehormatan
dapat diberi predikat sebagai prestasi real sistem politik. Ukuran
kapabilitas ini adalah kuantitas serta sifat tingkat pentingnya barang
yang didistribusikan. Status, kehormatan, dan kepahlawanan juga
merupakan benda-benda abstrak yang didistribusikan menurut pola
merit sistem ataupun spoil sistem yang diyakini oleh sistem politik
yang bersangkutan. Kapabilitas distributif adalah kemampuan
pemerintah untuk mengalokasikan dan mendistribusikan SDA dan
SDM berupa barang dan jasa yang dimiliki oleh masyarakat dan
negara secara merata. Menurut Gabriel Almond, kapabilitas distributif
merujuk pada kemampuan melakukan alokasi dan distribusi sumber-
sumber ekonomi, penghargaan, status, dan kesempatan untuk semua
lapisan masyarakat. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara
diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata
dalam rangka penciptaan keadilan sosial. Pada saat yang sama,
distribusi sumber-sumber penghidupan dan pekerjaan serta mobilitas
sosial juga penting diperlihatkan oleh kapabilitas distributif ini.
Demikian pula, dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus
kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Sistem dan struktur perpajakan, akan memengaruhi corak kenegaraan,
apakah bisa dikatakan lebih adil atau kurang adil, lebih mampu
menjalankan kapabilitas distributif atau gagal.
Dalam konteks kekinian, kemampuan distributif berkaitan dengan
alokasi barang dan jasa, kemampuan sistem politik dalam
mendistribusikan barang dan jasa belum maksimal karena masih
banyak kesenjangan antara masyarakat kota dan masyarakat perdesaan.
Banyak kita temui ketidakmerataan distribusi barang dan jasa bagi
daerah yang mudah dijangkau dan yang tidak terjangkau. Contoh
kecilnya, ketersediaan gedung sekolah dan kesehatan bagi masyarakat
serta tenaga pengajar dan medis. Selain itu, berkaitan dengan alokasi
kehormatan, status dan kesempatan, aktor-aktor politik di Indonesia

18
belum bersedia mengalokasikan kehormatannya kepada pihak lain,
sehingga yang terjadi hanya oligarki kekuasaan, yang juga ditengarai
adanya sistem dinasti dalam kancah politik. Kesempatan kerja juga
masih minim diciptakan oleh sistem politik sehingga menimbulkan
banyak pengangguran.
3. Kapabilitas regulatif, yaitu kapabilitas sistem politik untuk menyusun
peraturan perundangan mengawasi, mengatur, dan mengendalikan.
Regulatif adalah kemampuan pemerintah untuk membuat aturan-aturan
yang dapat mengontrol dan mengendalikan perilaku individu atau
kelompok agar sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Gabriel Almond beranggapan bahwa kapabilitas regulatif sama dengan
pengaturan yang merujuk pada aliran kontrol atas perilaku individu
dan relasi-relasi kelompok dalam sistem politik. Dalam
menyelenggarakan pengawasan tingkah laku individu dan kelompok
dibutuhkan adanya pengaturan, dan negara memainkan peranan
penting dalam mengatur dan menjamin hak-hak individu dan
kelompok.
Dalam konteks kekinian, kemampuan regulatif adalah kemampuan
yang sangat kritis terjadi di negara ini. Mengapa tidak? Regulasi hadir
sebagai pengontrol dan pengendali tingkah laku dalam berjalannya
sistem politik. Menjadi ironi ketika para pembuat regulasi justru
melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri, bahkan cenderung
“membentengi” diri melalui peraturan yang dibuatnya. DPR misalnya,
yang merupakan pembuat undang-undang, justru sering melanggarnya.
4. Kapabilitas simbolik, yaitu kemampuan untuk membangun pencitraan
terhadap kepala negara atau juga rasa bangga terhadap negaranya.
Menurut Gabriel Almond, kapabilitas simbolik, artinya kemampuan
pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan
yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang
dibuat pemerintah, semakin baik kapabilitas simbolik sebuah sistem
politik.

19
5. Kapabilitas responsif, yaitu kemampuan daya tanggap yang diciptakan
oleh pemerintah terhadap tuntutan atau tekanan. Gabriel Almond
berpendapat tentang kapabilitas responsif bahwa dalam proses politik
terdapat hubungan antara input dan output. Output berupa kebijakan
pemerintah yang dapat diukur dari sejauh mana kebijakan tersebut
dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat (sebagai
inputnya). Kapabilitas ini sedikit berbeda dengan kapabilitas simbolik,
tetapi yang paling pokok bukanlah mencari benang merah antara
kebijakan dan tuntutan/aspirasi masyarakat, tetapi lebih pada proses
pembuatan kebijakan itu sendiri, yaitu pelembagaan mekanisme
agregasi dan artikulasi politik kepentingan masyarakat ke dalam
sebuah kebijakan politik. Jadi, bukan sekadar melihat apakah output
kebijakan paralel dengan aspirasi/tuntutan masyarakat (kemampuan
menangkap wacana aspirasi), tetapi apakah dalam sistem politik
tersebut telah terlembagakan mekanisme yang menyebabkan rakyat
dapat lebih mudah dan lebih mungkin untuk terlibat dalam tahapan-
tahapan pembuatan kebijakan.
Dalam konteks kekinian, mengenai responsivitas, sistem politik
kurang mengakomodasi segala kepentingan masyarakat di lingkungan
sistem politik itu sendiri. Karena selama ini kecenderungan kebijakan
dibuat oleh para elite politik, dan terkadang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Tuntutan masyarakat pun kurang direspons
dengan baik meskipun ditekan dengan berbagai aksi demonstrasi.
6. Kapabilitas domestik dan internasional adalah kemampuan yang
dimiliki pemerintah dalam hal cara ia berinteraksi di lingkungan
domestik ataupun luar negeri.
Dalam konteks kekinian, kemampuan domestik sistem politik masih
lemah sehingga relasi antara pemerintah dan masyarakat kurang
harmonis. Hal ini tergambar dari berbagai aksi ketidakpercayaan
publik terhadap kinerja pemerintah selama ini. Mengenai kemampuan
internasional, sistem politik Indonesia sangat terbuka terhadap

20
kebijakan internasional dan membentuk relasi yang baik dengan dunia
internasional. Namun, menjadi ironi ketika sistem politik Indonesia
memberikan kebebasan pada dunia internasional untuk berinvestasi,
justru mengorbankan masyarakatnya sendiri. Contoh real yang terjadi
saat ini adalah adanya perjanjian perdagangan bebas yang justru
mematikan industri lokal. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa kemampuan sistem politik dalam mengelola potensi yang ada
kurang maksimal. Akibatnya, Indonesia masih terus bergumul dengan
permasalahan klasik yang urung diselesaikan.
Demikian pula, menurut Almond, kapabilitas sistem politik terdiri atas
kemampuan regulatif, ekstraktif, distributif, simbolis, dan responsif.
Almond menyebutkan bahwa pada negara-negara demokratis, output
dari kemampuan regulatif, ekstraktif, dan distributif lebih dipengaruhi
oleh tuntutan dari kelompok kepentingan sehingga dapat dikatakan
bahwa masyarakat demokratis memiliki kemampuan responsif yang
lebih tinggi daripada masyarakat non- demokratis. Sementara pada
sistem totaliter, output yang dihasilkan kurang responsif pada
tuntutan, perilaku regulatif bercorak paksaan, serta lebih menonjolkan
kegiatan ekstraktif dan simbolik maksimal atas sumber daya
masyarakatnya.

21
PENDEKATAN SISTEM POLITIK

Sistem politik merupakan mekanisme seperangkat fungsi atau peranan


dalam struktur politik yang menunjukkan proses yang langgeng (persistent
pattern). Proses tersebut mengandung dimensi waktu (masa lampau, kini, dan
mendatang). Dari sudut ini terlihat bahwa sistem politik merupakan bagian sistem
yang lebih besar, yaitu sistem sosial. Oleh karena itu, dapat dimengerti apabila
dalam analisis sistem (system analysis), teori sistem (theory system), dan
pendekatan sistem (system approach), pengertian sistem politik, kultur politik,
peranan politik dibahas lebih mendalam dengan dibantu oleh dan meminjam
pengertian sosiologi dan psikologi.

Almond dan Powell menguraikan bahwa pengertian dan pendekatan sistem


politik dapat digolongkan dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional, yaitu pendekatan sistem politik yang memandang
lembaga pemerintahan, kekuasaan, dan keyakinan politik sebagai dasar
analisis sistem politik. Tokoh dalam pendekatan ini, antara lain Leo Strauss
dan John Hallowell. Tokoh ini menentang pendekatan Behavioralis

22
(perilaku). Alasannya karena terlalu lepas dari nilai dan tidak menjawab
pertanyaan “Sistem politik apakah yang paling baik atau masyarakat yang
bagaimanakah yang sebaiknya dituju?”
Tokoh ini juga memiliki anggapan bahwa pendekatan perilaku
(behavioralis) tidak relevan dengan politik praktis dan menutup mata
terhadap masalah sosial yang ada.

Pendekatan ini memiliki asumsi berikut.

a. Kerangka perbandingan sistem politik bersifat sempit, dalam arti


cenderung dipengaruhi oleh konsep hukum, ideologi, dan lembaga
pemerintah.
b. Memfokuskan perhatian pada pembentukan lembaga (struktur politik),
kekuasaan, dan keyakinan politik.
c. Berpedoman pada nilai dan norma serta tradisi yang berlaku di
masyarakat (bersifat pragmatis dan dogmatis).
d. Mengacu pada filsafat (das sollen).
e. Mengacu pada ilmu terapan (praktis).
f. Konsep pemikiran lebih banyak dipengaruhi oleh konsep sejarah dan
hukum (historis dan yuridis).
g. Analisis lebih banyak mengacu pada metode kualitatif.
2. Pendekatan Behavioralisme (Pendekatan Perilaku)

Pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh sistem analisis behavioralis


(sistem analisis perilaku). Dalam arti unit analisisnya lebih didasarkan pada
pernyataan, sikap dan perilaku individu, organisasi dan lembaga
pemerintahan yang sedang berjalan.

Pendekatan ini lebih bertitik tolak pada teori sistem, yaitu dengan
mengikutsertakan kenyataan (termasuk kenyataan lingkungan). Pengaruh
para sarjana, seperti Max Weber dan Talcott Parsons menumbuhkan
pendekatan baru yang berusaha menguraikan, menjelaskan, dan

23
membuktikan macam-macam fenomena politik atas dasar susunan
pengetahuan yang lebih “dirasakan” ilmiah dan teratur.

Pendekatan baru tersebut bernama pendekatan keperilakuan


(behavioral approach), sedangkan alirannya disebut aliran keperilakuan
(behavioralisme). Perkembangan pendekatan perilaku ini bersamaan dengan
pendekatan fungsional struktural (structural-functional approach) dan
pendekatan analisis sistem (sistems analysis approach) sehingga ketiganya
sering disejajarkan walaupun untuk hal-hal tertentu terdapat perbedaan
(Morton R. Davis).

Sejarah dan prinsip timbulnya pendekatan ini adalah:

a. Muncul pada pascaperang dunia II (pada dekade tahun 1950- an);


b. Merupakan gerakan pembaharuan dalam ilmu politik;
c. Sistem analisis dalam pendekatan ini adalah Structural and Functional
Analysis (G.A. Almond). Artinya pendekatan ini mengacu pada struktur
dan fungsi suatu lembaga pemerintah dan masyarakat dengan
berpedoman pada realitas, fakta yang sedang terjadi;
d. Memfokuskan perhatian pada “Analisis tingkah laku politik” dan
“bukan pada lembaga, kekuasaan, dan keyakinan politik”;
e. Berpedoman pada fakta yang berlaku di masyarakat (bersifat struktur
dan fungsi);
f. Mengacu pada penelitian empiris (das sain);
g. Mengacu pada ilmu murni (teoretis);
h. Konsep pemikiran lebih banyak dipengaruhi oleh konsep sosiologis dan
psikologis;
i. Analisis lebih banyak mengacu pada metode kuantitatif;
j. Memiliki arah studi yang lebih cenderung bersifat luas, yaitu mengupas
soal struktur dan fungsi (proses politik) dalam pembuatan kebijaksanaan
(policy making).
3. Pendekatan Pascaperilaku (Post Behavioralis)

24
Pendekatan ini adalah pendekatan yang memiliki anggapan bahwa
manusia adalah makhluk yang kreatif. Selanjutnya, pendekatan-pendekatan
kelakuan, struktural-fungsional dan analisis sistem dalam menekuni mencari
dasar ilmu pengetahuan yang empiris, kurang memerhatikan faktor
penglihatan ke depan (vision) dan daya khayal (imagination) yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah sosial politik yang gawat
dan perlu dengan segera diatasi (Miriam Budiardjo).

Pendekatan pascaperilaku (post behavioral) ini timbul sebagai reaksi


terhadap aliran perilaku (behavioralism) karena menurut aliran
pascaperilaku, aliran perilaku sering melupakan nilai manusiawi.

Prinsip-prinsip yang utama dalam pendekatan post behavioralisme


(pascaperilaku) ini adalah:

a. Fokus utama pendekatan ini lebih bersifat proaktif, kreatif, imagination,


dan vision;
b. Memiliki tujuan ingin mengubah pendidikan dan metode penelitian
ilmu politik menjadi ilmu pengetahuan yang murni (eksakta) dan
metode kuantitatif;
c. Mengutamakan penelitian yang bersifat korelatif daripada penelitian
yang cermat;
d. Menginginkan ilmu politik tidak kehilangan kontak dengan realitas
sosial, bahkan ilmu politik merasa harus melibatkan diri dalam usaha
mengatasi krisis yang dihadapi manusia;
e. Menginginkan nilai sebagai fokus penelitian ilmu politik.

Pendekatan dalam sistem politik merupakan salah satu konsep teoritis


yang menunjukkan cara atau alat yang dipergunakan untuk mengamati
sebuah kegiatan dengan sudut pandang atau perspektif tertentu. Sampai
akhir dekade 1960-an ada tiga pengelompokkan dalam ilmu politik menurut
David Apter dan Charles F.Adrain (1968).

1. Pendekatan Normative

25
Pendekatan Normative adalah pendekatan yang menggunakan seluruh
masyarakat sebagai analisisnya dan fokus kajiannya adalah nilai-nilai
yang diinginkan di dalam masyarakat.

2. Pendekatan Struktural
Sasaran utama pendekatan sruktural adalah tertatanya struktur dan
sistem hubungan antara semua komponen dan sistem kehidupan, baik di
wilayah pesisir dan laut maupun komponen pendukung yang terkait
termasuk diantaranya komponen sosial,ekonomi dan fisik.
3. Pendekatan Perilaku

Fokus kajian pendekatan perilaku adalah problematika yang terkait


dengan proses pembelajaran dan sosialisasi, motivasi, persepsi, sikap
terhadap otoritas, dan pertimbangan lain. Unit analisis dalam pendekatan ini
adalah individu dan kelompok kecil.

Berbagai Pendekatan Dalam Ilmu Politik

1. Pendekatan Legal / Institusional

Pendekatan institusionalisme atau kelembagaan mengacu pada negara


sebagai fokus kajian utama. Pendekatan ini merupakan pendekatan paling
awal dalam ilmu politik. Diantara pendekatan dalam ilmu politik
pendekatan legal lah yang tertua. Sesuai dengan namanya maka pendekatan
ini mencakup unsur-unsur legal misalnya : UUD, masalah kedaulatan,
masalah kedudukan dan kekuasaan formal dan yuridis lembaga kenegaraan.
Setidaknya, ada lima sifat-sifat kajian pendekatan ini, yakni:

 Pendekatan legal/tradisional menggambarkan struktur politik formal


tanpa berusaha untuk memperbandingkannya.
 Pendekatan ini juga tidak menaruh perhatian pada organisasi-organisasi
informal.
 Pendekatan ini tidak menguji kesesuaian antara apa yang tertulis dalam
dokumen-dokumen formal dengan kenyataan di dalam praktik.

26
 Pendekatan ini cenderung mempelajari evolusi institusi-institusi formal.
 Pendekatan ini cenderung mengkaji negara secara individual satu
persatu tidak membandingkan antara satu negara dengan negara lain.

Pendekatan ini sering mendapat kritik karena sifat-sifat kajiannya :

 Terlalu normatif, negara dilihat sebagai sebuah badan norma-norma


konstitusional yang formal.
 Analisis dalam pendekatan ini tidak membedakan antara fakta
(pengamatan) dan norma (standar pedoman berprilaku).
 Label Parokhialisme atau ethosentrisme yang ditunjukkan pada
pendekatan ini disebabkan karena bahasan-bahasan pendekatan ini
terbatas pada struktur-struktur politik formal di Negara – Negara
demokratis di Eropa Barat.
 Sifatnya statis, sebab hanya menggambarkan struktur formal.

2. Pendekatan Perilaku dan Pasca Perilaku

Salah satu pemikiran pokok dalam pendekatan perilaku ialah bahwa tidak ada
gunanya membahas lembaga - lembaga formal karena pembahasan seperti itu
tidak banyak memberikan informasi mengenai

proses politik yang sebenarnya. Bagi mereka lebih bermamfaat mempelajari


perilaku manusia karena merupakan gejala yang dapat diamati. Pendekatan ini
juga berorientasi kuat untuk mengilmiahkan ilmu politik dan memisahkan diri dari
pendekatan tradisional. Prinsip utama yang menjadi kredo perilaku pendekatan ini
dapat diidentifikasi sebagai berikut:

 Menampilkan keteraturan
 Membedakan secara jelas antara norma dan fakta
 Analisisnya bebas nilai, tidak boleh dipengaruhi nilai - nilai pribadi
peneliti
 Penelitian bersifat sistematis dan cenderung theory building

27
 Harus bersifat murni, kajian terapan yaitu mencari penyelesaian masalah
dan penyusunan rencana perbaikan.

David Easton dalam bukunya A System Analysis of Political Life mengatakan


bahwa dalam sebuah sistem politik selalu ada aliran (flow) yang berlangsung
secara terus menerus dari input ke output. Input yang berupa dukungan dan
tuntutan akan diinput oleh para pembuat keputusan dan aktor politik lainnya, input
yang berupa informasi tersebut akan di proses dalam sebuah black box yang
merupakan institusi politik dan hasilnya adalah output dalam bentuk peraturan dan
keputusan.

Kritik pendekatan ini antara lain :

 Pendekatan perilaku terlalu steril karena menolak nilai dan norma dalam
penelitian politik.
 Pendekatan ini tidak mempunyai relevansi dengan realitas politik, terlalu
menekankan kepada masalah yang kurang penting seperti soal voting atau
pendapat umum, bukannya masalah serius seperti pertentangan atau
konflik dalam masyarakat.

PENGELOMPOKAN PENDEKATAN SISTEM POLITIK INDONESIA

Ilmu Politik mempunyai kaitan dengan ilmu pengetahuan lainnya,dimana dalam


kajian ilmu politik tersebut berkaitan dengan ilmu sosial lainnya. Adapun
hubungan ilmu politik dengan ilmu lainnya meliputi:

a. Pendekatan Sejarah

Sistem politik dipelajari dari sejarah bangsa. Ada tiga faktor yang mempengaruhi
pendekatan ini, yakni masa silam (the past), masa sekarang (the present), dan
masa yang akan datang (the future).

b. Pendekatan Sosiologi

28
Untuk mempelajari sistem politik suatu negara perlu mempelajari sistem
sosial/sistem kemasyarakatan yang ada disuatu negara. Perbedaan – perbedaan
sistem sosial akan mempengaruhi terhadap sistem politik suatu negara.

c. Pendekatan Kultur/Budaya

Pendekatan ini dapat dilihat dari pendidikan dan budaya masyarakatnya.

d. Pendekatan Psycho Social

Masyarakat dalam pendekatan dilihat dari sikap – sikap masyarakat yang akan
berpengaruh terhadap sikap – sikap politik.

e. Pendekatan Filsafat

Dalam pendekatan ini dibicarakan tentang filsafat yang menjadi way of life dari
masyarakat atau bangsa itu.

f. Pendekatan Ideology

Didalam pendekatan ini suatu sistem politik dilihat dan dipelajari dari ideology
bangsa/negara yang berlaku didalam negara itu.

g. Pendekatan Konstitusi

Didalam pendekatan ini, suatu sistem politik dilihat dari konstitusi dan undang –
undang serta hukum yang berlaku didalam negara itu.

Ilmu Politik mempunyai kaitan dengan ilmu pengetahuan lainnya,dimana dalam


kajian ilmu politik tersebut berkaitan dengan ilmu sosial lainnya. Adapun
hubungan ilmu politik dengan ilmu lainnya meliputi:

 Ilmu Politik dan Ilmu Negara

Ilmu Politik dan ilmu negara mempunyai objek yang sama,kedua - duanya
mempelajari negara dalam arti umum. Ilmu politik dan ilmu negara tidak
menyelidiki negara tertentu,tetapi negara dalam arti umum yaitu negara sebagai
gejala masyarakat terlepas dari batasan temporal dan teritorial. Ilmu negara
tugasnya terbatas pada usaha - usaha melukiskan lembaga kenegaraan yang

29
sifatnya statis. Sedangkan ilmu politik tugasnya meliputi usaha untuk
menganalisis dari peristiwa politik yang sifatnya dinamis.

 Ilmu Politik dan Filsafat

Filsafat ialah usaha untuk memecahkan masalah secara universal dan kehidupan
manusia. Ilmu Politik berhubungan dengan filsafat yang merupakan bagian dari
filsafat yang menyangkut kehidupan politik terutama mengenai sifat hakiki asal
mula dan nilai dari negara, mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan yang
menyangkut alam semesta dan kehidupan manusia. Filsafat digunakan sebagai
pedoman bagi manusia dalam menetapkan sikap hidup dan tingkah laku.

 Ilmu Politik dengan ilmu Ekonomi.

Ilmu Politik dan Ilmu Ekonomi sejak dulu sampai sekarang selalu sangat erat
hubungannya., keduanya saling membutuhkan bisa dikatakan salah satu diantara
keduanya tidak bisa berjalan tanpa beriringan satu sama lain. Pada masa dahulu,
ilmu politik dan ilmu ekonomi dianggap sebagai satu bidang ilmu tersendiri yaitu
politik ekonomi, yaitu pemikiran dan analisis kebijakan untuk kesejahteraan
negara. Ekonomi berpengaruh dalam politik hanya di beberapa titik saja, dimana
titik penghasilan dan pengeluaran dari kekayaan sangatlah berpengaruh dalam
pemerintahannya.

 Ilmu Politik dengan Sosiologi

Sosiologi dan ilmu politik adalah disiplin ilmu dengan asal usul yang sama, dan
telah lama ilmu politik membahas tentang masyarakat di negara. Sosiologi adalah
ilmu yang terkait kuat secara keseluruhan akan proses perkembangan kehidupan
manusia, dimana jangkauan ilmu sosiologi lebih luas dalam menganalisis
pesatnya pertumbuhan manusia. Dengan menggunakan teori sosiologi, para
sarjana politik dapat mengetahui sampai dimana susunan dan stratifikasi sosial
dapat mempengaruhi atau dipengaruhi. Sosiologi dan ilmu politik mempelajari
tentang negara, tetapi sosiologi menganggap negara adalah salah satu lembaga
sosial.

30
 Ilmu Politik dengan Psikologi Sosial

Psikologi mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan masyarakat,


khususnya factor - faktor yang mendorong manusia untuk berperan dalam
kelompok atau golongan karena psikologi memperhatikan kepemimpinan tidak
resmi yang bisa mempengaruhi suatu keputusan dalam kebijakan politik dan
negara. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku masyarakat
umum, karena ilmu politik berhubungan sangat dekat dengan psikologi. Dalam
psikologi politik kita akan menemukan tentang sosialisasi politik, analisis
kepribadian, partisipasi massa, dan sebagainya.

 Ilmu Politik dengan Sejarah

Sejarah sangat dekat hubungannya dengan ilmu politik. Professor Seely


mengatakan “ sejarah tanpa ilmu politik laksana pohon tanpa buah, sedangkan
ilmu pollitik tanpa sejarah bagai pohon tanpa akar. Maksud keduanya itu adalah
sejarah sangat penting bagi ilmu politik, karena sejarah menyediakan data dan
fakta masa lampau untuk diolah lebih lanjut. Dengan menguasai sejarah, maka
sarjana politik dapat merencanakan lebih baik atas masalah yang terjadi di masa
lampau menjadi lebih baik lagi agar terwujud keadaan yang ideal.

 Ilmu Politik dengan Etika

Etika adalah pengetahuan tentang hal - hal yang baik dan buruk, tentang
keharusan dan hal - hal yang wajib dibiarkan. Hubungan ilmu politik dan etika
dilukiskan sebagai suatu hubungan yang membatasi ilmu politik, terutama praktek
politik. Etika mengatakan apa yang harus dilakukan, tetapi disamping itu juga
menetapkan batas - batas dari apa yang wajib dibiarkan. Etika memberikan dasar
moral kepada politik. Apabila menghilangkan moral dari politik, maka akan kita
dapatkan politik yang bersIfat “Machiavelistis” yaitu politk sebagai alat untuk
melakukan segala sesuatu, baik atau buruk tanpa mengindahkan kesusilaan.
Hanya dengan jalan menjadikan kesusilaan sebagai dasar politik, dapat
diharapkan akan adanya politik yang mengindahkan aturan - aturan permainan,
apa yang harus dilakukan dan apa yang wajib dibiarkan.

31
KELOMPOK KEPENTINGAN ( Interst Group )

1. Pengertian Kelompok Kepentingan

Kelompok kepentingan adalah salah satu kekuatan yang penting dalam


konfigurasi politik dalam tahap tertentu yang dapat mendinamisasikan sistem
politik, karena bentuk lahirnya politik kelompok- kelompok yang menegaskan
dengan adanya pluralisme dan kompetisi di dalam masyarakat. Kelompok
kepentingan (interest group) di defenisikan sebagai, a group of persons who share
a common cause, which puts them into political competition with other groups of
interests. (Mohammad,2016)

Berdasarkan definisi itu difungsikan sebagai kelompok kepentingan yang terbatas


pada agregasi dan artikulasi kepentingannya saja. Mereka adalah kelompok
terorganisasi yang sudah memiliki tujuan yang sama secara aktif dan berusaha

32
mempengaruhi pemerintahan. Ada hal lainya, yaitu tujuan mereka hanyalah
berusaha agar “mempengaruhi” suatu proses pengambilan kebijakan dalam
pemerintah sesuai adanya keinginan kelompok yang diwakilinya. Oleh karena itu,
jika dibandingkan dengan partai politik maka sedikit berbeda dan lebih sempit.
Seperti mana yang sudah di definisikan oleh Giovanni Sartori, partai politik
sebagai, any political group that presents at elections, and is capable of placing
through elections,candidates for public offices. Berdasarkan definisi tersebut,
partai politik sesungguhnya secara sengaja bertujuan untuk mendudukkan wakil-
wakilnya dalam pemerintahan, atau meraih jabatan- jabatan dalam pemerintahan.

2. Latar Belakang Kelompok Kepentingan


Efektifitas suatu sistem politik pada kenyataannya dapat diukur sejauh mana
kemampuannya dalam menanggapi tuntutan-tuntutan maupun dukungan yang
diterimanya serta merumuskannya dalam bentuk kebijakan ataupun output yang
tepat. Hasil dari setiap kebijakan merupakan bagian dari proses politik yang
mencerminkan beragamnya aspirasi yang muncul yang merupakan konsekwensi
dari beragamnya kepentingan masyarakat. Meskipun demikian, dalam sistem
politik, tidak semua aspirasi yang muncul dapat disalurkan melalui kekuatan-
kekuatan politik formal seperti partai politik yang memiliki fungsi resmi sebagai
penyalur aspirasi, tetapi juga kekuatan lain yakni kelompok kepentingan (interest
group).

Dalam tahap tertentu, keterbatasan partai politik, baik karena sumberdaya


material, sumberdaya manusia, orientasi ideologi, kultur, faksionalisme,
kepentingan jangka pendek, minat terhadap isu, keterbatasan jaringan, masalah
komunikasi, hubungan personil, dan lain-lainmenyebabkan mereka terkadang
tidak cukup dapat diharapkan untuk menyampaikan aspirasi dalam masyarakat
secara efektif. Keadaaan ini menyebabkan orang lebih menumpukan perhatiannya
dalam menyampaikan aspirasi melalui unsur kelompok kepentingan.

Dengan demikian, kelompok kepentingan merupakan salah satu kekuatan penting


dalam konfigurasi politik yang dalam tahap tertentu dapat mendinamisasikan
sistem politik, dalam bentuk lahirnya politik kelompok- kelompok yang

33
menegaskan adanya pluralisme dan kompetisi dalam masyarakat. Sejauh ini
diskusi-diskusi tentang proses politik lebih banyak ditumpukan pada partai politik.
Padahal dalam kenyataanya seiring dengan membiaknya kehidupan masyarakat
dan munculnya sektor-sektor baru dalam kehidupan menyebabkan keberadaan
kelompok kepentingan perlu diperhitungkan secara politik.

3. Jenis – Jenis Kelompok Kepentingan

Kelompok kepentingan pada hakikatnya dapat dibagi menjadi dua, yakni:


Pertama, kelompok kepentingan privat; dan kedua, kelompok kepentingan publik.
Kelompok kepentingan privat adalah kelompok kepentingan yang berusaha
memperjuangkan kepentingan - kepentingan anggota-anggota yang diwakilinya
(golongan tertentu) dalam konteks kehidupan umum seperti: Pengacara, dokter,
akuntan, dosen, guru, hakim, pengacara, serta golongan professional lain,
termasuk juga para pekerja atau buruh. Juga dalam konteks ini adalah kepentingan
produsen atas bidang- bidang usaha tertentu. Sementara kelompok kepentingan
yang bersifat publik adalah kelompok kepentingan yang lebih berorientasi
mempengaruhi pemerintah agar melakukan tindakan tertentu yang
menguntungkan kepentingan umum secara menyeluruh, ketimbang anggotanya.
Contoh dari jenis kelompok kepentingan ini adalah gerakan -gerakan sosial yang
mengadvokasi isu-isu lingkungan, pendidikan, pertambangan, perempuan,
ketenagakerjaan, korupsi, kekerasan, perdagangan manusia, konsumen dan
sebagainya.

Berbicara tentang kepentingan atau penyaluran dukungan terhadap paslon, tidak


semua kepentingan yang diartikan atau disalurkan akan terpenuhi sesuai dengan
keinginan dari kelompok kepentingan tersebut, hal ini tergantung sejauh mana
ketekunan, sumber kekuatan, dan dukungan yang dimiliki oleh kelompok tersebut,
bahwa sudah kita ketahui bahwa sistem politik tidak jauh dari pengaruh
lingkungan dari luar maupun dalam. Kelompok kepentingan menginginkan
desentralisasi dari kekuasaan dan partisipasi dalam peningkatan suatu organisasi.
Kelompok ini selalu berinteraksi dengan badan eksekutif namun tetap
memposisikan kedudukannya sebagai organisasi yang otonom terhadap negara.

34
Cara kerja kelompok kepentingan tidak menggunakan tekanan-tekanan ataupun
paksaan, tetapi melalui hubungan ke dalam (lobbying) serta jaringan kerja
(networking) yang intensif tetapi persuasif.

Gabriel A. Almound membedakan kelompok kepentingan menjadi empat bentuk,


antara lain:

a) Kelompok Anomik: Kelompok anomik terbentuk di antara unsur-unsur dalam


masyarakat secara spontan dan hanya bersifat sementara dan tidak memiliki
norma dan sistem yang jelas. Kelompok ini tidak memiliki jaringan resmi dengan
organisasi politik maupun institusi lainnya. Organisasi ini sangat longgar dan
hanya terbatas pada bentuk-bentuk forum, komite, dan sejenisnya. Kelompok ini
juga dapat menumbuhkan keberanian rakyat untuk mengambil posisi berbeda
dengan penguasa.

b) Kelompok Non-Asosional: Kelompok ini tidak terorganisir dan kurang teratur,


kegiatan bersifat insidental. Secara teoritis, kegiatan kelompok non-asosional
merupakan ciri masyarakat yang belum maju, di mana kesetiaan kesukuan atau
keluarga- keluarga aristokrat mendominasi kehidupan politis.

c) Kelompok Institusional: Organisasi seperti partai politik, korporasi bisnis,


badan legislatif, organisasi keagamaan sering kali mendukung kelompok
institusional. Kelompok ini bersifat formal dan memiliki fungsi-fungsi politik dan
sosial. Kelompok ini juga mempunyai pengaruh kuat dalam mempengaruhi
kebijakan pemerintah, hal ini karena basis dari kelompok ini kuat.

d) Kelompok Assosional: Kelompok assosional meliputi serikat buruh, kelompok


keagamaan, organisasi sosial. Secara khusus, kelompok assosional menyatakan
kepentingan dari suatu kelompok khusus, menggunakan pekerja yang profesional,
dan memiliki prosedur yang teratur guna merumuskan kepentingan dan tuntutan.
Basis organisasionalnya menempatkannya di atas kelompok non-assosional,
strategi dan tujuannya dianggap mewakili kepentingan masyarakat.

e) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM): Pada umumnya Lembaga Swadaya


Masyarakat adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun

35
sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari
kegiatannya. Sebutan LSM sendiri merupakan pengembangan dari istilah Ornop
(organisasi non pemerintah) yang merupakan terjemahan langsung dari istilah
bahasa Inggris Non Government Organization (NGO).

LSM ada beberapa kategori dan beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:

1) Paradigma Konformis (developmentalis), yang visinya berangkat dari asumsi


bahwa masalah demokrasi dan kondisi sosial ekonomi rakyat sebagai faktor yang
interen dengan kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpencilan.
Dengan demikian solusinya adalah dengan melakukan perubahan mental atau
budaya masyarakat sasaran.

2) Paradigma reformis. Kalangan LSM ini melihat kondisi sosial ekonomi dan
demokrasi karena tak berfungsinya elemen-elemen sosial politik yang ada, di
mana rakyat atau kelompok-kelompok masyarakat kurang memiliki akses dan
keempatan untuk berpartisipasi dalam politik dan pembangunan. Makanya
pendekatan pemecahan masalah, identik dengan pendekatan kedua dari Eldridge
di atas, yakni berupaya menyediakan untuk berpartisipasi dengan model
perubahan yang diharapkan berupa perubahan fungsional struktural.

3) Paradigma transformatoris. Gerakan-gerakan LSM seperti ini terasa agak


radikal, di mana iklim atau isu keterbukaan dimanfaatkan untuk mencoba
membongkar berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik. Sangat kontras
dengan LSM berparadigma pertama dan kedua, yang ketiga ini melihat kondisi
struktur sosial ekonomi dan politik sebagai hasil pemaksaan negara atau
kelompok-kelompok dominan, sehingga oleh karena itu melahirkan ketidakadilan
dan ketidak demokrasian. Oleh sebab itu isu gerakan LSM lebih bernuansa
politik, seperti mengambil tema hak azasi manusia (HAM), kesenjangan sosial,
gerakan civil society, pelibatan rakyat bahwa dalam proses-proses politik seperti
demonstrasi, unjuk rasa, termasuk mimbar bebas, serta berorientasi pada
kemandirian rakyat, dengan konfik sebagai pendekatan yang digunakan. Instruksi

36
Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990, menyebutkan bahwa jenis-jenis
LSM antara lain:

1. Organisasi Donor : organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan


biaya bagi kegiatan organisasi non pemerintah lain.

2. Organisasi mitra Pemerintah : organisasi non pemerintah yang melakukan


kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan kegiatannya.

4. Saluran Artikulasi Kepentingan

Saluran untuk menyatakan pendapat dalam masyarakat berpengaruh besar dalam


menentukan luasnya dan efektifnya tuntutan kelompok kepentingan. Saluran –
saluran paling penting adalah :

 Demontrasi dan Tindakan Kekerasan.


Demontrasi dan tindakan kekerasan ini merupakan salah satu sarana untuk
menyatakan tuntutan / kepentingan. Sarana ini banyak dipergunakan oleh
kelompok kepentingan.
 Hubungan Pribadi adalah salah satu sarana penyampaian kepentingan melalui
media keluarga, sekolah, hubungan keaerahan sebagai perantara kepada elit
politik.
 Perwakilan Langsung
Sarana artikulasi dan agregasi kepentingan yang bersifat resmi seperti
legislative, eksekutif dan yudikatif serta lembaga resmi lainnya.
 Saluran formal dan Institusional lain
Sarana artikulasi yang meliputi antara lain media massa cetak, elektronik, dan
partai politik ( institusional ) lainnya.

5. Tujuan Kelompok Kepentingan


Dalam politik di Indonesia kita bisa mencatat setidaknya ada beberapa tujuan dari
kelompok kepentingan.

37
Pertama, adalah kelompok kepentingan merepresentasikan konstituen mereka
dalam mempengaruhi agenda politik. Di mana melalui loby-loby yang dilakukan
diharapkan berdampak pada tujuan yang ingin mereka capai.

Kedua, kelompok kepentingan memberikan peluang bagi anggotanya untuk


berpartisipasi dalam proses politik. Minimal menyangkut satu isu tertentu,
anggota-anggotanya dapat terlibat dalam mempengaruhi pejabat pemerintah.

Ketiga, membantu mendidik individu atau masyarakat yang menjadi anggotanya


untuk sadar terhadap isu-isu tertentu, sehingga memiliki sikap yang sama dengan
anggota yang lain.

Keempat, membantu individu untuk mengambil tindakan terhadap isu-isu


tertentu, sehingga dapat menjadi perhatian umum.

Kelima, kelompok kepentingan dapat menjadi evaluator ataupun pengawas


terhadap program-program pemerintah. Mereka bisa menilai kekurangan-
kekurangan program pemerintah, serta memberikan masukan- masukan. Syukur-
syukur masukan yang disampaikan menjadi agenda legislatif ataupun agensi-
agensi pemerintah yang lain untuk meningkatkan mutu pelayanannya.

6. Sifat dan Klasifikasi Kelompok Kepentingan


a. Sifat Lembaga ini antara lain sebagai berikut :
 Independen artinya bahwa dalam menjalankan visi, misi, tujuan, program,
sasaran dan lain – lainnya dilakukan secara bebas dengan tanpa ada intervensi
pihak lain.
 Netral artinya bahwa dalam menjalankan eksistensinya, tidak tergantung pada
pihak lain.
 Kritis artinya bahwa dalam menjalankan eksistensinya dilakukan dengan
berdasarkan pada data, fakta dan analisis yang mendalam yang dilakukan
dengan metode teknik analisis yang shahih.

38
 Mandiri artinya bahwa dalam menjalankan eksistensinya dilakukan dengan
konsep dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri yang ditujukan bagi
kesejahteraan masyarakat luas.

b. Klasifikasi Kelompok Kepentingan (Interest Group)

Menurut realitas sosial yang ada di Indonesia. Interest Group dapat


diklasifikasikan menurut Organisasi Kemasyarakatan yang ditinjau dari aspek
agama, sosial budaya, kemasyarakatan, kepemudaan, profesi, kewanitaan dan
kependidikan.

 Organisasi Kemasyarakatan adalah Organisasi yang anggotanya meliputi


anggota masyarakat yang memiliki ideology, garis perjuangan ( Platform )
serta komitmen yang sama dalam mencapai tujuan yang sama pula. Jenis
organisasi ini antara lain :
- MKGR ( Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong )
- KOSGORO
- SOKSI, dan lain – lain.
 Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Agama

Organisasi ini adalah didirikan untuk mengartikulasi kepentingan


masyarakat / komunitas agama terhadap masyarakat, bangsa dan negara yang
dapat berkaitan dengan perlindungan dan kesejahteraannya. Contoh
organisasi ini antara lain :

- Nadhatul Ulama ( NU )
- Muhammadiyah
- Parmusi
- KWI
- Parisade Hindu Dharma
 Organisasi Masyarakat Berdasarkan Kepemudaan

39
Organisasi ini adalah didirikan untuk mengartikulasi kepentingan
masyarakat / komunitas kepemudaan terhadap masyarakat, bangsa dan
negara yang dapat berkaitan dengan perlindungan dan kesejahteraannya.
Contoh organisasi ini adalah antara lain :

- KNPI (Komite Pemuda Nasional Indonesia)


- PII (Pelajar Islam Indonesia)
- HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia)
 Organisasi Berdasarkan Sosial Kedaerahan

Organisasi ini adalah didirikan untuk mengartikulasi kepentingan


masyarakat / komunitas sosial kedaerahan guna membangun kebersamaan
dan perlindungan serta kesejahteraannya. Contoh Organisasi ini antara
lain:

- Paguyuban Masyarakat Asal Bima


- Paguyuban Masyarakat Asal Wonosoba, dan lain – lain.
 Organisasi Berdasarkan Profesi

Organisasi ini adalah didirikan untuk mengartikulasi kepentingan


masyarakat/komunitas sesame profesi guna membangun kebersamaan dan
perlindungan serta kesejahteraannya. Contoh organisasi ini antara lain :

- Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI)


- PERHUMAS
- PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)
- ISKI (Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia)
- FRI (Forum Rektor Indonesia)

40
FUNGSI – FUNGSI SISTEM POLITIK

1. Pengertian,Tujuan, Obyek dan Agen Sosialisasi

Pengertian

Dalam sistem politik terdapat beberapa fungsi, di antara fungsi yang paling
dominan adalah fungsi sosiologi politik. Sosialisasi politik merupakan cara untuk

41
memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap dan etika politik yang berlaku atau yang
dianut oleh negara. Pembentukan sikap politik atau membentuk sikap dan
keyakinan politik membutuhkan waktu yang panjang dan proses yang terus-
menerus.

Sosialisasi politik dapat diartikan sebagai proses yang dilalui seseorang dalam
menentukan sikap dan orientasi terhadap fenomena- fenomena politik yang
berlaku pada masyarakat tempat ia berada saat ini. Pada tahap ini terjadi proses
penanaman nilai-nilai kebijakan bermasyarakat atau prinsip kebijakan menjadi
warga negara yang efektif. Agen-agen sosialisasi politik terdiri atas 6 agen, yaitu
keluarga, kelompok bermain atau bergaul, sekolah, pekerjaan, media massa, dan
kontak-kontak politik secara langsung. Pendidikan sekolah, pengalaman keluarga,
dan pengaruh pergaulan berperan dalam memperkuat keyakinan, tetapi dapat pula
mengubahnya secara drastis. Sosialisasi politik dapat berwujud transmisi dan
pengajaran. Artinya dalam sosialisasi itu terjadi interaksi antara suatu sikap dan
keyakinan politik yang dimiliki oleh generasi tua terhadap generasi muda yang
cenderung masih fleksibel menerima pengaruh ajaran. Transmisi dan pengajaran
tersebut dapat berwujud interaksi langsung, yaitu berupa pengajaran formal
ataupun doktrinasi suatu ideologi.

Sosialisasi politik ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan


kebudayaan tempat individu-individu berada. Para sarjana yang memberikan
pengertian tentang sosialisasi politik sesuai dengan latar belakang disiplin
keilmuannya, di antaranya sebagai berikut.

1. David Easten dan Jack Dennis dalam bukunya Children in the Political System:
Origins of Political Legimacy memberikan suatu batasan tentang sosialisasi
politik adalah:

“Proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi- orientasi politik


dan pola-pola tingkah laku.”

42
2. Fred I. Greenstein dalam buku Political Socialization diangkat dari
International Encyclopedia of the Social Sciences Vo. 14. 1968, New York,
menyatakan bahwa sosialisasi politik adalah:

“Penanaman informasi politik yang sengaja, nilai-nilai dan praktik- praktik yang
oleh badan instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini; dan
semua usahanya mempelajari politik, baik formal maupun informal, disengaja
ataupun tidak terencana, pada setiap tahap siklus kehidupan, dan termasuk di
dalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik, tetapi juga secara
nominal belajar sikap nonpolitik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian
yang bersangkutan.”

3. R.S. Signal menyatakan bahwa sosialisasi politik adalah proses belajar yang
terkait dengan norma politik yang dapat dialihkan dari suatu generasi ke generasi
berikutnya untuk menerima suatu sistem politik yang sedang berlangsung.

4. Robinson yang diangkat oleh Alexis S. Tan dalam buku Mass Communication;
Theories and Research menyatakan bahwa:

“Sosialisasi politik merupakan proses perubahan perilaku yang berhubungan erat


dengan proses belajar.”

Dari semua pengertian tersebut, jelas bahwa sosialisasi politik merupakan proses
transformasi nilai-nilai yang didahului pembentukan sikap perilaku melalui proses
belajar.

Secara filsafat sosialisasi politik adalah hakikat manusia yang ingin


mengembangkan nilai-nilai pribadi dan pola keyakinan dalam lingkup suatu
sistem. Pembentukan sikap politik sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai lingkungan
tempat keberadaan individu.

Sistem politik suatu negara akan memengaruhi kepribadian politik warga


negaranya. Dalam kehidupan sistem politik suatu negara, sosialisasi politik tidak
lagi dalam skup kelompok, organisasi, partai politik, wilayah etnis kultur, tetapi

43
telah berada dalam skup negara yang berorientasi pada kepentingan dan keutuhan
bangsa.

Tujuan Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik yang diselenggarakan negara mentransformasi nilai-nilai yang


menjadi pola keyakinan dan pola kepercayaan yang dapat membawa bangsa ke
arah kebesarannya. Oleh karena itu, tujuan sosialisasi politik dapat dilihat dari
beberapa dimensi, yaitu:

1. Dimensi psikologis;

2. Dimensi ideologis;

3. Dimensi normatif.

Ketiga dimensi ini memberi dampak saling berkaitan yang sasaran antara, karena
sasaran akhir adalah stabilitas berkesinambungan dalam arti lestarinya sistem
politik berikut sistem nilai yang mendasarinya.

Dimensi pertama sosialisasi politik terarah pada pembentukan sikap politik dan
kepribadian politik, yang secara utuh merupakan faktor-faktor kejiwaan. Dalam
proses ini berlangsung secara bertahap dalam rangkaian peristiwa politik, hal ini
berawal dari tingkat pemahaman atau pengenalan tentang politik (political
cognation). Kemudian meningkat pada pendalaman akan makna politik yang
memberi dampak terhadap cara berpikir yang membuka cakrawala terhadap
referensi pikiran. Tahap ini berada dalam sikap efektif (political effection). Pada
tahap ini pribadi-pribadi manusia telah memiliki “pilih banding sesuai dengan
yang diminati”. Penghayatan yang terus berlanjut diiringi keyakinan maka akan
terbentuk kepribadian politik (political personality) yang dapat diketahui dalam
wujud perilaku dan sikap politik (political behavior). Tahap ini telah berada dalam
tahap “psychomotoris” atau berada pada kematangan politik (political maturity).
Pada tahap ini pelestarian sistem politik sekaligus sistem nilainya telah dapat
didekati karena mereka telah berada dalam kondisi adaptasi terhadap nilai-nilai
yang berlangsung.

44
Dimensi kedua adalah dimensi ideologis. Dimensi ini sebagai proses penerimaan
terhadap ideologi yang telah menjadi pola keyakinan. Simbol-simbol politik telah
diinterpretasikan ke dalam simbol-simbol keyakinan politik. Pada dimensi ini,
ideologi telah menjadi nilai-nilai yang memedomani sikap perilaku kehidupan
bernegara sehingga pengaruh-pengaruh kontemporer tidak memberi makna yang
berarti.

Dimensi ketiga, yaitu dimensi normatif, menunjukkan kondisi terintegrasinya


sikap mental dan pola pikir dalam sistem norma yang berlaku. Norma
menunjukkan kaidah-kaidah yang dibentuk penguasa dan kaidah-kaidah yang
berkembang dalam masyarakat.

Apabila ketiga dimensi tersebut telah dapat diwujudkan, sasaran antara atau tujuan
antara sosialisasi politik telah berhasil dan upaya pelestarian sistem politik, sistem
nilai dapat didekati.

Upaya pelestarian sistem politik pada umumnya dilakukan dengan berbagai cara.
Semua unsur dan fasilitas yang dimiliki negara biasanya dimobilisasikan untuk
tercapainya pelestarian tersebut. Pengertian mobilisasi diberi makna netral bukan
dalam konotasi yang berlaku di negara komunis karena makna mobilisasi di
negara tersebut terdapat unsur-unsur coersive atau unsur paksa menurut desain
paksa penguasa, sedangkan mobilisasi netral menandai terhadap kondisi yang
diciptakan melalui suatu proses membentuk alam sadar.

Objek Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik, terletak pada objek dari sosialisasi yaitu masyarakat yang
dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan
manusia di dalam masyarakat. Sosialisasi politik juga terdapat interaksi antar
manusia sebagai anggota kelompok. Timbulnya kelompok-kelompok dalam
masyarakat ialah karena dua sifat manusia yang bertentangan satu sama lain, di
satu pihak ingin berkerjasama, di pihak lain cenderung untuk bersaing dengan
sesama manusia untuk dapat berkuasa. Kekuasan merupakan kajian dan konsep

45
dari politik. Mengenai hubungan sosialisasi dengan politik terletak pada objek
dari sosialisasi.

Pelaksanaan Mekanisme Sosialisasi Politik

Dalam sosiologi politik  terdapat beberapa agen sosialisasi yang mendukung


pelaksanaan sosialisasi politik yaitu yang akan diuraikan sebagai berikut :

 1.      Keluarga

Berdasarkan fenomena, mendidik anak bukan lah sesuatu hal yang mudah, agar
tidak ada penyesalan , sangat diperlukan kesadaran pada tiap orang tua untuk
mengetahui bagaimana mendidik anak dengan benar dan seperti itu juga dalam
sosialisasi politik. Tujuan dari sosialisasi adalah membuat anak mampu untuk
mengatur dan memilih perilaku yang tepat dalam berhubungan sosial. Keluarga
merupakan agen sosialisasi yang paling awal dalam perkembangan anak-anak,
dimana pihak yang berpengaruh adalah orangtua, saudara kandung, dan juga
keluarga besar lainnya.

 2.      Sekolah

Tujuan utama dari sekolah adalah untuk mengembangkan dan mempengaruhi


perkembangan kognitif anak. Sekolah membantu anak mendapatkan orientasi
abstrak simbolis mengenai dunia, yang membuat anak - anak mampu
mengembangkan kemampuan berpikir mengenai konsep umum, peraturan, dan
situasi tertentu. Sekolah tidak hanya mengajarkan pengetahuan umum saja,
sekolah juga mengajarkan anak-anak untuk berpikir mengenai dunia dalam
berbagai cara. Hal ini membuat fungsi sekolah bukan hanya mengembangkan
kemampuan kognitif anak tetapi juga kemampuan sosial anak.

 3.      Kelompok Teman Sebaya

Kelompok teman sebaya merupakan suatu kelompok dari orang-orang yang seusia
dan memiliki status yang sama, dengan siapa seseorang umumnya berhubungan
atau bergaul. Seiring perkembangan waktu, kelompok teman sebaya menjadi
teman rujukan dalam mengembangkan sikap dan perilaku , termasuk yang

46
berkatan dengan politik. Kelompok teman sebaya bisa terbentuk karena  seprofesi,
sehobi, sekantor, selingkungan tepat tinggal dan sebagainya. Laursen (2005)
dalam artikel Elizhabeth menyatakan bahwa kelompok teman sebaya yang positif
memungkinkan remaja merasa diterima, memungkinkan remaja melakukan
katarsis, serta memungkinkan remaja menguji nilai-nilai baru dan pandangan-
pandangan baru.

4.      Media Massa

Pemanfaatan berita media massa dalam proses sosialisasi telah banyak dilakukan .
Media massa merupakan agen sosialisasi politik yang semakin menguat
peranannya. Media massa baik  media cetak, maupun media elektronik seperti
radio , televisi, dan internet semakin memegang peranan penting dalam
memengaruhi cara pandang,  cara pikir, cara tindak , dan sikap seseorang. Ada
kecenderungan terjadi peningkatan iklan politik pada saat kampanye  kepada
media massa terutama televisi, untuk menjadikan media sebagai agen sosialisasi
politik.

 5.    Pemerintah.

Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah


merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik.
Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah
biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata
pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara,
pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak
langsung, melakukan sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui
tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini
mempengaruhi budaya politiknya.

 6.    Partai Politik.

47
Partai politik adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik
biasanya membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara, seperti
agama, kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya. Melalui partai politik
dan kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara, pemimpin-
pemimpin baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.

7.     Peer Group

Peer Group. Agen sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk
kategori agen sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah teman-teman
sebaya yang mengelilingi seorang individu. Apa yang dilakukan oleh teman-
teman sebaya tentu sangat mempengaruhi beberapa tindakan kita. Tokoh
semacam Moh. Hatta banyak memiliki pandangan-pandangam yang sosialistik
saat ia bergaul dengan teman-temannya di bangku kuliah di Negeri Belanda.
Melalui kegiatannya dengan kawan sebaya tersebut, Hatta mampu mengeluarkan
konsep koperasi sebagai lembaga ekonomi khas Indonesia di kemudian hari.
Demikian pula pandangannya atas sistem politik demokrasi yang bersimpangan
jalan dengan Sukarno di masa kemudian.

2. Pengertian, Tujuan, Objek Rekrutmen Politik dan Mekanisme


Rekruitmen Politik

Pengertian Rekrutmen Politik

Salah satu fungsi dari partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik yaitu
untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan
politik sebagai anggota partai (political recruitment).

Rekrutmen politik berasal dari dua kata, yaitu rekrutmen dan politik. Rekrutmen
berarti penyeleksian dan politik berarti urusan negara. Jadi, rekrutmen politik
adalah penyeleksian rakyat untuk melaksanakan urusan negara. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, rekrutmen politik adalah pemilihan dan pengangkatan
orang untuk mengisi peran tertentu dalam sistem sosial berdasarkan sifat dan

48
status (kedudukan), seperti suku, kelahiran, kedudukan sosial dan prestasi atau
kombinasi dari semuanya.

Menurut Ramlan Surbakti, rekrutmen politik merupakan cara untuk menyeleksi,


memilih, dan mengangkat seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan
sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada
khususnya.

Rekrutmen politik adalah proses pengisian jabatan-jabatan pada lembaga-lembaga


politik termasuk partai politik dan administrasi atau birokrasi oleh orang-orang
yang akan menjalankan kekuasaan politik.“(Suharno, 2004: 117).

Menurut Cholisin, rekrutmen politik adalah seleksi dan pengangkatan seseorang


atau kelompok untuk melaksanakan sejumlah peran dalam system politik pada
umumnya dan pemerintahan pada khususnya (Cholisin, 2007: 113).”

Miriam Budiardjo, mendefinisikan rekrutmen politik sebagai proses melalui mana


partai politik mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk
berpartisipasi dalam proses politik.Dari definisi yang diungkapkan di atas dapat
tergambar bahwa Miriam Budiardjo lebih menekankan proses rekrutmen politik
ditempuh sebagai upaya mencari anggota baru dengan maksud menjaga
kelangsungan hidup partai.

Tujuan Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik adalah proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota


kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif
ataupun politik. Setiap sistem politik memiliki sistem atau prosedur rekrutmen
yang berbeda. Anggota kelompok yang rekrut/diseleksi adalah yang memiliki
suatu kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau
fungsi politik. Setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda. Pola
perekrutan anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya. Di
Indonesia, perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon
peserta yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh suatu badan

49
resmi. Seleksi ini dimulai dari seleksi administratif, penelitian khusus (litsus),
yaitu menyangkut kesetiaan pada ideologi negara.

Tujuan rekrutmen politik adalah terpilihnya penyelenggara politik (pemimpin


pemerintahan negara) dari tingkat pusat hingga tingkat terbawah (lurah/desa) yang
sesuai dengan kriteria (persyaratan) yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang - undangan yang berlaku dan/atau yang ditentukan melalui konvensi
(hukum tidak tertulis) yang berlaku dalam masyarakat (rakyat) Indonesia.

Objek Rekrutmen Politik

Masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban menjadi objek dalam rekrutmen
politik adalah seluruh masyarakat Indonesia yang sah sebagai warga negara
Indonesia berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dengan kata lain, setiap WNI, baik pria maupun wanita tanpa membedakan suku,
agama, ras, warna kulit, dan lain-lainnya, memiliki kedudukan yang sama untuk
memperoleh kesempatan mengikuti rekrutmen politik di seluruh tingkatan
(hierarki) atau struktur politik yang ada.

Tentu saja seluruh WNI terlebih dahulu harus memenuhi kriteria (persyaratan)
yang telah ditentukan oleh UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 27, ayat 2, yang menyatakan bahva
“Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan”.

Mekanisme Rekrutmen Politik

Mekanisme dalam melaksanakan rekrutmen politik ini dapat dibagi dalam


beberapa cara berikut.

a. Pemilihan Umum merupakan salah satu pola rekrutmen politik yang khusus
dilakukan bagi setiap warga negara yang memiliki hak politik (political right)
serta memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh UUD 1945 dan
Peraturan perundang- undangan lainnya.

50
Peraturan perudang-undangan lainnya yang dimaksud adalah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan bidang politik yang
meliputi:

1) Undang-Undang No. 12 tahun 2003, tentang Pemilihan Umum anggota DPR,


DPD dan DPRD;

2) Undang-Undang No. 31 tahun 2002, tentang Partai Politik;

3) Undang-Undang No. 23 tahun 2003, tentang Pemilihan Umum Presiden dan


Wakil Presiden;

4) Undang-Undang No. tahun 2004, tentang Susunan dan Kedudukan Anggota


MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Pola rekrutmen ini dilakukan oleh pemerintah melalui Komisi Pemilihan Umum
yang ditujukan untuk menghasilkan pemimpin politik di seluruh tingkatan
(hierarki) pemerintahan negara dalam arti yang luas (Legislatif dan Eksekutif).
Masa jabatan pemimpin politik dalam negara adalah hanya 5 tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk hanya 1 (satu) periode masa jabatan
(UUD 1945) amandemen.

b. Fit and proper test

Pola rekrutmen yang dilakukan oleh legislatif (DPR) melalui mekanisme fit and
proper test (uji kelayakan dan kepatutan) ditujukan untuk memilih pimpinan
eksekutif yang akan memimpin lembaga tertentu. Lembaga tertentu yang
dimaksud adalah lembaga tinggi negara serta lembaga yang memiliki otoritas
yang luas dan besar bagi kesejahteraan rakyat. Contohnya, BPK, MA, TNI,
BUMN, Duta Besar, dan lainnya.

c. Seleksi CPNS

Pola rekrutmen ini adalah pola yang dilakukan oleh Institusi Menteri
Pendayagunaan Aparatur negara (MENPAN) RI. Semua peraturan mengenai
pelaksanaan tes penerimaan CPNS ditetapkan oleh MENPAN RI, sedangkan

51
Surat Keputusan pengangkatannya dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara
(BKN).

Penyelenggaraannya dapat dilakukan oleh MENPAN RI ataupun dapat juga


dilakukan oleh institusi pemerintahan negara yang membutuhkan Pegawai Negeri
Sipil (PNS), baik di tingkat pusat maupun di daerah.

Hasil rekrutmen ini ditujukan untuk mengisi formasi (lowongan) yang ada dalam
Birokrasi pemerintahan NKRI. Fungsinya adalah memberi pelayanan kepada
masyarakat umum dan memiliki status kepegawaian yang tetap selama kinerja dan
perilakunya tidak melanggar peraturan kepegawaian negara.

3. Pengertian, Konsep Pembahasan, Unsur – Unsur, Fungsi Komunikasi


Politik

Pengertian Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik
dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan
gagasan politik. Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengomunikasikan
pandangan dan prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai, dan
sebagainya.

Konsep Komunikasi Politik

Pembagian Teori Komunikasi dalam beberapa konsep disesuaikan dengan Sistem


Politik yang berlaku di negara yang bersangkutan. W.L. Rivers, W. Schramm, dan
C.G. Cristians dalam bukunya Responsibility in Mass Communications membagi
dalam tiga konsep berikut :

a. Konsep komunikasi dalam sistem politik authoritarianism

Konsep ini adalah komunikasi politik yang di dalamnya lembaga suprastruktur


politik mengatur, bahkan menguasai sistem komunikasi politik yang
menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur. Artinya negara lebih besar

52
memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik kepada
masyarakat. Masyarakat tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan
sistem komunikasi atau hanya bisa menerima semua pesan komunikasi politik
yang disampaikan oleh negara atau pemerintah.

b. Konsep politik dalam sistem politik liberitarianism

Pada konsep ini lembaga infrastruktur politik memiliki kewenangan yang besar
untuk mengatur, bahkan menguasai sistem komunikasi politik yang
menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur politik. Artinya,
masyarakat (society) lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media
komunikasi politik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Negara hanya
memiliki daya untuk memantau atau mengendalikan sistem komunikasi agar tidak
melanggar semua aturan atau hukum yang berlaku dalam negara yang dapat
berakibat kerugian pada masyarakat umum.

c. Konsep komunikasi politik dalam sistem politik sosial Responsibility Theory

Dalam komunikasi politik ini, lembaga suprastruktur politik mengatur, bahkan


menguasai sebagian besar sistem komunikasi politik yang menghubungkan antara
suprastruktur dan infrastruktur. Artinya negara lebih besar memiliki pengaruh
dalam mengendalikan media komunikasi politik kepada masyarakat. Masyarakat
tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan sistem komunikasi politik
atau hanya bisa menerima sebagian besar pesan komunikasi politik yang
disampaikan oleh negara atau pemerintah.

Menurut Sumarno A.P., unsur komunikasi politik meliputi dua unsur, yaitu:

1) Unsur komunikasi politik dalam lembaga suprastruktur. Unsur ini terdiri atas
tiga kelompok, yaitu yang berada pada lembaga Legislatif, Eksekutif, dan
Yudikatif. Ketiga kelompok tersebut terdiri atas:

a) Elite politik;

53
b) Elite militer;

c) Teknokrat;

d) Profesional group.

2) Unsur komunikasi politik dalam lembaga infrastruktur politik. Unsur ini terdiri
atas beberapa kelompok, yaitu:

a) Partai politik;

b) Interest group;

c) Media komunikasi politik;

d) Kelompok wartawan (sebagai within-put);

e) Kelompok mahasiswa (sebagai within-put);

f) Para tokoh politik;

g) Fungsi komunikasi politik.

Unsur-unsur Komunikasi Politik

Menurut Dan Nimmo, unsur-unsur komunikasi terdiri atas sebagai berikut.

a. Komunikasi Massa

Menurut J.D. Halloran, komunikator massa berlaku juga bagi komunikator politik.
Komunikator politik menurut James Rosenau adalah tempat opini pemerintah atas
“hal ihwal nasional yang multimasalah”.

Pejabat yang termasuk klasifikasi tersebut adalah:

1) Pejabat eksekutif (presiden, kabinet);

2) Pejabat legislatif (senator atau DPD, Pimpinan Utama DPR);

3) Pejabat yudikatif (para hakim MA, MK).

Menurut Leonard W. Dob, komunikator politik dibagi dalam 3 macam, yaitu


sebagai berikut.

54
1) Politikus sebagai komunikator politik

Politikus adalah orang yang memiliki otoritas untuk berkomunikasi sebagai wakil
dari kelompok atau langganan; pesan-pesannya mengajukan dan melindungi
tujuan kepentingan politik. Artinya komunikator politik mewakili kepentingan
kelompok. Sekalipun demikian, ada juga politikus yang bertindak sebagai ideolog
yang aktivitasnya membuat kebijakan yang luas, mengusahakan reformasi,
bahkan mendukung perubahan revolusioner.

2) Komunikator profesional dalam politik

Menurut James Carey, komunikator profesional adalah orang yang


menghubungkan golongan elite dalam organisasi atau komunitas mana pun
dengan khalayak umum. Secara horizontal, ia menghubungkan dua komunitas
bahasa yang dibedakan pada tingkat struktur sosial yang sama. Menurutnya, sifat
komunikator ini adalah “bahwa pesan yang dihasilkan tidak memiliki hubungan
yang pasti dengan pikiran dan tanggapannya sendiri”. Klasifikasi komunikator
profesional meliputi jurnalis; promotor.

3) Aktivis atau komunikator paruh waktu (part time) adalah orang yang cukup
banyak terlibat dalam kegiatan politik atau komunikasi politik, tetapi tidak
menjadikan kegiatannya sebagai lapangan pekerjaannya. Kategori komunikator
ini adalah juru bicara, pemuka pendapat dan pengamat.

b. Pesan

Pesan komunikasi politik adalah pesan yang berkaitan dengan peran negara dalam
melindungi semua kepentingan masyarakat (warga negara). Bentuk pesannya
dapat berupa keputusan, kebijakan, dan paraturan yang menyangkut kepentingan
dari keseluruhan masyarakat, bangsa, dan negara.

c. Media

Dalam menyampaikan komunikasi politik, para komunikator politik


menggunakan saluran komunikasi politik dan saluran komunikasi persuasif politik

55
yang memiliki kemampuan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, bangsa, dan
negara. Tipe-tipe saluran komunikasi politik dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Komunikasi massa, yaitu proses penyampaian pesan (message) oleh


komunikator politik kepada komunikan (khalayak) melalui media komunikasi
massa, seperti surat kabar, radio, televisi.

2) Komunikasi interpersonal, yaitu proses penyampaian pesan (message) oleh


komunikator kepada komunikan (khalayak) secara langsung atau tatap muka (face
to face). Contohnya, dialog, lobi, konferensi tingkat tinggi (KTT), dan lain-lain.

3) Komunikasi organisasi, yaitu proses penyampaian pesan (message) oleh


komunikator politik kepada komunikan (khalayak) atau komunikasi vertikal (dari
atas ke bawah) dan horizontal (dari kiri ke kanan) sejajar. Contohnya, komunikasi
antarsesama atasan dan komunikasi sesama bawahan (staf).

Adapun tipe saluran komunikasi persuasif politik meliputi:

1) Kampanye massa, yaitu proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) berupa


program asas, platform partai politik yang dilakukan oleh komunikator politik
kepada calon pemilih (calon konstituen) melalui media massa cetak, radio, atau
televisi, agar memilih partai politik yang dikampanyekannya.

2) Kampanye interpersonal, yaitu proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh)


yang berupa program, asas, platform (garis perjuangan), pembagian kekuasaan
partai politik yang dilakukan oleh komunikator politik kepada tokoh masyarakat
yang memiliki pengaruh luas terhadap calon pemilih (calon konstituen) agar
menyerukan untuk memilih partai politik yang dikampanyekannya.

3) Kampanye organisasi, yaitu proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh)


yang berupa program, asas, platform (garis perjuangan), pembagian kekuasaan
partai politik yang dilakukan oleh komunikator politik kepada kader, fungsionaris,
dan anggota dalam satu organisasi partai politik dan antarsesama anggota agar
memilih partai politik yang dikampanyekannya.

d. Khalayak Komunikasi Politik

56
Komunikan atau khalayak dalam komunikasi politik adalah semua khalayak yang
tergolong dalam infrastruktur ataupun suprastruktur politik. Dengan kata lain,
semua komunikan yang secara hukum terikat oleh konstitusi, hukum, dan ruang
lingkup komunikator suatu negara.

e. Efek (Umpan Balik)

Menurut Ball Rokeah dan De Fleur, akibat (efek) potensial komunikasi dapat
dikategorikan dalam tiga macam, yaitu:

1) Akibat (efek) kognitif, yaitu efek yang berkaitan dengan pengetahuan


komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Dalam kaitannya dengan
komunikasi politik, efek yang timbul adalah menciptakan dan memecahkan
ambiguitas dalam pikiran orang, menyajikan bahan mentah bagi interpretasi
personal, memperluas realitas sosial dan politik, menyusun agenda, media juga
bermain di atas sistem kepercayaan orang.

2) Akibat (efek) afektif, yaitu efek yang berkaitan dengan pemahaman komunikan
terhadap pesan yang disampaikan. Dalam hal ini ada tiga efek komunikasi politik
yang timbul, yaitu:

a) Seseorang dapat menjernihkan atau mengkristalkan nilai politik melalui


komunikasi politik;

b) Komunikan bisa memperkuat nilai komunikasi politik;

c) Komunikasi politik bisa memperkecil nilai yang dianut.

3) Akibat konatif (perubahan perilaku), yaitu efek yang berkaitan dengan


perubahan perilaku dalam melaksanakan pesan komunikasi politik yang
diterimanya dari komunikator politik.

Fungsi Komunikasi Politik

Fungsi komunikasi politik dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu sebagai berikut.

a. Fungsi komunikasi politik dalam aspek totalitas

57
Mewujudkan suatu kondisi negara yang stabil dengan terhindar dari faktor-faktor
negatif yang mengganggu keutuhan nasional. Ini artinya negara berkewajiban
menyampaikan komunikasi politik kepada masyarakat secara terbuka (transparan)
dan menyeluruh (komprehensif) serta menghilangkan hambatan (barier)
komunikasi antara negara dan masyarakat sehingga tercipta hubungan yang
harmonis di antara keduanya.

b. Fungsi komunikasi politik dalam aspek hubungan suprastuktur dan infrastruktur

Sebagai jembatan penghubung antara kedua suasana tersebut dalam totalitas


nasional yang bersifat independen dalam berlangsungnya suatu sistem pada ruang
lingkup negara. Ini artinya pemerintah berkewajiban menyampaikan (artikulasi)
semua kebijakan dan keputusan politik kepada masyarakat dalam semua aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Aspek dimaksud adalah
aspek ideologi, ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam serta aspek lain yang
berhubungan dengan sikap dan perilaku politik Indonesia kepada pihak
internasional (luar negeri).

58
TUPOKSI LEMBAGA – LEMBAGA FORMAL NEGARA

1. Pengertian,Sejarah,Konsep Perwakilan, Fungsi Badan Legislatif

Pengertian
Setiap warga negara dalam berbicara, bersikap, dan berperilaku tidak terlepas
dari aturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh negara. Aturan dan ketentuan
tersebut tertuang dalam UUD, UU, PERPU, dan PERDA bagi pelaksanaan
semua bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya maupun
hankam. Badan yang bertugas menyusun aturan dan ketentuan yang tersebut di
atas adalah badan legislatif (badan pembuat undang-undang).
Badan legislatif (parlemen), yaitu lembaga yang “legislate” atau membuat
undang-undang yang anggota-anggotanya merupakan representasi dari rakyat
Indonesia di mana pun dia berada (termasuk yang berdomisili di luar negeri)
yang dipilih melalui pemilihan umum.

Landasan Teori
Landasan teori yang melatarbelakangi adanya badan legislatif (parlemen) ini
yang dikemukakan oleh Rousseau, tentang Volonte Generale atau General Will
yang menyatakan bahwa “Rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini
mempunyai suatu kemauan”.
Miriam Budiarjo, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan
rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan mengikat seluruh masyarakat.
Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan
itu. Dapat dikatakan bahwa merupakan badan yang membuat keputusan yang
menyangkut kepentingan umum.

Sejarah Legislatif
Pada awalnya badan legislatif hanya sekelompok orang yang diberi tugas oleh
raja untuk mengumpulkan dana untuk membiayai kegiatan pemerintahan serta

59
peperangan. Akan tetapi, lambat laun setiap penyerahan dana (semacam pajak)
itu disertai tuntutan agar pihak raja menyerahkan pula beberapa hak privilege
sebagai imbalan. Dengan demikian, secara berangsur-angsur sekelompok orang
tersebut berubah namanya menjadi badan legislatif (parlemen) yang bertindak
sebagai badan yang membatasi kekuasaan raja yang absolute. Dalam
perkembangannya, anggota badan legislatif ini dipilih melalui mekanisme
pemilihan umum sehingga dapat diterima keberadaannya secara sah dan
menyeluruh di seluruh dunia sebagai badan yang mewakili rakyat dan memiliki
wewenang untuk menentukan kebijaksanaan umum dalam membuat undang-
undang.
Rousseau sebagai pelopor gagasan kedaulatan rakyat, tidak menyetujui adanya
badan perwakilan, tetapi mencita-citakan bentuk “demokrasi langsung” (seperti
terdapat di Jenewa dalam masa Rousseau), ketika rakyat secara langsung
merundingkan serta memutuskan soal-soal kenegaraan dan politik. Akan tetapi,
saat ini demokrasi langsung seperti yang diinginkan oleh Rousseau dianggap
tidak praktis dan hanya dipertahankan dalam bentuk khusus dan terbatas seperti
referendum, plebisit, dan sebagainya. Boleh dikatakan bahwa dalam negara
modern, rakyat menyelenggarakan kedaulatan yang dimilikinya melalui wakil-
wakil yang dipilih secara berkala.

Konsep Perwakilan
Konsep Perwakilan (representation) adalah konsep yang memberikan
kewenangan atau kemampuan kepada seseorang atau suatu kelompok untuk
berbicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar.
Saat ini anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada umumnya mewakili rakyat
melalui partai politik. Hal ini dinamakan perwakilan yang bersifat politik
(political representation). Kehadiran konsep ini dipelopori oleh negara-negara
demokrasi yang menganut idelogi politik liberal yang memiliki asumsi bahwa
yang paling mengetahui mengenai keadaan rakyat adalah rakyat itu sendiri
sehingga aspirasi dan kehendak rakyat harus diwakili oleh rakyat. Asumsi ini
mendorong lahirnya sistem perwakilan dalam kehidupan rakyat yang

60
perwujudannya dilakukan melalui partai politik dalam pemilihan umum.
Sistem perwakilan ini secara umum dapat dibagi dua, yaitu:
a. Sistem perwakilan langsung, yaitu sistem pengangkatan wakil rakyat
secara langsung melalui pemilu oleh rakyat tanpa perantara DPR/MPR.

Contoh, Pemilihan anggota DPR dan DPD Indonesia tahun 2004.

b. Sistem perwakilan tidak langsung, yaitu sistem pemilihan wakil rakyat yang
memberikan kepercayaan pada partai politik untuk menentukan calon legislatif
yang akan mewakili rakyat dan mengangkat anggota DPR/MPR melalui
pengangkatan dari unsur-unsur atau golongan oleh pemerintah.
Contoh, anggota DPR/MPR Indonesia pada zaman Orde Baru.

Fungsi Badan Legislatif


Di antara fungsi badan legislatif yang paling penting adalah :
a. Menentukan policy (kebijaksanaan) dan membuat undang- undang. Untuk
itu, dewan perwakilan rakyat diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan
amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh
pemerintah, dan hak budget;
b. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan
yang telah ditetapkan sesuai dengan ketetapan undang-undang. Untuk
melaksanakan fungsi kontrolnya, badan legislatif berkewajiban untuk
mengawasi aktivitas badan eksekutif agar sesuai dengan kebijaksanaan
yang telah ditetapkannya. Pengawasan dilakukan melalui kontrol yang
khusus, dengan menggunakan hak-hak berikut.
1) Hak Bertanya
Anggota badan legislatif berhak untuk mengajukan pertanyaan pada
pemerintah mengenai suatu hal. Di Inggris dan India terdapat “Question hour”
(jam bertanya), yaitu pertanyaan diajukan secara lisan dalam sidang umum dan
menteri yang bersangkutan atau kadang- kadang Perdana Menteri
menjawabnya secara lisan. Di Indonesia semua badan legislatif, kecuali Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong-Royong pada masa Demokrasi Terpimpin,

61
mempunyai hak bertanya. Pertanyaan ini biasanya diajukan secara tertulis dan
dijawab pula secara tertulis oleh departemen yang bersangkutan.
2) Hak Interpelasi
Hak ini adalah hak untuk meminta keterangan pada pemerintah mengenai
kebijakannya di suatu bidang. Misalnya, bidang politik, ekonomi, sosial
budaya. Jika hasil pemungutan suara bersifat negatif, hal ini merupakan tanda
peringatan bagi pemerintah bahwa kebijaksanaannya diragukan. Dalam
suasana perselisihan antara badan legislatif dan badan eksekutif, interpelasi
dapat dijadikan batu loncatan untuk diajukannya mosi tidak percaya. Di
Indonesia semua badan legislatif, kecuali Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-
Royong pada masa Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak interpelasi.
3) Hak Angket (Enquete)
Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan
penyelidikan sendiri. Untuk keperluan ini dapat dibentuk suatu panitia angket
yang melaporkan hasil penyelidikannya kepada anggota badan legislatif
lainnya, yang selanjutnya merumuskan pendapatnya mengenai soal ini, dengan
harapan agar diperhatikan oleh pemerintah. Di Indonesia semua badan
legislatif, kecuali Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong pada masa
Demokrasi Terpimpin, mempunyai hak angket.
4) Mosi Tidak Percaya
Umumnya dianggap bahwa hak mosi merupakan kontrol yang paling ampuh.
Jika badan legislatif menerima mosi tidak percaya, dalam sistem parlementer,
kabinet harus mengundurkan diri dan terjadi suatu krisis kabinet. Republik
Prancis III (1870-1940) dan IV (1946-1958) terkenal karena banyaknya mosi
yang menggoncangkan kedudukan kabinet. Di Indonesia pada sistem
parlementer, badan legislatif mempunyai hak mosi, tetapi sejak tahun 1959,
hak ini ditiadakan.

2. Pengertian,Tugas Dan Wewenang,Klasifikasi Sistem,Ciri – Ciri Badan


Eksekutif

BADAN EKSEKUTIF

62
Negara yang melindungi kepentingan keseluruhan rakyat (demokratis) adalah
negara yang melakukan “Distribution of Power” dalam semua aspek dalam
pelaksanaan kehidupan bangsa dan negara secara merata dan seimbang.
Namun, pada kenyataannya negara yang menjalankan sistem pemerintahan
yang memusatkan kekuasaan kepada raja (monarki), pada umumnya kekuasaan
terkonsentrasi pada satu tempat (pemerintahan pusat saja). Artinya tidak
dilakukan pembagian (distribusi) secara baik dan merata kepada keseluruhan
rakyat. Kenyataan ini menyebabkan terjadinya hambatan (barrier) untuk
terciptanya sistem pemerintahan yang berjalan secara cepat dan lancar serta
mudah dalam mencapai tujuan nasional yang telah ditetapkan oleh suatu
negara. Keadaan ini melahirkan pemikiran dari para filsuf bahwa kenyataan
tersebut tidak boleh secara terus-menerus terjadi sehingga lahirlah sebuah
konsep mengenai pemisahan kekuasaan (Trias Politica) oleh Montesquieu dan
John Locke. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut adalah bahwa kekuasaan
perlu dipisahkan dalam tiga prinsip yang meliputi kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Tujuannya adalah melakukan perubahan terhadap
sistem pemusatan kekuasaan pada pemerintahan pusat (monarki) pada
pemerintahan yang membagi kekuasaan pemerintahan (negara) kepada
keseluruhan rakyat demokrasi sehingga proses pembangunan nasional suatu
negara dapat berjalan cepat, lancar, dan mudah bagi kesejahteraan seluruh
rakyat suatu negara.

Pengertian Badan Eksekutif


Badan eksekutif adalah badan pelaksana undang-undang yang dibuat oleh
badan legislatif bersama Pemerintah. Badan ini memiliki ruang lingkup tugas
dan fungsi yang luas serta perangkat institusi pendukung dalam berbagai aspek
dan keahlian yang dapat memberi dukungan (support) bagi percepatan
pelayanan masyarakat (public service) dan pencapaian tujuan pembangunan
nasional. Badan eksekutif ini dikepalai oleh raja, presiden serta dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya dibantu oleh para kabinet (menteri).

63
Badan eksekutif dalam arti yang luas mencakup para pegawai negeri sipil dan
militer. Badan eksekutif yang dimaksud dalam tulisan ini adalah badan
eksekutif (pemerintahan dalam arti sempit).
Penerapan sistem badan eksekutif ini ikut ditentukan oleh sistem yang dianut
oleh badan eksekutif dalam suatu negara yang menerapkannya. Sistem yang
dianut dimaksud ada yang sistem presidensiil dan ada yang parlementer. Dalam
sistem presidensiil, menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan
langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer, para menteri
dipimpin oleh seorang perdana menteri.
Dalam sistem parlementer, perdana menteri beserta menteri- menterinya
dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang bertanggung jawab”, sedangkan
raja dalam monarki konstitusional dinamakan “bagian dari badan eksekutif
yang tidak dapat diganggu- gugat” (the king can do no wrong).
Jumlah anggota badan eksekutif jauh lebih kecil daripada jumlah anggota
badan legislatif, biasanya berjumlah 20-30 orang, sedangkan anggota badan
legislatif bisa sampai 1.000 orang lebih. Badan eksekutif yang kecil dapat
bertindak cepat dan memberi pimpinan yang tepat dan efektif, berbeda dengan
badan legislatif yang biasanya terlalu besar untuk mengambil keputusan
dengan cepat.

Tugas dan Wewenang Badan Eksekutif


Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisional asas Trias Politica, hanya
melaksanakan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta
menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan diplomatik. Akan
tetapi, dalam pelaksanaannya, ruang gerak badan eksekutif itu sangat leluasa.
Zaman modern telah menimbulkan paradoks bahwa lebih banyak undang-
undang yang diterima oleh badan legislatif dan yang harus dilaksanakan oleh
badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan eksekutifnya.
Wewenang badan eksekutif saat ini pun jauh lebih luas daripada hanya
melaksanakan undang-undang. Kadang- kadang, dikatakan bahwa dalam
negara modern, badan eksekutif sudah mengganti badan legislatif sebagai

64
pembuat kebijaksanaan yang utama. Perkembangan ini terdorong oleh banyak
faktor, seperti perkembangan teknologi, proses modernisasi yang sudah
berjalan jauh, semakin terjalinnya hubungan politik dan ekonomi antarnegara,
krisis ekonomi dan revolusi sosial. Akan tetapi, meluasnya peranan negara,
terutama disebabkan menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya merupakan
tugas pokok dari setiap negara dewasa ini, apalagi jika ia tergolong negara
kesejahteraan (Welfare State). Negara kesejahteraan menjamin bagi warga
negaranya tersedianya aspek- aspek minimal dari pendidikan, pelayanan
kesehatan, perumahan, pekerjaan, dan sebagainya dan karena itu kegiatannya
memengaruhi hampir semua aspek kehidupan masyarakat.
Keuntungan yang dimiliki oleh badan eksekutif dalam tugasnya adalah:
a. Memiliki tenaga kerja yang terampil dan ahli;
b. Memiliki fasilitas dan perangkat kerja yang lengkap dibandingkan dengan
badan legislatif;
c. Memiliki institusi kementerian yang memiliki jaringan hingga ke tingkat
kelurahan atau desa, sebaliknya, keahlian serta fasilitas yang tersedia bagi
badan legislatif jauh lebih terbatas.

Menurut Miriam Budiardjo dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik, kekuasaan


badan eksekutif mencakup beberapa bidang, yaitu:
a. Diplomatik: menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara
lain;
b. Administratif: melaksanakan undang-undang serta peraturan lain dan
menyelenggarakan administrasi negara;
c. Militer: mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta
keamanan dan pertahanan negara;
d. Yudikatif: memberi grasi, amnesty, dan sebagainya;
e. Legislatif: merencanakan rancangan undang-undang dan membimbingnya
dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.

Klasifikasi Sistem Badan Eksekutif

65
Ada dua macam badan eksekutif, yaitu menurut sistem parlementer dan
menurut sistem presidensiil.
a. Sistem Parlementer dengan Parliamentary Executive
Sistem ini adalah sistem pemerintahan yang diangkat dan diberhentikan oleh
parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat). Ini artinya, pemerintah dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggung jawab secara langsung kepada
parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat). Hal ini karena badan eksekutif
merupakan representasi (perwakilan) dari fraksi mayoritas di parlemen.
Singkatnya, keberadaan badan eksekutif merupakan kepanjangan tangan dari
parlemen yang memiliki suara mayoritas yang diberi tugas untuk menjalankan
semua kebijakan dan keputusan politik yang dibuat oleh parlemen. Untuk itu,
dapat dikatakan bahwa keberhasilan badan eksekutif untuk menjalankan tugas
dari parlemen merupakan keberhasilan parlemen.
Dalam sistem ini badan eksekutif dan badan legislatif bergantung satu sama
lain. Kabinet, sebagai bagian dari badan eksekutif yang “bertanggung jawab”
diharapkan mampu mencerminkan kekuatan- kekuatan politik dalam badan
legislatif yang mendukungnya, dan mati hidupnya kabinet bergantung pada
dukungan dalam badan legislatif (asas tanggung jawab menteri). Kabinet
semacam ini dinamakan kabinet parlementer. Sifat serta bobot kebergantungan
ini berbeda dari satu negara dengan negara lain, tetapi umumnya dicoba untuk
mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Keseimbangan ini lebih mudah tercapai jika terdapat satu partai yang cukup
besar mayoritasnya untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri. Jika tidak
ada, diusahakan terbentuknya suatu kabinet koalisi yang berdasarkan kerja
sama antara beberapa partai yang bersama-sama mencapai mayoritas dalam
badan legislatif. Beberapa negara, seperti Belanda dan negara-negara
Skandinavia, pada umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan, sekalipun
tidak dielakkan suatu dualisme antara pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat.
Dalam hal terjadi krisis kabinet karena kabinet tidak lagi memperoleh
dukungan dari mayoritas badan legislatif, dibentuklah suatu kabinet

66
ekstraparlementer, yaitu kabinet yang dibentuk tanpa formatur sehingga
kabinet merasa terikat pada konstelasi kekuatan politik dalam badan legislatif.
Dengan demikian, bagi formatur kabinet terdapat cukup peluang untuk
menunjuk menteri berdasarkan keahlian yang diperlukan tanpa menghiraukan
apakah dia mempunyai dukungan partai. Kalaupun ada menteri yang
merupakan anggota partai, secara formal dia tidak mewakili partainya.
Biasanya suatu kabinet ekstraparlementer mempunyai program kerja yang
terbatas dan mengikat diri untuk menangguhkan pemecahan masalah-masalah
yang bersifat fundamental.
Menurut sejarah ketatanegaraan Belanda, terdapat beberapa macam kabinet
ekstraparlementer:
1) Zaken Kabinet, yaitu kabinet yang mengikat diri untuk menyelenggarakan
suatu program yang terbatas.
2) National Kabinet (kabinet nasional), yaitu kabinet yang menteri-menterinya
diambil dari pelbagai golongan masyarakat. Kabinet semacam ini biasanya
dibentuk dalam keadaan krisis, dan komposisi kabinet diharap mencerminkan
persatuan nasional. Akan tetapi, di beberapa negara lain, termasuk Republik
Prancis IV (1946-1958) dan Indonesia sebelum 1959, keseimbangan antara
badan eksekutif dan legislatif tidak tercapai. Bahkan, dominasi badan legislatif
(secara langsung atau tidak langsung) lebih besar yang akibatnya cukup
mengganggu kontinuitas kebijaksanaan pemerintah. Di Prancis, efek
negatifnya tidak terlalu mengganggu karena aparatur pemerintahan dapat
berjalan terus, tetapi di Indonesia setiap krisis kabinet mempunyai akibat yang
bersifat destruktif dan mengganggu kelancaran jalannya pemerintahan karena
lemahnya aparatur administratif.
Ada pula bentuk sistem parlementer khusus, yang memberi peluang pada
badan eksekutif untuk memainkan peranan yang dominan sehingga disebut
pemerintahan kabinet (cabinet government). Sistem ini terdapat di Inggris dan
India. Pada kedua negara tersebut, hubungan antara badan eksekutif dan
legislatif sangat erat sehingga bisa disebut suatu partnership. (Istilah yang
sering dipakai adalah fusion atau union antara badan eksekutif dan badan

67
legislatif). Dalam partnership ini, kabinet memainkan peranan dominan
sehingga kabinet dinamakan suatu panitia dalam parlemen. Di Inggris, hal ini
berjalan lebih lancar daripada di India karena sudah berjalan lama dan karena
dibantu oleh adanya sistem dwi-partai.
Menurut Miriam Budiardjo, negara-negara asing yang menerapkan Sistem
Parlementer adalah sebagai berikut.
1) Republik Prancis IV (1946-1958)
Di Prancis tidak terdapat satu partai yang cukup besar untuk membentuk
kabinet atas kekuatan sendiri maka hampir semuanya kabinet di Prancis
berdasarkan koalisi. Badan eksekutif terdiri atas seorang presiden yang sedikit
sekali kekuasaannya serta menteri- menteri yang dipimpin seorang perdana
menteri. Kedudukan menteri tidak boleh dirangkap dengan kedudukan sebagai
anggota parlemen.
Republik Prancis III (1870-1940) kabinet sering jatuh karena badan legislatif
menerima mosi tidak percaya maka Undang-Undang Dasar Republik Prancis
IV ditentukan bahwa jika dua kabinet jatuh dalam masa 18 bulan sebagai
akibat dari mosi tak percaya, badan legislatif boleh dibubarkan. Akan tetapi,
dalam masa Republik Prancis IV ternyata krisis kabinet tetap tidak dapat
dihindarkan; bukan karena banyaknya mosi, melainkan karena salah satu atau
beberapa partai yang mulanya mendukung kabinet koalisi menghentikan
dukungannya dan menarik kembali menterinya. Hal ini menyebabkan jatuhnya
kabinet dan terjadinya krisis kabinet.
2) Republik Prancis V (1958-Sekarang)
Terdorong oleh kegagalan sistem parlementer Republik Prancis IV karena
badan eksekutifnya terlalu banyak didominasikan oleh badan legislatif,
Presiden De Gaulle pada tahun 1958 berhasil memprakarsai undang-undang
dasar baru yang memperkuat kedudukan badan eksekutif, baik presiden
maupun kabinetnya. Dengan demikian, sistem ini lebih menjurus sistem
presidensiil. Kedudukan presiden diperkuat karena dia tidak lagi dipilih oleh
anggota badan legislatif, seperti dalam Republik Prancis IV, tetapi oleh majelis
pemilihan yang terdiri atas 80.000 orang; sejak tahun 1962 langsung dipilih

68
oleh seluruh rakyat yang berhak memilih. Masa jabatan presiden menjadi tujuh
tahun. Kekuasaan untuk bertindak pada masa darurat diperkuat, dan Presiden
boleh mengambil tindakan apa saja yang dianggap tepat untuk mengatasi krisis
itu. Akan tetapi, badan legislatif tidak boleh dibubarkan dan harus terus
bersidang, pada masa darurat sekalipun.
Jika timbul pertentangan antara kabinet dan badan legislatif, presiden dapat
membubarkan badan legislatif. Undang-undang yang telah diterima oleh badan
legislatif, tetapi tidak disetujui oleh presiden, dapat diajukan langsung kepada
rakyat supaya diputuskan dalam referendum, atau dapat diminta pertimbangan
dari majelis konstitusional. Badan ini mempunyai wewenang untuk
menyatakan sesuai tidaknya suatu undang-undang dengan undang-undang
dasar. Penerimaan mosi dan interpelasi dipersulit, misalnya sebelum diajukan
dalam sidang badan legislatif, mosi harus didukung oleh 10% dari jumlah
anggota badan itu. Sampai sekarang sistem ini menunjukkan cukup
keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif, dianggap lebih
menjurus ke sistem presidensiil.
3) Inggris
Badan eksekutif terdiri atas raja sebagai bagian dari badan eksekutif yang tidak
dapat diganggu gugat, serta ± 20 menteri yang bekerja atas asas tanggung
jawab menteri (ministerial responsibility). Kekuasaan raja bersifat simbolis
sebab kekuasaan sebenarnya ada di tangan perdana menteri yang memimpin
para menteri.
Menteri ataupun seluruh kabinet yang tidak lagi memperoleh kepercayaan dari
badan legislatif harus meletakkan jabatan. Jadi, masa hidup kabinet bergantung
pada dukungannya dalam legislatif. Akan tetapi, di Inggris, berbeda dengan
kebanyakan negara lain yang memakai sistem parlementer, perdana menteri
sewaktu- waktu dapat mengadakan pemilihan umum baru sebelum masa
jabatan parlemen yang lamanya lima tahun berakhir. Secara formal, rajalah
yang membubarkan parlemen kemudian menginstruksikan diadakannya
pemilihan umum baru, tetapi hal ini dilakukan atas saran perdana menteri.

69
Wewenang perdana menteri ini dapat dipakainya dalam keadaan kabinet
dikenakan mosi tidak percaya dan harus meletakkan jabatan. Perdana menteri
dapat menolak untuk berbuat demikian dan memutuskan untuk menyerahkan
keputusan terakhir langsung kepada rakyat dalam pemilihan umum. Selain itu,
wewenang ini dapat dipakai dalam suatu situasi perdana menteri merasa
partainya sedang sangat populer dan saatnya baik untuk mengadakan pemilihan
umum dengan harapan dapat memperoleh mandat serta masa jabatan baru
untuk partainya. Wewenang perdana menteri ini sangat memperkuat
kedudukannya terhadap badan legislatif.
Selain itu, di Inggris ada beberapa faktor yang menguntungkan bagi perdana
menteri. Partai politik yang besar hanya ada dua, yaitu Partai Konservatif dan
Partai Buruh sehingga partai yang menang dalam pemilihan umum dapat
mengharapkan dukungan dari mayoritas dalam parlemen, sedangkan partai
oposisi yang berarti hanya ada satu. Dengan demikian, perdana menteri dapat
menguasai parlemen melalui partainya. Faktor lain yang menguntungkan
kepemimpinan seorang Perdana Menteri Inggris adalah adanya disiplin yang
ketat dalam parlemen sehingga sulit bagi seorang anggota partai untuk terlalu
banyak menyimpang dari garis politik yang telah ditentukan oleh pimpinan
partainya.
Hal-hal yang telah tersebut di atas telah mengakibatkan sangat menonjolnya
kepemimpinan yang diselenggarakan oleh kabinet sehingga sistem di Inggris
disebut Cabinet Government (pemerintahan kabinet). Hal ini tidak berarti
bahwa kabinet Inggris hanya mendiktekan dan menginstruksikan, tetapi bahwa
dalam partnership dengan badan legislatif, dia mempunyai peluang untuk
memainkan peranan dominan.
Akhirnya, faktor terjadinya personalia dari kedua badan membantu tercapainya
hubungan yang lancar. Dalam hal ini berlaku konvensi bahwa menteri harus
diambil dari keanggotaan badan legislatif karena adanya anggapan bahwa
jabatan menteri hanya boleh dipegang oleh seseorang yang telah membuktikan
dalam suatu pemilihan umum bahwa dia dipercaya oleh rakyat banyak.
Sesudah menjadi menteri, kedudukan sebagai anggota parlemen tidak

70
dilepaskannya sehingga terjamin adanya hubungan erat antara anggota badan
eksekutif dan legislatif. Dengan demikian, menter i- menteri kabinet dapat turut
memupuk suasana kerja sama yang baik memperlancar jalannya program
pemerintah.
Dari sini, nyatalah bahwa perdana menteri Inggris mempunyai kekuasaan yang
cukup besar, berdasarkan wewenang untuk:
a) Memimpin kabinet yang anggotanya telah terpilih sendiri;
b) Membimbing Majelis Rendah;
c) Menjadi penghubung dengan raja;
d) Memimpin partai mayoritas.
4) India
Sistem ketatanegaraan India agak mirip dengan Inggris dan sistem
pemerintahannya pun adalah cabinet government. Badan eksekutif terdiri atas
seorang presiden sebagai kepala negara dan menteri-menteri yang dipimpin
oleh seorang perdana menteri. Presiden dipilih untuk masa jabatan lima tahun
oleh anggota- anggota badan legislatif, baik pusat maupun negara-negara
bagian. Sistem parlementer gaya cabinet government dapat berjalan agak
lancar semasa hidupnya Perdana Menteri Nehru dan selama Partai Kongres
dapat menguasai kehidupan politik. Pada masa itu kabinet oleh M.V. Pylee
disebut ciptaan parlemen, tetapi ciptaan yang membimbing penciptanya (a
creature of parliament, but a creature which guides its creator).
Sesudah pemilihan umum tahun 1967, dominasi Partai Kongres jauh berkurang
sehingga pernyataan Pylee itu kurang berlaku. Akan tetapi, dalam pemilihan
umum 1971, Indira Gandhi berhasil memperoleh mayoritas yang meyakinkan,
yaitu 2/3 dari jumlah kursi dalam Majelis Rendah. Sekalipun demikian,
Perdana Menteri Indira Gandhi mendapat tantangan dari berbagai pihak
sehingga stabilitas nasional mulai terancam. Pada bulan Juni 1975, ia
menyatakan keadaan darurat dan sejak saat itu pemerintah India mengadakan
bermacam-macam pembatasan atas kegiatan para pelaku politik dan kegiatan
media massa agar tidak mengganggu usaha pembangunannya.
b. Sistem Presidensiil dengan Fixed Executive

71
Dalam sistem ini, kelangsungan hidup badan eksekutif tidak bergantung pada
badan legislatif, dan badan eksekutif mempunyai masa jabatan yang tertentu.
Kebebasan badan eksekutif terhadap badan legislatif mengakibatkan
kedudukan badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif.
Menteri-menteri dalam kabinet presidensiil dapat dipilih menurut
kebijaksanaan presiden tanpa menghiraukan tuntutan partai politik. Dengan
demikian, pilihan presiden dapat didasarkan atas keahlian serta faktor-faktor
lain yang dianggap penting. Sistem ini terdapat di Amerika Serikat, Pakistan
pada masa Demokrasi Dasar (1958-1969) dan di Indonesia mulai tahun 1959
dan tahun 1999 hingga sekarang. Sistem pemilihan presiden dalam sistem ini
adalah melalui pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung (Pilpres)
sebagaimana diterapkan di Indonesia pada tahun 2004.
Menurut Miriam Budiardjo, negara-negara asing yang menerapkan Sistem
Presidensiil adalah sebagai berikut.
1) Amerika Serikat
Badan eksekutif terdiri atas presiden beserta menteri-menteri yang juga
merupakan pembantunya. Presiden dinamakan “Chief Executive”. Secara
formal, sesuai dengan asas Trias Politica klasik, presiden sama sekali terpisah
dari badan legislatif dan tidak boleh memengaruhi organisasi dan
penyelenggaraan pekerjaan dari Kongres. Selama masa jabatannya empat
tahun, yang boleh diperpanjang menjadi delapan tahun jika dipilih kembali, ia
tidak dapat dijatuhkan oleh Kongres; tetapi ia pun tidak mempunyai wewenang
untuk membubarkan Kongres. Sekalipun demikian, presiden dapat
memengaruhi Kongres melalui pidato kenegaraan (State of the Union
Message) yang diucapkannya setiap tahun pada pembukaan sidang baru ketika
presiden mengajukan rencana kerjanya, dan melalui anggaran belanja. Lagi
pula, kebanyakan rancangan undang-undang disiapkan oleh pemerintah dan
diajukan dalam Kongres dengan perantaraan anggota separtai dalam Kongres.
Kekuasaan presiden terletak dalam wewenangnya untuk memveto suatu
rancangan undang-undang yang telah diterima baik oleh Kongres. Presiden
dapat menolak naskah resolusi untuk menandatanganinya (veto) dalam sepuluh

72
hari sesudah diterima baik oleh Kongres. Apabila Kongres sepakat untuk
menolak veto presiden ini, rancangan undang-undang dapat dikirim kembali
kepada Kongres. Jika rancangan undang-undang itu diterima lagi dengan
mayoritas 2/3 dalam setiap majelis, veto presiden dianggap batal. Jadi, pada
tahap terakhir, presiden harus tunduk pada keputusan Kongres.
Dalam rangka mengadakan checks and balances, presiden boleh memilih
menterinya sendiri, tetapi penunjukan pejabat tinggi seperti hakim agung
dan duta besar harus disetujui oleh senat. Begitu pula, setiap perjanjian
internasional yang sudah ditandatangani oleh presiden harus pula disetujui
oleh senat. Jika tidak disetujui, otomatis perjanjian itu batal.
Dalam memilih menterinya, presiden tidak terbatas pada partainya sendiri,
tetapi dapat memilih dari partai lain, atau sama sekali dari luar partai. Begitu
pula, presiden bebas untuk memilih penasihat pribadinya, yang tidak
memerlukan persetujuan senat. Penasihat presiden ini kadang-kadang lebih
banyak berpengaruh atas presiden daripada menteri.
Contoh: Presiden Roosevelt dan Harry Hopkins, Presiden Nixon, dan Henry
Kissinger (sebelum menjadi menteri).
2) Pakistan
Seperti India, Pakistan memulai masa kemerdekaannya dengan suatu sistem
parlementer yang mirip dengan sistem di Inggris. Undang-Undang Dasar
yang sesudah mengalami kemacetan selama beberapa tahun, diterima pada
tahun 1956, menetapkan lagi sistem parlementer ini. Akan tetapi, Undang-
Undang Dasar ini hanya berlaku selama dua tahun, sebab tahun 1958
dibatalkan. Di bawah Jenderal Ayub Khan dimulailah suatu sistem
pemerintahan presidensiil dengan badan eksekutif yang kuat.
Menurut Undang-Undang Dasar 1962 yang berlaku sampai tahun 1969,
badan eksekutif terdiri atas presiden yang beragama Islam beserta menteri-
menteri, perdana menteri merupakan pembantunya dan tidak boleh
merangkap menjadi anggota legislatif. Presiden mempunyai wewenang
untuk memveto rancangan undang-undang yang telah diterima oeh badan
legislatif. Veto ini dapat dibatalkan oleh badan legislatif jika rancangan

73
undang-undang itu diterima lagi olehnya dengan mayoritas 2/3 suara.
Sebaliknya, presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang yang
diisukan itu pada suatu referendum. Selain itu, presiden mempunyai
wewenang untuk membubarkan badan legislatif. Dalam keadaan ini,
presiden harus mengundurkan diri dalam waktu empat bulan dan
mengadakan pemilihan umum baru. Dalam keadaan darurat presiden berhak
mengeluarkan ordinances yang harus diajukan pada badan legislatif dalam
masa paling lama enam bulan. Presiden dapat dipecat (impeach) oleh badan
legislatif jika melanggar undang-undang dasar atau dalam hal berkelakuan
buruk, dengan 3/4 jumlah suara badan legislatif. Akan tetapi, jika anggota-
anggota yang memulai mosi pemecatan itu tidak berhasil memperoleh 50%
dari suara, mereka dikeluarkan dari badan itu. Saat ini Pakistan telah
kembali ke sistem parlementer.

Ciri – Ciri Badan Eksekutif


 Lembaga eksekutif merupakan motor penggerak kekuasaan pemerintahan
negara dengan sistem presidensial.
 Lembaga eksekutif merupakan lembaga yang memegang kekuasaan
melaksanakan undang-undang. Menyelenggarakan urusan pemerintahan
 Mempertahankan tata tertib dan keamanan, baik di dalam maupun di luar
negeri.
 Lembaga eksekutif terdiri atas presiden, wakil presiden, dan para menteri.

3. Latar Belakang,Pengertian, Sistem,Wewenang Yudikatif Serta Badan


Yudikatif Indonesia

Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal penyelidikan, penyidikan,
penuntutan dan pemutusan perkara kepada pelaku pencurian, pembunuhan,
pemerkosaan, penyelundupan, pemakaian narkoba serta penyelewenagan
uang negara (korupsi) dan lain- lainnya. Atas perilaku tersebut, diberi
hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemutus perkara atas aktivitas

74
kejahatan dan tindakan pelanggaran hukum di atas adalah dilakukan oleh
Badan Yudikatif. Yudikatif berfungsi mengadili penyelewengan peraturan
yang telah dibuat oleh legislatif dan dilaksanakan.
Badan yudikatif adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis yuridis yang
berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan
perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta bersifat
independen (bebas dari intervensi pemerintah) dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya.

Pengertian Badan Yudikatif


Badan yudikatif adalah badan yang memiliki sifat teknis-yuridis yang
berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan
perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta bersifat
independen (bebas dari intervensi pemerintah) dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Badan yudikatif ini termasuk dalam bidang ilmu hukum daripada
bidang politik, kecuali di beberapa negara yang Mahkamah Agung
memainkan peranan politik berdasarkan konsep “yudicial review” (menguji
ulang semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya).

Sistem Badan Yudikatif dalam Negara Demokratis


Dalam negara demokratis, badan yudikatif dikenal dengan dua sistem, yaitu:
a. Sistem Common Law (Negara Angle Saxon)
Sistem common law adalah sistem hukum yang tumbuh di negara Inggris.
Sistem ini berpedoman pada prinsip bahwa selain undang- undang yang
dibuat oleh parlemen (statuta law), ada peraturan lain yang merupakan
common law (keputusan terdahulu yang dibuat oleh para hakim). Keputusan
ini disebut juga dengan case law atau judge made law (hukum buatan
hakim). Prinsip ini menurut C.F. Strong, didasarkan atas precedent, yaitu
keputusan hakim terdahulu mengikat para hakim berikutnya dalam perkara
yang serupa. Ahli hukum Inggris, A.V. Dicey, mengatakan “kekuasaan

75
hakim pada hakikatnya bersifat legislatif” (Essentially legislative authority
of judges). Hakim negara Amerika Serikat O.W. Kolmes berpendapat,
“Hakim-hakim bertindak sebagai pembuat peraturan hukum dan memang
seharusnya demikian” (judges do and must legislative). Dalam case law
tidak ada kodifikasi hukum dalam kitab undang- undang, karena suara
hakim merupakan suara undang-undang (la voix de la loi). Hukum case law
cenderung mirip dengan hukum perdata adat tak tertulis.
b. Sistem Civil Law (Hukum Perdata Umum)
Sistem ini berpedoman pada hukum yang sudah ditetapkan atau menganut
paham positivisme perundang-undangan atau legalisme yang berpendapat
bahwa “undang-undang menjadi sumber hukum satu-satunya”. Sistem ini
dipergunakan di Prancis. Dalam implementasi sistem ini, para hakim tidak
boleh melakukan kodifikasi hukum, tetapi harus berpedoman pada hukum
yang sudah ada untuk menyelesaikan persoalan-persoalan. Keputusan hakim
disebut juga Jurisprudensi, tetapi dasar keputusannya tetaplah pasal tertentu
dari kitab undang-undang. Dalam kedua sistem secara teoretis, hakim
berhak memberi keputusan baru, terlepas dari jurisprudensi atau undang-
undang yang biasa mengikatnya dengan evaluasi atau re-evaluasi
jurisprudensi terlebih dahulu atau interpretasi atau reinterpretasi baru kitab
undang-undang lama. Dalam praktiknya, para hakim tetap berpedoman pada
keputusan lama, terutama pada keputusan pengadilan yang lebih tinggi,
terutama MA. Badan yudikatif di negara federal lebih luas perannya
daripada di negara kesatuan. Di negara federal, pengadilan dapat
menyelesaikan kasus antarnegara bagian, sedangkan di negara kesatuan
tidak berlaku demikian.

Wewenang Yudikatif dan Badan Yudikatif di Indonesia


a. Mahkamah Agung
1) Pengertian
Mahkamah Agung Indonesia adalah Peradilan yang menganut “sistem
kontinental”. Dalam sistem tersebut, Mahkamah Agung merupakan

76
Pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan
hukum dan menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang di seluruh
wilayah negara ditetapkan secara tepat dan adil serta memiliki sifat yang
netral dari intervensi pemerintah (independent).

2) Kedudukan, Fungsi
Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang; “Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman” tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam
pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan
negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi
(terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan- pengadilan lain
yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri
atas:
a) Peradilan Umum;
b) Peradilan Agama;
c) Peradilan Militer;
d) Peradilan Tata Usaha Negara.
Bahkan, Mahkamah Agung merupakan pengawas tertinggi atas perbuatan
Hakim dari semua lingkungan peradilan. Sejak tahun 1970 tersebut,
Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi dan keuangan sendiri.
Mahkamah Agung menjalankan tugasnya dengan melakukan 5 fungsi yang
sebenarnya sudah dimiliki sejak Hooggerechtshof, sebagai berikut :
a) Fungsi Peradilan (Justitiele Fungtie)
Peradilan di Indonesia menganut “sistem kontinental” yang berasal dari
Prancis, yaitu kasasi. Dalam sistem tersebut, Mahkamah Agung sebagai Badan
Pengadilan tertinggi merupakan Pengadilan Kasasi yang bertugas membina
keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan
undang-undang di seluruh wilayah negara ditempatkan secara tepat dan adil.
Adapun negara sistem Anglo Sexon hanya mengenal banding.

77
Kasasi berasal dari bahasa Prancis “Casser” yang artinya memecahkan atau
membatalkan. Pengertian kasasi di sini adalah kewenangan Mahkamah Agung
membatalkan semua putusan dari pengadilan bawahan yang dianggap
mengandung kesalahan dalam penerapan hukum. Dalam putusan kasasi,
Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan dan penetapan dari Pengadilan-
Pengadilan yang lebih rendah karena alasan berikut:
(1) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang
bersangkutan;
(2) Karena melampaui batas wewenangnya;
(3) Karena salah menerapkan atau karena melanggar peraturan-peraturan
hukum yang berlaku (diatur dalam pasal 51 Undang-Undang No. 13 tahun
1965).
Sebagaimana disebutkan di atas, sampai saat ini Mahkamah Agung
menggunakan pasal 131 Undang- Undang No. I tahun 1950 sebagai laudasan
hukum untuk beragam kasasi. Dalam tahun 1963 dengan Peraturan Mahkamah
Agung No. 1 tahun 1963 Mahkamah Agung memperluas pasal 113 Undang-
Undang No. 1 tahun 1950 dengan menentukan bahwa permohonan kasasi dapat
diajukan di Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri). Semula dalam
pasal 113 tersebut, permohonan kasasi harus diajukan kepada Pengadilan yang
putusannya dimohonkan kasasi. Permohonan kasasi tersebut adalah:
(1) Permohonan kasasi yang disebutkan di atas adalah “kasasi pihak” (“partij
cassatie”). Selain daripada kasasi tersebut, masih ada bentuk kasasi lain yang
disebut dengan permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Agung demi
kepentingan hukum (pasal 50 ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 1965).
(2) Peninjauan kembali. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1965 pasal 52
disebutkan bahwa: Terhadap putusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, dapat dimohon peninjauan kambali, hanya apabila
terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-
Undang”. Kemudian dalam pasal 21 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 lebih
jelas diatur sebagai berikut: “Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan

78
yang ditentukan dengan Undang-Undang, terhadap putusan Pengadilan yang
telah memperoleh kekuasan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan
kembali terhadap Mahkamah Agung (MA), dalam perkara perdata dan pidana
oleh pihak-pihak yang berkepentingan bila tidak merasa puas terhadap putusan
pengadilan tersebut”.
(3) Hak Uji (Toetsingsrecht). Hak menguji Mahkamah Agung ini sangat erat
hubungannya dengan fungsi peradilan. Mengapa? Karena hak uji atau
“toetsingsreehf Hakim terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah dari Undang-Undang hanya formal saja dan melalui putusan kasasi.
Sesungguhnya hak menguji hakim tersebut tidak dijelaskan maksudnya secara
tegas dan menyeluruh.
Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 pasal 26 disebutkan sebagai
berikut.
(1) Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan
perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari Undang- Undang atas
alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(2) Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-undangan
tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi.
Pencabutan dari peraturan perundang- undangan yang dinyatakan tidak sah
tersebut dilakukan oleh instansi yang bersangkutan.
Menurut Soebekti dalam Pokok-pokok Pemikiran tentang Hubungan
Mahkamah Agung dengan Badan Peradilan Umum, “toetsingsrecht” ada dua
macam:
(1) “Formiele toetsingsrecht”, yaitu hak untuk menguji atau meneliti apakah
suatu peraturan dibentuk secara sah dan dikeluarkan oleh penguasa atau
instansi yang berwenang mengeluarkan peraturan itu.
(2) “Materiele toetsingrecht”, yaitu hak untuk menguji atau menilai apakah
suatu peraturan dari segi isinya (materinya) mengandung pertentangan dengan
peraturan lain dari tingkat yang lebih tinggi atau menilai tentang adil tidaknya
isi peraturan itu. Apabila terdapat pertentangan tersebut atau apabila isi

79
peraturan itu dianggapnya tidak adil, tidak boleh diterapkan. Ini artinya
menyisihkan atau menyingkirkan peraturan itu (to set aside).
b) Fungsi Pengawasan
Fungsi Pengawasan diberikan oleh Undang-Undang No. 14 tahun 1970, yaitu
dalam Bab II pasal 10 ayat 4 yang menyebutkan: “Mahkamah Agung
melakukan pengawasan tertinggi alas perbuatan Pengadilan yang lain, menurut
ketentuan yang ditetapkan dengan Undang- Undang”. Di samping itu
mengingat masih belum ada peraturan pelaksanaan yang mengatur, Mahkamah
Agung dalam praktiknya masih bersandar pada pasal 47 Undang-Undang No.
13 tahun 1965 yang menyebutkan sebagai berikut.
(1) Mahkamah Agung sebagai puncak semua peradilan dan sebagai Pengadilan
Tertinggi untuk semua lingkungan peradilan memberi pimpinan kepada
pengadilan-pengadilan yang bersangkutan.
(2) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
(3) Perbuatan-perbuatan Hakim di semua lingkungan peradilan diawasi dengan
cermat oleh Mahkamah Agung.
(4) Untuk kepentingan negara dan keadilan Mahkamah Agung memberi
peringatan, tegoran dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat
tersendiri maupun dengan Surat Edaran.
(5) Mahkamah Agung berwenang minta keterangan dari semua Pengadilan
dalam semua lingkungan peradilan. Mahkamah Agung dalam hal itu dapat
memerintahkan disampaikannya berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk
dipertimbangkan.
Pengawasan Mahkamah Agung menurut pasal 47 Undang-Undang Nomor 13
tahun 1965 adalah terhadap jalannya peradilan (Bahasa Belanda: Rechtsgang),
dengan tujuan agar pengadilan-pengadilan tersebut berjalan secara seksama
dan sewajarnya. Jalannya peradilan atau “rechtsgang” tersebut terdiri atas:
(1) Bersifat teknis peradilan atau teknis yustisial;
(2) Bersegi administrasi peradilan.

80
Adapun yang dimaksud dengan “teknis peradilan” adalah segala sesuatu yang
menjadi tugas pokok Hakim, yaitu menerima, memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara yang diterimakan kepadanya. Dalam kaitan ini, termasuk
pula cara pelaksanaan putusan tersebut. Adapun “administrasi peradilan”
adalah segala sesuatu yang menjadi tugas pokok dari Kepaniteraan lembaga
Pengadilan. (Pengadilan tingkat pertama dan banding dan lingkungan Peradilan
Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer dan
Mahkamah Agung).
Administrasi peradilan harus dipisahkan dengan administrasi dalam arti murni
yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkara di lembaga Pengadilan
tersebut. Administrasi peradilan perlu memperoleh pengawasan pula dari
Mahkamah Agung karena sangat erat kaitannya dengan teknis peradilan. Suatu
putusan pengadilan tidak akan sempurna apabila masalah administrasi
peradilan diabaikan. Pembuatan agenda/register perkara, pencatatan setiap
parkara yang berjalan/berproses, formulir-formulir putusan, formulir
panggilan, formulir laporan kegiatan Hakim dan sebagainya tidak luput dari
kewenangan pengawasan Mahkamah Agung. Dalam praktiknya selama ini
dalam melakukan pengawasan, Mahkamah Agung telah mendelegasikan
kepada para Ketua Pengadilan tingkat banding, baik dari lingkungan Peradilan
Umum maupun dalam lingkungan Peradilan Agama. Termasuk kewenangan
pengawasan Mahkamah Agung adalah semua perbuatan Hakim. Pengadilan
yang dilakukan oleh Mahkamah Agung ini bersifat tertinggi, yaitu meliputi
keempat lingkungan Peradilan. Pengawasan terhadap lingkungan Peradilan
Agama lebih efektif dilakukan setelah adanya Surat Keputusan Bersama antara
Ketua Mahkamah Agung dengan Menteri Agama No. 1, 2, 3 dan 4 tahun 1983
tanggal 7 Januari 1983.
Adapun pengawasan sebelum tahun 1983 tersebut hanya terbatas pada
pengawasan teknis melalui permohonan kasasi yang dimungkinkan oleh
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1977.
Terhadap Pengacara dan Notaris, termasuk pula di bawah pengawasan
Mahkamah Agung. Demi keterpaduan pengawasan terhadap para Pengacara

81
dan Notaris ini, sudah diputuskan dalam rapat-rapat kerja antara Mahkamah
Agung dan Departemen Kehakiman pada tahun 1982 yang dikukuhkan lagi
tahun 1983, bahkan terhadap Notaris, Mahkamah Agung telah mengeluarkan
Surat Edaran No. 2 tahun 1934 tanggal 1 Maret 1984.
c) Fungsi Pemberian Nasihat (Advieserende Functie)
Semula fungsi ini diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1950 pasal 132
yang mengatakan bahwa: “Mahkamah Agung wajib memberi laporan atau
pertimbangan tentang soal-soal yang berhubungan dengan hukum, apabila hal
itu diminta oleh Pemerintah”. Kemudian, Undang-Undang No. 13 tahun 1965
pasal 53 mengatur pula kewenangan yang sama. Pasal 53 menyebutkan sebagai
berikut, “Mahkamah Agung memberi keterangan pertimbangan dan nasihat
tentang soal-soal yang berhubungan dengan hukum, apabila hal itu diminta
oleh Pemerintah. Demikian pula Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang
tercantum dalam pasal 25; “Semua pengadilan dapat memberi keterangan,
pertimbangan dan nasihat-nasihat tentang soal-soal hukum pada Lembaga
negara lainnya apabila diminta”. Pertimbangan hukum yang memberi
kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk memberi pertimbangan hukum
diperluas lagi oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No.
III/MPR/1978 yo TAP MPR No. WMPR/1973 pasal 11 ayat (2) di mana
Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam
bidang hukum, baik diminta maupun tidak, kepada Lembaga- lembaga Tinggi
Negara.
Sebagai contoh pelaksanaan ketentuan Undang-Undang tersebut adalah
kewenangan Mahkamah Agung dalam memberi pertimbangan-pertimbangan
hukum terhadap permohonan-permohonan grasi kepada Presiden/Kepala
negara melalui Menteri Kehakiman.
Dalam praktiknya, pada tahun 1965 Mahkamah Agung pernah diminta nasihat
oleh pemerintah dalam masalah pembubaran partai politik Masyumi (masa pra-
Gestapu), sehingga dalam putusan presiden waktu itu disebut; “Mendengar
Nasihat Mahkamah Agung”.
d) Fungsi Administrasi (Administrative Functie)

82
Dalam undang-undang No. 14 tahun 1970 pasal 11 disebutkan:
(1) Badan-badan yang melakukan peradilan tersebut pasal 10 ayat (1)
organisatoris, administratif dan finansiil ada di bawah kekuasaan masing-
masing departemen yang bersangkutan.
(2) Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi dan keuangan
tersendiri.
Kalimat “administrasi” dalam pasal tersebut di atas, dapat dibedakan dalam arti
luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas meliputi segala aktivitas dalam hal
“teknis operasional” (misalnya monitoring perkara yang telah diucapkan
hakim, pembuatan laporan kegiatan hakim/ laporan bulanan dan sebagainya).
Adapun pengertian “administrasi” yang diartikan oleh pasal 11 tersebut adalah
dalam arti sempit. Seolah-olah timbul dualisme pimpinan, yaitu mengenai
administrasi dalam arti luas diselenggarakan oleh Mahkamah Agung,
sedangkan administrasi dalam arti sempit diselenggarakan oleh departemen
masing-masing.
Namun, menurut Soebekti, pandangan demikian adalah keliru. Ia berpendapat
bahwa hanya ada satu pimpinan, yaitu Mahkamah Agung RI, sedangkan
departemen hanya melaksanakan “dienende functie”. Dalam perjalanan sejarah
Mahkamah Agung sejak tahun 1945, yaitu pada saat berlakunya UUD 1945
tanggal 18 Agustus 1945 sampai sekarang, mengalami pergeseran-pergeseran
mengikuti perkembangan sistem pemerintahan pada waktu itu, baik yang
menyangkut kedudukannya maupun susunannya, walaupun fungsi Mahkamah
Agung tidak mengalami pergeseran apa pun.
Pada waktu terjadi susunan Kabinet 100 Menteri, kedudukan Mahkmah Agung
agak bergeser di mana Ketua Mahkmah Agung dijadikan Menteri Koordinator
yang mengakibatkan tidak tegaknya cita-cita Undang- Undang Dasar 1945,
yaitu sebagai pemegang Kekuasaan Kehakiman yang merdeka terlepas dari
pengaruh kekuasan Pemerintah. Dengan tekad Pemerintah Orde Baru,
kembalilah Mahkamah Agung dalam kedudukannya semula sesuai dengan
kehendak Undang-Undang Dasar 1945. Akhirnya dengan berlakunya Undang-

83
Undang No. 14 tahun 1970, Mahkamah Agung diposisikan sebagai puncak dari
keempat lingkungan peradilan.

b. Mahkamah Konstitusi
1) Sejarah Mahkamah Konstitusi
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan
diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang
dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001
sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan
Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan
pada 9 November 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu
perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada
abad ke-20. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, dalam rangka
menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA)
menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III
Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat. DPR dan Pemerintah
kemudian membuat Rancangan Undang- Undang mengenai Mahkamah
Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah
menyetujui secara bersama UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu
(Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).
Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui
Keputusan Presiden Nomor 147/M tahun 2003 hakim konstitusi untuk pertama
kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim
konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke
MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya
kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut
ketentuan UUD 1945.
2) Pengertian

84
Mahkmah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 (Pasal 1 UU No. 24 tahun 2004).
3) Kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a) Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945;
b) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945;
c) Memutus pembubaran Partai Politik;
d) Memutus perselisihan tentang hasil pemilu Kewajiban Mahkamah
Konstitusi.
4) Kewajiban MK adalah memberi putusan atas pendapat DPR bahwa presiden
dan/atau wakil presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara (tindak pidana), korupsi dan penyuapan
(penyelewengan uang negara), tindak pidana berat lainnya (tindak pidana
dengan ancaman 5 tahun atau lebih), perbuatan tercela (perbuatan yang dapat
merendahkan martabat presiden dan/atau wakil presiden), dan/atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945.

c. Kejaksaan Agung Republik Indonesia


1) Pengertian
Adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penyidikan dan penuntutan yang menurut undang-undang dan bebas dari
pengaruh kekuasaan mana pun.
2) Tugas dan wewenang kejaksaan
a) Di bidang perkara pidana:
(1) Melakukan penuntutan dalam perkara pidana;
(2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan;
(3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan;

85
(4) Melengkapi berkas perkara tertentu lepas bersyarat. Melengkapi berkas
perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
b) Di bidang perdata dan tata usaha:
Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
c) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
(1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
(2) Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
(3) Pengamanan peredaran barang cetakan;
(4) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;
(5) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
(6) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
d) Tugas dan wewenang jaksa agung
(1) Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan
dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan.
(2) Mengoordinasi penanganan perkara pidana tertentu dengan instansi terkait
berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh
presiden.
(3) Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
(4) Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung
dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha negara.
(5) Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam
pemeriksaan kasasi perkara pidana.
(6) Menyampaikan pertimbangkan kepada presiden mengenai permohonan
grasi dalam hal ini pidana mati.

86
(7) Mencegah atau melarang orang-orang tertentu untuk masuk ke dalam atau
meninggalkan wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia karena
keterlibatannya dalam perkara pidana (cekal).

d. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI


1) Pengertian
Adalah departemen yang memiliki Kekuasaan Kehakiman dan HAM yang
merupakan lembaga kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
2) Tugas Pokok dan Fungsi
a) Tugas Pokok
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu
presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
b) Fungsi
Dalam melaksanakan fungsinya, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia menyelenggarakan fungsi:
(1) Pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
(2) Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas serta pelayanan administrasi
departemen;
(3) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan terapan, pendidikan dan
pelatihan tertentu serta menyusun peraturan peundang-undangan yang menjadi
kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam rangka mendukung kebijakan di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
3) Kewenangan
Dalam pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan kewenangan:
a) Penetapan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara
makro.

87
b) Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
c) Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya.
d) Pengaturan penetapan perjanjian atau persetujuan internasional yang
disahkan atas nama negara di bidangnya.
e) Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidangnya.
f) Pembinaan hukum dan peraturan perundang-undangan nasional.
g) Pengesahan dan persetujuan Badan Hukum di bidang- nya.
h) Pengesahan di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti:
(1) Pengaturan dan pembinaan terhadap bidang persyaratan, keimigrasian dan
kenotariatan.
(2) Pengaturan dan pembinaan terhadap bidang tahanan, benda sitaan negara
dan barang rampasan negara, peradilan, penasihat hukum, pendaftaran jaminan
fidusia, perubahan nama, harta peninggalan, kepailitan ketatanegaraan dalam
bidangnya dan kewarganegaraan.
(3) Peraturan dan pembinaan di bidang daktoloskopi, garasi, amesti, abolisi,
rehabilitasi dan penyidik pegawai negeri sipil.

e. Kepolisian Republik Indonesia


1) Pengertian
Adalah lembaga yang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
tindakan yang mengganggu kemanan dan ketertiban masyarakat sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
2) Fungsi Kepolisian
Fungsinya adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
3) Tugas pokok kepolisian adalah meliputi:
a) Memelihara kamtibmas;

88
b) Menegakkan hukum;
c) Memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
4) Wewenang kepolisian adalah meliputi:
a) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
b) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g) Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h) Mengadakan penghentian penyidikan;
i) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j) Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkap orang yang disangka melakukan
tindak pidana;
k) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik PNS untuk
diserahkan kepada penuntut umum;
l) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

f. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


1) Pengertian
Adalah lembaga yang dibentuk dengan Undang-undang No. 30 tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki tugas untuk
melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi.
2) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mempunyai tugas:

89
a) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
b) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
c) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi;
d) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;
e) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
3) Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang:
a) Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi;
b) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
c) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
pada instansi yang terkait;
d) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
e) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi.

g. Pengadilan Hak Asasi Manusia


1) Pengertian
Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM
adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
2) Kedudukan
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang
daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang
bersangkutan. Daerah hukum pengendalian yang dimaksud adalah Daerah
hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya,
Pengadilan Negeri Medan, dan Pengadilan Negeri Makassar.

90
3) Tujuan Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia
Tujuan pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah untuk menjamin
pelaksanaan hak asasi manusia serta memberi perlindungan, kepastian,
keadilan, dan perasaan aman kepada perorangan dan masyarakat dipandang
perlu membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri di
beberapa kota besar yang bertugas memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Kewenangan :
a) Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
b) Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas
teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.
c) Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang
berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan.
d) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
(1) Kejahatan genosida;
(2) Kejahatan terhadap kemanusiaan.
e) Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf a adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara:
(1) Membunuh anggota kelompok;
(2) Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-
anggota kelompok;
(3) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
(4) Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok; atau

91
(5) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain.
f) Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf b
adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
(1) Pembunuhan;
(2) Pemusnahan;
(3) Perbudakan;
(4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
(5) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;
(6) Penyiksaan;
(7) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;
(8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang
dilarang menurut hukum internasional;
(9) Penghilangan orang secara paksa; atau
(10) Kejahatan apartheid (Undang-Undang No. 26 tahun 2000, tentang
Pengadilan HAM).
h. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Pengertian
Adalah Komisi yang dibentuk untuk melakukan penyelidikan tindakan
kejahatan HAM yang terjadi dalam rangka peralihan kekuasaan dari rezim
lama ke rezim baru melalui revolusi atau reformasi dalam suatu negara.
Secara umum, ada empat elemen yang menjadi dasar dalam pembentukan
KKR di dunia, yaitu:

92
a) Fokus penyelidikannya pada kejahatan masa lalu;
b)Tujuannya untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai
kejahatan HAM dan pelanggaran hukum internasional pada kurun waktu
tertentu, serta tidak terfokus pada satu kasus saja;
c) Masa bakti terbatas biasanya berakhir setelah perampungan laporan:
d) Memiliki kewenangan mengakses informasi ke lembaga apa pun, dan
mengajukan perlindungan hukum terhadap saksi.
Di Indonesia, proses pembentukan KKR dimandatkan melalui TAP MPR no.
VI tahun 2000 tentang Persatuan Nasional yang memastikan penyusunan
legislasi tentang komisi kebenaran tersebut. Mandat ini juga-ditegaskan
kembali dalam UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ad hoc akan
ditandatangani oleh KKR. Contoh negara yang membentuk KKR antara lain:
Argentina, Uganda, Afrika Selatan, dan Indonesia.

Tujuan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi


Komisi Kebenaran mempunyai keistimewaan dalam cakupan, ukuran, dan
mandatnya, meskipun begitu, banyak Komisi berupaya untuk mencapai
beberapa atau keseluruhan dari tujuan-tujuan di bawah ini:
a) Memberi Arti kepada Suara Korban secara Individu Komisi Kebenaran
(KKR) berupaya untuk mendapatkan pengetahuan yang resmi dari korban
individu dengan mengizinkan mereka untuk memberikan pernyataan kepada
komisi, atau memberikan kesaksian dihadapan komisi dalam sebuah dengar
pendapat (public dengar pendapat) berkaitan dengan pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) yang mereka derita.
b) Pelurusan sejarah berkaitan dengan peristiwa-peristiwa besar Pelanggaran
HAM KKR dapat memusatkan perhatiannya pada peristiwa-peristiwa tertentu,
pada saat di mana pelanggaran HAM terjadi dalam upaya melakukan pelurusan
sejarah tentang apa yang sebenarnya terjadi. Peristiwa-peristiwa ini biasanya
disanggah oleh penguasa atau merupakan sebuah subjek dari pertikaian atau
kontroversi. KKR dapat membantu menyelesaikan masalah dengan
membeberkan peristiwa lalu secara kredibel dan penuh perhitungan data.

93
c) Pendidikan dan pengetahuan publik KKR memusatkan perhatian publik
pada pelanggaran HAM, dengan begitu meningkatkan kewaspadaan umum
berkaitan dengan kerugian sosial dan individual akibat pelanggaran hak asasi.
Proses pendidikan publik ini juga memberikan sumbangan pada pengetahuan
masyarakat tentang penderitaan korban dan membantu menggerakkan
masyarakat untuk mencegah peristiwa ssrupa terjadi di masa depan.
d) Memeriksa pelanggaran HAM sistematis Menuju Reformasi Kelembagaan
KKR dapat memeriksa akibat dan sifat dari bentuk pelanggaran HAM yang
meiembaga dan sistemik. Sekali Komisi berhasil mengidentinkasikan pola
pelanggaran HAM, atau lembaga yang bertanggung jawab terhadap
pelanggaran ini, maka Komisi dapat merekomendasikan serangkaian program
sosial atau kelembagaan dan reformasi legislatif yang dirancang untuk
mencegah timbulnya kembali pelanggaran HAM.
e) Memberikan assesment tentang akibat pelanggaran HAM terhadap Korban
Komisi mengumpulkan informasi yang mendalam tentang pelanggaran HAM
dan akibatnya terhadap diri korban. Komisi kemudian bias merekomendasikan
beberapa cara untuk membantu korban menghadapi dan mengatasinya.
f) Pertanggungjawaban para pelaku kejahatan komisi bisa juga mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan identitas individu pelaku kejahatan yang
melanggar HAM. Komisi mungkin bisa juga mempromosikan sebuah sense of
accountability untuk penyalahgunaan oleh individu-individu yang secara
publik terindikasi dan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas
penyalahgunaan itu, memberi rekomedasi bahwa para pelaku kejahatan perlu
diberhentikan dari jabatan-jabatan publik, atau memberikan fakta-fakta bukti-
bukti untuk pengajuan tuntutan ke pengadilan.

i. Komisi Yudisial
1) Pengertian
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam
pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan
lainnya.

94
2) Tugas dan wewenang meliputi:
a) Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b) Melakukan seleksi terhadap Calon Hakim Agung;
c) Menetapkan Calon Hakim Agung;
d) Mengajukan Calon Hakim agung.
Wewenang Komisi Yudisial adalah:
a) Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR;
b) Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku
hakim.
Keanggotaan Komisi Yudisial tidak boleh merangkap:
a) Pejabat negara atau penyelenggara negara;
b) Hakim;
c) Advokat;
d) Notaris/PPAT;
e) Pengusaha, pengurus BUMN atau BUMS;
f) Pegawai Negeri Sipil;
g) Pengurus Partai politik.

95
MEKANISME SISTEM POLITIK DI INDONESIA MASA PASCA
PROKLAMASI SAMPAI DENGAN ERA REFORMASI

Sistem politik indonesia menyediakan mekanisme dan prosedur yang mengatur


serta menyalurkan aspirasi dan kehendak individu secara bebas dan dijamin oleh
hukum. Partisipasi dalam pengambilan keputusan serta dalam penentuan
pemimpin merupakan hal pokok yang dijamin dalam sistem politik demokrasi.

a. Sistem Politik Masa Pasca Proklamasi

Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat
keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada
hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan
selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan
Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat
mempertahankan kediaman Soekarno. Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan

96
Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang
dirancang beberapa hari sebelumnya.

Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen


sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan
pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang
terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah,
Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku
(termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.

 DEMOKRASI PARLEMENTER

Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri
dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung
jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik
sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi
pemerintah yang stabil susah dicapai.

Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara
sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih
menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang
menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi Parlementer,
adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih
tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang
Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat
dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden
menjabat sebagai kepala negara.

 DEMOKRASI TERPIMPIN.

Pemberontakan yang gagal di Sumatra, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau


lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk
mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia.
Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan

97
kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan
presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.

Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di
bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri
Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting
negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat
maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa
Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang
kelak menjadi Gerakan Non-Blok.

Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada
negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di
dalam negeri. PKI merupakan partai komunis terbesar setelah Uni Soviet dan
Tiongkok.

 KONFRONTASI INDONESIA MALAYSIA.

Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal


tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana
komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi
Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme negara-
negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan
Australia untuk memengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan
PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan
pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari
1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan
PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi
ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia
(yang dibantu oleh Inggris).

 ERA ORDE BARU

98
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat
16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998Presiden Soeharto memulai "Orde
Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar
negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi (Pelita)
sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi
didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan
pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya,
jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan
1980-an.

 IRIAN JAYA.

Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "Act


of Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil
kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa
Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan
Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan
perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan
Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun
berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih
terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang
menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.

99
 TIMOR TIMUR

Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau
Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara
Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal
secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada
tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang
membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah
sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari
Portugal.

b. Sistem Politik Masa Demokrasi Parlementer

Masa Demokrasi Parlementer adalah masa ketika Pemerintah Indonesia


menggunakan UUDS (undang-undang dasar sementara) 1950 sebagai undang-
undang negara. Masa demokrasi parlementer disebut juga dengan Demokrasi
Liberal sebab sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-
prinsip liberal. masa ini berlangsung mulai pada 17 Agustus 1950 hingga 6 Juli
1959.

 SISTEM PEMERINTAHAN.

Sistem pemerintahan negara menurut UUD Sementara 1950 adalah sistem


parlementer yang artinya, Kabinet disusun berdasarkan perrimbangan kekuasaan
kepartaian dalam parlemen. Presiden hanya merupakan lambang kesatuan saja
dengan kata lain, parlemen sangat berkuasa. Jika kabinet di anggap tidak mampu
menjalankan tugas, maka parlemen segera membubarkannya.

Sistem Kabinet yang digunakan di masa demokrasi parlementer adalah Zaken


Kabinet yaitu suatu kabinet yang menterinya dipilih atgua berasal dari tokoh-
tokoh yang ahli di bidangnya, tanpa mempertimbangkan latar belakang partainya.

Masa Demokrasi parlementer memiliki ciri yaitu banyaknya partai politik yang
saling berebut pengaruh untuk memegang tampuk kekuasaan yang menyebabkan

100
seringnya terjadi pergantian kabinet. Dari tahun 1950-1959 telah terjadi tujuh kali
pergantian kabinet disetiap tahunnya yang mengakibatkan jatuh bangunnya
kabinet dan membuat program - program kabinet tidak berjalan sebagaimana
mestinya.

 SISTEM KEPARTAIAN

Sistem kepartaian yang di anut pada masa ini ialah sistem multi partai, yaitu suatu
sistem kepartaian yang terdiri dari banyak partai politik. Banyaknya partai politik
yang ikut serta dalam pemerintahan mengakibatnya munculnya persaingan
antarpartai yang cenderung hanya memperjuangkan kepentingan golongan dari
pada kepentingan nasional.

Partai-partai yang ada saling bersaing, saling mencari kesalahan dan saling
menjatuhkan dimana partai -partai yang tidak memegang jabatan dan peranan
penting didalam kabinet,sering melakukan oposisi yang kurang sehat dan
berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah.

Hal inilah yang mengakibatkan seringnya terjadi pergantian kabinet yang


menyebabkan kabinet tidak berumur panjang serta menyebabkan program-
program kerjanya tidak bisa berjalan dengan baik dan menyebabkan stabilitas
politik, sosial, ekonomi serta keamanan juga terganggu.

c. Sistem Politik Masa Demokrasi Terpimpin

Sistem pemerintahan demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem pemerintahan, di


mana segala kebijakan atau keputusan yang diambil dan dijalankan berpusat
kepada satu orang, yaitu pemimpin pemerintahan.

Demokrasi terpimpin dikenal dengan pemerintahan terkelola dengan peningkatan


otokrasi, dalam artian lain negara yang menganut sistem demokrasi terpimpin
adalah di bawah pemerintahan penguasa tunggal. Indonesia era demokrasi
terpimpin adalah sebuah periode dalam sejarah peradaban Indonesia modern.
Praktik secara resmi demokrasi terpimpin berlangsung di Indonesia dari tanggal 5

101
Juli 1959 hingga 11 Maret 1966, periode ini juga disebut dengan istilah Orde
Lama.

Dalam sistem politik demokrasi terpimpin, negara menggunakan prinsip-prinsip


demokrasi beserta nilainya namun dengan satu pengecualian. Negara dibuat
dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara umum dan juga untuk
melindungi segenap bangsa yang ada di dalamnya. Namun tugas negara harus
berada dalam panduan dan pimpinan seorang tokoh pusat, yakni presiden.

Ciri yang paling khas dari konsep demokrasi terpimpin adalah kehadiran peran
dan campur tangan presiden selaku pemimpin tertinggi demokrasi dan revolusi.
Terdapat lembaga tinggi negara yang ada saat periode Indonesia era demokrasi
terpimpin, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.
Tujuan dari sistem demokrasi terpimpin di antaranya adalah:

 Untuk mengganti demokrasi liberal yang dianggap tidak stabil untuk negara
Indonesia
 Untuk meningkatkan kekuasaan presiden pada masa itu yang awalnya hanya
sebatas kepala negara menjadi pemegang kekuasaan tertinggi.

Pada masa demokrasi terpimpin banyak terjadi penyelewengan terhadap Pancasila


dan UUD 1945, seperti:

 Pembentukan Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom)


 Tap MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Soekarno sebagai
presiden seumur hidup
 Pembubaran DPR hasil pemilu oleh presiden
 Pengangkatan ketua DPR Gotong Royong/MPRS menjadi menteri negara
oleh presiden
 GBHN yang bersumber pada pidato presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang
berjudul ‘Penemuan Kembali Revolusi Kita’ ditetapkan oleh DPA bukan
MPRS

102
Demokrasi terpimpin merupakan gagasan pembaruan kehidupan politik, sosial,
dan ekonomi. Gagasan ini juga dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957. Ada dua
pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, yaitu:

 Pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem demokrasi terpimpin


yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara
seimbang.
 Membentuk kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan
masyarakat yang terdiri dari wakil partai politik dan kekuatan golongan
politik baru atau golongan fungsional atau golongan karya.

Demokrasi terpimpin merupakan gagasan pembaruan kehidupan politik, sosial,


dan ekonomi. Gagasan ini juga dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957. Ada dua
pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, yaitu:

 Pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem demokrasi terpimpin


yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara
seimbang.
 Membentuk kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan
masyarakat yang terdiri dari wakil partai politik dan kekuatan golongan
politik baru atau golongan fungsional atau golongan karya. Demokrasi
terpimpin dibentuk bukan tanpa tujuan, tujuannya adalah untuk menata ulang
kehidupan politik serta pemerintahan berdasarkan UUD 1945 yang pada
akhirnya justru terdapat banyak pelanggaran UUD 1945 pada proses
pelaksanaannya. Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965
menandakan ditinggalkannya demokrasi terpimpin dan menjadi awal
melemahnya pengaruh dan kekuasaan presiden Soekarno.

d. Sistem Politik Masa Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang mengutamakan musyawarah


mufakat tanpa oposisi dalam doktrin Manipol USDEK disebut pula sebagai
demokrasi terpimpin merupakan demokrasi yang berada dibawah komando

103
Pemimpin Besar Revolusi kemudian dalam doktrin repelita yang berada
dibawah pimpinan komando Bapak Pembangunan arah rencana pembangunan
daripada suara terbanyak dalam setiap usaha pemecahan masalah atau
pengambilan keputusan, terutama dalam lembaga-lembaga negara. Prinsip
dalam demokrasi Pancasila sedikit berbeda dengan prinsip demokrasi secara
universal. Ciri demokrasi Pancasila:

 pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi


 adanya pemilu secara berkesinambungan
 adanya peran-peran kelompok kepentingan
 adanya penghargaan atas HAM serta perlindungan hak minoritas.
 Demokrasi Pancasila merupakan kompetisi berbagai ide dan cara untuk
menyelesaikan masalah.
 Ide-ide yang paling baik akan diterima, bukan berdasarkan suara
terbanyak.

Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan


mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan
penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang
Dasar 1945[4]. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan
pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.

Prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut

 Perlindungan terhadap hak asasi manusia


 Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
 Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan
badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA
 atau lainnya adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena
berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
 Pelaksanaan Pemilihan Umum Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)

104
 Keseimbangan antara hak dan kewajiban
 Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada
Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
 Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional Pemerintahan berdasarkan
hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan

e. Sistem Politik Era Reformasi

Ada beberapa peristiwa penting selama masa reformasi yang menandai


kehidupan masyarakat di bidang sosial, antara lain otonomi daerah,
konflik komunal atas dasar agama, dan ancaman terorisme. Ketiga
masalah ini bisa dideskripsikan secara singkat berikut.

 Otonomi daerah
Otonomi daerah adalah salah satu tuntutan dan agenda reformasi.
Pemerintah RI sudah mencanangkan otonomi daerah ini sejak tahun 1999
dengan dikeluarkannya UUD No. 22 Tahun 2001 tentang otonomi daerah.
Pemerintah kemudian merevisi UU tersebut dan menggantinya dengan UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah.
Dengan UU yang baru ini kemudian ditegaskan bahwa otonomi daerah
dimaksud sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan (UU
No. 32 Tahun 2004, pasal 1ayat 5)
 Konflik etnik
Pada masa reformasi terjadi konflik horizontal di masyarakat yang
berlatar belakang masalah etnis, ras dan agama. Berikut konflik pada masa
reformasi:
Di Kalimantan Barat terjadi konflik etnis antara suku Dayak, Melayu, dan
warga pendatang dari suku tertentu. Konflik mulai pecah pada tanggal 19
Januari 1999. Konflik ini dapat diselesaikan ketika pada tanggal 26 April

105
1999. Suku-suku yang bertikai duduk bersama dan membentuk Forum
Komunikasi Masyarakat Kalimantan Barat.
Di Ambon terjadi konflik etnis berlatar belakang agama. Pemicu konflik di
Maluku adalah bentrokan antara seorang warga Batumerah (Ambon)
dengan seorang sopir angkutan kota. Kejadian itu memicu konflik massal.
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mewujudkan perdamaian di Maluku
seperti menemukan jalan buntu. Akhirnya, tanggal 11-12 Februari 2002,
diadakan Perjanjian Malino di Sulawesi Selatan, di mana kedua belah
pihak yang berkonflik bersepakat untuk mengakhiri konflik.
Konflik antaragama Islam dan Kristen juga terjadi di Poso. Pemicu konflik
adalah sebuah peristiwa sederhana yaitu perkelahian antara Roy Runtuh
Bisalembah (Kristen) yang sedang mabuk dengan Ahmad Ridwan (Islam)
yang terjadi pada tanggal 26 Desember 1998 di kecamatan Soya,
Kabupaten Poso. Perkelahian ini berkembang menjadi konflik antarwarga
yang berbeda agama. Tanggal 28 Desember 1998, konflik ini meluas ke
seluruh kabupaten. Pemerintah berupaya mengatasi masalah ini dengan
menyelenggarakan Pertemuan Malino, di Sulawesi Selatan, pada tanggal
19-20 Desember 2001. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa pihak
yang bertikai harus menghentikan perselisihan dan sepakat melaksanakan
butirbutir kesepakatan yang sudah
 Ancaman terorisme
Ancaman dan teror bom juga sering terjadi selama masa reformasi, bahkan
sejak tahun 1997. Dari semua bom yang pernah diledakkan di Indonesia,
yang paling besar kekuatannya dan memakan banyak korban adalah bom
yang terjadi di sebuah kafe Jalan Legian, Kuta (Bali) pada tanggal 12
Oktober 2002. menewaskan lebih dari 180 orang yang umumnya adalah
para turis dari Australia. Berikut adalah dampak dari bom bali.
Terlepas dari alasan apa pun juga, aksi teror dan peledakan bom sama
sekali tidak dibenarkan karena merusak, membunuh, dan merugikan orang-
orang yang tidak berdosa. Selain itu, tindakan heroik apa pun yang
mengatasnamakan agama tetapi bertujuan untuk menghancurkan dan

106
membunuh orang lain hanya akan mencoreng dan mendiskreditkan agama
itu sendiri. Agama apa pun juga pasti mengajarkan cinta kasih dan
penghormatan yang tulus kepada diri sendiri, orang lain, dan semesta alam,
karena agama tersebut bersumber dari Tuhan Sang Maha Cinta.

DEMOKRASI DI INDONESIA

Di Indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya.


Namun, dari semua sistem pemerintahan, yang bertahan mulai dari era
reformasi 1998 sampai saat ini adalah sistem pemerintahan demokrasi.
Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan tantangan disana sini.
Sebagian kelompok merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem
domokrasi di Indonesia. Artinya, kebebasan pers sudah menempati ruang
yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang berhak menyampaikan
pendapat dan aspirasinya masing-masing.

107
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua warga negara
memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat
mengubah hidup mereka.
Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung
atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan
hukum. Demokrasi mencakup kondisi social, ekonomi, dan budaya yang
memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa
Indonesia. Selain itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi
di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari banyaknya agama yang masuk
dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan
bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.
Demokrasi di Indonesia adalah suatu proses sejarah dan politik
perkembangan demokrasi di Indonesia, mulai dari pengertian dan konsepsi
demokrasi menurut para tokoh dan founding fathers Kemerdekaan
Indonesia, terutama Soekarno, Mohammad Hatta, dan Soetan Sjahrir.
Selain itu juga proses ini menggambarkan perkembangan demokrasi di
Indonesia, dimulai saat Kemerdekaan Indonesia, berdirinya Republik
Indonesia Serikat, kemunculan fase kediktatoran Soekarno dalam Orde
Lama dan Soeharto dalam Orde Baru, hingga proses konsolidasi
demokrasi pasca Reformasi 1998 hingga saat ini.

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, secara gamblang duet


pemimpin Dwitunggal, Soekarno dan Mohammad Hatta telah
mendeklarasikan Indonesia Merdeka sebagai sebuah negara yang
demokratis karena pada kalimat terakhirnya dikatakan dalam Teks
Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah “atas nama bangsa Indonesia”, bila
dikaitkan dengan definisi bangsa, maka yang dimaksud adalah seluruh
rakyat Indonesia. Jadi kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan yang
diperuntukkan bagi rakyat Indonesia sendiri. Meskipun telah mencapai

108
konsensus kemerdekaan sebagai sebuah bangsa, tetapi setiap tokoh
pergerakan dan pelopor kemerdekaan Indonesia memiliki konsepsi
demokrasinya masing-masing, kebanyakan dari mereka berusaha
menengahi dualisme penafsiran demokrasi dari Negara Barat yang
liberalis dan kapitalis dengan Negara Timur yang komunis, terutama
dalam merumuskan tentang kebebasan politik yang diadopsi dari
demokrasi Barat dan kemerataan ekonomi yang ditiru dari demokrasi
Timur. Namun, terkadang beberapa tokoh kemudian memiliki
kecenderungan masing-masing, entah itu kecenderungan pada Barat
ataupun Timur, yang kemudian menjadi ciri khas dari perkembangan
demokrasi di Indonesia.

1. Urgensi dan Eksistensi Pembangunan Demokrasi di Indonesia


A. Urgensi Pembangunan Demokrasi di Indonesia
Indonesia adalah negara yang menganut demokrasi. Untuk itu penting
membangun kehidupan yang demokratis di Indonesia. pada hakikatnya
karakteristik negara dmeokratis adalah:

a. Persamaan kedudukan di depan hukum


b. Partisipasi dalam pembuatan keputusan
c. Distribusi pendapatan secara adil
d. Kebebasan yang bertanggung jawab

Persamaan kedudukan di muka hukum Hukum mengatur bagaimana


seharusnya penguasa bertindak, bagaimana hak dan kewajiban dari penguasa
dan juga rakyatnya. Semua rakyat memiliki kedudukan sama di depan hukum.
Artinya, hukum harus dijalankan secara adil dan benar. Hukum tidak boleh
pandang bulu. Siapa saja yang bersalah dihukum sesuai ketentuan yang
berlaku. Untuk menciptakan hal itu harus ditunjang dengan adanya aparat
penegak hukum yang tegas dan bijaksana. Serta bebas dari pengaruh
pemerintahan yang berkuasa dan berani menghukum siapa saja yang bersalah

109
Partisipasi dalam pembuatan keputusan Dalam negara yang menganut
sistem politik demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan
pemerintahan dijalankan berdasarkan kehendak rakyat. Aspirasi dan kemauan
rakyat harus dipenuhi dan pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi
yang merupakan arah dan pedoman dalam melaksanakan hidup bernegara.
Para pembuat kebijakan memperhatikan seluruh aspirasi rakyat yang
berkembang. Kebijakan yang dikeluarkan harus dapat mewakili berbagai
keinginan masyarakat yang beragam.

Distribusi pendapatan secara adil Di negara demokrasi, semua bidang


dijalankan berdasarkan prinsip keadilan termasuk di bidang ekonomi. Semua
warga negara berhak memperoleh pendapatan yang layak. Pemerintah wajib
memberikan bantuan pada kepada fakir dan miskin yang berpendapatan
rendah. Sehingga diharapkan terjadi distribusi pendapatan yang adil di antara
warga negara Indonesia. Contoh, pemerintah giat membuka lapangan kerja
agar masyarakat bisa memperoleh penghasilan

Kebebasan yang bertanggunng jawab, Dalam sebuah negara yang demokratis


terdapat empat kebebasan yang penting, yaitu:

1. Kebebasan beragama
2. Kebebasan pers
3. Kebebasan mengeluarkan pendapat
4. Kebebasan berkumpul
Urgensi pembangunan demokrasi yang memiliki karakteristik, disisi lain,
demokrasi juga perlu memiliki sifat yang universal, yakni diakui oleh seluruh
bangsa yang beradab di seluruh dunia, juga memiliki sifat yang khas dari
masing-masing negara. Sifat khas demokrasi di setiap negara biasanya
tergantung ideologi masing-masing. Demokrasi kita pun selain memiliki
sifat yang universal, juga memiliki sifat khas sesuai dengan budaya bangsa
Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sebagai demokrasi yang berakar pada
budaya bangsa, kehidupan demokratis yang kita kembangkan harus mengacu

110
pada landasan idiil Pancasila dan landasan konstitusional UD NRI Tahun
1945.

B. Eksistensi Pembangunan Demokrasi di Indonesia


Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah
hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik
secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan,
dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas
dan setara. Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip
tentang kebebasan beserta praktik dan prosedurnya. Demokrasi mengandung
makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.

Adapun eksistensi pembangunan demokrasi menurut para tokoh nasional


antara lain :

Demokrasi Menurut Soekarno Menurut Soekarno :


Demokrasi adalah suatu "pemerintahan rakyat". Lebih lanjut lagi, bagi
Soekarno, demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang
memberikan hak kepada rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan.
Namun, demokrasi yang diinginkan dan dikonsepsikan oleh Soekarno tidak
ingin meniru demokrasi modern yang lahir dari Revolusi Prancis, karena
menurut Soekarno, demokrasi yang dihasilkan oleh Revolusi Prancis,
demokrasi yang hanya menguntungkan kaum borjuis dan menjadi tempat
tumbuhnya kapitalisme.Oleh karena itu, kemudian Soekarno
mengkonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya cocok untuk
Indonesia.

Demokrasi Menurut Mohammad Hatta :


Dalam pamflet yang berjudul Ke Arah Indonesia Merdeka, Hatta
mengemukakan sebagai berikut:"Jadinya, demokrasi Barat yang dilahirkan
oleh Revolusi Prancis tiada membawa kemerdekaan rakyat yang sebenarnya,

111
melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi politik
saja tidak cukup untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya, yaitu
Kedaulatan Rakyat. Haruslah ada pula demokrasi ekonomi."

Demokrasi Menurut Soetan Sjahrir :


Pemikiran Sjahrir tentang demokrasi dan pemerintahan di Indonesia tertuang
dalam bukunya yang berjudul Perjuangan Kita yang terbit pasca Indonesia
Merdeka, dan duet Soekarno-Hatta atau Dwitunggal menjadi pemimpin
Indonesia. Bagi Sjahrir,“Secepat mungkin seluruh pemerintahan harus
didemokratiseer, sehingga rakyat banyak masuk tersusun di dalam lingkungan
pemerintahan. Ini mudah dikerjakan dengan menghidupkan dan di mana perlu
membangunkan dewan-dewan.

Demokrasi Menurut Gus Dur :


Dasar pemikiran utama Gus Dur tentang demokrasi sebenarnya tidak jauh
dari gagasan tentang demokrasi pada umumnya. Yakni bahwa setiap manusia
berhak untuk memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat, berbicara,
berserikat, dan berkumpul, dan menentukan nasibnya sendiri.

2. Definisi demokrasi
Pengertian demokrasi (demos cratein atau demos cratos) adalah suatu negara
dengan sistem pemerintahan yang kedaulatannya berada di tangan rakyat.
Artinya, kekuasaan tertinggi berada di hasil keputusan rakyat melalui wakil-
wakilnya.

Istilah demokrasi dalam tinjauan bahasa berasal dari dua kata bahasa Yunani
yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu wilayah/negara dan
“cratein” atau “cratos” yang memiliki arti kekuasaan atau pemerintahan.
Dalam perkembangan politik dan ilmu politik, demokrasi memiliki pengertian
lain sebagai turunan dari pengertian awal demokrasi. Salah satunya adalah
demokrasi merupakan paham atau pandangan hidup yang mengutamakan

112
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama kepada setiap warga
negara tanpa terkecuali.

3. Unsur - Unsur Penegak Demokrasi Di Indonesia


a. Negara Hukum (Rehtsstaat atau The Rule Of Law) Negara hukum
(rechtsstaat atau the rule of law) memiliki pengertian bahwa negara
memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui perlembagaan
peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan Hak Asasi
Manusia (HAM).
b. Masyarakat Madani (Civil Society) Masyarakat Madani atau civil society
adalah masyarakat dengan ciri –cirinya yang terbuka, egaliter, bebas dari
domonasi, dan tekanan negara.Masyarakat madani merupakan elemen yang
sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Posisi penting masyarakat
madani dalm pembangunan demokrasi adalah adanya partisipasi masyarakat
dalam proses proses pengambilan pengutusan yang di lakukan oleh negara
atau pemerintah.
c. Aliansi Kelompok Strategis Komponen berikutnya yang dapat mendukung
tegaknya demokrasi adalah adanya aliansi kelompok strategis yang terdiri
dari partai politik.Kelompok gerakan dan kelompok penekanan atau
kelompok kepentingan termaksud di dalamnya pers yang bebas dan
bertanggung jawab. Partai politik merupakan struktur kelembagaan politik
yang anggota anggotannya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memperoleh
kekuasaan dan kedudukan politik untuk mewujudkan kebijakan kebijakan
politiknya. Adapun kelompok gerakan yang di perankan oleh organisasi
masyarakat merupakan sekumpulan orang-orang yang berhimpun dalam satu
wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan warganya, seperti
muhammadiyah, nahdlatul ulama (NU), persatuan islam (persisi), himpunan
mahasiswa islam (HMI), pergerakan mahasiswa islam indonesia (PMII),
ikatan mahasiswa muhammadiyah (IMM), pergerakan mahasiswa kristen
indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), dan
organisasi masyarakat lainnya.

113
4. Model - Model Demokrasi di Indonesia
Model-model Demokrasi Menurut David Heid, terdapat lima model
demokrasi, yaitu sebagai berikut
1. Demokrasi Klasik, adalah warga negara seharusnya menikmati kesetaraan
politik agar mereka bebas memerintah dan diperintah secara bergiliran.
2. Republika Protektif, adalah partisipasi politik sebuah kondisi yang penting
bagi kebebasan pribadi. Jika para warga negara tidak bisa menguasai mereka
sendiri, mereka akan di dominasi oleh yang lain.
3. Republikanisme dan Perkembangan, adalah para warga harus menikmati
persamaan politik dan ekonomi agar tak seorang yang dapat menjadi
penguasa bagi yang lain dan semua yang dapat menikmati perkembangan dan
kebebasan yang sama dalam proses tekad diri bagi kebaikan bersama.
4. Demokrasi Protektif, yaitu para penduduk membutuhkan perlindungan dari
pemimpin, begitu pula dari sesamanya untuk memastikan bahwa mereka yang
dipimpin dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan yang sepadan dengan
kepentingan-kepentingan secara keseluruhan.
5. Demokrasi Developmental, yaitu partisipasi dalam kehidupan politik penting
tidak hanya bagi perlindungan individu, namun juga bagi pembentukan rakyat
yang tahu, mengabdi, dan berkembang. Keterlibatan politik penting bagi
peningkatan kapasitas individu yang tertinggi dan harmonis. Sedangkan
menurut Sklar, demokrasi dapat dibagi menjadi lima model, yaitu (Wijayanti
dan Prasetyoningsih, 2009:40):
1. Demokrasi Liberal, yaitu pemerintahan dibatasi oleh undang-undang dan
pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg.
2. Demokrasi Terpimpin. Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan
mereka di percaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing
sebagai kendaraan untuk menduduki kekuasaan.
3. Demokrasi Sosial, adalah demokrasi yang meletakkan pada kepedulian
keadilan sosial dan egalitarianisme bagi persyaratan untuk memperoleh
kepercayaan politik.

114
4. Demokrasi Partisipasi, yang menekankan hubungan timbal balik antara
penguasa dan yang dikuasai.
5. Demokrasi Constitusional, menekankan proteksi khusus bagi kelompok-
kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang erat di antara elit yang
mewakilinya bagian budaya masyarakat utama.

Model Demokrasi Ada beberapa model demokrasi yang tertulis dalam buku
Demokrasi Pancasila karya Darmawan Harefa dan Drs. Fatolosa Hulu, di
antaranya:

1. Demokrasi Klasik merupakan demokrasi pertama dengan tingkat


pemilihan hanya mencakup laki-laki merdeka. Demokrasi ini tidak
mengizinkan perempuan dan orang yang tidak memiliki properti untuk
turut memilih.
2. Demokrasi Totalitarian Model demokrasi ini melibatkan sebuah
kediktatoran absolut. Kediktatoran tersebut dikemas sedemikian rupa
dengan kata "demokrasi." Pemikiran para pemimpin mendominasi
demokrasi ini dengan memonopoli kebijakan ideologis.
3. Demokrasi Langsung kata langsung di sini mendefinisikan demokrasi
yang melibatkan partisipasi rakyat secara langsung. Pada demokrasi ini,
batas dan perbedaan antara pemerintah dan rakyat dihapuskan. Keduanya
menyatu menjadi sistem pemerintahan oleh rakyat.
4. Demokrasi Perwakilan merupakan bentuk pemerintahan yang membatasi
partisipasi rakyat. Demokrasi ini disebut juga dengan demokrasi tidak
langsung. Disebut tidak langsung karena rakyat tidak aktif berpartisipasi
secara langsung.
5. Demokrasi Radikal Demokrasi radikal adalah demokrasi dengan bentuk
yang mendukung adanya desentralisasi dan partisipasi. Bahkan pada
demokrasi ini tidak terdapat batasan yang pasti.
6. Demokrasi Liberal Model demokrasi ini bersifat tidak langsung dan
perwakilan. Dalam demokrasi liberal, jabatan politik didapat dengan

115
perantara pemilihan. Pemilihan ini dilaksanakan secara berskala sesuai
dengan kesetaraan politik formal.
7. Demokrasi Pluralis Merupakan demokrasi yang merujuk pada kemampuan
suatu kelompok dan kepentingan yang terorganisir. Hal tersebut dilakukan
untuk mengartikulasikan berbagai tuntutan rakyat serta menjamin
pemerintahan yang responsif.
8. Demokrasi Deliberatif Demokrasi deliberatif merupakan demokrasi
dengan model yang menekankan kewajiban terhadap wacana, debat, dan
pembahasan mendalam demi membantu mendefinisikan kepentingan
rakyat. 9. Demokrasi Parlementer Model demokrasi parlemen adalah
bentuk demokrasi dengan kekuasaan yang terselenggarakan sesuai dengan
wakil rakyat atau orang-orang yang dipilih oleh rakyat. Wakil rakyat
menjadi perantara antara rakyat dengan pemerintah.
9. Demokrasi Leninis Merupakan demokrasi yang terdapat pengorganisiran
terhadap partai komunis atas dasar sentralisme demokratis. Dasar tersebut
mengartikulasikan kepentingan proletariat.

5. Parameter Negara Demokrasi


Kehidupan demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan perangkat
penduduknya dan dijadikannya demokrasi sebagai pandangan hidup dalam
kehidupan bernegara.Kehidupan demokrasi tidak akan tenang, tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Demokrasi memerlukan usaha nyata setiap
warga negara dan perangkat pendukungnya dan dijadikannya demokrasi
sebagai pandangan hidup (way of live) kehidupan bernegara.

116
A. Nilai-Nilai Demokrasi Gaffar mengatakan ” democarcy relates to the
fundamental human rights, which includes freedom of expression, freedom
of belief and freedom of action. To avoid chaos, in practice, democracy
recognizes such values as responsibility, self discipline, objective, rational,
love and care, respect for others, and acceptence of differences of
opinions.
Berdasarkan pandangan tersebut di atas, demokrasi berkaitan erat dengan
hak dasar sebagai manusia, seperti kebebasan berekpresi, kebebasan dalam
keyakinan, dan kebebasan dalam prilaku. Nilai-nilai demokrasi harus
dilaksanakan atau dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari seperti
tanggung jawab, disiplin diri, berpikir objektif dan rasional, kasih sayang
dan peduli, respek terhadap sesama, dan manerima perbedaan pendapat
diantara sesama warga masyarakat. Sehubungan dengan perlunya
menumbuhkan keyakinan akan baiknya sistem demokrasi, maka harus ada
pola perilaku yang menjadi tuntunan atau norma/nilai-nilai demokrasi
yang diyakini masyarakat. Nilai-nilai dari demokrasi membutuhkan hal-hal
berikut:

1. Kesadaran akan pluralisme. Masyarakat yang hidup demokrastis harus


menjaga keberagaman hak dan kewajiban setiap warga negara. Maka
kesadaran akan pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat Indonesia
sebagai bangsa yang sangat beragam dari sisi etnis, bahasa, budaya,
agama, dan potensi alamnya.
2. Sikap yang jujur dan pikiran yang sehat. Pengambilan keputusan didasrkan
pada prinsip musyawarah mufakat dan memerhatikan kepentingan
masyarakat pada umumnya. Pengambilan keputusan membutuhkan
kejujuran, logis atau berdasar akal sehat dan tercapai dengan sumber daya
yang ada.
3. Demokrasi membutuhkan kerja sama antarwarga masyarakat dan sikap
serta itikad baik.
4. Demokrasi membutuhkan kerja sama antaranggota masyarakat, untuk
mengambil keputusan yang disepakati semua pihak.

117
5. Demokrasi membutuhkan sikap kedewasaan. Demokrasi mengharuskan
adanya kesadaran untuk dengan tulus menerima kemungkinan kompromi
atau kekalahan dalam pengambilan keputusan.
6. Demokrasi membutuhkan pertimbangan moral. Demokrasi mewajibkan
adanya keyakinan bahwa cara mencapai moral serta tidak menghalalkan
segala cara.
7. Demokrasi memerlukan pertimbangan moral atau keluhuran akhlak
menjadi acuan dalam berbuat dan mencapai tujuan.

B. Parameter Demokrasi
Suatu negara atau pemerintahan dikatakan demokratis apabila dalam
sistem pemerintahannya mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut
Robert A. Dahl terdapat tujuh prinsip demokrasi yang harus ada dalam
sistem pemerintahan, yaitu

 Adanya kontrol atau kendali atas keputusan pemerintahan daerah bertugas


melaksanakan pemerintahan berdasar mandat yang diperoleh dari pemilu.
Namun demikian, dalam melaksanakan pemerintahan, pemerintah bukan
bekerja tanpa batas. Pemerintah dalam mengambil keputusan masih
dikontrol oleh lembaga legislatif yaitu DPR dan DPRD.
 Adanya pemilihan yang teliti dan jujur. Demokrasi dapat berjalan dengan
baik apabila adanya partisipasi aktif dari warga negara dan partisipasi
tersebut dilakukan dengan teliti dan jujur. Suatu keputusan tentang apa
yang dipilih, didasarkan pengetahuan warga negara yang cukup, dan
informasi yang akurat dan dilakukan dengan jujur.
 Adanya hak memilih dan dipilih. Demokrasi berjalan apabila setiap warga
negara mendapatkan hak pilih dan dipilih. Hak memilih untuk memberikan
hak pengawasan rakyat terhadap pemerintahan, serta memutuskan pilihan
yang terbaik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai rakyat.
 Adanya kebebasan menyatakan dalam menyampaikan pendapat tanpa
ancaman. Demokrasi membutuhkan kebebasan dalam menyampaikan
pendapat, berserikat dengan rasa aman. Apabila warga negara tidak dapat

118
menyampaikan pendapat atau kritik dengan lugas, maka saluran aspirasi
akan tersendat, dan pembangunan tidak akan berjalan dengan baik.
 Adanya kebebasan mengakses informasi. Demokrasi membutuhkan
informasi yang akurat, untuk setiap warga negara harus mendapatkan
akses informasi yang memadai.
 Adanya kebebasan berserikat yang terbuka. Kebebasan berserikat ini
memberikan dorongan bagi warga negara yang merasa lemah, dan untuk
memprkuatnya membutuhkan teman atau kelompok dalam bentuk serikat.
 Adanya serikat pekerja, terbukanya sistem politik memungkinkan rakyat
memberikan aspirasi secara terbuka dan lebih baik.
Seperti dikemukakan diatas, di Indonesia prinsip-prinsip negara
demokratis telah dilakukan, walaupun masih ada beberapa kelemahan
dalam pelaksanaannya. Untuk mengukur seberapa jauh kadar demokrasi
sebuah negara, diperlukan suatu ukuran atau parameter. Parameter untuk
mengukur demokrasi dapat dilihat dari empat hal yaitu.

 Pembentukan pemerintahan melalui pemilu. Terbentuknya suatu


pemerintahan dilakukan dalam sebuah pemilihan umum yang dilaksanakan
dengan jujur dan teliti.
 Sistem pertanggungjawaban pemerintahan. Pemerintah yang dihasilkan
dari pemilu harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan
dan dalam periode tertentu. Di Indonesia, Presiden memberikan
pertanggungjawaban kepada MPR.
 Pengaturan sistem dan distribusi kekuasaan negara. Kekuasaan negara
dijalankan secara distributif untuk menghindari penumpukan kekuasaan
dalam satu tangan. Penyelenggaraan kekuasaan negara haruslah diatur
dalam suatu tata aturan perundang-undangan yang membatasi dan
sekaligus memberikan petunjuk dalam pelaksanaannya. Beberapa aturan
tersebut adalah pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan
yudikatif.

119
 Pengawasan oleh rakyat. Demokrasi membutuhkan sistem pengawasan
oleh rakyat terhadap jalannya pemerintahan, sehingga terjadi mekanisme
yang memungkinkan check and balance terhadap kekuasaan yang
dijalankan eksekutif dan legislatif.

6. Perkembangan demokrasi di Indonesia


Dalam praktiknya di Indonesia, sistem demokrasi mengalami berbagai
tantangan dan perubahan. Berikut empat periode perkembangan demokrasi
di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Demokrasi liberal parlementer ( 1945-1959 )Sistem demokrasi


parlementer ditandai dengan sistem pemerintahan parlementer. Hal ini
ditetapkan lewat Maklumat Wakil Presiden No. X dan Maklumat
Pemerintah mengenai pergantian sistem pemerintahan dari Presidensial
menjadi Parlementer pada 3 November 1945.
Pada 14 November 1945 terbentuklah kabinet pertama yang dipimpin
Soetan Sjahrir atau Kabinet Sjahrir sebagai perdana menteri. Kabinet ini
hanya berusia tiga bulan karena dijatuhkan oposisi. Tetapi pada 12 Maret
1946 kembali membentuk kabinet Sjahrir setelah ditunjuk Presiden
Soekarno untuk kedua kalinya.

Kabinet Sjahrir II terbentuk pada 12 Maret 1946 dan berakhir pada 2


Oktober 1946 sekali lagi akibat tekanan oposisi. Setelah itu, Sjahrir
ditunjuk untuk ketiga kalinya membentuk kabinet. Kabinet Sjahrir III
berlangsung selama kurun waktu 2 Oktober 1946 hingga 27 Juni 1947.

Setelah pemerintahan Sjahrir III, kabinet silih dibentuk silih berganti.


Tercatat ada kabinet Amir Sjarifudin I dan II, Kabinet Darurat, serta
Kabinet Hatta I dan II. Pada 1949, demokrasi parlementer diperkuat
dengan landasan konsititusional Undang-undang Dasar Sementara 1950.
Di Undang-Undang Dasar Sementara 1950 menyatakan lembaga eksekutif
atas presiden sebagai kepala negara konstitusional dan menteri-menteri

120
bertanggungjawab kepada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan
sehari-hari.

Tetapi, hal itu tidak membuat kabinet pemerintahan berjalan stabil. Jatuh
bangun kabinet terus berlangsung hingga Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit pada 5 Juli 1959 yang menandai berakhirnya era demokrasi liberal
atau parlementer.

Demokrasi Terpimpin ( 1959-1965 )


Dalam dekrit 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menegaskan berlakunya
kembali UUD 1945. Dekrit tersebut adalah realisasi dari keinginan
Soekarno untuk mengubah sistem demokrasi parlementer pada 27 Januari
1957 di Bandung. Soekarno mengungkapkan keinginannya untuk kembali
bisa mencampuri urusan pemerintahan meskipun Badan Konstituante
belum juga menyelesaikan membentuk undang-undang dasar yang baru.
UUD 1945 memebuka kesempatan bagi seoramg presiden untuk bertahan
selama lima tahun. Tetapi lewat ketetapan MPRS No. III/1963, jadilah
Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Di masa demokrasi terpimpin,
keuasaan Soekarno sebagai presiden sangat besar. Dengan kekuasaannya
tersebut, pada 1960 Soekarno bahkan membubarkan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) hasil pemilihan umum.

Demokrasi Pancasila Era Orde Baru (1965-1998 )


Peristiwa G30S/PKI segera mengakhiri era demokrasi terpimpin. Pada
1969, MPRS memberhentikan Soekarno sebagai presiden dan digantikan
Soeharto. Indonesia memasuki era baru yang disebut sebagai Demokrasi
Pancasila.
Demokrasi Pancasila bermaksud untuk mengoreksi sistem politik selama
masa demokrasi terpimpin yang dianggap bertentangan dengan Pancasila
dan UUD 1945. Demokrasi Pancasila ingin meletakkan UUD 1945
sebagaimana terlahir setelah proklamasi.

121
Tetapi dalam perkembangannya, peran presiden juga makin dominan terhadap
lembaga-lembaga negara yang lain. Demokrasi Pancasila selama era Orde
Baru ditandai dengan dominasi ABRI atau TNI, birokratisasi dan sentralisasi
pengambilan keputusan politik. Campur tangan pemerintah dalam partai
politik dan kehidupan politik masyarakat juga terjadi

Demokrasi Pancasila era reformasi ( 1998-sekarang )


Seperti Demokrasi Pancasila ala Orde Baru yang ingin merevisi praktik
demokrasi terpimpin, Demokrasi Pancasila era reformasi juga ingin merevisi
praktik politik dan pemerintahan Orde Baru yang dianggap menyimpang.
Pemerintahan BJ Habibie yang menggantikan Soeharto membuka belenggu
terhadap kemerdekaan pers dan berbicara sesuai tuntutan reformasi.

Pemilu bebas pertama setelah Orde baru digelar pada 1999, menempatkan KH
Abdurrahman Wahid sebagai Presiden keempat Indonesia. Sampai masa
pemerintahan Presiden Jokowi yang kedua saat ini, demokrasi di Indonesia
masih terus mengalami tantangan dalam perkembangannya.

122
PEMERINTAHAN YANG BAIK ( Good Governance )

Pemerintahan yang baik merupakan konsep yang bersifat kolektif, yang


melibatkan seluruh tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan,
mengendalikan atau mempengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai-
nilai yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian pemerintahan yang
baik tidak sebatas lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua
lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah. Dalam praktiknya,
pemerintahan yang bersih adalah model pemerintahan yang efektif, efisien,
jujur, transparan, dan bertanggung jawab.

1. Definisi Kepemerintahan Yang Baik ( Good Governance )


Pemerintahan adalah sistem organisasi yang memiliki kewenangan untuk
membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah atau negara
tertentu. Dalam hakikatnya, terdapat arti dan definisi pemerintahan yang lebih
luas dan lebih detail. Tiap negara juga memiliki bentuk-bentuk pemerintahan
yang berbeda-beda pula.

Pemerintahan merupakan segala kegiatan, fungsi, tugas dan kewajiban yang


dijalankan oleh lembaga eksekutif untuk mencapai tujuan negara.
Pemerintahan berbeda dengan pengertian pemerintah, karena pemerintahan
merujuk pada sistem dalam suatu negara, sedangkan pemerintah merupakan
orang-orang atau lembaga yang menjalakan pemerintahan itu sendiri.

A. Definisi pemerintah menurut para ahli


Menurut C. F. Strong Pengertian pemerintahan adalah segala aktivitas
badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif
dalam usaha mencapai tujuan negara. Sedangkan pemerintahan dalam arti
sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi
kekuasaan eksekutif.

Menurut Haryanto dkk (1997) Arti pemerintahan menurut Haryanto dkk


(1997) didefinisikan sebagai sebuah sistem struktur dan organisasi dari

123
berbagai dari berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar
tertentu untuk mencapai tujuan negara.

Menurut H. A. Brasz Pemerintahan bisa diartikan sebagai bidang ilmu yang


mempelajari teknis atau pun cara lembaga umum disusun dan difungsikan
dengan baik secara intern dan ekstern terhadap warga negaranya.

Menurut M. Kusnardi Pengertian pemerintahan bisa diartikan sebagai


urusan-urusan yang dilakukan oleh sebuah negara dalam menyelenggarakan
kesejahteraan rakyat atau pun warga yang dimilikinya dengan jalan memenuhi
kepentingan rakyatnya serta menjalankan dan melaksanakan fungsi eksekutif,
legislatif, dan yudikatif secara baik dan benar.

Menurut R. Mac Iver Pengertian pemerintahan menurut R. Mac Iver adalah


suatu ilmu mengenai cara bagaimana orang-orang dapat diperintah atau pun
dikendalikan.

Menurut Woodrow Wilson Pemerintahan diartikan sebagai suatu


pengorganisasian kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan organisasi
kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang dari sekian
banyak kelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk
mewujudkan maksud-maksud bersama mereka, dengan hal-hal yang
memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan.

B. Definisi Good Governance


Good Governance adalah tata laksana pemerintahan yang baik. Secara
sederhana definisi dan pengertian good governance adalah seperangkat proses
yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk
menentukan keputusan.

Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa, Latin, yaitu
Gubernare yang diserap oleh bahasa inggris menjadi govern, yang berarti steer
( menyetir, mengendalikan), direct ( mengarahkan), atau rule (memerintah).
Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa inggris adalah to rule with
authority atau memerintah dengan kewenangan.

124
Berdasarkan PP No. 101 tahun 2000 pengertian good governance adalah
pemerintahan yang mengembangkan dan menetapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi,
efisiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh
masyarakat. Good Governance sendiri bisa diartikan sebagai suatu
peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab
yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran
kesalahan alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik
maupun secara administratif untuk menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.

Good Governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada
proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang
dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi
penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Karena itu, untuk
terwujudnya kepemerintahan yang baik, diperlikan dialog antara pelaku-
pelaku penting dalam negara. Agar semua pihak merasa memiliki tata
pengaturan tersebut. Tanpa kesepakatan yang dilahirkan dari dialog ini,
kesejahteraan tidak akan tercapai karena aspirasi politik maupun ekonomi
rakyat tersumbat.

Tata laksana pemerintahan yang baik (good governance) ini walaupun tidak
dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi baik, namun jika
dipatuhi maka akan dapat mengurangi penyalahgunaan wewenang dan
kekuasaan serta menurunkan angka korupsi. Implementasi good governance
ini bisa kita lihat di berbagai badan internasional seperti IMF dan Bank Dunia
(World Bank) yang mensyarakatkan diberlakukannya penerapan good
governance sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan mereka berikan.
Hal ini mesti dilakukan oleh semua pihak, misalnya menjalankan penerapan
good governance dalam pemerintahan dan dalam pelayanan publik, agar hal
hal negatif seperti praktik suap dan korupsi bisa diminimalkan. Dengan begitu

125
akan tercipta tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih sesuai harapan
semua pihak.

Adapun definsi good governance menurut para ahli diantaranya :

World Bank (Bank Dunia), Good Governance menurut pengertian World


Bank adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi
baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Selain itu Bank dunia juga mensinonimkan Good Governance sebagai
hubungan sinergis dan konstruktif di antara negara, sector dan masyarakat

Good Governance Menurut LAN dan BPKP, Good Governance merupakan


proses penyelenggaraan kekuasaan Negara, oleh sebab itu, melaksanakan
penyediaan Public goods dan services. Good Governance yang efektif
menuntut adanya “alignment “ (koordinasi) yang baik dan integritas,
profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Agar kepemerintahan
yang baik menjadi realitas dan berhasil diwujudkan, diperlukan komitmen dari
semua pihak, pemerintah, dan masyrakat.

Good Governance Menurut UNDP, Good governance sebagai hubungan


yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat
(society) dalam prinsip-prinsip; partisipasi, supremasi hukum, transparansi,
cepat tanggap, membangun konsesus, kesetaraan, efektif dan efisien,
bertanggungjawab serta visi stratejik.

Bintoro Tjokroamidjojo, Bintoro Tjokroamidjojo memandang good


governance sebagai suatu bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut
administrasi pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang
menjadi agent of change dari suatu masyarakat berkembang/developing di
dalam negara berkembang.

126
Good Governance Menurut Kashi Nisjar, Kashi Nisjar (1997) dalam
Domai (2001) mengemukakan bahwa secara umum good governance
mengandung unsur utama yang terdiri dari akuntablitas, transparansi,
keterbukaan dan aturan hukum.

Good Governance Menurut Kooiman Kooiman (1993), berarti merupakan


serangkaian kegiatan (proses) interaksi sosial politik antara pemerintah dengan
masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.

Good Governance Menurut J.B.Kristiadi, J.B.Kristiadi berpendapat bahwa


Good Governance dicapai melalui pengaturan yang tepat diantara dua fungsi
pasar dan fungsi organisasi termasuk organisasi publik, sehingga tercapai
transaksi transaksi dengan biaya rendah.

2. Prinsip-Prinsip Kepemerintahan Yang Baik


Ada tiga unsur utama dalam prinsip kepemerintahan yamh baik (good
governance,) yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Sementara itu,
menurut Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN
Commission on Human Rights) mengidentifikasi prinsip-prinsip dalam good
governance yaitu transparansi, pertanggungjawaban (responsibility),
akuntabilitas, partisipasi dan ketanggapan (responsiveness) sebagai prinsip
kuncinya. Sedikit lebih mendetail, The UN Development Program (UNDP)
pada tahun 1997 mengungkapkan setidaknya ada 8 prinsip good governance
yang bisa menjadi ciri-ciri tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu:

 Kesetaraan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan,


 Ketanggapan atas kebutuhan stakeholder atau pemegang kepentingan,
 Kemampuan untuk bermediasi jika ada perbedaan di antara para
stakeholder untuk bisa mencapai konsensus bersama,
 Akuntabilitas kepada stakeholder yang dilayani,
 Proses pengambilan kebijakan yang transparan,

127
 Aturan atau kerangka hukum dijadikan dasar dari segala aktivitas yang
dilakukan,
 Adanya visi yang luas dan jangka panjang untuk memperbaiki proses tata
kelola yang menjamin pembangunan sosial dan ekonomi secara
keberlanjutan,
 Adanya jaminan atas hak semua orang untuk bisa meningkatkan taraf
hidup melalui cara-cara yang adil dan inklusif.
Konsep seperti di atas juga ada di dalam Undang-Undang No. 28 Tahun
1998 tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme mengenai asas-asas umum pemerintahan negara
yang baik. Dalam undang-undang tersebut, ada 7 asas yang disebutkan,
yaitu asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas
kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas
profesionalitas, dan asas akuntabilitas. Dengan adanya berbagai
pengertian dan prinsip(good governance) yang telah disebutkan,
prinsip=prinsip kepemrintahan yang baik yaitu :

Prinsip Transparansi, Dalam prinsip ini disebutkan bahwa dalam good


governance diciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui ketersediaan informasi dan kemudahan dalam
memperoleh informasi tersebut. Transparansi ini dibangun dengan arus
informasi yang bebas. Seluruh proses di pemerintahan dan lembaga-
lembaga dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Tidak hanya
itu, informasi tersebut juga disajikan dengan memadai supaya mudah
dimengerti dan diawasi. Memfasilitasi akses informasi ini sangat penting
karena selanjutnya dapat mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Komponen dalam transparansi ini
termasuk informasi yang komprehensif, tepat waktu serta memastikan
informasi tersebut sampai ke kelompok masyarakat yang rentan. Artinya,
pemerintah berusaha menyediakan informasi mengenai proses
pemerintahan ke semua pihak yang berkepentingan tanpa diskriminasi.

128
Prinsip Partisipasi, Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dengan
adanya prinsip transparansi maka pemerintah bisa mendorong partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini membuat setiap
warga masyarakat terdorong untuk menggunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat yang selanjutnya akan berpengaruh pada proses
pengambilan keputusan, terutama keputusan terkait kepentingan masyarakat
umum, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contohnya
adalah contoh demokrasi langsung dan tidak langsung. Dalam prinsip
partisipasi terdapat keterlibatan para stakeholder atau pemegang kepentingan
seluas mungkin dalam pembuatan kebijakan. Beragam saran dan masukan
akan diterima sehingga para pembuat kebijakan bisa mempertimbangkan
beragam persoalan, kepentingan, sudut pandang, serta opsi-opsi alternatif
ketika akan menyelesaikan suatu persoalan. Dengan adanya prinsip partisipasi,
terbuka peluang bagi pembuat kebijakan untuk mendapatkan informasi baru
dan mengintegrasikan harapan masyarakat ke dalam proses pengambilan
kebijakan. Tidak hanya itu, potensi terjadinya konflik sosial juga bisa
diminimalisir. Untuk memastikan prinsip ini dapat dilaksanakan, maka perlu
untuk disediakan ruang formal untuk berpartisipasi, baik berupa forum-forum
yang relevan, mekanisme yang memadai untuk partisipasi publik, proses yang
inklusif dan terbuka, serta adanya kepastian bahwa masukan dari publik akan
diakomodir dalam penyusunan kebijakan. Hal ini untuk memastikan
munculnya sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi di masyarakat.
Partisipasi ini didasarkan pada kebebasan berkumpul dan mengungkapkan
pendapat.

Prinsip Pengawasan, Prinsip selanjutnya yang tidak kalah penting adalah


prinsip pengawasan. Dalam prinsip ini dibutuhkan peningkatan upaya
pengawasan terhadap para penyelenggara pemerintahan dan pembangunan
negara. Adapun yang mengawasi adalah pihak swasta dan masyarakat luas,
bukan hanya individu atau kelompok tertentu saja. Hal inilah yang menjadi
fungsi pengawasan DPRD sebagai wakil dari rakyat.

129
Prinsip Akuntabilitas, Prinsip akuntabilitas adalah mekanisme tanggung-
gugat antara penyelenggara negara atau pembuat kebijakan dengan pihak-
pihak yang berkepentingan. Dengan mekanisme ini tercipta kesempatan untuk
pemangku kepentingan untuk bisa meminta pertanggungjawaban jika ada hal-
hal yang tidak sesuai konsensus yang telah dibicarakan. Dengan prinsip
akuntabilitas ini, para pembuat kebijakan di pemerintahan, sektor swasta dan
organisasi-organisasi yang mewakili rakyat bertanggung jawab kepada
masyarakat dan semua lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung
jawabannya pun tergantung pada jenis organisasi yang terkait.

Prinsip Daya Tanggap, Dengan banyaknya pihak yang berkepentingan


dalam penyelenggaraan pemerintahan, dibutuhkan prinsip daya tanggap untuk
memastikan lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan berusaha
melayani pihak-pihak yang berkepentingan tanpa diskriminasi. Dalam prinsip
good governance yang satu ini, penyelenggara pemerintahan diharapkan
berusaha semaksimal mungkin dalam menjembatani kepentingan yang
berbeda demi terbangunnya sebuah konsensus yang menyeluruh dan terbaik
untuk seluruh kelompok masyarakat. Prinsip Profesionalisme Prinsip good
governance selanjutnya adalah

Prinsip profesionalisme. Prinsip ini artinya penyelenggara pemerintahan


harus senantiasa meningkatkan kemampuan dan moralnya. Hal ini dilakukan
demi bisa memberi pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, yaitu pelayanan
yang mudah, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau semua kalangan.

Prinsip Efisiensi Dan Efektivitas, Segala proses yang dilakukan dalam


penyelenggaraan pemerintahan dituntut untuk bisa membuahkan hasil sesuai
harapan dan kebutuhan masyarakat. Tidak hanya itu, dalam mencapai tujuan
tersebut pemerintah juga harus bisa menggunakan sumber daya yang tersedia
secara optimal dan bertanggung jawab.

Prinsip Kesetaraan, Dalam prinsip kesetaraan, semua warga masyarakat


memiliki kedudukan yang sama di mata negara. Setiap warga mempunyai

130
peluang dan kesempatan yang sama dalam memperbaiki ataupun
mempertahankan kesejahteraan mereka.

Prinsip Wawasan Ke Depan,. Prinsip ini mengungkapkan bahwa pemimpin


dan seluruh masyarakat harus memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan
mengenai tata kelola pemerintahan dan pembangunan sumber daya manusia.
Selain itu, pemerintah dan masyarakat juga harus memahami kompleksitas
kesejahteraan, budaya dan sosial di sekitarnya yang mendasari sudut pandang
mereka. Selanjutnya, pemerintah dan seluruh warga masyarakat juga harus
peka tentang apa-apa yang dibutuhkan untuk bisa merealisasikan
perkembangan tersebut. Dengan prinsip wawasan ke depan, pembangunan
daerah akan didasarkan pada visi dan strategi yang jelas. Seluruh warga pun
akan ikut serta dalam proses pembangunan sehingga seluruh warga merasa
berperan dalam dalam perwujudan pembangunan daerahnya.

Prinsip Penegakan Hukum Prinsip terakhir yang dibahas dalam prinsip good
governance ini adalah prinsip penegakan hukum. Dengan prinsip ini akan
didorong perwujudan dari penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa
pengecualian. Hak asasi manusia akan dijunjung tinggi dan nilai-nilai
kehidupan bermasyarakat juga diperhatikan. Asas hukum tata negara dan
kerangka hukum yang dibuat juga harus adil dan diberlakukan tanpa pandang
bulu.

3. Langkah-Langkah Untuk Mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik


Suatu tata pemerintahan terdapat pihak pemangku kepentingan meliputi tiga
pihak, yaitu: negara-pemerintahan, masyarakat dan sektor swasta atau biasa
juga disebut sebagai state civil society-market. Sementara sektor yang menjadi
subyek untuk diatur meliputi aspek yang cukup luas seperti : penggunaan
kewenangan ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan negara.
Subyek yang diatur di dalam tata pemerintahan juga meliputi: proses,

131
mekanisme dan kelembagaan, dimana warga dan kelompok masyarakat
mengatur kepentingan mereka dan mengatasi perbedaan diantara mereka
Salah satu aspek penting dari tata pemerintahan, pengaturan mengenai
kekuasaan dan penggunaan kewenangan dari pejabat kekuasaan itu harus
didasarkan atas konstitusi atau perundangan; dan salah satu prinsip penting
dari pengaturan kekuasaan adalah mempromosikan kekuasaan negara yang
terbatas, jelas dan limitative. Di dalam mengatur kewenangan dari kekuasaan,
disertai juga dengan pengembangan prinsip partisipasi publik dan
akuntabilitas publik
Di dalam berbagai dokumen dan tulisan yang berkaitan dengan tata
pemerintahan disebutkan bahwa ciri penting tata pemerintahan meliputi hal-
hal sebagai berikut :
 Memperhatikan kepentingan kaum paling miskin dan lemah khususnya,
berkaitan dengan keputusan untuk mengalokasikan sumber daya
pembangunan.
 Prioritas politik, sosial dan ekonomi dibangun diatas dasar konsensus.
 Mengikutsertakan semua kepentingan di dalam merencanakan dan
merumuskan suatu kebijakan.
 Transparansi dan pertanggungan jawab menjadi bagian inheren di dalam
seluruh sikap dan prilaku kekuasaannya
 Birokrasi pemerintahan dilakukan dengan efektif, efisien dan adil
 Supremasi hukum diletakan dan dilakukan secara konsisten.
Berdasarkan ciri-ciri penting tata pemerintahan seperti diatas ada beberapa
unsur atau prinsip utama di dalam suatu tata pemerintahan, yaitu meliputi hal-
hal sebagai berikut :
 Partisipatif; membangun consensus;
 Responsive;
 Transparan; efektif dan efisien;
 Membangun kesetaraan;
 Bertanggungjawab;

132
 Mempunyai visi strategis

MASYARAKAT MADANI

Kelompok masyarakat memiliki peradaban maju kemudian dikenal


sebagai kelompok masyarakat yang ideal. Peradaban yang maju ini
mencakup berbagai aspek yang intinya terjadi keseimbangan dan keadilan.
Tidak heran jika masyarakat yang madani menjadi tujuan utama dari
pembangunan di bidang sosial. Harapannya, dengan terciptanya
masyarakat yang madani maka kesejahteraan masyarakat terjamin. Begitu
juga dengan keamanan mereka yang kemudian memberikan jaminan
dalam tingkat nasional.

1. Definisi Masyarakat Madani


Di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat madani menurut para
ahli

Mun’im (1994)
Mengungkapkan bahwa istilah civil society atau masyarakat madani
adalah sebuah gagasan eris yang mengejawantah di berbagai tatanan
sosial. Dimana hal terpenting dari gagasan tersebut adalah usaha ya dalam
menyelaraskan berbagai konflik kepentingan. Entah itu kepentingan
masyarakat, individu, dan juga negara.
Hefner
Hefner mengungkapkan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah
masyarakat yang memiliki ciri khas demokratis dalam berinteraksi dengan
masyarakat lain. Selain itu, masyarakat madani biasanya lebih heterogen.
Dalam kondisi tersebut, mereka diharapkan bisa mengorganisasi dirinya
sendiri serta bisa menumbuhkan kesadaran untuk mewujudkan peradaban.
Dengan begitu, mereka pada akhirnya mampu berpartisipasi dan mengatasi
kondisi global yang cukup kompleks dan juga penuh dengan persaingan.

133
Mahasin (1995)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat madani
merupakan terjemahan dari civil society (dalam Bahasa Inggris). Kata civil
society tersebut terdiri dari dua kata dari Bahasa Latin, civitas dei yang
artinya kota, Illahi dan society yang artinya masyarakat. Dari kata tersebut
membentuk satu kata yaitu civilization yang artinya peradaban. Oleh
karena itu, civil society memiliki arti sebagai komunitas atau kelompok
masyarakat kota yang telah memiliki peradaban yang maju.
Munawir (1997)
Menurutnya, masyarakat madani itu berasal dari Bahasa Arab. Kata
Madani berasal dari kata madana yang artinya mendiami, membangun,
atau tinggal. Namun berubah lagi menjadi madaniy yang berarti orang
kota, beradab, dan orang sipil. Dengan begitu, bisa kita simpulkan bahwa
kata madani dalam Bahasa Arab memiliki banyak arti. Sedangkan konsep
madani menurut Majid (1997) seringkali dipandang sebagai masyarakat
yang sudah berjasa dalam menghadapi rancangan kekuasaan serta
menentang pihak pemerintah yang sewenang-wenang di Negara Eropa
Selatan, Amerika Latin, dan juga Eropa Timur.
Hall (1998)
Hall mengatakan bahwa masyarakat madani biasanya identik dengan
istilah civil society. Dimana hal tersebut berarti sebuah ide, bayangan,
angan-angan, serta cita-cita suatu komunitas yang bisa mengejawantahkan
kehidupan sosial. Di dalam masyarakat madani, para anggotanya akan
berpegang teguh pada

2. Karakteristik Masyarakat Madani


Masyarakat madani memiliki ciri khas atau karakter masyarakat itu sendiri
yang membedakannya dengan ciri masyarakat lain. Karakteristik
masyarakat madani dapat diketahui sebagai berikut :

134
Menjunjung Tinggi Nilai, Masyarakat madani identik dengan sifatnya
yang beradab. Mereka selalu menjunjung tinggi nilai dan norma serta
hukum yang mereka topang. Semua itu mereka pegang dengan ilmu, iman,
dan juga teknologi. Hal tersebut berarti, masyarakat madani memiliki
kehidupan yang berdasarkan aturan yang sudah berlaku. Mulai dari nilai,
hukum, norma, dan lainnya. Ketaatan mereka didasarkan pada iman, ilmu,
dan teknologi yang sudah mereka pelajari. Kemudian dikembangkan
dengan kekuatan iman serta keyakinan mereka terhadap Sang Pencipta.

Mempunyai Peradaban yang Tinggi, Sebagai manusia yang mempunyai


keyakinan serta keimanan yang kuat kepada Tuhan Sang Pencipta,
masyarakat madani sudah membuktikan bahwa mereka adalah masyarakat
yang beradab. Dimana mereka memiliki adab yang baik dan bertata krama.
Selain itu, mereka juga mempunyai tata krama kepada sesama manusia
serta Tuhannya.

Memprioritaskan Kesederajatan serta Transparansi ,Ciri selanjutnya


yaitu masyarakat madani menilai bahwa status mereka itu semuanya sama.
Entah itu perempuan maupun laki-laki. Keterbukaan atau transparansi itu
artinya mereka akan menjalani kehidupan dengan sikap yang jujur dan
tidak memerlukan adanya hal-hal yang harus ditutupi Sehingga hal
tersebut akan menumbuhkan rasa saling percaya antara satu anggota
dengan anggota yang lain.

Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat ini memiliki nuansa yang


demokratis. Dimana demokratisasi mereka dapat diciptakan dengan
adanya Lembaga Swadaya Masyarakat, partai politik, pers yang bebas, dan
juga toleransi.

Mengapa bisa seperti itu? Karena dalam masyarakat sosial berkaitan


dengan wacana kritik sosial yang rasional. Dimana anggota masyarakat
secara eksplisit dan jelas menciptakan demokrasi. Jadi, masyarakat madani

135
hanya dapat dijamin oleh negara yang menganut sistem demokrasi, seperti
halnya Indonesia.

Kemudian terkait toleransi yang sudah disinggung di atas, mempunyai arti


yaitu kesediaan tiap individu dalam menerima berbagai pandangan, sikap,
dan juga perbedaan politik. Toleransi yang seperti itu adalah sebuah sikap
yang dikembangkan di dalam masyarakat madani. Itu adalah sebagai
bentuk dari rasa saling menghargai dan juga menghormati antar sesama.
Baik itu kelompok maupun individu yang memiliki pendapat serta sikap
yang berbeda.

Ruang Publik yang Bebas Ruang publik yang bebas biasanya juga
disebut sebagai free public sphere. Ini merupakan wilayah yang
memungkinkan masyarakat untuk mempunyai hak serta kewajiban warga
negara. Dimana mereka memiliki akses penuh dalam berbagai kegiatan
politik, berserikat dan juga bekerjasama, menyampaikan pendapat yang
berbeda, dan juga berkumpul serta mendapatkan informasi secara luas.

Supremasi Hukum, Dalam KBBI, supremasi hukum artinya kekuasaan


tertinggi di dalam hukum yang berarti bahwa ada jaminan terciptanya
keadilan yang bisa diwujudkan. Hal ini bisa terjadi apabila sebuah negara
menempatkan hukum sebagai kekuasaan tertinggi.

Perlu digaris bawahi, bahwa keadilan yang dimaksud dapat terwujud jika
hukum yang ada diberlakukan secara netral. Ini artinya, tidak ada
pengecualian untuk mendapatkan suatu kebenaran atas nama hukum.

Keadilan Sosial Keadilan sosial atau disebut juga social justice adalah
sebuah keseimbangan dan juga pembagian yang proporsional antara hak
serta kewajiban suatu warga negara dan negara itu sendiri. Dimana hal itu
meliputi aspek kehidupan. Artinya, warga negara mempunyai hak serta
kewajiban atas negaranya. Begitu juga negara, mereka juga mempunyai
hak serta kewajiban atas warganya. Hak dan kewajiban tersebut

136
mempunyai porsi yang seimbang. Sehingga akan menghasilkan output
yang seimbang juga.

Kemajemukan atau keberagaman tentu akan terjadi di dalam masyarakat.


Terlebih di dalam suatu negara yang memiliki berjuta warga negara.
Dimana mereka berasal dari berbagai kelompok yang berbeda-beda. Jadi,
yang dimaksud dengan pluralisme yaitu suatu sikap menerima dan
mengakui secara tulis bahwa masyarakat yang ada di sebuah negara itu
bersifat majemuk atau beragam. Hal ini bisa menjadi faktor terwujudnya
masyarakat yang multikultural. Mulai dari kebudayaan, nilai, adat istiadat,
norma, dan juga bahasa, suku agama, serat etnis. Sebagai anggota
masyarakat madani, seperti halnya masyarakat Indonesia. Kita memiliki
beragam bahasa, suku, agama, budaya, etnis, dan lainnya. Tentu sikap
pluralisme harus kita miliki dan juga berkeyakinan bahwa sebuah
kemajemukan akan memberikan nilai positif yang berasal dari Tuhan.

Partisipasi Sosial, Untuk menjalin hubungan serta kerjasama antara


kelompok maupun individu, kita perlu berpartisipasi dalam lingkungan
sosial. Hal ini bertujuan untuk mencapai dan mewujudkan tujuan tertentu.
Dengan adanya partisipasi sosial yang bersih, maka itu adalah awal dari
terciptanya masyarakat madani. Hal tersebut dapat terjadi jika ada nuansa
yang bisa membuat hak serta kewajiban individu terjaga dengan sangat
baik. Itu artinya, masyarakat madani perlu menyeimbangkan antara hak
serta kewajibannya. Sehingga akan tercipta keadilan sosial seperti yang
sudah disebutkan di atas.

Karakteristik Masyarakat Madani Selain memiliki ciri khas, masyarakat


madani juga memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan
masyarakat pada umumnya. Berikut adalah beberapa karakteristik dari
masyarakat madani.

137
 Integrasi antar individu dan kelompok terjalin secara eksklusif ke
dalam masyarakat dengan melalui aliansi sosial dan juga kontrak
sosial.
 Kekuasaan yang ada di dalam masyarakat madani bersifat menyebar.
Sehingga kepentingan yang sifatnya mendominasi bisa dikurangi
dengan adanya kekuatan alternatif.
 Adanya program pembangunan yang didominasi oleh negara atau
pihak pemerintah dan juga program pembangunan lain yang
didominasi oleh masyarakat itu sendiri.
 Dilengkapi dengan akses hubungan antara kepentingan individu dan
juga negara. Sebab, anggota organisasi relawan bisa memberikan
masukan kepada keputusan yang diambil oleh pemerintah.
 Maju dan berkembangnya kreativitas yang awalnya terhambat oleh
rezim totaliter.
 Terciptanya loyalitas atau kesetiaan serta kepercayaan. Sehingga setiap
individu mengakui keterikatannya dengan individu lain dan mereka
tidak memprioritaskan kepentingan sendiri.
 Terdapat pembebasan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dari
lembaga sosial dengan berbagai macam perspektif.
 Memiliki kepercayaan dan keimanan kepada Tuhan. Itu artinya mereka
adalah masyarakat yang memiliki agama dan mengakui keberadaan
Tuhan. Selain itu, mereka juga menempatkan hukum Tuhan sebagai
pondasi dalam mengatur kehidupan.
 Hidup damai dan tentram. Sebab, semua orang yang ada di masyarakat
madani baik itu secara kelompok maupun individu sangat
menghormati dan menghargai pihak lain.
 Saling tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal seseorang
yang bisa saja mengurangi kebebasan mereka.
 Toleransi, itu artinya mereka tidak akan mencampuri urusan orang lain
yang sudah memiliki kebebasan sebagai manusia. Mereka juga tidak

138
akan merasa terganggu dengan pihak lain yang memiliki latar belakang
yang berbeda.
 Terciptanya keseimbangan antara hak serta kewajiban.
 Memiliki peradaban yang tinggi. Itu artinya mereka mempunyai
kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan menggunakan serta
memanfaatkan ilmu tersebut untuk masa depan.
 Memiliki akhlak yang mulia.

3. Pilar – Pilar Penegak Masyarakat Madani

Pengertian pilar penegak masyarakat sipil ini ialah institusi-institusi yang menjadi
bagian dari kontrol sosial didalam menyampaikan aspirasi masyarakat dan juga
memberikan kritik membangun terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dibawah ini merupakan beberapa pilar penegak masyarakat madani diantaranya
sebagai berikut :

a) Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga swadaya Masyarakat -disingkat LSM- adalah salah satu elemen dari
masyarakat sipil (Civil Society) yang termasuk dalam kategori Non- Government
Organization (NGO), yaitu sebuah organisasi yang tidak mencari keuntungan
materi. LSM didirikan secara sukarela oleh masyarakat dengan skala lokal
maupun internasional, dan bertujuan dengan mengangkat kesejahteraan
masyarakat. LSM merupakan organisasi yang didirikan oleh perorangan atau
kelompok yang secara sukarela memberikan pelayanannya kepada masyarakat.
LSM berperan dalam memonitor atau mengawasi implementasi kebijakan dan
program pemerintah serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengambilan kebijakan negara.

LSM juga dapat berperan sebagai media analisis dan konsultasi bagi warga atau
anggotanya terkait dengan persoalan-persoalan ekonomi, sosial atau politik serta

139
berperan sebagai pemberi peringatan dini kepada pemerintah jika ada indikasi
penyelewengan kekuasaan. Baik itu dalam pembuatan kebijakan atau pada saat
kebijakan telah di implementasikan8. LSM sebagai kepanjangan tangan antara
masyarakat dengan pemerintah mampu memberikan fungsi kontrol yang baik
dengan memberikan masukan dan mendorong pemerintah untuk melaksanakan
penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance).

b) Pers dan Media Massa

Pers dan media massa merupakan salah satu institusi yang menjadi bagian dari
social control. Pers dan media massa mampu menyediakan informasi kepada
masyarakat secara cepat, khususnya terkait dengan informasi kebijakan
pemerintah. Pers juga menjadi salah satu sarana komunikasi antara pemerintah
dengan masyarakat dan antara masyarakat dengan masyarakat. Bagi pemerintah,
pers akan melakukan pengontrolan atau pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan
yang telah di lakukan, sehingga pemerintah akan berupaya melakukan perubahan-
perubahan ke arah yang lebih baik. Sedangkan bagi masyarakat, pers akan
memberikan informasi, pendidikan dan wawasan yang diperlukan sehingga akan
menjadi umpan balik bagi pemerintah mengoreksi dirinya demi kemajuan.

c) Supremasi Hukum

Supremasi hukum menjadi salah satu elemen penting dan juga sebagai salah satu
pilar penegaknya masyarakat madani, karena salah satu ciri dari masyarakat
madani adalah keadilan sosial. Supremasi hukum memberikan jaminan dan
perlindungan terhadap segala bentuk penindasan terhadap individu ataupun
kelompok. Dengan adanya supremasi hukum maka memberikan jaminan
terciptanya keadilan. Dalam supremasi hukum juga keadilan harus ditegakka
secara netral, yakni setiap warga negara harus tunduk pada aturan hukum dan
mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum.

d) Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi merupakan sebuah instansi atau lembaga pendidikan yang


mampu menciptakan aktivis-aktivis ataupun pemuda-pemudi golongan

140
intelektual. Perguruan tinggi mempunyai perannya tersendiri sebagai agen social
control melalui mahasiswanya. Dengan kemampuan akademik yang dimiliki oleh
mahasiswa dan juga berstatus sebagai agent of change diharapkan mampu
memberikan masukan dan juga kritik terhadap pemerintah dalam upaya
mendorong pemerintah untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang
baik (good governance).

e) Partai Politik

Partai politik merupakan sebuah kendaraan politik dimana dalam elemen


masyarakat sipil mempunyai kontrol sosial sebagai penyalur aspirasi masyarakat.
Partai politik mempunyai fungsi sebagai wadah pengartikulasian dan
pengagregasian kepentingan masyarakat. Selain itu, partai politik adalah salah
satu struktur politik yang berada di posisi input dan sangat berperan dalam
menggerakkan sistem politik10. Partai politik menjadi salah satu pilar penegak
masyarakat madani karena partai politik sendiri merupakan kendaraan untuk
menduduki kursi parlemen dengan bersaing melalui pemilu. Di kursi parlemen
inilah partai-partai kemudian memperjuangkan aspirasi masyarakatnya.

4. Masyarakat Madani di Indonesia

Masyarakat Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara


lainnya. Karakteristik tersebut diantaranya adalah: (1) Pluralistik/keberagaman,
(2) sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat, (3) toleransi yang
tinggi dan (4) memiliki sanksi moral.

Karakteristik-karakteristik tersebut diharapkan senantiasa mewarnai kehidupan


masyarakat madani model Indonesia nantinya. keberadaan masyarakat Indonesia
dapat dicermati melalui perjalanan bangsa Indonesia. Secara historis perwujudan
masyarakat madani di Indonesia sebenarnya sudah mulai dicita-citakan semenjak
terjadinya perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial, terutama ketika
kapitalisme mulai diperkenalkan oleh Belanda. Hal ini ikut mendorong terjadinya
pembentukan sosial melalui proses industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan

141
modern. Hasilnya antara lain munculnya kesadaran baru di kalangan kaum elit
pribumi yang mendorong terbentuknya organisasi sosial modern. Pada masa
demokrasi terpimpin politik Indonesia didominasi oleh penggunaan mobilisasi
massa sebagai alat legitimasi politik. Akibatnya setiap usaha yang dilakukan
masyarakat untuk mencapai kemandirian beresiko dicurigai sebagai kontra
revolusi. Sehingga perkembangan pemikiran menuju masyarakat madani kembali
terhambat.

Perkembangan orde lama dan munculnya orde baru memunculkan secercah


harapan bagi perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Pada masa orde
baru, dalam bidang sosial-ekonomi tercipta pertumbuhan ekonomi, tergesernya
pola kehidupan masyarakat agraris, tumbuh dan berkembangnya kelas menengah
dan makin tingginya tingkat pendidikan. Sedangkan dalam bidang politik, orde
baru memperkuat posisi negara di segala bidang, intervensi negara yang kuat dan
jauh terutama lewat jaringan birokrasi dan aparat keamanan. Hal tersebut
berakibat pada terjadinya kemerosotan kemandirian dan partisipasi politik
masyarakat serta menyempitkan ruang- ruang bebas yang dahulu pernah ada,
sehingga prospek masyarakat madani kembali mengalami kegelapan.

Setelah orde baru tumbang dan diganti oleh era reformasi, perkembangan
masyarakat madani kembali menorehkan secercah harapan. Hal ini dikarenakan
adanya perluasan jaminan dalam hal pemenuhan hak-hak asasi setiap warga
negara yang intinya mengarahkan pada aspek kemandirian dari setiap warga
negara.

Dari zaman orde lama sampai era reformasi saat ini, permasalahan perwujudan
masyarakat madani di Indonesia selalu menunjukkan hal yang sama. Beberapa
permasalahan yang bisa menjadi hambatan sekaligus tantangan dalam
mewujudkan masyarakat madani model Indonesia, yaitu sebagai berikut :

1. Semakin berkembangnya orang “miskin” dan orang yang merasa miskin.

2. LSM dan partai politik muncul bagaikan jamur yang tumbuh di musim penghujan
sehingga memungkinkan berbagai “ketidakjelasan”

142
3. Pers berkembang pesat dan semakin canggih tetapi justru “fesimisme” masyarakat
yang terjadi.

4. Kaum cendikiawan semakin banyak tetapi cenderung berorientasi pada kekuasaan.

5. Kurang pede untuk bersaing dan senantiasa merasa rendah diri.

Mencermati keadaan sekarang, maka diperlukan sebuah strategi jitu untuk


mencapai kehidupan yang madani. Proses pemberdayaan tersebut menurut
Dawam Rahardjo dapat dilakukan dengan tiga model strategi sebagaimana
sebagai berikut:

1. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.

2. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi.

3. Strategi yang memilih pembangunan masyarakat madani sebagai basis yang


kuat ke arah demokratisasi.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rahardjo, penulis berasumsi bahwa untuk


mencapai kehidupan madani diperlukan beberapa suplemen sebagai berikut:

1. Tanamkan nilai religiusme yang didukung oleh jaminan keamanan.

2. Tanamkan semangat insan pancasilais.

3. Berdayakan kaum cendikiawan/alumni luar negeri bangsa Indonesia melalui


pemberian peran riil.

4. Sanksi tegas terhadap penyelewengan kekuasaan dan anggaran tanpa


mengesampingkan asas praduga tak bersalah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menuju masyarakat


madani Indonesia tidak ditempuh melalui proses yang radikal dan cepat
(revolusi), tetapi proses yang sistematis dan berharap serta cenderung lambat
(evolusi), yaitu melalui upaya pemberdayaan masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan.

143
Melalui era reformasi bangsa Indonesia memiliki tujuan untuk membina suatu
masyarakat Indonesia baru dalam rangka untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi
tahun 1945 yaitu membangun masyarakat Indonesia yang demokratis. Masyarakat
Indonesia yang demokratis atau masyarakat madani ala Indonesia merupakan visi
dari gerakan reformasi dan juga visi dari reformasi sistem pendidikan nasional.

Gerakan untuk membentuk masyarakat madani berkaitan dengan proses


demokratisasi yang sedang melanda dunia dewasa ini. Sudah tentu perwujudan
kehidupan yang demokratis untuk setiap bangsa mempunyai ciri-ciri tertentu di
samping ciri-ciri universal. Salah satu ciri dari kehidupan bermasyarakat
Indonesia ialah kebhinnekaan dari bangsa Indonesia. Pada masa orde baru unsur
kebhinnekaan itu cenderung dikesampingkan dan menekankan sifat kesatuan
bangsa. Padahal justru dalam kebhinnekaan itulah terletak kekuatan dari persatuan
bangsa Indonesia.

Orde Baru telah menghilangkan kekuatan kebhinnekaan itu dan mencoba


menyusun suatu masyarakat yang uniform sehingga terciptalah suatu struktur
kekuasaan yang sangat sentralistik dan birokratik. Hal ini justru telah
mengakibatkan disintegrasi bangsa kita karena dalam usaha menekankan
persatuan yang mengesampingkan perbedaan melalui cara-cara represif, berakibat
mematikan inisiatif dan kebebasan berpikir serta bertindak robotik di dalam
pembangunan bangsa. Cita-cita reformasi yang diinginkan ialah mengakui adanya
kebhinnekaan sebagai modal utama bangsa Indonesia dalam rangka untuk
mewujudkan suatu masyarakat madani yang menghargai akan perbedaan sebagai
kekuatan bangsa dan sebagai identitas bangsa Indonesia yang secara kultural
sangat kaya dan bervariasi.

Seperti yang telah dikemukakan bahwa cita-cita membentuk masyarakat madani


harus menjadi cita-cita yang serius bagi bangsa Indonesia sejalan dengan
berkembangnya kehidupan berdemokrasi. bahkan ide masyarakat madani telah
mulai dikembangkan sejak jaman Yunani klasik seperti ahli pikir Cicero.

144
Setelah mencermati berbagai ciri masyarakat madani, maka tampak dengan jelas
bahwa masyarakat madani adalah suatu masyarakat demokratis dan menghargai
human dignity atau hak-hak dan tanggung jawab manusia. Melihat keadaan
masyarakat dan bangsa Indonesia maka ada beberapa prinsip khas yang perlu kita
perhatikan dalam membangun masyarakat madani di Indonesia, prinsip-prinsip
tersebut ialah:

a. Kenyataan adanya keragaman budaya Indonesia yang merupakan dasar


pengembangan identitas bangsa Indonesia dan kebudayaan nasional.

b. Pentingnya adanya saling pengertian antara sesama anggota masyarakat. Seperti


yang telah dikemukakan oleh filosof Isaiah Berlin, yang diperlukan di dalam
masyarakat bukan sekedar mencari kesamaan dan kesepakatan yang tidak mudah
untuk dicapai. Justru yang penting di dalam masyarakat yang bhinneka ialah
adanya saling pengertian. Konflik nilai-nilai justru merupakan dinamika dari suatu
kehidupan bersama di dalam masyarakat madani. Konflik nilai- nilai tidak selalu
berarti hancurnya suatu kehidupan bersama. Dalam masyarakat demokratis,
konflik nilai akan memperkaya horison pandangan dari setiap anggota.

c. Berkaitan dengan kedua ciri khas tadi ialah toleransi yang tinggi. Dengan
demikian masyarakat madani Indonesia bukanlah masyarakat yang terbentuk atau
dibentuk melalui proses indoktrinasi tetapi pengetahuan akan kebhinnekaan dan
penghayatan terhadap adanya kebhinnekaan tersebut sebagai unsur penting dalam
pembangunan kebudayaan nasional.

d. Akhirnya untuk melaksanakan nilai-nilai yang khas tersebut diperlukan suatu


wadah kehidupan bersama yang diwarnai oleh adanya kepastian hukum. Tanpa
kepastian hukum sifat-sifat toleransi dan saling pengertian antara sesama anggota
masyarakat pasti tidak dapat diwujudkan.

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa masyarakat


Indonesia dikatakan telah berhasil mencapai kehidupan madani apabila
didalamnya telah memiliki:

1. Keimanan dan ketaqwaan yang kokoh.

145
2. Berpendidikan maksimal (berkualitas).

3. Kembali menjadi insan Pancasilais.

4. Memiliki cita-cita (komitmen) dan harapan (secara kolektif) untuk setara


dengan negara-negara maju.

5. Memiliki kepercayaan diri untuk bersaing.

6. Loyalitas terhadap bangsa dan negara Indonesia (bakan terhadap partai politik
saja).

Tantangan Masyarakat Madani di Indonesia

Masyarakat madani merupakan suatu kondisi yang senantiasa diidam-idamkan


oleh semua lapisan masyarakat di negara Indonesia. Karena itu, tantangan yang
harus mampu dilakukan oleh seluruh masyarakat supaya tercapai kehidupan
madani adalah:

1. Sikap demokratis

Mengembangkan sikap demokratis bukan hanya mengenai pembentukan individu


yang mempunyai harga diri, yang berbudaya, yang memiliki identitas sebagai
bangsa Indonesia yang bhinneka, tetapi juga menumbuhkan sikap demokratis
tersebut perlu didukung oleh suatu sistem yang juga mengembangkan sikap
demokratis. Sistem pendidikan yang hanya mementingkan sekelompok manusia
seperti manusia yang berinteligensi tinggi saja, tentunya tidak demokratis
sifatnya. Demikian pula proses belajar yang tidak menumbuhkan sikap kreatif dan
bebas serta sanggup mengemukakan pendapat, berbeda pendapat, dan menghargai
pendapat yang lebih baik, perlu dimasukkan di dalam proses belajar serta
kurikulum. Demikian pula para pendidik, para dosen yang otokratis tidak
memungkinkan tumbuhnya sikap demokratis dari para peserta didik.

2. Sikap toleran

Wajah budaya Indonesia yang bhinneka menuntut sikap toleran yang, tinggi dari
setiap anggota masyarakat. Sikap toleransi tersebut harus dapat diwujudkan oleh

146
semua anggota dan lapisan masyarakat sehingga terbentuk suatu masyarakat yang
kompak tapi beragam sehingga kaya akan ide-ide baru. Di dalam diskusi yang
diselenggarakan oleh Indonesian Council on World Affairs (ICWA) Maret 1999,
Juwono Sudarsono mengemukakan di samping sikap toleransi juga penting sikap
kompromi perlu dikembangkan dalam pendidikan.

3. Saling pengertian

Di dalam suatu masyarakat demokrasi, perbedaan pendapat justru merupakan


suatu hikmah untuk membentuk suatu masyarakat yang mempunyai horizon yang
luas dan kaya. Untuk keperluan tersebut diperlukan pengetahuan dan penghayatan
mengenai kebhinnekaan tersebut. Pendidikan nasional harus menampung akan
kebutuhan masyarakat yang beragam tersebut. Keanekaragaman budaya daerah
haruslah dikembangkan seoptimal mungkin sehingga pada gilirannya dapat
memberikan sumbangan kepada terwujudnya suatu budaya nasional, budaya
Indonesia. Saling pengertian hanya dapat ditumbuhkan apabila komunikasi
antarpenduduk dan antar etnis dapat terwujud dengan bebas dan intens. Oleh
sebab itu pengembangan budaya daerah, pertukaran kunjungan antar masyarakat
dan budaya daerah haruslah diintensifkan.

4. Berakhlak tinggi, beriman dan bertaqwa

Masyarakat Indonesia yang bhinneka dengan beragam nilai-nilai budayanya,


namun merupakan ciri khas dari masyarakat Indonesia, adalah masyarakat yang
beriman. Manusia yang beriman adalah manusia yang berakhlak tinggi oleh
karena semua agama yang hidup dan berkembang di Indonesia adalah agama yang
mengajarkan nilai- nilai moral yang tinggi. Keragaman agama yang hidup dan
berkembang di Indonesia menuntut sikap toleransi dan saling pengertian setiap
anggotanya. Oleh sebab itu pendidikan agama di dalam sistem pendidikan
nasional haruslah dilaksanakan begitu rupa sehingga terwujudlah suatu kehidupan
bersama yang mengandung unsur-unsur toleransi serta saling pengertian yang
mendalam. Kita perlu menghindari ramalan Huntington yang memprediksikan

147
adanya konflik-konflik budaya dan agama sebagai pengganti konflik kekerasan
senjata dalam kehidupan umat manusia pada melenium ketiga yang akan datang.

5. Manusia dan masyarakat yang berwawasan global

Masyarakat Indonesia memasuki suatu kehidupan baru dalam melenium ketiga


yaitu masyarakat global yang ditandai oleh kemajuan teknologi serta perdagangan
bebas. Kehidupan global tersebut memberikan kesempatan- kesempatan yang baru
tetapi juga tantangan-tantangan yang semakin sulit dan kompleks sehingga
meminta kualitas sumber daya manusia Indonesia yang bukan saja menguasai dan
dapat mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi juga yang terampil di dalam
memecahkan masalah-masalah yang muncul akibat gelombang globalisasi
tersebut. Menurut pengamatan UNESCO terdapat beberapa bahaya yang inheren
di dalam gelombang globalisasi yang perlu diwaspadai dalam proses pendidikan.
Tantangan-tantangan tersebut ialah regionisasi, polarisasi, marginalisasi, dan
fragmentasi. Gelombang globalisasi juga telah melahirkan berbagai kerjasama
regional yang pada gilirannya menuntut program dan langkah-langkah yang,
sesuai di dalam pendidikan nasional anggota kerjasama regional tersebut. Dengan
demikian regionisasi akan memberikan keuntungan tetapi juga malapetaka bagi
anggota kerjasama regional yang tidak mempersiapkan diri sehingga hanya akan
menguntungkan anggota-anggota yang lebih siap. Globalisasi juga dapat
menyebabkan polarisasi antara negara yang maju dan negara berkembang. Oleh
sebab itu negara berkembang harus pandai-pandai mempersiapkan diri sehingga
tidak akan menjadi mangsa dari kekuatan global yang lebih kuat. Akibatnya ialah
pemiskinan negara- negara yang dilindas oleh kekuatan- kekuatan global seperti
di dalam ekonomi dan perdagangan. Selanjutnya, gelombang globalisasi dapat
menjadikan sekelompok manusia tercecer atau terbuang dari arus perubahan
Proses marginalisasi kita rasakan di dalam era krisis moneter yang telah
mengakibatkan sejumlah besar rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
Oleh sebab itu pendidikan nasional harus, mempunyai visi untuk dapat
memberdayakan rakyat banyak sehingga rentan terhadap perubahan-perubahan
global yang menimpannya Sejalan dengan kekuatan- kekuatan yang disebut tadi,

148
juga globalisasi dapat menyebabkan fragmentalisasi masyarakat Indonesia di
dalam kelompok-kelompok yang diuntungkan dan kelompok-kelompok yang
dikalahkan akibat kepentingan- kepentingan tertentu. Demikian pula tumbuh-
suburnya proses demokrasi dapat memecah belah kehidupan berbangsa dan
bertanah air sehingga masyarakat dan bangsa Indonesia dapat terpecah belah
menjadi masyarakat yang lemah. Sistem pendidikan nasional mempunyai tugas
untuk melihat secara dini masalah-masalah tersebut di atas agar supaya dapat
mempersiapkan manusia dan masyarakat Indonesia untuk lebih siap menghadapi
tantangan- tantangan global tersebut.

149

Anda mungkin juga menyukai