Anda di halaman 1dari 13

TEORI PEMIKIRAN POLITIK EKONOMI ISLAM

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Politik Ekonomi Islam

Dosen pengampu : Dr. Imam Yahya, M.Ag

Disusun Oleh :

1. Vian Aditya Saputra (1905026049)


2. Amadhea Zahidah Nindya (1905026054)
3. Laili Nurul Ubaidah (1905026056)
4. Dwiky Ihksan Sampurno (1905026067)

PRODI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Jika kita membahas tentang ekonomi, maka kita tidak akan terlepas dari yang
namanya politik. Keduanya merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dan saling
berkaitan. Jika kita lihat sekarang ini banyak permasalahan-permasalahan ekonomi
yang timbul dan semakin kompleks. Dengan munculnya berbagai permasalahan-
permasalahan baru itulah kemudian diperlukan pemikiran dan teori untuk dapat
memecahkan masalah tersebut. Dalam hal ini teori pemikiran ekonomi islam juga
berperan dalam upaya pemecahan masalah ekonomi melalui para pakar ekonomi yang
tentunya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip syari’ah
Oleh karena itu penting kiranya kita sebagai mahasiswa ekonomi islam untuk
mengetahui pendapat-pendapat dari para pakar ekonomi islam dan mempelajari
pemikiran-pemikirannya. Mengingat permasalahan ekonomi di dunia yang semakin
beragam maka kita sebagai mahasiswa juga diharapkan turut andil dalam memberikan
solusi terhadap masalah-masalah yang ada dengan berpegang teguh pada Al Qur’an,
Sunnah, dan Ijtihad para ulama.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian politik ekonomi?
2. Apa itu teori politik?
3. Apa itu teori politik ekonomi?
4. Apa teori ekonomi islam dan permasalahan ekonomi konvensional?
5. Apa perbandingan politik ekonomi islam dengan politik ekonomi konvensional?
C. Tujuan Masalah
1. Agar mahasiswa dapat memahami pengertian politik ekonomi
2. Agar mahasiswa dapat memahami teori politik
3. Agar mahasiswa dapat memahami teori politik ekonomi
4. Agar mahasiswa dapat memahami teori ekonomi islam dan permasalahan
ekonomi konvensional
5. Agae mahasiswa memahami perbandingan politik ekonomi islam dengan politik
ekonomi konvensional
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik Ekonomi

Politik Ekonomi merupakan suatu ilmu yang mengkaji bagaimana persoalan-persoalan


ekonomi yang terjadi pada suatu Negara yang diselesaikan dengan menempatkan kekuatan
politik sebagai kekuatan pendukung (driven force) dalam memberikan solusi terhadap kasus-
kasus ekonomi.1

Politik Ekonomi merupakan disiplin ilmu yang ruang lingkupnya berkaitan dengan aspek
politik dan ekonomi. Dengan kata lain, ekonomi politik ini merupakan aspek-aspek ekonomi
yang dipelajari dan ditelaah dari sudut pandang politik.2

Fokus dari studi politik ekonomi adalah fenomena-fenomena ekonomi secara umum,
yang bergulir serta dikaji menjadi lebih spesifik, yakni menyoroti interaksi antara faktor-
faktor ekonomi dan faktor-faktor politik. Namun, dalam perkembangan yang berikutnya,
istilah ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi antara aspek ekonomi dan
aspek politik.3

B. Teori Politik

Teori politik merupakan suatu cara yang digunakan untuk memahami ilmu politik,
dimana didalamnya terdapat penjelasan ilmu politik dan kaitannya dengan bagian-bagian
ilmu politik lainnya.

Teori politik adalah bahasan sistematika dan generalisasi-generalisasi dari gejala politik.
Bidang kajian ini bersifat spekulatif (merenung-renung) yang menyangkut norma-norma
yang seharusnya untuk kegiatan politik. Meskipun demikian, teori politik juga dapat bersifat
deskriptif (menggambarkan) atau komparatif (membandingkan).

Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Story of Political Theory, teori politik dibedakan
dalam dua macam, yaitu:

1. Valuational, merupakan teori-teori yang mengandung nilai moral dan norma politik,
dimana dalam teori ini segala sesuatunya harus mempertimbangkan baik buruk atau

1
Ilham Fahmi, Ekonomi Politik : Teori dan Realita (Bandung : Alfabeta, cv, 2013) Hal. 8
2
Teuku May Rudy, Teori: Etika dan Kebijakan Hukum Internasional (Bandung: Angkasa, 1993) Hal. 49
3
Rachbini, Didick J, Ekonomi Politik : Paradigma Teori Pilihan Publik (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2002)
konsekuensinya. Yang termasuk teori valuational adalah filsafat politik, politik
sistematis, dan ideology politik.
2. Non-Valuational, merupakan teori-teori yang membahas fakta-fakta politik tanpa
mempersoalkan nilai moral maupun norma. Teori ini menggambarkan dan
membandingkan fenomena politik dalam kehidupan nyata.

C. Teori Politik Ekonomi

Teori politik ekonomi ditemukan dalam pandangan Mark Granovetter, ketika ia


menerangkan seperti yang dikutip Tay Keong Tan,4 politik ekonomi dalam kerangka modal
sosial, ia memfokuskan pada analisis kaitan antara “jaringan hubungan antarpribadi” dan
kegiatan ekonomi dan proses pasar. Latar belakang atau konteks social dari jaringan
interpersonal, yaitu seseorang meleburkan diri membentuk sikap dan pendekatan pada usaha dan
kerja sama ekonomi, dan mempengaruhi tersedianya kesempatan bisnis baginya. Contohnya
norma social dan harapan peran dalam komunitas menentukan pendekatan para anggota dalam
kerja sama bisnis dan partisipasi politik.5

Proses penerapan teori-teori ekonomi dalam keterlibatan pebisnis di arena politik,


sebagaimana dijelaskan pada definisi politik ekonomi diatas, mmemiliki kaitan dengan “pilihan
rasional” bidang usaaha atau bisnis. Menurut Norman Frohlich dan Joe A. Oppenheimer,
“pilihan rasional” ini beranjak daari asumsi maksimalisasi kegunaan, utility maximization. Tiang
masyarakat adalah individu, pelaku rasional yang selalu bertindak untuk mencapai
kepentingannya. Di pasar, kaum pengusaha (pebisnis) bertindak untuk memaksimalkan
keuntungan mereka, sedangkan diarena politik para politisi dan birokrat bertindak semata-mata
untuk memperbesar kekuasaan yang mereka miliki. Dengan memanfaatkan konsep yang
dipinjam dari disiplin mikroekonomi, menurut Rizal Mallarangeng, para perumus teori ini
hendak menjelaskan The Microfoundation of Politics.

Rizal Mallarangeng dalam catatan kaki bukunya menerangkan bahwa asumsi individu
sebagai utility maximizer, pemaksimalan kegunaan berasal dari dua orang pelopor liberalisme,
yaitu Adam Smith dan Jeremy Bentham. Gagasan yang membedakan antara pencetus liberalisme

4
Tay Keong Tan, Modal Sosial dan Lembaga-lembaga Legislatif di Indonesia, (Jakarta: Yayasan API, 2001) Hal. 63
5
Muslim Mufti, Teori-Teori Politik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013) Hal.181
dan pemikir sezaman dan sebelumnya bahwa individu telah ada sebelum masyarakat dan
tindakan individu yang mementingkan diri sendiri merupakan bagian dari sifat dasar manusia,
sebagai kenyataan alamiah yang tidak terhindarkkan. Kenyataan alamiah inilah yang menjadi
satu-satunya alasan munculnya lembaga pemerintahan.

Bagi teori pilihan rasional, kebijakan public merupakan hasil interaksi antara politik
diantara para pelaku rasional yang ingin memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Suatu
kebijakan yang khusus melindungi industry tertentu, misalnya dianggap sebagai keseimbangan
rasional (rational equilibrium), yang memuaskan kepentingan para pejabat pemerintah yang
berkuasa ataupun kaum pengusaha yang sedang mengejar peningkatan profit. Dengan demikian,
politik dianggap sebagai sebuah panggung yang semua pihak bersaing untuk mengeruk berbagai
sumber yang ada di arena publik.6

D. Teori Ekonomi Islam dan Permasalahan Ekonomi Konvensional

1. Masalah Dasar Ekonomi

a. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan naluri manusia. Dalam


memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan menjumpai barang dan jasa yang untuk
memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan, misalnya ditukar dengan uang atau alat tukar
lainnya, yang disebut sebagai barang ekonomi. Sedangkan barang-barang kebutuhan manusia
yang untuk memperolehnya tidak memerlukan pengorbanan disebut barang bebas.

b. Ketika manusia masih bisa memenuhi semua kebutuhannya dari sumber daya yang ada,
maka tidak akan terjadi persoalan dan bahkan tidak akan ada persaingan. Namun ketika
kebutuhan manusia akan barang dan jasa sudah melebihi kemampuan penyediaan barang dan
jasa tersebut, maka terjadilah kelangkaan (scarcity). Dalam situasi seperti ini, manusia akan
menghadapi pilihan untuk mengalokasikan sumber daya yang dikuasainya agar kebutuhannya
terpenuhi secara optimal. Baik individu maupun masyarakat secara keseluruhan akan
menghadapi masalah alokasi sumber daya ini. DR. iur. Hesty D. Lestari, S.H.,LL.M.,MES.
Ekonomi Islam 2008/2009

6
Muslim Mufti, Teori-Teori Politik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013) Hal. 182-183
c. Adanya kelangkaan barang tersebut tidak berarti bahwa sumber daya yang ada tidak
mampu mencukupi kebutuhan setiap individu dalam masyarakat. Kelangkaan tersebut bersifat
relatif, tidak absolut. Bisa saja, kelangkaan diakibatkan oleh adanya tekanan tertentu. Misal, isu
kenaikan harga BBM akan mendorong masyarakat segera membeli lebih dari kebutuhan normal
untuk mengantisipasi kenaikan harga. Permintaan mendadak yang melebihi pasokan normal
mengakibatkan kelangkaan sementara pada komoditas tersebut.

d. Menurut Masudul Alam Choudury dalam bukunya Contributions to Islamic Economic


Theory, manusia menduga adanya kelangkaan karena adanya keterbatasan pengetahuan tentang
bagaimana caranya memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian, dalam
Ekonomi Islam barang-barang yang dapat diolah oleh manusia dapat digolongkan sebagai barang
yang memiliki kelangkaan, termasuk barang ekonomi. Sedangkan barang-barang yang masih di
luar jangkauan kapasitas produktif manusia, bukanlah barang-barang yang langka, sehingga
tergolong sebagai bukan barang ekonomi.

2. Relativitas Kelangkaan Barang

a. Pada dasarnya relativitas kelangkaan barang membuat hidup manusia lebih bermakna.
Fenomena tersebut merupakan hikmah ilahiah yang mendorong manusia untuk memakmurkan
bumi dan menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih terdorong
untuk memakmurkan kehidupannya jika menemukan kesulitan dalam kehidupan ekonomi.
Relativitas kelangkaan barang menuntut manusia untuk kreatif dalam menghasilkan barang dan
jasa guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

b. Allah Swt berfirman: “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hambaNya,
tentulah mereka akan melampaui batas di bumi ini.” (Q.S. Asy-Syura:27).

c. Dalam membagi rezeki kepada hamba-hambanya, Allah telah menentukan batasan, kadar,
dan jenisnya. Allah mengetahui seberapa jauh kemampuan hambaNya untuk mengatur rezeki
dan kekayaan yang telah diberikan tanpa melanggar syariah.

d. Kondisi kelangkaan barang juga dapat dijadikan sarana untuk menguji keimanan dan
kesabaran manusia. Allah Swt berfirman: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buahbuahan. Dan
beritahukanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S. AlBaqarah:155).

3. Keinginan dan Kebutuhan

a. Ilmu ekonomi pada dasarnya mempelajari upaya manusia baik sebagai individu maupun
sebagai masyarakat dalam rangka melakukan pilihan penggunaan sumber daya yang terbatas
untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa yang pada dasarnya tidak terbatas. Kelangkaan
akan barang dan jasa timbul bila kebutuhan (keinginan) seseorang atau masyarakat lebih besar
dari tersedianya barang dan jasa tersebut.

b. Ilmu ekonomi konvensional tidak membedakan antara kebutuhan dan keinginan, karena
keduanya memiliki akibat yang sama jika tidak terpenuhi, yaitu kelangkaan. Sebaliknya, Imam
Al-Ghazali membedakan dengan jelas antara keinginan (raghbah dan syahwat) dengan
kebutuhan (hajat). Dari pemilahan antara keinginan (wants) dan kebutuhan (needs) ini
menunjukkan adanya perbedaan antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi konvensional.

c. Imam Al-Ghazali menjelaskan, bahwa kebutuhan adalah keinginan manusia untuk


mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya
dan menjalankan fungsinya. Misalnya kebutuhan akan makanan dan pakaian. Makanan
digunakan untuk menolak kelaparan dan melangsungkan hidup, sedangkan pakaian digunakan
untuk menolak panas dan dingin. Pada tahap ini tampaknya memang tidak bisa dibedakan antara
keinginan dan kebutuhan. Namun manusia harus DR. iur. Hesty D. Lestari, S.H.,LL.M.,MES.
Ekonomi Islam 2008/2009 mengetahui, bahwa tujuan utama dari diciptakannya nafsu ingin
makan adalah untuk menggerakkannya mencari makanan dalam rangka menutup kelaparan,
sehingga badanya tetap sehat dan mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah. Di
sinilah letak perbedaan yang mendasar antara filosofi yang melandasi teori ekonomi Islam dan
ekonomi konvensional.

d. Ekonomi konvensional beranggapan bahwa kebutuhan adalah keinginan dan sebaliknya.


Penyamaan ini berakibat pada terkurasnya sumber-sumber daya alam secara membabi buta dan
menciptakan ketidakseimbangan ekologi.
4. Konsep Kelangkaan dari Ad-Dimasqi

a. Air dan batu permata memiliki nilai dan manfaat yang saling bertolak belakang. Air adalah
zat yang sangat berguna bagi makhluk hidup, namun jika dinilai dengan uang, harganya tidaklah
terlalu berarti. Sebaliknya, permata adalah benda yang dapat dikatakan tidak ada manfaatnya
bagi makhluk hidup dan kehidupan itu sendiri, namun harganya beribu kali lebih tinggi dari
harga air yang sangat bermanfaat itu. Fenomena ini dikenal sebagai paradox water diamond.

b. Selama berabad-abad para ahli, temasuk Adam Smith, gagal untuk menjelaskan paradoks
tentang nilai air dan permata. Baru pada abad ke-18 para ahli berhasil mendapatkan jawaban
yang memuaskan atas paradoks tersebut, yaitu dengan munculnya teori marginal.

c. Menurut para marginalis, nilai suatu barang dan harganya tidaklah semata-mata
ditentukan oleh manfaat dari benda itu sendiri. Ada aspek lain yang lebih penting, yaitu rudrah
(kelangkaan). Air begitu mudah didapatkan, sehingga nilainya pun berkurang. Sebaliknya,
permata meskipun tidak bermanfaat bagi manusia, namun karena langka dan untuk
mendapatkannya memerlukan ongkos yang besar, harganya menjadi tinggi.

d. Penjelasan semacam itu sebenarnya telah dikemukakan oleh Ad-Dimasqi kurang lebih 6
abad sebelum ditemukan teori marginalisme dalam ilmu ekonomi konvensional. Dalam bukunya
Al-Isyarah Ad-Dimasqi menjelaskan: “Sesungguhnya batu akik termasuk batu mulia yang sangat
indah kalau bukan karena banyaknya. Justru karena banyaknya, harga batu akik jadi berkurang
sekalipun memiliki sifat keindahan yang dicari. Jika batu akik itu demikian halnya, maka batu-
batu mulia yang lain pun memilik persoalan yang sama, yaitu mereka menjadi mahal dan tinggi
harganya karena kelangkaan sumber-sumbernya.”

e. Ad-Dimasqi sebenarnya bukan orang pertama yang menjelaskan teka-teki ilmiah ini. Para
ulama sebelumnya, seperti Al-Ghazali, sudah banyak mengupas persoalan paradoks nilai.
E. Perbandingan Politik Ekonomi Islam dengan Politik Ekonomi Konvensional

1. Keseimbangan Nilai-nilai Spiritualisme dan Materialisme

a. Politik ekonomi konvensional hanya terfokus pada nilai-nilai materialisme suatu barang
dengan mengabaikan nilai-nilai spiritualisme dan etika kehidupan bermasyarakat. Sistem
kapitalisme memisahkan nilai-nilai agama dalam berbagai kegiatan dan kebijakan ekonomi.
Kehidupan masyarakat lepas dari koridor agama, sehingga kebijakan individu memiliki peranan
yang dominan dalam pengembangan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Akibatnya
terbentuk masyarakat yang individualistik dan materialistik. Sedangkan dalam konsep marxisme,
agama merupakan faktor penghambat bagi terciptanya kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat.

b. Politik ekonomi Islam menempatkan nilai-nilai spiritualisme dan materialisme secara


seimbang. Konsep keseimbangan juga tampak dalam Rukun Islam: di samping ada perintah
untuk mengakui keesaaan Allah Swt, membenarkan risalah Muhammad Saw, dan mengerjakan
sholat, ada juga perintah untuk membayar zakat harta. Dalam konsep zakat, terdapat nilai-nilai
spiritualisme dan materialisme, karena zakat merupakan ibadah yang berdimensi sosial. Zakat
juga merupakan salah satu instrumen untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta
merupakan sumber dana jaminan sosial. Dengan zakat, kebutuhan pokok masyarakat akan
terpenuhi, sehingga aggregat demand yang ada tetap terjaga dan dapat menggairahkan sektor
produksi.

2. Kebebasan Berekonomi

a. Kapitalisme mengajarkan kebebasan individu pada kegiatan ekonomi dengan menekankan


prinsip persamaan bagi setiap individu dalam kegiatan ekonomi secara bebas untuk meraih
kemakmuran. Namun kebebasan ini tidak diimbangi dengan proses distribusi pendapatan dan
kekayaan secara adil dan merata. Sedangkan dalam konsep sosialisme, masyarakat tidak
mempunyai kebebasan sedikitpun dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kepemilikan individu
dihilangkan dan tidak ada kebebasan untuk melakukan transaksi dalam kesepakatan
perdagangan.
b. Ekonomi Islam membenarkan kepemilikan individu dan kebebasan bertransaksi
sepanjang tetap dalam kerangka syariah. Kebebasan tersebut akan mendorong masyarakat untuk
beramal dan berproduksi demi terwujudnya kemaslahatan masyarakat. Di sisi lain, ekonomi
Islam juga membenarkan adanya campur tangan pemerinah, terutama jika perekonomian dalam
keadaan darurat, namun tetap dalam kerangka syariah. Campur tangan pemerintah mutlak
diperlukan ketika kegiatan ekonomi menimbulkan kemudharatan bagi kemaslahatan masyarakat,
dan ketika pasar tidak beroperasi secara normal akibat penyimpangan mekanisme pasar, seperti
terjadinya monopoli.

3. Dualisme Kepemilikan

a. Alam semesta beserta isinya merupakan milik Allah. Manusia hanyalah wakil Allah dalam
rangka memakmurkan dan menyejahterakan bumi. Oleh karena itu setiap kewajiban ekonomi
yang diambil manusia untuk memakmurkan alam semesta tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan Allah.

b. Meskipun harta yang dimiliki oleh manusia merupakan titipan Allah, manusia diberi
kebebasan untuk memberdayakan, mengelola, dan memanfaatkan harta benda sesuai dengan
syar’i. Kepemilikan manusia terhadap sumber daya alam terbagi menjadi kepemilikan individu
dan kepemilikan publik. Ekonomi Islam membenarkan kepemilikan DR. iur. Hesty D. Lestari,
S.H.,LL.M.,MES. Ekonomi Islam 2008/2009 - 13 - individu, tetapi tidak bersifat mutlak.
Manusia tidak boleh menghalalkan segala cara yang dapat merugikan kemaslahatan masyarakat.
Kepemilikan publik merupakan penyeimbang kepemilikan individu. Asas dan pijakan
kepemilikan publik adalah kemaslahatan bersama. Setiap komoditas dan sumber daya alam yang
dapat menciptakan dan menjaga kemaslahatan bersama merupakan milik publik yang tidak boleh
dimiliki secara individu. Kepemilikan atas barang publik dapat didelegasikan kepada pemerintah
atau lembaga lain yang memiliki nilai-nilai amanah dan tanggung jawab yang dapat dibenarkan
oleh syariah.

c. Berkaitan dengan kepemilikan publik, Rasulullah pernah bersabda: “Manusia bersekutu


dalam tiga hal, yakni air, padang sahara, dan api.” Ketiga benda yang disebutkan Rasulullah
dengan demikian merupakan benda milik publik. Namun benda milik publik tidak terbatas hanya
pada tiga benda tersebut. Benda publik lainnya, misalnya seperti yang dijelaskan oleh Ibnu
Qudamah (1401 H): “Segala hasil tambang yang menjadi pilar utama kemaslahatan hidup
bersama seperti air, garam, sulfur, aspal, gift, minyak, batu bara, dan lain-lain tidak boleh
dikuasai oleh individu yang tujuannya bukan untuk kemaslahatan bersama, karena hal tersebut
akan menimbulkan kerugian dan kesengsaraan bagi kehidupan masyarakat.

4. Menjaga Kemaslahatan Individu dan Bersama

a. Ekonomi Islam bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan bagi individu dan masyarakat,
di mana kemaslahatan individu dan bersama harus saling mendukung. Kemaslahatan individu
tidak boleh dikorbankan demi kemaslahatan bersama dan sebaliknya. Untuk mengatur dan
menjaga kemaslahatan masyarakat diperlukan instansi yang mendukung. Dalam ekonomi Islam,
instansi keuangan yang berfungsi sebagai pengawas atas segala kegiatan ekonomi adalah Al-
Hisbah. Lembaga ini bertugas untuk mengawasi semua infrastruktur yang terlibat dalam
mekanisme pasar. Jika dalam mekanisme pasar terjadi penyimpangan operasional, maka Al-
Hisbah berhak melakukan intervensi. Al-Hisbah juga memiliki wewenang untuk mengatur tata
letak kegiatan ekonomi. Ia wajib untuk menyediakan fasilitas kegiatan ekonomi demi terciptanya
kemaslahatan bersama.

b. Kemaslahatan bersama dapat pula diwujudkan dengan penetapan harga yang adil dan
upah yang sesuai dengan pekerjaan, serta aplikasi konsep shadaqah dan zakat. Di samping itu,
dengan mewajibkan pajak, menentukan kaidah berkonsumsi, dan mengelola harta orang safih
(yang tidak mengetahui kalkulasi matematis ekonomi) serta menumbuhkan sektor produksi. 7

7
Rachbini, Didick J. 2002. Ekonomi Politik : Paradigma Teori Pilihan Publik .Jakarta: Penerbit Ghalia
Indonesia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa teori pemikiran politik
ekonomi islam merupakan suatu analisis yang mengkaji bagaimana persoalan-persoalan
ekonomi yang terjadi pada suatu Negara yang diselesaikan dengan menempatkan
kekuatan politik sebagai kekuatan pendukung (driven force) dalam memberikan solusi
terhadap kasus-kasus ekonomi dengan berlandaskan kepada Al Qur’an, Sunnah, dan
Ijtihad Ulama.
Teori ekonomi islam menyajikan beberapa langkah dalam menghadapi
permasalahan perekonomian konvensional dengan beberapa teori yang dikeluarkan oleh
para pakarnya. Misalnya dengan pemikiran Masudul Alam Choudury dalam bukunya
Contributions to Islamic Economic Theory, manusia menduga adanya kelangkaan karena
adanya keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana caranya memanfaatkan sumber daya
yang dimilikinya. Dengan demikian, dalam Ekonomi Islam barang-barang yang dapat
diolah oleh manusia dapat digolongkan sebagai barang yang memiliki kelangkaan,
termasuk barang ekonomi. Sedangkan barang-barang yang masih di luar jangkauan
kapasitas produktif manusia, bukanlah barang-barang yang langka, sehingga tergolong
sebagai bukan barang ekonomi.
Antara politik ekonomi islam dengan politik ekonomi konvensional terdapat
beberapa perbedaan diantaranya, Politik ekonomi konvensional hanya terfokus pada nilai-
nilai materialisme suatu barang dengan mengabaikan nilai-nilai spiritualisme dan etika
kehidupan bermasyarakat sedangkan Politik ekonomi Islam menempatkan nilai-nilai
spiritualisme dan materialisme secara seimbang, . Kapitalisme mengajarkan kebebasan
individu pada kegiatan ekonomi dengan menekankan prinsip persamaan bagi setiap
individu dalam kegiatan ekonomi secara bebas untuk meraih kemakmuran sedangkan
Ekonomi Islam membenarkan kepemilikan individu dan kebebasan bertransaksi
sepanjang tetap dalam kerangka syariah. Kebebasan tersebut akan mendorong masyarakat
untuk beramal dan berproduksi demi terwujudnya kemaslahatan masyarakat.
Daftar Pustaka
Fahmi Ilham.2013. Ekonomi Politik : Teori dan Realita. Bandung : Alfabeta. cv.

Mufti Muslim.2013.Teori-Teori Politik. Bandung: CV Pustaka Setia.

Rudy Teuku May. 1993. Teori: Etika dan Kebijakan Hukum Internasional. Bandung: Angkasa.

Rachbini, Didick J. 2002. Ekonomi Politik : Paradigma Teori Pilihan Publik .Jakarta: Penerbit Ghalia
Indonesia.

Tan Tay Keong.2001. Modal Sosial dan Lembaga-lembaga Legislatif di Indonesia. Jakarta: Yayasan API.

Anda mungkin juga menyukai