Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

POLITIK EKONOMI ISLAM

DOSEN PENGAMPU

Bapak H. Hendrizal Hadi Wahab Lc.Ma

Disusun Oleh:

Kelompok 4 :

1. Zainur Rohman (2306110799)


2. M. Hiqbal Eka Perdana (2306127525)
3. Refan Yogi Finanda (2306113665)
4. Pajriansyah (2306110843)
5. Yahya Andreansyah (2306134833)
6. Farel Pranata (2306112767)
7. Mhd. Arif Budiman DLY (2306113633)
8. Atika Mawaddah Tanjung (2306134827)
9. Gelfira Rahma Aulia (2306112755)
10. Salsabila Puspita Sari (2306125653)

Agroteknologi A

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS RIAU

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat-Nya kami bisa
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini membahas tentang “Politik
Ekonomi Islam”. Untuk memenuli nilai tugas mata kuliah Ekonomi Syariah Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca untuk kemajuan di masa-masa mendatang. Atas perhatiannya penyusun
ucapkan terimakasih.

Pekanbaru, 01- 09-2023

i
DAFTAR ISI

MAKALAH

“POLITIK EKONOMI ISLAM”

BAB I.........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................................4
B. Rumusan masalah.............................................................................................................................5
C. Tujuan Pembahasan.........................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN..........................................................................................................................................6
A. Pengertian Ekonomi
Politik…………………………………………………………………………………………………….6
B. Pandangan Islam Terhadap Ekonomi............................................................................................8
C. Politik Ekonomi
Islam……………………………………………………………………………………………………………….9
D. Prinsip prinsip dasar ekonomi islam...............................................................................................11
E. Politik ekonomi Islam di Indonesia Era
Reformasi………………………………………………………………………12
F. Politik Ekonomi Islam di Era
Globalisasi……………………………………………………………………………………..17
BAB III.....................................................................................................................................................20
PENUTUP................................................................................................................................................20
A. KESIMPULAN................................................................................................................................20
B. SARAN.........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................22

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu, pertumbuhan dan perkembangan sistem ekonomi
syari’ah diIndonesia semakin hari semakin dirasakan kehadirannya baik dikalangan pelaku bisnis
maupun dikalanganummat Islam yang ingin menjadi muslim secara kaaffah. Hal ini dapat dilihat
dengan munculnya berbagaibentuk lembaga keuangan yang beroperasi secara syari'ah seperti
Perbankan Syari'ah, Asuransi Syari'ah,Reksadana Syari'ah, Obligasi Syari'ah dan sebagainya.

Perkembangan yang signifikan tersebut tentunya menuntut sebuah konsekuensi untuk


segaraditerbitkannya sebuah regulasi yang dapat dijadikan payung hukum atau landasan yusridis
dalampelaksanaannya. Sehingga disamping diakui keberadaannya, sistem ekonomi syari'ah juga
mendapatkanlegitimasi yuridis dari pemerintah. Terbitnya sebuah aturan mengenai ekonomi
syari'ah juga tergantung padakebijakan yang dibuat oleh rezim yang sedang berkuasa yakni ada
tidaknya sikap akomodatif pemerintah dalambentuk kebijakan yang mengakomodir kepentingan
umat islam tersebut.

Tuntutan terhadap pembentukan undang-undang yang mengatur ekonomi syari'ah


merupakan perjuangan panjang umat Islam, karena disamping menuai kontroversi dan polemik,
pemberlakuan sistemekonomi syari'ah juga mendapatkan tantangan besar dalam tataran teknis
dan praktisnya sehingga menuntutperjuangan keras dari praktisi dan akademisi untuk
merumuskan sebuah konsep yang baik. Berangkat daripemikiran tersebut penulis akan mengkaji
sejarah perjuangan pemberlakuan sistem ekonomi syari'ah diIndonesia ditinjau dari aspek politik
hukum yang dimainkannya.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu ekonomi politik?

2. Bagaimana pandangan islam terhadap ekonomi?


3. Apa itu politik ekonomi islam?

4. Apa prinsip prinsip ekonomi islam?

5. Bagaimana politik ekonomi islam di era reformasi?

6. Bagaimana politik ekonomi islam di era globalisasi

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui arti politik ekonomi islam

2. Mengetahui pandangan islam terhadap ekonomi

1
3. Mengetahui politik ekonomi islam

4. Mengetahui prinsip prinsip ekonomi islam


5. Mengetahui politik ekonomi islam di era reformasi

6. Mengetahui politik ekonomi islam di globalisasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Politik


Ekonomi berasal dari bahasa Yunani. Ekonomi berasal dari kata "oikos" yang berarti aturan
dan "nomos" yang berarti rumah tangga. Sedangkan politik berasal dari kata "polis” yang berarti
negara atau kota. Berdasarkan maknanya yang secara empiris tidaklah sama, namun dalam
perkembangan dunia kedua kata tersebut menjadi hal yang berkaitan dan saling mempengaruhi.
Tindakan politik tidak terbebas dari kepentingan ekonomi dan sebuah kebijakan ekonomi tidak
terlepas pula dari kepentingan politik. Dengan demikian ekonomi politik dimaksudkan untuk
mengungkapkan kondisi di mana produksi atau konsumsi diselenggarakan negara-negara.

1. Ekonomi politik menurut para ahli.


Definisi ekonomi polotik menurut Balaam merupakan disiplin intelektual yang mengkaji
hubungan antara ekonomi dan politik.

Menurut P. Todaro, ekonomi politik membahas hubungan politik dan ekonomi dengan
tekanan pada peran kekuasaan dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Pakar lainnya menggunakan istilah ekonomi politik untuk merujuk pada masalah yang
dihasilkan oleh interaksi kegiatan ekonomi dan politik.

Dengan demikian ekonomi politik menjelaskan dan mengungkapkan hukum-hukum


produksi kekayaan di tingkat negara dunia.

2. Ekonomi politik secara umum.

Biasanya ketika berbicara atau membahas ekonomi maka ingatan akan langsung tertuju pada
kata yang tidak lepas dari unsur produksi, komsumsi, distribusi, investasi, ekspor dan impor dan
sebagainya yang tentu berbeda ketika membahas politik, istilah kata yang akan ditemukan seperti
negara, ideologi, kelompok, pemerintah dan sebagainya. Kemudian seiring dengan
perkembangan dunia, kajian mengenai ekonomi politik pun semakin luas. Dengan sengaja atau
tidak kedua kata yang secara empiris maupun istilah berbeda tersebut, dipadu-padankan menjadi
satu kalimat "ekonomi politik".Sehingga dari kata tersebut muncul kajian baru yang berkaitan
dengan kegiatan maupun keputusan yang dilakukan pemerintah dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan kepentingan masayarakat atau rakyannya sesuai dengan tujuan dan ideologi
negara yang bersangkutan.

Ungkapan Economie Politique yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ekonomi
politik,pertama kali muncul di Perancis pada tahun 1615 dengan buku terkenal oleh Antoine
Montchrétien de: Traité de l'Economie Politique. Physiocrats Prancis, Adam Smith, David
Ricardo dan filsuf Jerman, dan sosial teori Karl Marx beberapa eksponen ekonomi politik. Pada
1805, Thomas Malthus menjadi profesor pertama Inggris ekonomi politik, di East India
Company College, Haileybury, Hertfordshire. Guru pertama di dunia dalam ekonomi politik
didirikan pada tahun 1763 di Universitas Wina, Austria, Joseph von Sonnenfels adalah profesor

3
tetap pertama. Di Amerika Serikat, ekonomi politik pertama adalah mengajar di College of
William dan Mary, pada tahun 1784 Adam Smith The Wealth of Nations adalah buku teks yang
dibutuhkan.

Ekonomi dan politik yang berkolaborasi kemudian kedua istilah ini menunjukkan betapa
eratnya keterkaitan faktor-faktor produksi, keuangan dan perdagangan dengan kebijakan
pemerintah seperti dalam dibidang moneter, fiskal dan komersial. Seperti yang telah dibahas
pada sebelumnya, sebenarnya terdapat motif dari ekonomi politik, yaitu bahwa di dalam kegiatan
ekonomi selalu ada yang namannya motif politik yang tidak bisa di pungkiri. Begitupun dalam
kegiatan politik tak jarang terselip secara jelas motif ekonomi. Contoh : Ekspor Cina ke Amerika
dikaitkan dengan kepentingan politik, seperti bila terjadi pelanggaran hak asasi manusia maka
serta merta AS mengancam akan meninjau kembali kebijakan perdagangannya dengan Cina,
Indonesia ketika dianggap tidak mengendalikan keamanan di Timor Timur pasca jajak pendapat,
IMF langsung menghentikan perundingan pemberian bantuan.

Dilihat dari pendekatannya, ekonomi memiiliki sifat yang sangat amat kental untuk
memberikan pandangan bahwa politik dan ekonomi adalah satu hal yang berbeda. Ini berangkat
dari pemikiran bahwa pasar dapat memperbaiki sendiri bila ada kegagalan atau kesalahan-
kesalahan yang dibuat oleh pasar itu sendiri. Pandangan ini menekankan bahwa ekonomi harus
berdiri diluar wilayah-willayah politik karena efektif atau tidaknya sebuah pasar itu diluar
campur tangan pemerintah. Hal ini merupakan khas pemikiran kaum klasik. Namun bila dari
sudut pandang bahwa ekonomi adalah perekonomian maka ekonomi membutuhkan kerangka
politik dan instrument hukum di dalamnya. Dengan demikian akan terlihat adanya keterkaitan
secara langsung maupun tidak langsung bahwa sebuah perilaku para pelaku pasar dalam
ekonomi dan ekonomi itu sendiri memiliki hal-hal yang erat kaitannya dengan politik. Hal
tersebut tampak baik dalam bentuk sistemnya, budaya, kerangka teori, intrumen, lembaga-
lembaga kepentingan danlain-lain.

Keterkaitan antara ekonomi dan politik telah jelas dan gamblang karena ekonomi dan
politik terutama di dunia kemodernan dan serba canggih saat ini, kedepannya hampir tidak akan
ada batasan-batasan yang kuat untuk menyekat satu dengan yang lain. Seperti sistem politik saat
ini yang sangat berpengaruh dalam menentukan pola konsep ekonomi yang haru dilaksanakan
seperti ambil kasus RRC atau Republik Rakyat China yang secara politik jauh dari kata
demokratis secara ekonomi berkebalikan dengan sistem politiknya, teramat kapitalis dan sangat
mendukung pasar bebas, atau Singapura yang menganut Liberalisme dalam perekonomian
namun secarra politik justru jauh berbeda dari sistem perekonomiannya. Disini penekanan secara
teoritis juga lahir ketika ekonomi memberikan kontribusi besar bagi adanya sistem pasar pada
politik dan menggunakan politiklah sebuah sumber daya bisa didistribusikan dan dialokasikan
dalam sebuah instrument-instrumen pemerintahan guna mewujudkan cita-cita tertinggi negara
yang bersangkutan.

4
B. Pandangan Islam Terhadap Ekonomi

Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat harus menyentuh semua lapisan masyarakat baik
kebutuhan primer, sekunder maupun tersier sesuai dengan kemampuan tiap individu. Dalam hal
ini Islam mengarahkan bagaimana barang-barang ekonomi tersebut bisa diperoleh secara cukup
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu menunjukkan pentingnya seseorang untuk
dapat bekerja mencari rezeki. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist yang menjelaskan
mengenai pentingnya seseorang harus bekerja. Dalam suatu peristiwa Rosulullah SAW
menyalami tangahn Sa’ad bin Mua’adz yang dirasakannya kasar kemudian ditanya lalu Sa’ad
menjawab bahwa dia selalu bekerja memenuhi kebutuhannya dengan mengayunkan kapak.
Kemudian rosulullah menciumi tangan Sa’ad seraya menyatakan bahwa “Iniliah dua telapak
tangan yang disukai oleh Allah SWT” dan Rosulullah juga bersabda "Tidaklah seseorang makan
sesuap saja yang lebih baik, selain ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri."

Pandangan Islam terhadap masalah kekayaan berbeda dengan pandangan Islam terhadap
masalah pemanfaatan kekayaan. Menurut Islam, sarana-sarana yang memberikan kegunaan
(utility) adalah masalah tersendiri, sedangkan perolehan kegunaan (utility) adalah masalah lain.
Karena itu kekayaan dan tenaga manusia, dua-duanya merupakan, sekaligus sarana yang bisa
memberikan kegunaan (utility) atau manfaat sehingga, kedudukan kedua-duanya dalam
pandangan Islam, dari segi keberadaan dan produsinya dalam kehidupan, berbeda dengan
kedudukan pemanfaatan serta tata cara perolehan manfaatnya.

Karenanya, Islam juga ikut campur tangan dalam masalah pemanfaatan kekayaan dengan
cara yang jelas. Islam, misalnya mengharamkan beberapa pemanfaatan harta kekayaan, semisal
khamer dan bangkai. Sebagaimana Islam juga mengharamkan pemanfaatan tenaga manusia,
seperti dansa, (tari-tarian) dan pelacuran. Islam juga mengharamkan menjual harta kekayaan
yang haram untuk dimakan, serta mengharamkan menyewa tenaga untuk melakukan sesuatu
yang haram dilakukan. Ini dari segi pemanfaatan harta kekayaan dan pemanfaatan tenaga
manusia. Sedangkan dari segi tata cara perolehannya, Islam telah mensyariatkan hokum-hukum
tertentu dalam rangka memperoleh kekayaan, seperti hokum-hukum berburu, menghidupkan
tanah mati, hokum-hukum kontrak jasa, industry serta hukum-hukum waris, hibbah, dan wasiat.

Oleh sebab itu, Islam telah memberikan pandangan (konsep) yang sangat jelas tentang sistem
ekonomi. Selain itu Islam telah menjadikan pemanfaatan kekayaan serta dibahas dalam ekonomi.
Sementara, secara mutlak Islam tidak menyinggung masalah bagaimana cara memproduksi
kekayaan dan faktor prodok yang bisa menghasilkan kekayaan. Inilah hukum yang hakiki.

5
C. Politik Ekonomi Islam

Negara mengintervensi aktifitas ekonomi untuk menjamin adaptasi hukum islam yang terkait
dengan aktifitas ekonomi masyarakat secara lengkap. Negara dipandang ikut serta dalam
ekonomi islam yang mana untuk menyelaraskan dalil-dali yang ada di dalam nash. Disamping
itu Negara dituntut untuk membuat suatu aturan-aturan yang belum ada di dalam nash Al
Quran, sehingga tidak ada istilah kekosongan hukum. Disamping itu, landasan kebijakan
pembangunan ekonomi diantaranya: tauhid, keadilan dan keberlanjutan. Selain itu kebijakan
ekonomi menurut Islam harus ditopang oleh empat hal, diantaranya: Tanggung jawab soSial,
kebebasan ekonomi yang terbatas oleh syari’ah, pengakuan multiownership, dan etos kerja yang
tinggi. Pilar-pilar pembangunan ekonomi Islam sangat indah yakni: menghidupkan faktor
manusia, pengurangan pemusatan kekayaan, restrukturisasi ekonomi publik, restrukturisasi
keuangan, dan perubahan struktural.

Secara terminologis politik ekonomi adalah tujuan yang akan dicapai oleh kaidah-kaidah
hukum yang dipakai untuk berlakunya suatu mekanisme pengaturan kehidupan masyarakat.
Sedangkan politik ekonomi Islam adalah suatu jaminan untuk tercapainya pemenuhan semua
kebutuhan hidup pokok (basic needs) tiap orang secara keseluruhan tanpa mengabaikan
kemungkinan seseorang dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar
potensi yang dimilikinya sebagai seorang individu yang hidup ditengah komunitas manusia.
Dalam hal ini politik ekonomi Islam tidak hanya berupaya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat saja dalam suatu negara dengan mengabaikan kemungkinan terjamin tidaknya
kebutuhan hidup tiap-tiap individu. Politik ekonomi Islam juga tidak hanya bertujuan untuk
mengupayakan kemakmuran individu semata tanpa kendali tanpa memperhatikan terjamin
tidaknya kehidupan tiap individu lainnya.

Sistem politik ekonomi Islam merupakan seperangkat instrumen agar dapat terwujudkan
kehidupan masyarakat yang harmonis. Namun cita-cita ini sangat sulit untuk diwujudkan
mengingat besarnya kekuatan raksasa dari ideologi sekuler yang menghambat, menghalangi dan
ingin menghancurkan sistem ekonomi Islam melalui berbagai strategi seperti pendidikan,
kebudayaan, ekonomi, kependudukan, politik dsb. Beberapa strategi yang diterapkan imperialis
modern dalam menghalangi berkembangnya sistem kehidupan Islam misalnya: budaya non-
Islami. Dengan menggunakan berbagai macam bentuk pertunjukan dan hiburan serta ditunjang
dengan jaringan informasi global menyebarkan berbagai budaya yang tidak Islami seperti
permisivisme, free sex, alkoholisme, sadisme, hedonistik, konsumtif dsb. Sinergi antara budaya
sekuler dan kekuatan kapitalisme menjadikan pertunjukan-pertunjukan seni dan budaya menjadi
suatu bagian yang masuk dalam ruang kehidupan masyarakat melalui tayangan dalam televisi
dan media massa. Budaya pragmatis dan serba instant melahirkan generasi yang hanya ingin
menikmati hidup serba enak tanpa melalui kerja keras serta tidak mempunyai sensitiftas terhadap
persoalan sosial jangka panjang.

6
Islam memandang tiap orang sebagai manusia yang harus dipenuhi semua kebutuhan primernya
secara menyeluruh. Islam juga memandangnya dengan kapasitas pribadinya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya. Secara
bersamaan Islam memandangnya sebagai orang yang terikat dengan sesamanya dalam dalam
interaksi tertentu, yang dilaksanakan dengan mekanisme tertentu, sesuai dengan gaya hidup
tertentu pula. Oleh karena itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan
taraf kehidupan dalam sebuah negara semata, tanpa memperhatikan terjamin tidaknya tiap orang
menikmati kehidupan tersebut. Islam telah mensyariatkan hukum-hukum ekonomi pada tiap
pribadi. Dengan itu, hukum-hukum syara’ telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh
kebutuhan primer tiap warga negara Islam secara menyeluruh, baik sandang, pangan, papan,
jasmani maupun rohani.

Islam mewajibkan bekerja tiap manusia yang mampu bekerja, sehingga dia bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhan primernya sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi
tanggungannya. Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan berusaha. Bahkan
Islam telah menjadikan hukum mencari rezeki tersebut. Adalah fardhu.

Allah SWT Berfirman:

"Maka, berjalanlah di segala penjurunya, serta makanlah sebagian rezeki-Nya." (QS. Al-Mulk:
15)

D. Prinsip prinsip dasar ekonomi islam


Salah satu karakteristik sistem ekonomi Islam adalah adanya tuntutan untuk lebih mengutamakan
aspek hukum dan etika bisnis Islami. Dalam sistem ekonomi Islam terdapat suatu keharusan
untuk menerapkan prinsip-prinsip syari‟ah dan etika bisnis yang Islami (Adiwarman Karim,
Nenny Kurnia dan Ilham D. Sannang: 2001, 12). Secara filosofis, prinsip-prinsip ekonomi Islam
tersebut mencakup atas: prinsip ibadah (al-tauhid), persamaan (al-musawat), kebebasan (al-
hurriyat), keadilan (al-„adl), tolong-menolong (al-ta‟awun) dan toleransi (al-tasamuh) (Ahmad
Azhar Basyir: 1992, 186). Prinsip-prinsip tersebut merupakan pijakan yang sangat mendasar bagi
penyelenggaraan semua lembaga keuangan syari‟ah baik bank maupun non bank. Sedangkan
etika bisnis Islami terkait dengan politik ekonomi Islam yang mengatur segala bentuk
kepemilikan,

Rasulullah saw juga bersabda:

"Tidaklah seseorang makan sesuap saja yang ebih baik, selain ia makan dari hasil kerja
tangannya sendiri."

pengelolaan dan pendistribusian harta antar individu dan kelompok secara proporsional. Etika
bisnis Islami menolak tegas praktek monopoli, eksploitasi dan diskriminasi serta pengabaian hak
dan kewajiban ekonomi antar individu dan kelompok. Islam melarang kegiatan ekonomi yang
ilegal dan bertentangan dengan etika bisnis Islami, sehingga praktek monopoli dan oligopoli

7
secara tegas dilarang dalam Islam sebab akan berdampak negatif kepada terjadinya kesenjangan
sosial dan ekonomi di masyarakat. Perumusan etika ekonomi Islam dalam setiap kegiatan bisnis
diperlukan untuk memandu segala tingkah laku ekonomi di kalangan masyarakat muslim. Etika
bisnis Islami tersebut selanjutnya dijadikan sebagai kerangka praktis yang secara fungsional akan
membentuk suatu kesadaran beragama dalam melakukan setiap kegiatan ekonomi (religiousness
economyc practical guidance), sehingga terdapat upaya untuk menghindarkan diri dari perilaku
ekonomi yang salah. Etika ekonomi Islam, sebagaimana dirumuskan oleh para ahli ekonomi
Islam adalah suatu ilmu yang mempelajari aspek-aspek kemaslahatan dan kemafsadatan dalam
kegiatan ekonomi dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh mana dapat diketahui
menurut akal fikiran (rasio) dan bimbingan wahyu (nash).

Etika ekonomi dipandang sama dengan akhlak, karena keduanya sama-sama membahas tentang
kebaikan dan keburukan pada tingkah laku manusia. Sedangkan tujuan etika Islam menurut
kerangka berfikir filsafat adalah memperoleh suatu kesamaan ide bagi seluruh manusia di setiap
waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku baik dan buruk sejauhmana dapat dicapai dan
diketahui menurut akal fikiran manusia (Taqiyuddin An-Nabhani: 1996, 52). Namun demikian,
untuk mencapai tujuan tersebut, etika ekonomi Islam mengalami kesulitan karena pandangan
masing-masing golongan di dunia ini berbeda-beda perihal standar normatifnya. Masing-masing
mempunyai ukuran dan kriteria yang berbeda-beda pula. sebagai cabang dari filsafat, ajaran etika
bertitik tolak dari akal fikiran dan tidak dari ajaran agama. Dalam Islam, ilmu akhlak dapat
difahami sebagai pengetahuan yang mengajarkan tentang kebaikan dan keburukan berdasarkan
ajaran Islam yang bersumber kepada akal dan wahyu. Atas dasar itu, maka etika ekonomi yang
dikehendaki dalam islam adalah perilaku sosial ekonomi yang harus sesuai dengan ketentuan
wahyu serta fitrah dan akal pikiran manusia yang lurus.

E. Politik ekonomi Islam di Indonesia Era Reformasi


Dalam konteks ekonomi Islam, pakar yang banyak mengembangkan disiplin politik ekonomi
Islam adalah Masudul Alam Choudhury. Menurut beliau, politik ekonomi Islam adalah
essentially a study of the endogenous role of ethico-economic relationships between polity and
the deep ecological system. Dalam redaksi yang lain beliau mendefinisikan sebagai the study of
interactive relationships between polity (Shura) and the ecological order (with market
subsystem) (http://www.uccb.ns.ca/mchoudhu/ipe.htm,).

Dalam konteks Indonesia, politik ekonomi Islam pemerintah RI diejawantahkan dalam bentuk
“intervensi” pemerintah dalam berbagai bentuknya (termasuk meregulasi, masuk ke industri,
menginisiasi suatu gerakan, dan lain-lain). Intervensi ini bermakna positif karena bukan kooptasi
terhadap ekonomi Islam tetapi justru mendorong perkembangan ekonomi Islam. Secara politik
ekonomi Islam, ada beberapa rasional yang mengharuskan pemerintah RI melakukan intervensi
terhadap pengembangan ekonomi Islam, yaitu: (1) Industri keuangan syariah memiliki dampak
yang positif bagi stabilitas perekonomian makro Indonesia, (2) Industri keuangan syariah
memiliki ketahanan/ resistensi yang cukup tinggi terhadap goncangan krisis keuangan, (3)
Diperlukannya peran aktif pemerintah sebagai regulator dan supervisor sehingga tercipta
efisiensi, transparansi dan berkeadilan, (4) Ekonomi Islam dapat berperan sebagai penyelamat

8
bila terjadi ketidakpastian usaha/ perekonomian (5) Dalam teori maupun realitasnya, industri
keuangan syariah membutuhkan infrastruktur yang mendukung perkembangannya (Siamat,
2009). Dalam koridor itulah, politik ekonomi Islam pemerintah RI pada era reformasi dapat
dipaparkan sebagai berikut:

1. Diundangkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) disahkan pada 7 Mei
2008. Lahirnya UU SBSN memberikan harapan di tengah APBN yang selalu defisit untuk bisa
mendorong tersedianya sumber keuangan alternatif bagi negara. UU SBSN saat ini telah menjadi
landasan hukum bagi pemerintah RI untuk penerbitan sukuk negara guna menarik dana dari
investor. Sukuk dipandang sebagai alternatif yang lebih baik daripada berutang ke luar negeri
karena antara lain mengandung unsur kerja sama investasi, berbagi risiko dan keterlibatan aset
(proyek riil) yang juga mendasari penerbitan sukuk (Ismal dan Musari, 2009). Sukuk negara ada
yang diterbitkan untuk investor besar (institusi) disebut IFR (ijara fixed rate) yang minimal
pembeliannya 1 Miliar. Sedangkan untuk perorangan (ritel) disebut Sukuk Ritel (SR) yang
diterbitkan setiap Februari. Hingga tahun 2011 telah diterbitkan 3 seri SR. Tujuan utama
pemerintah menerbitkan sukuk negara adalah untuk membiayai APBN, termasuk membiayai
pembangunan proyek. Ini menunjukkan dukungan pemerintah untuk mendanai APBN dengan
instrumen keuangan Syariah, dan terbukti perkembangan sukuk global maupun ritel sangat pesat
setelah ada political will pemerintah dengan mengesahkan UU SBSN.

2. Diundangkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah


Pada 17 Juni 2008 telah diundangkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Lahirnya UU Perbankan Syariah menandai era baru perbankan Syariah berpayung hukum jelas.
Dengan UU Perbankan Syariah ini makin memperkuat landasan hukum perbankan Syariah
sehingga dapat setara dengan bank konvensional. Selain itu, payung hukum ini makin
menguatkan eksistensi perbankan syariah di Indonesia dan juga dapat makin memacu
peningkatan peran dan kontribusi perbankan syariah dalam mengentaskan kemiskinan (poverty
alleviation), kesejahteraan masyarakat, dan pembukaan lapangan kerja serta pembangunan
nasional. Perlu digarisbawahi bahwa perkembangan pesat perbankan syariah tidak bisa
dilepaskan dari dukungan regulasi. Kehadiran bank syariah pertama pada 1992, yaitu Bank
Muamalat Indonesia, terjadi berkat dukungan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Booming
perbankan syariah sejak 1999 juga hasil dari dukungan regulasi, yaitu Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 yang kemudian diperkuat oleh UU
Nomor 3 Tahun 2004. Setelah diundangkannya UU Perbankan Syariah terjadi akselerasi
perkembangan perbankan Syariah yang dibuktikan bahwa pada Januari 2011, jumlah bank
Syariah telah menjadi 11 BUS, 23 UUS, 151 BPRS dengan aset mencapai 95 Trilyun plus 745 M
(per Januari 2011) (BI, 2011: 6). padahal sebelumnya hanya ada 3 BUS saja dengan total aset 48
T plus 82 M.

3. Pemerintah yang diwakili BUMN mendirikan Bank Syariah

9
Bukti nyata dari politik ekonomi Islam yang diperankan pemerintah dalam sektor industri
perbankan Syariah adalah berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM) yang modal inti terbesarnya
dari Bank Mandiri yang nota benenya bank BUMN, berdirinya BRI Syariah yang modal inti
terbesarnya dari Bank BRI yang nota benenya bank BUMN, BNI Syariah yang modal inti
terbesarnya dari BNI 45 yang nota benenya bank BUMN yang juga berplat merah, pegadaian
Syariah yang berada dibawah perum pegadaian yang merupakan BUMN, dan lain-lain.

4. Diundangkannya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan


Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004,
ditambah Kepmen Nomor 04 Tahun 2009 tentang Administrasi Wakaf Uang. Sebelum itu, telah
ada berbagai peraturan yang mengatur tentang wakaf. Peraturan yang mengatur tentang wakaf
adalah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, khususnya pasal 5,
14 (1), dan 49, PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, Peraturan Menteri No. 1
Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977, Intruksi Bersama Menag RI
dan Kepala BPN No. 4 Tahun 1990 tentang Sertifikat Tanah Wakaf, Badan Pertanahan Nasional
No. 630.1-2782 tantang Pelaksanaan Penyertifikatan Tanah Wakaf, Inpres No. 1 Tahun 1991
tentang KHI, SK Direktorat BI No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah (pasal 29 ayat 2 berbunyi: bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu
menerim dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya
dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan
[qard al-hasan]), SK Direktorat BI No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah (pasal 28 berbunyi: BPRS dapat bertindak sebagai lembaga baitul
mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana
sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau
pinjaman kebajikan [qard al-hasan]). Itu semua menunjukkan politik ekonomi Islam yang
diperankan pemerintah RI dalam ranah keuangan publik Islam telah menunjukkan
keberpihakannya pada penerapan keuangan publik Islam secara legal formal.

5. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)

MUI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang keagamaan yang berhubungan
dengan kepentingan umat Islam Indonesia membentuk suatu dewan syariah yang berskala
nasional yang bernama Dewan Syariah Nasional (DSN), berdiri pada tanggal 10 Februari 1999
sesuai dengan Surat Keputusan (SK) MUI No. kep-754/MUI/II/1999. Lembaga DSN MUI ini
merupakan lembaga yang memiliki otoritas kuat dalam penentuan dan penjagaan penerapan
prinsip Syariah dalam operasional di lembaga keuangan Syariah, baik perbankan Syariah,
asuransi Syariah dan lain-lain. Hal ini sebagaimana termuat dalam UU No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah pasal 32 maupun UU No.40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas
pasal 109 yang pada intinya bahwa Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di bank Syariah
maupun perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dewan
Pengawas Syariah tersebut hanya dapat diangkat jika telah mendapatkan rekomendasi DSN
MUI.

10
Keberadaan ulama dalam stuktur kepengurusan perbankan maupun perseroan lainnya merupakan
keunikan tersendiri bagi suatu lembaga bisnis. Para ulama yang berkompeten di bidang hukum
syariah dan aplikasi perbankan dan perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah memiliki fungsi dan peranan yang amat besar dalam penetapan dan pengawasan
pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam lembaga bisnis.Kewenangan ulama dalam
menetapkan dan mengawasi plaksanaan hukum perbankan syariah berada di bawah koordinasi
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). DSN adalah dewan yang
dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas
lembaga keuangan syariah. Sedangkan Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang ada
di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga
keuangan syariah. DSN membantu pihak terkait seperti Departemen keuangan, Bank Indonesia,
dan lain-lain dalam menyusun peraturan atau ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
Keanggotaan DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait
dengan muamalah syariah. Keanggotaan DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti
4 tahun. Tugas dan kewenangan Dewan Syariah nasional adalah sebagai berikut: (a)
Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada
umumnya dan keuangan pada khususnya. (b) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan
keuangan. (c) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. (d) Mengawasi
penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

Untuk dapat menjalankan tugas, Dewan Syariah Nasional memiliki kewenangan: (a)
Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan
menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. (b)Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi
ketentuan atau peraturan yang dikeluarkan oleh instasi yang berwenang, seperti Departemen
Keuangan dan Bank Indonesia. (c) Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi
nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah. (d)
Mengundang para ahli menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi
syariah, termasuk otoritas moneter atau lembaga keuangan dalam maupun luar negeri. (e)
Memberikan peringatan kepada lembaga-lembaga keuangan syariah untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN. (f) Mengusulkan kepada instansi
yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.Untuk
memperkuat kewenangan sebagai bank sentral yang mengurusi sistem keuangan syariah dalam
negara republik Indonesia, Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan DSN-MUI yang
memiliki otoritas di bidang hukum syariah. Bentuk kerja sama antara Bank Indonesia dengan
DSN-MUI diwujudkan melalui nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MOU)
untuk menjalankan fungsi pembinaan dan pegawasan terhadap perbankan syariah. Dengan
adanya kerja sama tersebut, berarti keberadaan DSN-MUI menjadi sangat penting dalam
pengembangan sistem ekonomi dan perbankan syariah negeri ini

(Himpunan Fatwa DSN, 281-284).

6. UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat

11
Diundangkannya UU Zakat menunjukkan politik ekonomi Islam dalam ranah keuangan publik
pemerintah RI cukup akomodatif terhadap kebutuhan umat Islam untuk melaksanakan rukun
Islam yang ke-3. Menurut Direktorat Pemberdayaan Zakat yang disampaikan dalam Lokakarya
Peradaban Zakat di DIY, 7-9 April 2008 potensi zakat yang dapat dikumpulkan secara nasional
mencapai 39 triliun Rupiah per tahun. Angka ini hampir sama dengan hasil kajian Rumah Zakat
pada tahun 2007. Padahal dari potensi yang sebegitu besar itu, baru 1 triliun-an yang dapat
dihimpun. Oleh karena itu, UU Zakat adalah kebutuhan umat Islam. Persoalannya, ternyata UU
tersebut belum bisa berperan optimal untuk menarik zakat. Oleh karena itu perlu politik ekonomi
Islam lanjutan, untuk lebih memikat muzakki, mestinya zakat yang semula hanya sebagai
pengurang penghasilan kena pajak (PPKP) ditingkatkan menjadi pengurang pajak (tax
deductible). Misalnya PPh terhadap penghasilan (profesi) di atas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp.
250.000.000,00 adalah 15% (Tarif PPh Pasal 17 UU PPh No 36 tahun 2008). Subyek pajaknya
sudah membayar zakat sebesar 2,5%, maka tinggal membayar Pajak kekuarangannya, yaitu 15%-
2,5% = 12,5%. Dengan demikian, fungsi zakat sebagai penghargaan (reward) terhadap pembayar
pajak, menjadi lebih signifikan. Dengan kebijakan itu, meski pajak secara prosentase menjadi lebih
kecil namun proyeksi total amount-nya akan lebih besar seiring besarnya semangat rakyat
membayar pajak.

7. Diundangkannya UU No. 3 Tahun 2006.

Diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang


Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah memberikan arah baru bagi kompetensi
Peradilan Agama. Semula kompetensi Pengadilan Agama identik dengan NTCR (Nikah, Talak,
Cerai dan Rujuk), akan tetapi dengan adanya UU Nomor 3 Tahun 2006 tersebut, kompetensi
Peradilan Agama bertambah, khususnya sebagaimana yang tersebut dalam pasal 49 huruf i, yakni
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi Syariah.

Ekonomi Syariah yang dimaksud dalam pasal 49 huruf i, penjelasannya mencakup (a) bank
syari‟ ah; (b) lembaga keuangan mikro syari‟ah; (c) asuransi syari‟ah; (d) reasuransi syari‟ah;
(e) Reksa dana syari‟ ah; (f) obligasi syari‟ah dan surat berharga berjangka menengah syari‟ah;
(g) sekuritas syari‟ ah; (h) pembiayaan syari‟ah; (i) Pegadaian syari‟ah; (j) dana pensiun
lembaga keuangan syari‟ah; dan bisnis syari‟ah. Salah satu pertimbangan diundangkannya
UU Nomor 3 Tahun 2006, poin c adalah bahwa Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam
Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini memang sangat benar.
Perkembangan kebutuhan hukum masyarakat tidak dapat dipenuhi dengan UU No. 7 Tahun
1989, terutama setelah tumbuh dan berkembangnya praktik ekonomi Islam di
Indonesia.Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2006, peradilan yang berkompeten untuk
menyelesaikan perkara di bidang ekonomi Syariah adalah pengadilan agama. Di samping itu,
dibuka pula kemungkinan penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan,
lembaga arbitrase, atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati

12
di dalam akad oleh para pihak. Ketentuan ini juga memberikan kepastian saluran hukum bagi
pencari keadilan dalam masalah yang timbul di bank Syariah.

8. KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah)

Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah (KHES) yang dikordinir oleh Mahkamah
Agung (MA) RI yang kemudian dilegalkan dalam bentuk PERATURAN MAHKAMAH
AGUNG (PERMA) 02 Tahun 2008 merupakan respon terhadap perkembangan baru dalam
kajian dan praktek ekonomi Islam di Indonesia. Praktik hukum ekonomi Islam secara
institusional di Indonesia itu sudah dimulai sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI)
pada tahun 1991, kemudian disusul oleh lembaga keuangan syari‟ah (LKS) lainnya setelah
melihat prospek dan ketangguhan LKS seperti BMI ketika melewati krisis ekonomi nasional
sekitar tahun 1998. Belakangan, perkembangan LKS tersebut semakin pesat yang tentu akan
menggambarkan banyaknya praktek hukum muamalat di kalangan umat Islam.Banyaknya
praktek hukum tersebut juga sarat dengan berbagai permasalahan yang muncul akibat dari tarik
menarik antar kepentingan para pihak dalam persoalan ekonomi, sementara untuk saat ini belum
ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus terhadap permasalahan itu.

Sejak tahun 1994, jika ada sengketa ekonomi syariah maka diselesaikan lewat Badan Arbitrase
Syariah Nasional (Basyarnas) yang hanya sebagai mediator (penengah) dan belum mengikat
secara hukum. Peraturan yang diterapkan juga masih terbatas pada peraturan Bank Indonesia
(BI) yang merujuk kepada fatwa-fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI). Sedangkan fatwa itu, sebagaimana dimaklumi dalam hukum Islam, adalah pendapat
hukum yang tidak mengikat seluruh umat Islam. Sama halnya dengan fikih.

Kehadiran KHES merupakan bagian upaya positifisasi hukum perdata Islam dalam sistem
hukum nasional. Untuk saat ini positifisasi hukum ekonomi Islam sudah menjadi keniscayaan
bagi umat Islam, mengingat praktek ekonomi syari‟ah sudah semakin semarak melalui LKS-
LKS. Kompilasi tersebut kemudian dijadikan acuan dalam penyelesaian perkara-perkara
ekonomi syari‟ ah yang semakin hari semakin bertambah, seiring dengan perkembangan LKS.
Adapun lembaga peradilan yang berkompetensi dalam penerapan KHES adalah Peradilan Agama
(PA) sebagaimana diamanatkan UU No. 3 Tahun 2006.

9. Gerakan Wakaf tunai

Gerakan nasional wakaf tunai dimotori oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana
Negara Jakarta pada 8 Januari 2010, pengelolaannya diserahkan ke Badan Wakaf Indonesia
(BWI). BWI sudah membuat aturan tentang wakaf uang sehingga pengumpulan, penggunaannya
dan pertanggungjawabannya dapat transparan serta akan diaudit oleh auditor independen. Wakaf
selama ini identik dengan tanah namun dengan dicanangkannya gerakan nasional wakaf tunai
maka kini masyarakat diperkenalkan dengan wakaf berbentuk uang yang lebih fleksibel

13
digunakan untuk kesejahteraan umat sekaligus memudahkan masyarakat yang ingin wakaf
karena ada alternatif bentuk wakaf. Wakaf tunai hukumnya adalah dibolehkan, dengan cara
menjadikan uang menjadi modal usaha dan keuntungannya disalurkan pada penerima wakaf.

10. Dikeluarkannya PP Nomor 39 Tahun 2008

PP Nomor 39 Tahun 2008 tentang Asuransi syariah adalah perubahan kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Walaupun
pemerintah belum mengundangkan secara khusus tentang asuransi Syariah, akan tetapi hadirnya
PP Nomor 39 tersebut menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan industri
asuransi Syariah sebagai bagian politik ekonomi Islamnya.

11. Didirikannya Direktorat pembiayaan Syariah di DEPKEU


Direktorat Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan
RI merupakan direktorat yang melaksanakan amanah UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN,
sehingga lahirnya berbagai jenis sukuk negara, di antaranya adalah sukuk ritel dan korporasi.

12. Penyelenggaraan World Islamic Economic Forum (WIEF) di Indonesia


World Islamic Economic Forum (WIEF)/Forum Ekonomi Negara- Negara Islam ke-5 yang
diselenggarakan di Indonesia, pada 2-3 Maret 2009 dengan didukung penuh oleh pemerintah
merupakan suatu bukti dukungan dan political will pemerintah terhadap pengembangan ekonomi
Islam. World Islamic Economic Forum ke-5 tersebut berkontribusi sebagai salah satu upaya
menemukan solusi mengatasi dampak krisis keuangan global dengan pendekatan ekonomi Islam.

F. Politik Ekonomi Islam di Era Globalisasi


Dalam lingkup politik ekonomi, ahli yang selalu membicarakan mengenai disiplin politik
ekonomi Islam yakni Masudul Alam Choudhury. Menurut beliau, bahwa politik ekonomi Islam
merupakan essentially a study of the endogenous role of ethico-economic relationships between
polity and the deep ecological system. Dalam redaksi yang lain beliau mendefinisikan sebagai
the study of interactive relationship between polity (shura) and the ecological order (with market
subsystem). Dalam pandangan inilah, politik ekonomi Islam di Indonesia di era globalisasi dapat
sampaikan sebagai berikut:
1. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Di Indonesia, aturan mengenai bank syariah tertuang dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah. Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip Islam dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Tugas komite Perbankan Syariah adalah membantu
Bank Indonesia dalam menafsirkan fatwa MUI yang terkait dengan perbankan syariah,

14
memberikan masukan dalam rangka penerapan fatwa MUI kedalam PBI, dan melakukan
pengembangan industri perbankan syariah. Perlu diketahui kemajuan perbankan syariah tidak
terlepas dari dukungan aturan. Kemunculan BMI ini kemudian diikuti dengan lahirnya UU No. 7
Tahun 1992 tentang perbankan yang mengakomodasi perbankan dengan prinsip bagi hasil bank
umum maupun BPRS. Kemudian keluar UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7
tahun 1992 yang mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional serta
memperkenankan bank konvensional membuka kantor cabang syariah. perbankan syariah mulai
tahun 1999 hasil dari dukungan regulasi, yakni UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23 Tahun
1999 kemudian diperkuat oleh UU No.3 Tahun 2004. Kemudian diundangkan UU Perbankan
Syariah terjadi percepatan perkembangan perbankan syariah yang dibuktikan bahwa pada januari
2011. 14

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) mulai
berlaku sejak diundangkan, adalah pada 7 Mei 2008. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
bertujuan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk
membiayai pembangunan proyek.15

3. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan rapat Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional
(DSN) pada tanggal 14 Oktober 1997. Kemudian Dewan Pimpinan MUI menerbitkan SK No. Kep-
754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999 tentang Pembentukan Dewan Syariah Nasional
MUI. Kemudian DSN MUI dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenal
persoalan perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian atau
keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan nilai-nilai Islam. Ini merupakan langkah
efisisensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan
persoalan ekonomi atau keuangan. Berbagai masalah atau kasus yang memerlukan fatwa akan
ditampung dan dibahas agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-
masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah dapat mendorong
penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, DSN-MUI akan selalu berperan
secara proaktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang berubah-ubah dalam
bidang ekonomi dan keuangan.

4. UU No. 21 Tahun 2004 tentang Wakaf

Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan


Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004,
ditambah Kepmen Nomor 04 Tahun 2009 tentang Administrasi Wakaf Uang. Sebelum itu, sudah
ada berbagai peraturan yang mengatur tentang wakaf.

5. UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat

15
Secara substansial, pengertian ini kemudian dipertegas lagi dalam keputusan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Dalam pasal 1 Ayat 1 Keputusan Menteri menyatakan bahwa Badan Amil
Zakat merupakan organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur
masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan
mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Diundangkan UU Zakat menyatakan
politik ekonomi Islam dalam wilayah keuangan publik pemerintah cukup terpenuhi terhadap
kebutuhan umat Islam dapat melaksanakan rukun Islam yang ke-3.18

6. Peraturan Pemerintah UU No. 39 Tahun 2008 tentang Asuransi Syariah

Perubahan kedua atas Peraturan pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian. Meskipun pemerintah belum mengundangkan dan belum diatur secara
khusus tentang asuransi Syariah, dengan demikan hadirnya PP Nomor 39 ini menunjukkan
keberpihakan pemerintah terhadap perkembanganindustri asuransi Syariah, ini merupakan
sebagai bagian politik ekonomi Islamnya.19

7. Pemerintah yang diwakili BUMN mendirikan Bank Syariah


Fakta dalam politik ekonomi Islam yang diperankan pemerintah dalam sektor industri perbankan
syaiah yaitu berdirinya BRI Syariah yang modal intinya dari Bank BRI yang nota benenya bank
BUMN, Bank Syariah Mandiri (BSM) yang modal intinya dari Bank Mandiri yang nota benenya
bank BUMN, BNI Syariah yang modal inti terbesarnya dari BNI 45 yang nota benenya bank
BUMN yang juga berplat merah, pegadaian syariah yang berada dibawah perum pegadaian yang
merupakan BUMN, dan lain sebagainya.

8. Penyelenggaraan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 6 th di Indonesia

ISEF merupakan salah satu festival pelaku ekonomi syariah terbesar tahunan. Acara ini rutin
digelar oelh Bank Indonesia (BI), Komite Nasional Kuangan Syariah (KNKS), Badan Pengelola
Keuangan Haji (BPKH), hingga Kementerian Luar Negeri. Indonesia Sharia Economic Festival
(ISEF) di selenggarakan pada tanggal 12-16 November 2019 di Jakarta Convention Centre
(JCC).

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani. Ekonomi berasal dari kata "oikos" yang berarti
aturan dan "nomos" yang berarti rumah tangga. Sedangkan politik berasal dari kata "polis” yang
berarti negara atau kota. Berdasarkan maknanya yang secara empiris tidaklah sama, namun
dalam perkembangan dunia kedua kata tersebut menjadi hal yang berkaitan dan saling
mempengaruhi. Tindakan politik tidak terbebas dari kepentingan ekonomi dan sebuah kebijakan
ekonomi tidak terlepas pula dari kepentingan politik. Dengan demikian ekonomi politik
dimaksudkan untuk mengungkapkan kondisi di mana produksi atau konsumsi diselenggarakan
negara-negara.

Islam telah memberikan pandangan (konsep) yang sangat jelas tentang sistem ekonomi.
Selain itu Islam telah menjadikan pemanfaatan kekayaan serta dibahas dalam ekonomi.

17
Sementara, secara mutlak Islam tidak menyinggung masalah bagaimana cara memproduksi
kekayaan dan faktor prodok yang bisa menghasilkan kekayaan. Inilah hukum yang hakiki.
Sistem politik ekonomi Islam merupakan seperangkat instrumen agar dapat terwujudkan
kehidupan masyarakat yang harmonis. Namun cita-cita ini sangat sulit untuk diwujudkan
mengingat besarnya kekuatan raksasa dari ideologi sekuler yang menghambat, menghalangi dan
ingin menghancurkan sistem ekonomi Islam melalui berbagai strategi seperti pendidikan,
kebudayaan, ekonomi, kependudukan, politik dsb. Secara terminologis politik ekonomi adalah
tujuan yang akan dicapai oleh kaidah-kaidah hukum yang dipakai untuk berlakunya suatu
mekanisme pengaturan kehidupan masyarakat. Sedangkan politik ekonomi Islam adalah suatu
jaminan untuk tercapainya pemenuhan semua kebutuhan hidup pokok (basic needs) tiap orang
secara keseluruhan tanpa mengabaikan kemungkinan seseorang dapat memenuhi kebutuhan
sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar potensi yang dimilikinya sebagai seorang individu
yang hidup ditengah komunitas manusia.

Secara filosofis, prinsip-prinsip ekonomi Islam tersebut mencakup atas: prinsip ibadah (al-
tauhid), persamaan (al-musawat), kebebasan (al-hurriyat), keadilan (al-„adl), tolong- menolong
(al-ta‟awun) dan toleransi (al-tasamuh) (Ahmad Azhar Basyir: 1992, 186). Prinsip-
prinsip tersebut merupakan pijakan yang sangat mendasar bagi penyelenggaraan semua lembaga
keuangan syari‟ ah baik bank maupun non bank. Sedangkan etika bisnis Islami terkait dengan
politik ekonomi Islam yang mengatur segala bentuk kepemilikan,

Politik ekonomi Islam pemerintah RI pada era reformasi dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Diundangkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara


(SBSN).

2. Diundangkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

3. Pemerintah yang diwakili BUMN mendirikan Bank Syariah

4. Diundangkannya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

5. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)

6. UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat

7. Diundangkannya UU No. 3 Tahun 2006

8. KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah)

9. Gerakan Wakaf tunai

10. Dikeluarkannya PP Nomor 39 Tahun 2008

11. Didirikannya Direktorat pembiayaan Syariah di DEPKEU

12. Penyelenggaraan World Islamic Economic Forum (WIEF) di Indonesia

18
Politik ekonomi Islam di Indonesia di era globalisasi dapat sampaikan sebagai berikut:

1. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah


2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

3. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)

4. UU No. 21 Tahun 2004 tentang Wakaf

5. UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat

6. Peraturan Pemerintah UU No. 39 Tahun 2008 tentang Asuransi Syariah


7. Pemerintah yang diwakili BUMN mendirikan Bank Syariah

8. Penyelenggaraan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 6 th di Indonesia

B. SARAN
Pentingnya bagi seorang muslim untuk mengetahui politik ekonomi dalam islam
sudah sewajarnya untuk muslim sejati untuk bisa berpolitik ekonomi sesuai ajaran islam. Oleh
karena itu dengan mengetahui politik ekonomi Islam, Dalam politik ekonomi Islam

perlu banyak hal dapat dilakukan dalam mengembangkan ekonomi Islam dan keuangan

Syariah dalam memujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia dalam

kehidupan sosial bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
http://pmarrisalah.com/tki-arrisalah/
http://pmarrisalah.com/politik-ekonomi-islam.html

http://ganzdy.blogspot.co.id/2015/07/makalah-politik-ekonomi-islam.html

Ibrani,syarif jamal.2003. Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi

Nata, Abbudin. 1998.Metodologi studi islam. Jakarta: Rajawali

19

Anda mungkin juga menyukai