Anda di halaman 1dari 11

Fenshiro Lesnussa

412017035

Sistem Politik Di Indonesia

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial.1
Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu
system, yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan
yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Model sistem politik yang paling
sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah
melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya
dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat
berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintahan untuk bisa
menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik
adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.

Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik
Indonesia akan berpengaruh pada sistem politik negara tetangga maupun dalam cakupan
lebih luas. Struktur kelembagaan atau institusi khas Indonesia akan terus berinteraksi secara
dinamis, saling mempengaruhi, sehingga melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh
Indonesia. Namun demikian, kekhasan sistem politik Indonesia belum dapat dikatakan
unggul bila kemampuan positif struktur dan fungsinya belum diperhitungkan sistem politik
negara lain.
Akhirnya, mengingat sebegitu luas pembicaraan mengenai sistem politik, maka
layaknya suatu sistem, kita akan ciptakan terlebih dahulu batasan-batasannya, yaitu
mengenalkan kedua pendekatan terhadap sistem politik baru kemudian menganalisis sistem
politik Indonesia.

1
Lihat kamus Politik oleh Amir Taat Nasution, Energie, 1953, hlm. 92
Pendekatan Teori Behavioral Sistem Politik menurut David Easton (1953)2, seorang
ilmuwan politik dari Harvard University, memperkenalkan pendekatan analisa sistem sebagai
metode terbaik dalam memahami politik. Di kalangan ilmuwanpolitik yang menganut tradisi
pluralis, teori Easton yang bersifat abstrak berpengaruh sampai akhir tahun 1960-an. Kaum
pluralis mengingkari berbicara dengan konteks spesifik. Sedangkan ilmuwan politik
kontemporer berkeinginan untuk menciptakan teori umum dengan melihat masalah lebih
konstekstual.
Perbedaan satu sistem politik dengan sistem politik lainnya dapat dipisahkan melalui
tiga dimensi: polity,3 politik,4 dan policy (kebijakan).5 Easton berpendapat bahwa definisi
politik dari ketiga dimensi ini terbukti lebih efektif, terutama untuk memahami realitas politik
dalam upaya memberikan pendidikan politik.
Easton memandang sistem politik sebagai tahapan pembuatan keputusan yang
memiliki batasan dan sangat luwes (berubah sesuai kebutuhan). Model sistem politik terdiri
dari fungsi input, berupa tuntutan dan dukungan; fungsi pengolahan (conversion); dan fungsi
output sebagai hasil dari proses sistem politik, lebih jelasnya seperti berikut ini:
Tahap 1 : Di dalam sistem politik akan terdapat “tuntutan” untuk “output” tertentu (misal:
kebijakan), dan adanya orang atau kelompok mendukung tuntutan tersebut.
Tahap 2 : Tuntutan-tuntutan dan kelompok akan berkompetisi (“diproses dalam sistem”),
memberikan jalan untuk pengambilan keputusan itu sendiri.
Tahap 3 : Setiap keputusan yang dibuat (misal: kebijakan tertentu), akan berinteraksi dengan
lingkungannya.
Tahap 4 : Ketika kebijakan baru berinteraksi dengan lingkungannya, akan menghasilkan
tuntutan baru dan kelompok dalam mendukung atau menolak kebijakan tersebut
(“feedback”).
Tahap 5 : Kembali ke tahap 1.

2
Easton “The Political system” (1964), hlm. 52-54
3
Polity diambil dari dimensi formal politik, yaitu, struktur dari norma, bagaimana prosedur mengatur institusi
mana yang semestinya ada dalam politik.
4
Politik dari dimensi prosedural lebih mengarah pada proses membuat keputusan, mengatasi konflik, dan
mewujudkan tujuan dan kepentingan. Dimensi ini melingkupi beberapa isu klasik yang berkaitan dengan ilmu
politik, seperti siapa yang dapat memaksakan kepentingannya? mekanisme seperti apa yang berlangsung
dalam menangani konflik? Dan sebagainya.
5
Policy sebagai dimensi politik, melihat substansi dan cara pemecahan masalah berikut pemenuhan tugas
yang dicapai melalui sistem administratif, menghasilkan keputusan yang mengikat bagi semua.

2
Keuntungan metode ini terdapat pada keistimewaannya menggabungkan berbagai
aspek dan elemen politik ke dalam teori analisa sistem. Proses penggabungan akan membuka
peluang untuk melembagakan aneka realitas politik yang rumit dan kemudian
mensistemasikannya dalam sistem, tanpa melupakan politik yang sifatnya multidimensi.
Namun demikian, teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain karena:
1. Sifatnya yang mutlak;
2. Teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa sistem
dapat hancur atau konflik;
3. teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi sistem.
Dengan kata lain, pendangan Easton menyarankan bahwa setiap sistem politik dapat
diisolasi dari yang lainnya (lihat otonomi, kedaulatan);
4. Teori ini mengingkari keberadaan suatu negara;
5. Teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem yang
timbul akibat variasi.6
Di tahun 1970-an, ilmuwan politik Gabriel Almond dan Bingham Powell
memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem politik
(comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem politik, tidak
hanya melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi mereka masing-masing.
Keduanya juga menekankan bahwa institusi-institusi tersebut harus ditempatkan ke dalam
konteks historis yang bermakna dan bergerak dinamis, agar pemahaman dapat lebih jelas.
Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian yang dapat
digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu. Sedangkan sistem
politik merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang berkecimpung dalam
merumuskan dan melaksanakan tujuan bersama masyarakat ataupun kelompok di dalamnya.
Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori sistem
Easton dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural-fungsional
merupakan suatu pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik sama pentingnya,
yaitu sebagai subyek dari hukum “stimulus dan respon” yang sama—atau input dan output.
Pandangan ini juga memberikan perhatian cukup terhadap karakteristik unik dari sistem itu
sendiri.
Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen kunci,
termasuk kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi, dan
6
Systems theory in political science. Diakses tanggal 09 oktober 2017,
dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Systems_theory_in_political_science

3
peradilan. Menurut Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen ini memiliki keenam
macam struktur politik tersebut. Selain struktur, Almond memperlihatkan bahwa sistem
politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti sosialisasi politik, rekrutmen, dan komunikasi.
Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan nilai dan
kepercayaan untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga, sekolah, media,
perkumpulan religius, dan aneka macam struktur politik yang membangun, menegakan, dan
mentransform pentingnya perilaku politik dalam masyarakat. Dalam terminologi politik,
sosialisasi politik merupakan proses, dimana masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan
bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan menjadi warga negara yang efektif. Rekrutmen
mewakili proses dimana sistem politik menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan partisipasi
dari warga negara, untuk memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan
duduk dalam kantor pemerintahan. Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem
menyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui berbagai struktur yang menyusun sistem
politik.7
Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari
membangun dan mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat, sampai terjun dalam peperangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut,
pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang disebut struktur, seperti parlemen,
birokrasi, lembaga administratif, dan pengadilan, yang melakukan fungsi khusus pula,
sehingga pemerintah dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan, dan menegakan
kebijakan.
Pengetahuan mengenai keenam macam struktur politik tersebut belum dapat
menerangkan sistem politik apapun, selain memperlakukannya sebagai entitas yang berdiri
sendiri, namun belum mencapai tahap interaksi. Untuk itu, lingkungan perlu tercipta lebih
dahulu sebagai konteks memahami keberadaan struktur politik, misalnya negara Indonesia
seperti ilustrasi berikut ini.8
Interaksi tiap bagian dalam struktur akan memunculkan kekhasan corak dan perilaku
dalam menyikapi lingkungannya, yang disebut fungsi. Tidak ada dua negara identik dalam
menjalankan fungsi tiap struktur, seperti halnya Amerika Serikat dan Cina memiliki
parlemen, namun cara kerja parlemen mereka amatlah berlainan. Agar lebih jelas, interaksi
antar berbagai fungsi dalam struktur kelembagaan di dalam sistem politik Indonesia dengan
sistem politik negara lain dapat disimak pada ilustrasi berikut:
7
Structural functionalism. Diakses pada 09 oktober 2017, http://en.wikipedia.org/wiki/Structural-
functionalism
8
Almond, Strom (1999)

4
Struktur harus dikaitkan dengan fungsi, sehingga kita dapat memahami bagaimana
fungsi berproses dalam menghasilkan kebijakan dan kinerja. Fungsi proses terdiri dari urutan
aktifitas yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan implementasinya dalam tiap
sistem politik, antara lain: artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan
kebijakan, dan implementasi dan penegakan kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena
mereka memainkan peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan
dirumuskan, beberapa individu ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus
memutuskan apa yang mereka butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik dimulai
ketika kepentingan tersebut diungkapkan atau diartikulasikan.9
Agar bekerja efektif, proses harus memadukan tuntutan (agregasi) ke dalam alternatif
pilihan, seperti pajak lebih tinggi atau rendah atau jaminan sosial lebih tinggi atau kurang,
dimana dukungan politik dapat dimobilisasi. Alternatif pilihan kebijakan kemudian
disertakan. Siapapun yang mengawasi pemerintahan akan mendukung salah satu, baru
kemudian pembuatan kebijakan mendapatkan legitimasi. Kebijakan harus ditegakkan dan
diimplementasikan, dan apabila ada yang mempertanyakan ataupun melanggar harus melalui
proses pengadilan.10

Pentingnya sejarah juga diakui oleh para Indonesianis (ahli Indonesia) seperti Herbert
Feith, dalam mempelajari sistem politik Indonesia.Feith menggunakan teori sistem struktural-
fungsional dengan empat pendekatan, antara lain:
1. Masa sebelum tahun 1950-an, mempelajari Indonesia dari sudut politik dan
administrasi kolonial, termasuk organisasi dan perjuangan politik kaum bumiputra,
2. Masa pemerintahan Soekarno, tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1960-an, ahli
politik Indonesia asal Amerika Serikat, J. Kahin, menawarkan konsep baru dengan
berfokur pada tingkah laku politik kaum bumiputera dalam gerakan nasionalisme dan
revolusi,
3. Masa setelah tahun 1960-an, dengan tokohnya Clifford Geertz, mempelajari sifat-sifat
dari tingkah laku politik anggota masyarakat yang lebih luas. Konsep Geertz
mengaplikasikan pendekatan sosio-kultural terhadap budaya masyarakat jawa dan
kaitannya dengan partai politik, melahirkan konsep “politik aliran,”
4. Feith pada akhirnya menggabungkan pendekatan Kahin dengan “mempelajari
perkembangan tingkah laku politik elit Indonesia dalam kerangka sejarah, dengan

9
Ibid, Almond, Strom
10
Almond, Strom, p. 40.

5
analisa semi-fungsional terhadap pertanyaan pokok, mengapa lembaga-lembaga
politik Barat tidak berjalan dengan baik dan akhirnya berantakan.”11

Pengertian sistem Politik Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang
kompleks dan terorganisasi. Sedangkan Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis”
yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam
kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara.12

Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar
dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut
tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai
politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.13
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat
dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan
bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang
membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan
serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau
kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan
Negara.14
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai
kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses
penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan
penyusunan skala prioritasnya.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi
negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-
keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya
kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan
terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud
suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di

11
Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan (Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FIS-UI,
1980), hal. 4-5.
12
Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003, hlm. 8
13
Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk slta kelas III” Rhineka Putra, bandung, 1999, hlm. 31
14
Lihat dalam wikipedia berbahasa Indonesia-pengertian-sistem-politik

6
Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan
membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok
kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi
Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan
infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya.
Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya
partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi
dan kehendak rakyat.
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa
berikut ini:15
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi

Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di
dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa
Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di
dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga
eksistensinya. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok
infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional. Perubahan ini besaran maupun isi
aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh
penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara
maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika

15
Lihat Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka, 2008, hlm. 14-28

7
datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah
berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian
rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang
diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak
sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku
individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering
memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka
kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif
membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang
dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output,
output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya
partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup
dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki
kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas
internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan
pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.

Perbedaan sistem politik di berbagai Negara

8
Sistem Politik Di Negara Komunis Bercirikan pemerintahan yang sentralistik,
peniadaan hak milk pribadi, peniadaan hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme
pemilu yang terbuka, tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi
dan kebebasan berpendapat

Sistem Politik Di Negara Liberal Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap
individu atau kelompok; pembatasan kekuasaan; khususnya dari pemerintah dan agama;
penegakan hukum; pertukaran gagasan yang bebas; sistem pemerintahan yang transparan
yang didalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas

Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia Sistem politik yang didasarkan pada nilai,
prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem
politik demokrasi di Indonesia adalah :
1. Ide kedaulatan rakyat
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Bentuk Republik
4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
5. Pemerintahan yang bertanggung jawab
6. Sistem Pemilihan langsung
7. Sistem pemerintahan presidensiil

KESIMPULAN
9
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai system
demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan
atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan
kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan,
pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang
mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan
hubungan antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). UUD 1945
juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri atas Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga Eksekutif
terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden
dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin oleh seorang gubernur,
sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang bupati/walikota.
Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah
Agung (MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain
yang berada di bawahnya. Fungsi MA adalah melakukan pengadilan, pengawasan,
pengaturan, memberi nasehat, dan fungsi adminsitrasi. Saat ini UUD 1945 telah mengalami
beberapa kali amandemen, yang telah memasuki tahap amandemen keempat.

LITERATUR
10
 Amir Taat Nasution, “Kamus Politik Nasional”, Energie, 1953
 Arbi Sanit, “Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan”, Yayasan
Ilmu-Ilmu Sosial & FIS-UI, 1980
 Assosiasi Ilmu Politik Indonesia, “Jurnal Ilmu Politik”, Gramedia, 1986
 Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003
 Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk SLTA kelas III”, Rhineka Putra, bandung, 1999
 Nazaruddin Sjamsuddin, “Dinamika Politik Indonesia”, Gramedia Pustaka Utama,
1993
 Nazaruddin, “Profil Budaya Politik Indonesia”, Pustaka Utama, 1991
 Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka, 2008
 Sukarna, “Sistem Politik Indonesia, Jilid 4”, Mandar Maju, 1993
 Theda Scokpol, “States and Social Revolutions” New York: Cambridge University
Press, 1979

11

Anda mungkin juga menyukai