Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TEORI EKONOMI POLITIK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

“Ekonomi Kelembagaan”

Dosen Pengampu: Ana M. Maghfiroh, M. Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 5 ES 6B

1. Salsa Nurasyifa (126402201049)


2. Angri Dea Imra’lia Aufana (126402202077)
3. Aprlilianita Putri Syahindri (126402202079)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

MARET 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat, taufiq, serta
hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Teori Ekonomi Politik” dengan tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita


Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing dan membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju zaman islamiyah yang penuh cahaya ilahi.

Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini, penyusun tidak lupa


mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung
2. Ana M. Maghfiroh, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi
Kelembagaan
3. Orang tua yang telah mendukung dalam proses pembelajaran dan
pembuatan makalah ini
4. Teman-teman Ekonomi Syariah kelas 6B
Demikian yang dapat kami sampaikan, kami menyadari atas kekurangan
dalam menyusun makalah ini. Kami mohon maaf dan menerima saran serta kritik
yang bersifat membangun, dengan harapan untuk kedepannya bisa lebih baik dan
sempurna. Semoga makalah yang masih sederhana dan masih banyak kekurangan
ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca umumnya.

Tulungagung, 25 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Sejarah dan Pemaknaan Ekonomi Politik....................................................4


B. Teori Pilihan Publik...................................................................................11
C. Teori Rent-seeking.....................................................................................14
D. Teori Redistributive Combines dan Keadilan............................................16

BAB III PENUTUP..............................................................................................20

A. Kesimpulan................................................................................................20
B. Saran...........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Munculnya teori ekonomi dapat dilacak dari periode antam abad
14 dan 16, yang biasa disebut masa “reformasi besar” di Eropa Barat
sebagai implikasi dari sistem perdagangan yang secara perlahan
menyisihkan sistem ekonomi feudal pada abad pertengahan. Tumbuhnya
pasar ekonomi baru yang besar tersebut telah memunculkan peluang
ekspresi bagi aspirasi-aspirasi individu dan memperkuat jiwa
kewirausahaan yang sebelumnya ditekan oleh lembaga gereja negara, dan
komunitas. Selanjutnya, pada abad 18 muncul abad pencerahan yang
marak di Perancis dengan para pelopornya, antara lain. Voltaire, Diderot,
D'Alembert dan Condilac, Pusat gagasan dari ide pencerahan tersebut
adalah adanya otonom individu dan eksplanasi kapasitas mamisia. Para
pemimpin dari aliran ini mempercayai bahwa kekuatan akal akan dapat
menyingkirkan manusia dan segala bentuk kesalahan. Ide dan abad
pencerah inilah yang bertumpu kepada ilmu pengetahuan masyarakat
(scince of society), yang sebetulnya menjadi dasar ekonomi politik.
Sedangkan istilah ekonomi politik sendiri pertama kali diperkenalkan oleh
penulis Perancis. Amoyne de Montchetien (1575-1621), dalam bukunya
yang berjudul Triatise on Political Economy. Sedangkan dalam bahasa
Inggris, penggunaan istilah ekonomi politic terjadi pada 1767 lewat
publikasi Sir James Stewart (1712-1789) berjudul Inquiry in the Principles
of Political Ecomummy.
Pada awal-awal masa itu, para ahli ekonomi politik
mengembangkan ide tentang keperluan negara untuk menstimulasi
kegiatan ekonomi (bisnis). Pasar dianggap masih belum berkembang pada
saat itu, sehingga pemerintah memiliki tanggungjawab untuk membuka
wilayah baru perdangangan, memberikan perlindungan (perilaku ekonomi)
dari kompetisi, dan menyediakan pengawasan untuk produk yang bermutu.

1
Namun akhir abad 18, pandangan itu ditentang karena dipandang
pemerintah bukan lagi sebagai agen yang baik untuk mengatur kegiatan
ekonomi. tetapi justru sebagai badan yang merintangi upaya untuk
memperoleh kesejahteraan. Perdebatan antara para ahli ekonomi politik
itulah yang akhirnya memunculkan banyak sekali aliran dalam tradisi
pemikiran ekonomi politik. Secara garis besar, mazhab itu dapat dipecah
dalam tiga kategori, yakni:
1) Aliran ekonomi politik konservatif yang dipelopori oleh Edmund
Burke,
2) Aliran ekonomi politik klasik yang dipelopori oleh Adam Smith.
Thomas Malthus. David Ricardo. Nassau Senior, dan Jean Baptiste
Say.
3) Aliran ekonomi politik radikal yang dipelopori oleh Willian
Godwin, Thomas Paine, Marquis de Colorect, dan Karl Marx.
Kembali pada ilmu ekonomi, sebenarnya ilmu ekonomi eksis ke
dalam ilmu pengetahuan. karena dipandang sebagai bidang ilmu sosial
yang bisa menerangkan dengan tepat problem manusia, yakni ketersediaan
sumber daya ekonomi yang terbatas. Implikasi dari keterbatasan sumber
daya dapat dilihat dalam dua hal (1) bagaimana mengalokasikan sumber
daya tersebut secara efisien sehingga bisa menghasilkan output yang
maksimal, (2) menyuan formulasi kerjasama (co-operation) atau kompetisi
(competition) secara detail sehingga tidak terjadi konflik. Teori ekonomi
politik secara umum sebenarnya juga bekerjasama untuk mencapai dua
tujuan tersebut
Bagi ahli ekonomi politik, problem serius dalam perekonomian
tidak semata resource coastmims, tetapi insentif. Syarat sistem insentif
bekerja adalah tersedianya tersedianya informasi yang lengkap sehingga
dapat diakses oleh semua pelaku ekonomi (padahal ini mustahil).
Informasi yang kurang lengkap menyehahkan sistem insentif tidak bekerja
dengan sempurna. Bagi scholars ekonomi politik, kegagalan terpenting
dalam mekanisme pasar adalah ketidaksanggupannya memfasilitasi
informa yang lengkap. Dengan kata lain informasi yang selalu diberikan

2
oleh pasar adalah selalu asimetris. Di satu sisi teori ekonomi politik
digunakan diantura kelangkaan informasi dan disisi lain, kemampuan teori
ekonomi politik untuk mencari model kompensasi atas ketidaksempurnaan
pasar.
Isu yang dibangun oleh teori ekonomi politik adalah bagaimana
pemerintah menyusun mekanisme yang memungkinkan seluruh partisipan
di pasar mau berbagi informasi. Inilah yang melatati terjadinya peristiwa
negosiasi. Dengan prinsip regulasi itu, yang sebetulnya sudah
dikembangkan oleh teori ekonomi kelembagaan, suatu tindakan dan
keputusan ekonomi diambil dengan mempertimbangkan kepentingan
semua pihak sehingga kemungkinan kerugian yang didenta oleh salah satu
partisipan dapat dieliminasi. Jika ini terjadi, maka prinsp efisiensi dan
kerjasama atau kompetisi dalam kegiatan ekonomi bisa dicapai.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan dan pemaknaan ekonomi
politik?
2. Bagaimana konsep teori Pilihan Public?
3. Bagaimana konsep teori Rent-seeking?
4. Bagaimana konsep teori Redistributive Combines dan Keadilan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan dan pemaknaan ekonomi
politik
2. Untuk mengetahui konsep teori Pilihan Public
3. Untuk mengetahui konsep teori Rent-seeking
4. Untuk mengetahui konsep teori Redistributive Combines dan
Keadilan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Pemaknaan Ekonomi Politik


Teori ekonomi politik menurut Clark (1998:21-23), muncul pada
abad ke 14 – 10 dimana pada saat itu di Eropa Barat mengalami masa
rransformasi besar karena sistem perdangangan yang di terapkan pada
masa itu perlahan-lahan mulai menyisihkan sistem feudal. Pada abad ke 18
mulai munculnya Zaman Pencerahan di Eropa yang inti dari gagasanya
adalah otonomi individu dan eksplanasi kapasitas manusia.
Para ahli yang menganut aliran ini percaya bahwa kekuatan akal
dapat menyingkirkan manusia dari segala bentuk kesalahan. Para ahli
ekonomi politik pada abad ke 18 mengembangkan gagasan tentang
keperluan negara untuk menstimulasi kegiatan ekonomi, pada masa itu
pasar masih dianggap belum berkembang sehingga pemerintah masih
berperan secara aktif dalam pasar seperti memberikan pengawasan untuk
produk, melindungi para pelaku ekonomi, dll. Tetapi pada akhirnya
gagasan itu banyak ditentang oleh para ahli ekonomi sehingga
memunculkan banyak aliran dalam pemikiran ekonomi politik. Secara
garis besar mazhab ekonomi politik dikategorikan menjadi tiga yaitu:
Ekonomi Politik Konservatif yang dipelopori oleh Edmund Burke,
Ekonomi Politik Klasik yang dipelopont oleh Adam Smith, Thomas
Malthus, David Ricardo. Nassau Senior, dan Jean Baptiste Say, serta
Ekonomi Politik Radikal yang dipelopori oleh William Godwin, Thomas
Paine, Marques de Condorcet dan Karl Marx.
Ilmu ekonomi muncul karena adanya kesenjangan antara supply
dan demand. Politik identik dengan kekuasaan atau power dalam suatu
negara. Politik membahas distribusi kekuasaan dalam suatu negara.

4
Sebelum ilmu ekonomi berkembang seperti saat ini. sesungguhnya
dulunya berinduk kepada ilmu ekonomi politik (political economy).
Sedangkan ekonomi politik sendiri merupakan bagian dari ilmu filsafat.
John Stuart Mill dalam bukunya Principles of Political Economy
tahun 1848. Perbedaan terpenting dan ekonomi politik dengan ekonomi
murni adalah dalam pandangannya dalam struktur kekuasaan yang ada di
dalam masyarakat. Ekonomi politik percaya bahwa struktur kekuasaan
akan mempengaruhi pencapaian ekonomi, sebaliknya pendekatan ekonomi
murni menganggap struktur kekuasaan di dalam masyarakat adalah given
(mutlak ada).
Pendekatan ekonomi politik sendiri secara definitive dimaknai
sebagai interelasi diantara aspek, proses, dan institusi politik dengan
kegiatan ekonomi (produksi, investasi, penciptaan harga, perdagangan,
konsumsi dan lain sebagainya), mengacu pada definisi tersebut.
pendekatan ekonomi politik mengaitkan seluruh penyelenggaraan politik,
baik yang menyangkut aspek, proses, maupun kelembagaan dengan
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang
diintrodusir oleh pemerintah. Instrument-instrumen ekonomi seperti
mekanisme pasar, harga dan investasi dianalisis dengan menggunakan
setting sistem politik dimana kebijakan atau peristiwa ekonomi tersebut
terjadi. Pendekatan ini melihat ekonomi sebagai cara untuk melakukan
tindakan, sedangkan politik menyediakan ruang bagi tindakan tersebut.
Pengertian ini sekaligus bermanfaat untuk mengakhiri keyakinan yang
salah, yang menyakan bahwa pendekatan ekonomi politik berupaya untuk
mencampur analisis ekonomi dan politik untuk mengkaji suatu persoalan.
Padahal, seperti yang bisa dipahami, antara analisis ekonomi dan politik
tidak dapat dicampur karena keduanya dalam banyak hal memiliki dasar
yang berbeda.
Antara ilmu ekonomi dan ilmu politik memang berlainan dalam
pengertian diantara keduanya mempunyai alat analisis sendiri-sendiri yang
bahkan memiliki asumsi yang berlawanan. Dengan demikian, tidak
mungkin menggabungkan alat analisis ilmu ekonomi dan politik karena

5
bisa membingungkan. Antara ilinu ekonomi dan politik bisa disandingkan
dengan pertimbangan keduanya mempunyai proses yang sama.
Setidaknya, keduanya memiliki perhatian yang sama terhadap isu-isu
berikut: mengorganisasi dan mengkoordinasi kegiatan manusia, mengelola
konflik, mengalokasikan beban dan keuntungan, menyediakan kepuasan
bagi kebutuhan dan keinginan manusia. Berdasarkan pemahaman ini,
pendekatan ekonomi politik mempertemukan antara bidang ekonomi dan
politik dalam hal alokasi sumber daya ekonomi dan politik (yang terbatas)
untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu.
implementasi dari kebijakan ekonomi politik selalu mempertimbangkan
struktur kekuasaan dan sosial yang hidup dalam masyarakat, khususnya
turget masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan.
Agar mendapatkan pemahaman yang lebih detail mengenai
ketidakmungkinan menggabungkan analisis ekonomi dan politik bisa
dilacak dari perbedaan kedua ilmu itu. Secara definitive ilmu ekonomi
selalu merujuk pada tiga konsep herikut: kalkulasi. penyediaan materi, dan
meregulasi sendin. Konsep tersebut bisa dijabarkan sebagai berikut. Ujung
dari analisis ekonomi selalu berupa mencari kalkulasi hasil yang paling
efisien diantara keterbatasan pilihan yang tersedia. Di sini diandaikan
semakin efisien hasil yang diperoleh, maka kian bagus pilihan yang
diambil. Setelah itu, kegiatan ekonomi selalu bertujuan untuk melakukan
produksi (reproduksi) dan sirkulasi (distribusi). Dalam konteks in
penyediaan barang/jasa dalam kegiatan ekonomi selalu bersinggungan
dengan desain struktur produksi. Ekonomi berargumen bahwa pesar bisa
mengatur dirinya sendiri. Pada titik inilah ekonomi dan politik
(kelembagaan) itu terpisah. Kurang lebih analisis ekonomi bekerja dengan
menggunakan tiga konsep tersebut.
Ilmu politik berjalan juga dengan tiga konsep baku, yakni politik
sebagai pemerintah (govemment), otoritas yang mengalokasikan nilai
(authorative allocation of values) dan publik (public). Politik sebagai
pemerintah jelas tugasnya untuk memberikan direksi dan mengeluarkan
regulasi. Disini, sifat pemerintah berupaya menyediakan panduan dan

6
melakukan intervensi sehingga bertabrakan derigan sifat ekonomi yang
mempercayai passar hesa bekerja secara mandiri. Selanjutnya politik juga
mengalokasikan nilai-nilai. Konsep nilai dalam politik tidak setumpul nilai
dalam ekonomi yang sering dimaknai sekedar efisiensi/laba.. Dalam
politik, nilai itu bekerja berdasarkan norma-norma yang hidup di
masyarakat, seperti perlunya pemerataan/keadilan pembangunan. Disini,
konsep keadilan mengungguli efisiensi bila yang terakhir ini dicapai
dengan jalan menciptakan ketimpangan. Kemudian politik sebagai publik
bermakna bahwa output dari nilai politik selalu merupakan urusan
bersama (public concern), berbeda dengan ekonomi yang berkonotasi
privat. Jadi, dengan deskripsi tersebut, antara ekonomi dan politik memang
memiliki asumsi yang berbeda, sehingga menggabungkan analisis
ekonomi dan politik secara bersamaan merupakan upaya yang tidak akan
pernah berhasil.
Pendekatan ekonomi politik semakin relevan untuk dipakai karena
struktur ekonomi sendiri tidak semata-mata ditentukan secara teknis. Ia
terdiri dari dua bagian yang saling terkait Pertama, kekuatan produksi
material-pabrik dan perlengkapan (atau modal), sumber-sumber alam,
manusia dengan skill yang ada (tenaga kerja) dan teknologi. Teknologi
menentukan hubungan produksi yang sifatnya teknis, sehingga proporsi
bahan mentah, mesin dan tenaga kerja hisa dialokasikan dengan haya yang
paling minimal. Kedua, relasi reproduksi manusia, seperti hubungan antara
para pekerja dan pemilik modal atau antara para pekerja dan manajer.
Begitulah struktur ekonomi tersusun dari elemen material-teknis dan
hubungan manusia. Setidaknya terdapat dua tipe ekonomi politik yang bisa
diterapkan, baik sebagai penasehat otentik bagi partai yang berkuasa,
yakni pihak yang melihat kebijakan sebagai cara untuk memaksimalkan
nisbah bagi partai, atau sebagai intelektual yang menempatkan kebijakan
sebagai instrumen untuk memecahkan hambatan ekonomi politik agar bisa
memaksimalkan kesejahteraan sosial sesuai amanat konstitusi.
Dalam kasus peran pasar, misalnya, harus terdapat upaya yang
jernih untuk mencematinya. Yang pertama harus dipahami, pasar

7
(termasuk pasar keuangan) tidaklah bersifat netral dan paling efisien dalam
mengalokasikan sumber daya ekonomi. Pasar selalu mengandaikan adanya
kekuatan salah satu pihak (biasanya para pemodal kakap) yang
memanfaatkan informasi asimetris untuk mendapatkan keuntungan.
Pandangan inilah yang mengantarkan ekonom kelembagaan berkeyakinan
bahwa pasar tidak dapat dilihat dari mekanisme yang netral untuk
melakukan alokasi yang efisien dan kesederajatan distribusi Dalam hal ini
pasar dianggap sebagai refleksi dari eksistensi kekuasaan, sehingga pasar
tidak hanya mengontrol tetapi juga dikontrol. Jadi, instrumen retriksi itu
tidak dimjukan untuk menggantikan peran pasar, melainkan untuk
memastikan bahwa mekanisme pasar tidak ilikontrol oleh segelintir pihak
yang berkuasa (pemodal).
Sejalan dengan pandangan Rodrik dan Submanian, stategi
kelembagaan yang bisa dilakukan untuk menjakan pasar dapat dipilih
dalam tiga klasifikasi (i) regulasi pasar, khususnya untuk mengatasi
persoalan-persoalan eksternalitas, skala ekonomi dan informasi yang tidak
sempurna. (ii) menstabilisasi pasar yang bertujuan untuk menurunkan
inflasi, minimalisasi volatilitas makro ekonomi dan mencegah krisis
keuangan (iii) melegitimasi pasar, yakni kebijakan untuk menopanh
kegagalan pasar.
Ekonomi politik dan ekonomi kelembagaan merupakan analisis
ilmu ekonomi bisa dibagi dalam empat cakupan: (i) alokasi sumber daya.
(ii) tingkat pertumbuhan kesempatan kerja, pendapatan produksi dan
harga, (iii) distribusi pendapatan, (iv) struktur kekuasaan. Pendekatan
klasik/neoklasik lebih banyak menggunakan tiga instrumen yang pertama
untuk menguliti setiap persoalan ekonomi, sebaliknya pendekatan
kelembagaan lebih menekankan kepada piranti yang terakhir untuk
menganalisis fenomena ekonomi,
Dalam lintasan sejarah, ahli kelembagan mempunyai kepedulian
terhadap evolusi struktur kekua dan aturan main, proses penciptaan dan
penyelesaian konflik dimana aktifitas ekonomi itu terjadi. Sebaliknya, ahli
ekonomi klasik mendeskripsikan kasus khusus pertukaran dalam sebuah

8
dunia yang telah dirumusakan karasteristik asumsinya, yang mungkin
tidak ada hubungannya dengan dunia yang ku tempati ini. Namun akibat
pandangan pandangan ekonomi konvensional (klasik/neoklasik) dalam
memformulasikan kebijakan ekonomi, tidak bisa disangkal bila rumusan-
rumusan penyelesaian persoalan ekonomi lebih banyak dipengaruhi oleh
tiga instrumen yang pertama tadi.
Menural Veblen, kelembagaan adalah kumpulan norma dan
kondisi-kondisi ideal yang direproduksi secara kurang sempurna melalui
kebiasaan pada masing-masing generasi individu berikutnya. Dengan
demikian, kelembagaan berperan sebagai stimulus dan petunjuk terhadap
perilaku individu. Dalam hal ini, keinginan individu bukanlah faktor
penyebab fundamental dalam pengambilan keputusan, sehingga pada
posisi ini tidak ada tempat untuk memulai suatu cori. Namun sifat dunia
menurut pandangan Veblen, dinyatakan dengan ungkapan sosiologis
bahwa manusia tidak hanya mengerjakan apa yang mereka suka, tetapi
mereka juga harus suka terhadap apa yang harus mereka kerjakan. Oleh
karena itu, tempat untuk memulai suatu teori adalah menganalisis apa yang
harus dikerjakan oleh orang-orang (what men have to do).
Ahli kelembagaan berusaha membuat model-model pola teori,
sementara ahli neoklasik berusaha menyusun model-model prediktif teori.
Model-model pola menjelaskan perilaku manusia dengan
menempatkannya secara cermat di dalam konteks kelembagaan dan
budaya model prediktif menjelaskan perilaku manusia dengan menyatakan
secara cermat asumsi-asumsi dan menarik kesimpulan implikasi (prediksi)
dari asumsi tersebut. Dalam ekonomi neoklasik, prediksi adalah
pengambilan keputusan secara logis dari postulat atau asumsi mendasar
yang telah dibuamya. Selanjutnya, bukti prediktif harus memiliki validitas
empiries atau akurat di dalam pengambilan keputusan tersebut. Dengan
demikian sifat dari bukti prediktif adalah mudah untuk memahami dan
hanya membutuhkan sedikit penjelasan.
Ide inti dari palam kelembagaan (institutionalism) adalah mengenai
kelembagaan (institutions), kebiasaan (habits), aturan (rules) dan

9
perkembangannya (evolution). Namun ahli kelembagaan tidak akan
berusaha membangun model tunggal umum berdasarkan ide-ide tersebut.
Ekonomi kelembagaan bersifat evolusioner, kolektif, interdisipliner dan
non prediktif. Ahli ekonomi kelembagaan umumnya fokus pada konflik
daripada keharmonisan, pada pemborosan (inefisiensi) ketimbang efisiensi
dan pada ketidakpastian dibandingkan pengetahuan. yang sempurna.
Mereka pada umumnya menolak keseragaman pasar sebagai mekanisme
alokasi yang tidak biasa dan mekanisme distribusi. Disamping itu, ahli
kelembagaan tetap merawat secara konsisten persepsi yang jelas mengenai
perbedaan antara biaya manfaat privat dan sosial
Jika rumusan pemikiran diatas dibawa dalam kegiatan ekonomi
sehari-hari yang berbasis pasar, maka susunan ekonomi yang berbasis
pasar selalu mengandaikan bahwa kesempatan, kemampuan dan informasi
seluruh pelaku ekonomi sama dalam arena pasar Implikasinya, tidak
dibutuhkan instrumen lain untuk mencapai efisiensi ekonomi karena
semuanya sudah dipenuhi oleh pasar. Namun, ternyata asumsi-asumsi
tersebut tidak ada yang menjelma di dalam pasar. Para pelaku ekonomi
terbukti mempunyai informasi yang asineins kemampuan yang berbeda
dan informasi yang berlaman (misalkan dekat dengan sumber kekuasaan
capital). Disinilah kemudian lahir patologi ekonomi akibat tidak
bekerjanya mekanisme pasar.
Kedekatan teori ekonomi politik dengan ekonomi kelembagaan
sebetulnya bisa dilacak dari dua aspek. Pertama, pernyataan bahwa
mekanisme pasar tidak bisa digunakan seluruhnya untuk mengatur
kegiatan ekonomi. Disini dibutuhkan instrumen ekonomi lain yang dapat
menutup kelemahan mekanisme pasar. Jalan keluar teori desain
mekanisme dan ekonomi kelembagaan adalah memformulasikan aturan
main yang dalam. banyak aspek menghendaki peran pemerintah (namun
bukan untuk menggantikan mekanisme pasar) Kedua, efisiensi ekonomi
disepakati sebagai kerangka kegiatan ekonomi. Hanya jika ekonomi klasik
mengakur efisiensi ekonomi dari biaya produksi semata, maka ekonomi
politik dan ekonomi kelembagaan melihat efisiensi ekonomi dari biaya

10
transaksi. Jika biaya produksi sudah sangat jelas, maka biaya transaksi
sangat sumir sehingga dibutuhkan aturan main yang terperinci
Studi tentang ekonomi politik banyak dikaitkan antara sistem
politik dan kinerja ekonomi, yang nantinya dikembangkan untuk melihat
hubungan antara antara stabilitas politik dan pencapaian ekonomi,
Pendekatan ekonomi secara definitive dimaknai sebagai aspek, proses dan
institusi politik dengan kegiatan ekonomi, pada pendekatan ini ekonomi
merupakan cara untuk melakukan tindakan sedangkan politik merupakan
penyedia ruang bagi tindakan tersebut Pendekatan ekonomi politik ini
dinilai dapat merangkap kondisi mi yang terjadi beserta dinamikanya di
masyarakat pemakaian pendekatan ini diperkuat oleh lima hal yaitu:
1. Penggunaan kerangka kerja ekonomi politik berupaya menerima
elesistensi dan validalitas dari perbedaan budaya politik baik
formal maupun informal.
2. Analisis kebijakan akan memperkuat efektifitas sebuah
rekomendasi karena mencegah pemikiran yang deterministic.
3. Analisis kebijakan mencegah pengambilan kesimpulan terhadap
beberapa alternative tindakan berdasarkan kepada perspektif waktu
yang sempit.
4. Analisis kebijakan yang berfokus ke Negara berkembang tidak bisa
mengadopsi secara penuh orientasi eritis statis.
5. Analisis kebijakan lebih mampu menjelaskan interkasi antar
manusia,

B. Teori Pilihan Publik


Pemicu lahirnya pendekatan public choice (PC) atau rational
choice (RC) adalah pendekatan ekonomi politik baru yang menganggap
negara pemerintah, polinsi, atau birokrat sebagai agen yang memiliki
kepentingan sendiri. Teori PC mendeskripsikan bahwa secara tipikal ahli
ekonomi politik melihat politik dalam wujud demokrasi yang memberi
ruang untuk saling melalaikan pertukaran di antara masyarakat, partai
politik, pemerintah, dan birokrat. Dalam konteks ini, masyarakat pemilih

11
diposisikan sebagai pembeli barang barang kolektif (publik). sementara
pemerintah dan partai politik dipertimbangkan sebagai alteratif penyedia
kebijakan publik (barang dan jasa), sehingga dalam jangka panjang
mereka bisa memungut dukungan dari pemilih lewat pemilihan umum.
Menurut Knight, aktor aktor negara. baik sebagai pejabat
administrasi atau perwakilan politik, memiliki kepemingan sendiri.
Kepentingan tersebut masuk dalam proses tawar menawar (bargaining)
melalui dua bentuk, yaitu
1. Kepentingan langsung (direct interest) terhadap keuntungan
memicu aktor mengabaikan pelayanan kepada pihak eksternal.
Dalam kepentingan ini tugas administrasi berpotensi tidak
dikerjakan dengan bak sehingga memiliki konsekuensi biaya yang
mahal, ditambah dengan adanya masalah interpretasi, pengawasan,
dan sanksi yang harus dijalankan.
2. Kepentingan tidak langsung (indirect interest) mengakibatkan
ketidaksempurnaan distribusi dari kelembagaan formal dalam
menyusun kepentingan negara jangka panjang. Dalam kepentingan
tidak langsung lebih penting untuk dijabarkan dalam penciptaan
kelembagaan formal.
Dalam level analisis teori pilihan publik dibagi menjadi dua
kategori, yaitu: Pertama, teori pilihan public normatif. Teori berhubungan
dengan kerangka kerja konstitusi yang mengambil tempat dalam proses
politik. Kedua, teori pilihan publik positif. Teori ini beroperasi pada
wilayah dunia nyata.
Menurut Streeton dan Orchard, asumsi asumsi yang dipakai dalam
teori pilihan publik dijelaskan dalam 4 poin, yaitu: (i) kecukupan
kepentingan material individu memotivasi adanya perilaku ekonomi, (ii)
Motif kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan
teori ekonomi neoklasik, (iii) Kecukupan kepentingan material individu
yang sama memotivasi adanya perilaku politik, (iv) Dimana asumsi
kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan teori
ekonomi neoklasik.

12
Dalam operasionalnya, pendekatan public choice dibedakan
menjadi dua bagian yaitu:
a) Supply
Dalam sisi supply terdapat dua subyek yang berperan dalam formulasi
kebijakan, yakni pusat kekuasaan yang dipilih thadan legislatif dan
eksekutif (pemerintah pusat dan daerah lokal). Pusat kekuasaan yang
tidak dipilih (cabang-cabang eksekutif, lembaga. independen, dan
organisasi internasional yang keheradaannya tidak dipilih).
b) Demand
Pada sisi demand, aktomya juga bisa dipilah dalam dua kategori, yakni
pertama pemilih. Pemilih disini akan mengontrol suara untuk
mendapatkan kebijakan yang diinginkan. Pemilih biasanya tidak
terorganisasi, di mana dalam praktiknya tergantung dan interaksi
politisi dan pemilih. Yang kedua kelompok-kelompok penekan,
kelompok penekan akan mengelola sumber daya yang dipunyai untuk
memperoleh keuntungan yang diharapkan. Kelompok-kelompok
penekan biasanya sangat terorganisasi di mana dalam
operasionalisasinya tergantung duri tindakan-tindakan kelompok
penekan tersebut.
Niskanen mengungkapkan bahwa kontribusi terbesar dari PC
adalah kemampuannya untuk menunjukkan bahwa politisi- politisi dalam
setiap tindakannya selalu dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Teori
public choice melihat politisi sebagai pelaku yang cenderung
memaksimalkan kepuasan pribadi yang dimotivasi oleh banyak faktor
seperti, gaji, reputasi publik, kekuasaan, dan mang untuk mengontrol
birokrasi. Perbedaan carn pandang antara teori ekonomi klasik dan pilihan
publik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Perbandingan Pradigma Ekonomi Klasik dan Pilihan Publik

Varibael Ekonomi Klasik Pilihan Publik


Pemasok (supplier) Produsen, pengusaha, Politisi, parpol,
distributor birokrasi, pemerintah
Peminta (demander) Konsumen Pemilih (voters)

13
Jenis komositas Komoditas individu Komoditas publik
(privat goods) (public goods)
Alat transaksi Uang Suara (vote)
Jenis transaksi Transaksi sukarela Politik sebagai
pertukaran
Aplikasi pendekatan pilihan pablik ke dalam sektor publik
memiliki beberapa kendala akut. O'Dowd mengungkapkan bahwa
kegagalan pemerintah bisa diklasifikasi dalam tiga kategori yaitu:

1. Ketidakmungkinan yang melekat (inherent impossibilities)


Ketidakmungkinan yang melekat merujuk pada kondisi di mana negara
pemerintah tidak dapat melakukan sesuatu secara simpel.
2. Kegagalan politik (political failures)
Dideskripsikan bahwa tujuan intervensi pemerintah secara
konsepsional sangat bagus, tetapi adanya rintangan rintangan politik
dalam operasi pemerintahan menyebabkan ketidakmungkinan untuk
mencapai tujuan dari intervena tersebut.
3. Kegagalan birokrasi (bureaucratic failures)
Kegagalan birokrasi bermakna bahwa intervensi negara sulit dilakukan
karena secara administratif aparat dan organ birokrasi tidak sanggup
untuk mengimplementasikan kebijakan menurut tujuan.

C. Teori Rent-seeking
Teori rent-seeking diperkenalkan pertama kali oleh Krueger (1974)
yang kemudian dikembangkan oleh Bhagwati (1982) dan Srinivasan
(1991). Pada saat itu Krueger membahas tentang praktik untuk
memperoleh kuota impor, di mana kuota dimaknai sebagai perbedaan
antara harga batas dan harga domestik. Secara teoritis, kegiatan rent-
seeking harus dimaknai secam netral, karena individu (kelompok) bisa
memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang legal, seperti
menyewakan tanah, modal (mesin), dan lain-lain. Konsep rent-seeking
dalam teori ekonomi klasik tidak dimaknai secara negatif sebagai kegiatan

14
ekonomi yang menimbulkan kerugian, bahkan bisa berarti positif karena
dapat memacu kegiatan ekonomi secara simultan, seperti halnya seseorang
yang ingin mendapatkan laba maupun upah.
Kegiatan rent-seeking didefinisikan sebagai upaya individual atau
kekompok untuk meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan regulasi
pemerintah. Sedangkan menurut bahasa Khan dan Jomo, rent-seeking
adalah memeroleh pendapatan di atas norma dalam pasar yang kompetitif.
Menurut Prasad, definisi dari rent-seeking adalah sebagai proses di mana
individu. memeroleh pendapatan tanpa secara aktual meningkatkan
produktivitas atau mengurangi produktivitas tersebut. Pada intinya
semakin besar perluasan pemerintah menentukan alokasi kesejahteman,
maka semakin besar kesempatan bagi munculnya para pencari rente.
Contoh kasus rent-seeking dapat diambil dari kasus korupsi.
Korupsi merupakan permasalahan yang dialami banyak negara, dan hingga
saat ini amat sulit untuk ditangani, tidak terkecuali di Indonesia. Korupsi
dapat dilakukan dengan berbagai macam salah satunya adalah penyuapan.
Banyak politis di Indonesia yang terjerat kasus korupsi dengan mulus
penyupan. Politisi tersebut mendapatkan rente ekonomi (suap) dari para
pengusaha atau investor yang memiliki kepentingan tertentu Semakin
mudah penyimpan dilakukan, maka semakin korup negara tersebut
Krueger menerangkan bahwa aktivitas mencari rente seperti lobi
untuk mendapatkan lisensi atau surat izin, akan mendistensi alokasi
sumber daya sehingga membuat ekonomi menjadi tidak efisien. Dari
argument tersebut Krueger merekomendasikan mengganti kebijakan
lisensi impor menjadi kebijakan tarif untuk meminimalkan munculnya
perilaku mencari rente. Apabila kebijakan lisensi impor yang digunakan,
maka proses pembuatan kebijakan tersebut akan mudah dimasuki oleh
pemburu rente, sehingga hanya individu yang memiliki akses terhadap
pembuat kebijakan yang akan mendapat keuntungan dari kebijakan
tersebut, seperti mendapatkan izin lisensi impor
Dari penjelasan tentang perilaku mencari rente dari Krueger
tersebut dapat disimpulkan: Pertama, masyarakat akan mengalokasikan

15
sumber daya untuk menangkap peluang hak milik yang ditawarkan oleh
pemerintah. Kedua, setiap kelompok atau individu pasti akan berupaya
mempertahankan posisi mereka yang menguntungkan. Ketiga,
kepentingan peremiah tidaklah tunggal atau dapat disebut juga
kepentingan yang berbeda. Misalnya setiap pemerintah cenderung akan
memperbesar pengeluaran untuk melayani kelompok kelompok
kepentingan, sementara kementerian keuangan justru berkonsentrasi
meningkatkan pendapatan.
Untuk mencegah munculnya pemburu rente, Buchanan
mengajukan proposisi dengan membuat regulast yang memungkinkan
pasar berjalan secara sempurna, yakni melalui peniadaan halangan masuk
(no barrier to entry) bagi pelaku ekonomi dan peningkatan persaingan.
Bila kedua syarat terpenuhi, maka pemburu rente akan lenyap dengan
sendirinya. Tetapi jiku jalan masuk ke pasar dihalangi sehingga tampa
sadar memunculkan pasar baru bagi pencari rente, maka pemburu rente
akan merajalela.

D. Teori Redistributive Combines dan Keadilan


Joseph stigler mengemukakan bahwa teori ini memusatkan
perhatiannya untuk menerangkan siapa yang mendapatkan manfaat dan
siapa yang menanggung beban akibat adanya suatu regulasi atau aturan
ekonomi yang dikeluarkan pemerintah ataupun yang terjadi karena
institusionalisasi yang terjadi didalam masyarakat. Menurutnya ada 2
alternatif pandangan tentang bagaimana sebuah peraturan diberlakukan,
yaitu:
1. Peraturan dilembagakan terutama untuk memberlakukan proteksi
dan kemanfaatan tertentu untuk publik atau sebagian sebagian sub-
kelas dari publik tersebut.
2. Suatu tipe analisis dimana proses politik dianggap merupakan
suatu penjelasan yang rasional. Kembali kepada masalah
pemanfaatan hukum bagi kepentingan kelompok tertentu, saat ini
perkembangannya sudah sedemikian memuncak sehingga

16
pembentukkan organosi untuk memperoleh pendapatan dengan
cuma – cuma yang dibagikan oleh negara atau disalurkan melalui
sistem hukum atau setidaknya untuk melindungi sendiri dari proses
ini dengan membentuk apa yang dinamakan redistributive
combines.
Perubahan-perubahan pada susunan dan pimpinan puncak direksi
perusahaan sering disebabkan oleh perubahan dalam pemerintah
Kelompok-kelompok ini sering bertarung satu sama lain untuk menjaga
jangan sampai suatu peraturan baru mengancam kepentingan mereka tetapi
juga dapat menguntungkan. Menurut rachbini dalam pola redistributive
combine ini merupakan sumber-sumber ekonomi, asset produktif dan
modal didistribusikan secam terbatas hanya dilingkungan segelintir orang.
Dalam kerangka pemikiran Hernando De Soto berlakunya pola
redistributive combine terjadi akibat sistem politik yang tertutup karena
dilindungi sistem hukum yang kahur dan ketiadaan rule of law dibidang
ekonomi dengan demikian sistem ekonomi bersedia mengabdi pada sistem
politik dengan pola redistributive combines.
Disamping itu juga terhubungnya teori redistributive combines
yang dikembangkan oleh Hernando De Soto dengan teori keadilan yang
dibangun oleh John Rawls. Relasi antara dua relasi ini bisa dilacak dari 2
logika, yaitu:
1. Teori redistributive combines mengandaikan adanya otoritas penuh
dari negara pemerintah untuk mengalokasikan kebijakan kepada
kelompok-kelompok ekonomi yang berkepentingan terhadap
kebijakan tersebut. Akibatnya kebijakan yang muncul sebagai hasil
dari interaksi antara kelompok kepentingan ekonomi dan
pemerintah kerapkali cuma menguntungkan salah satu pihak dan
merugikan pihak yang lain, jadi disini muncu isu ketidakadilan.
2. Kelompok kepentingan ekonomi yang eksis tidak selamanya
mengandaikan tingkat kemerataan seperti yang diharapkan,
khususnya masalah kekuatan ekonomi

17
Dengan pemahaman tersebut, rawls akhirnya mengonseptualisasikan teori
keadilan yang bertolak dari 2 prinsip yaitu:
1. Setiap orang harus memounyai hak yang sama terhadap skema
kebebasan dasar yang sejajar (equal basic liberties), yang sekaligus
kompatibel dengan skema kebebasan yang dimiliki oleh orang lain.
2. Ketimpangan social dan ekonomi harus ditangani sehingga
keduanya.
a) Diekspetasikan secara logis menguntungkan bagi setiap
orang.
b) Dicantumkan posisi dan jabatan yang terbuka bagi seluruh
pihak. Melalui cara berpikir tersebut, Rawls percaya bahwa
suatu kebaikan datang dari semua yang benar dan hukan
sebaliknya, Oleh karena itu dia memfokuskan seluruh
pemikirannya untuk menciptakan sistem prinsip-prinsip
politik yang berbasis kontrak dan kesetaraan
Prinsip inilah yang kemudian membedakan konsep keadilan
procedural dengan prinsip keadilan sosial yang di kembangkan oleh
Rawls. Keadilan sosial ini diarahkan pada penyiapan penilaian terhadap
sebuah standar aspek distribusi dari struktur dasar masyarakat. Hal ini
terjadi karena prinsip-prinsip keadilan tersebut seperti yang di klaim oleh
Rawls akan menghasilkan kesepakatan dan negosiasi yang imparsial yakm
situasi yang di desain untuk memperkuat ketiadaan kepentingan
perwakilan yang dapat dibebankan kepada pihak lain. Poin inilah yang
menjadi kunci dari teori keadilan yang digagas oleh Rawls.
Selain itu, dalam kaitannya dengan pasar bebas (liberalisasi), teori
keadilan Rawls mempakan kritik terhadap terri keadilannya Adam Smith.
Rawls sependapat halwa sistem tentang pasar bebas sejalan dengan prinsip
pertama keadilannya yakni sejalan dengan kebebasan yang sama dan
kesamaan kesempatan yang fair. Rawls juga setuju dengan konsep Smith
mengenai perwujudan diri manusia sesuai dengan pilihan bebas dan usaha
setiap orang, la juga spakat dengan Smith bahwa pasar bebas menyediakan
kemungkinan terbaik bagi perwujudan penentuan diri mumusta.

18
Oleh karena itu menurut Rawls. pasar bebas justru menimbulkan
ketidak adilan. Bagi rawls ketidak adilan paling jelas dari sistem kehchaan
kadmiti adalah bahwa sistemini mengizinkan pembagian kekayaan
dipengaruhi secara tidak tepat oleh kondisi kondisi alamiah dan sosial
yang kebetulan ini, yang dari sudut pandang moral sedemikian sewenang-
wenang. Menurut Rawls, karena setiap orang masuk kedalam passar
dengan bakat dan kemampuan alamiah yang berlainan, peluang sama yang
diberikan pasar tidak akan menguntungkan semun peseru. Keadilan ini
justru akan menimbulkan distribusi yang tidak adil atas kebutulun
kebutuhab hidup. justru karena perbedaan bakat dan kondisi-kondisi social
yang kebetulan tadi. Terlepas dari perbaikan kndisi sosial yang ada, pasar
bebas akan melahirkan kepincangan karena perbedaan bakat dan
kemampuan alamiah antara satu orang dengan yang lainnya.
Contoh kasus teori Redistributive Combines dan Keadilan yaitu
Kroni Kapitalisme. Pada awal Orde Baru, persekutuan bisnis-penguasa
cuma dilakukan beberapa gelintir orang dekat pemerintah yang diberi
konsesi untuk menjalankan roda perekonomian. Logika ini didukung oleh
keyakinan akan teori trickle down effect, yang menganggap bahwa kalau
terjadi pertumbuhan ekonomi pasti tetesannya akan ikut mengalir dengan
sendirinya. Kondisi semakin parah karena pengusaha bisa mengatur aparat
penegak hukum dengan uang.
Kondisi semakin parah karena pengusaha bisa mengatur aparat
penegak hukum dengan uang. Karena itu, sejak awal praktik dunia bisnis
di Indonesia memang telah dirancang sangat monopolistis dan tentunya
hanya menguntungkan sedikit pihak. Pola pemikiran seperti itu dipandang
merupakan jalan paling mudah untuk menggerakkan kegiatan ekonomi
daripada harus melibatkan sekian banyak pemain dengan kemampuan
yang berlainan.
Dalam literatur ekonomi politik, perilaku semacam itu disebut
dengan istilah redistributive combines, yakni regulasi dibuat sebagai
instrumen untuk bagi-bagi kue ekonomi di lingkaran elite kekuasaan.
Selebihnya, negara juga memiliki keuntungan karena terdapatnya sifat

19
patron-klien dari hubungannya dengan dunia usaha. Di sini negara
mendonasikan perlindungan terhadap proses produksi dengan
menyediakan jaminan perangkat hukum guna melicinkan aktivitas
ekonomi dunia usaha.
Sebaliknya, dunia usaha memberikan imbalan berupa pendapatan
yang cukup tinggi kepada negara dalam bentuk pajak, maupun terhadap
oknum-oknum birokrasi berupa upeti. Praktik relasi antara kekuasaan
dengan dunia usaha semacam itu disebut dengan istilah crony capitalism
atau erzats capitalism. Kapitalisme kroni adalah istilah untuk menyebut
ekonomi yang kesuksesan bisnisnya bergantung pada hubungan dekat
antara pebisnis dengan pejabat pemerintah. Sedangkan Kapitalisme Ersatz
adalah analisis Kunio Yoshihara tentang pembangunan ekonomi Asia
Tenggara sebagai semacam 'kapitalisme semu', mengacu pada kemampuan
pemerintah dan pelaku bisnis untuk memanfaatkan keunggulan komparatif
suatu negara dan secara artifisial memotivasi ekonomi menuju kegiatan
ekonomi kelas atas, khususnya mirip dengan orang-orang dari negara-
negara Barat maju, termasuk bidang-bidang seperti investasi modal dan
produksi intensif teknologi .
Simbiose mutualisme itulah yang melanggengkan hubungan antara
kekuasaan dengan dunia usaha dalam menjalankan roda perekonomian.
Dinamika dua faktor itulah yang banyak memengaruhi pembentukan
struktur pasar di Indonesia, sehingga daya saing ekonomi menjadi begitu
lemah. Selain itu, fakta lain menegaskan bahwa era konglomerasi di
Indonesia dipicu oleh munculnya pengusaha-pengusaha muda yang
umumnya adalah anak-anak dari para pejabat birokrasi atau yang
mempunyai koneksi tertentu dengan orang-orang dalam pemerintahan.
Pengusaha-pengusaha inilah yang kemudian disebut dengan istilah
business client alias pengusaha klien.
Pengusaha-pengusaha ini beroperasi dengan dukungan dan proteksi
dari berbagai jaringan kekuasaan pemerintah. Pada umumnya mereka
mempunyai patron dalam kelompok kekuasaan birokrasi. Pengusaha jenis
ini menjalankan kegiatan ekonomi dari tender-tender proyek pemerintah

20
dan fasilitas khusus (monopoli, tata niaga, konsesi) yang diperoleh dari
aktivitas lobi. Akibat ketergantungannya yang amat tinggi dari sang
patron, biasanya bila posisi kekuasaan sang patron sedang melorot, maka
bisnis mereka pun ikut surut.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Teori Ekonomi Politik, muncul pada abad ke 14 – 16 dimana pada saat
itu di Eropa Barat mengalami masa transformasi besar karena sistem
perdangangan yang di terapkan pada masa itu perlahan-lahan mulai
menyisihkan sistem feudal. Pada abad ke-18 mulai munculnya zaman
pencerahan di Eropa yang inti dari gagasanya adalah otonomi individu
dan eksplanasi kapasitas mamasta.
Dari beberapa kasus ditemukan percaturan politik melalui
"kebijakan publik" lebih mengedepankan kepentingan kelompok
tertentu (penguasa) atau ideologi "jargon" politik yang diperjuangkan
oleh kelompok tertentu yang berkepentingan untuk memperoleh
simpati dan kemenangannya di masa mendatang, ketimbang pada
"pilihan publik yang sebenarnya yaitu mengejar kesejahteraan dan
kepentingan umum. Namun demikian kita tidak perlu kecewa, karena
karena kehadiran "teori pilihan publik” dapat menjadikan kerangka
landasan dan batasan dari kerakusan sebuah kekuasaan yang
mementingkan diri sendiri, yang nantinya akan diperhadapkan pada

21
kekuasaan yang lebih besar "pilihan publik rakyat (public choice of
the people)" yang telah menjadi cerdas oleh jasa teori "public choice".
2. Analisis pilihan publik telah menunjukkan bahwa kelompok
kepentingan memberikan pengaruh besar pada proses ini, tetapi
ideologi anggota juga memainkan peran penting, dan anggota secara
individu mencoba untuk mengarahkan kesaksian dalam dengar
pendapat dan analisis staf pada satu arah yang mendukung kebijakan
yang mereka lewati. Ketika membandingkan model untuk sebuah
realims politik, tidak ada keraguan bahwa legislator membawa
pendapat kebijakan mereka sendiri untuk mereka dan bahwa mereka
mencoba untuk memberlakukan undang- undang berdasarkan
pendapat-pendapat mereka.
3. Konsep dari teori Rent-seeking adalah Pertama, masyarakat akan
mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang hak milik
yang ditawarkan oleh pemerintah. Kedua, setiap kelompok atau
individu pasti akan berupaya mempertahankan posisi mereka yang
menguntungkan. Ketiga, kepentingan peremiah tidaklah tunggal atau
dapat disebut juga kepentingan yang berbeda. Misalnya setiap
pemerintah cenderung akan memperbesar pengeluaran untuk melayani
kelompok kelompok kepentingan, sementara kementerian keuangan
justru berkonsentrasi meningkatkan pendapatan.
4. Konsep dari teori Redistributive Combines dan Keadilan menurut
Joseph stigler mengemukakan bahwa teori ini memusatkan
perhatiannya untuk menerangkan siapa yang mendapatkan manfaat dan
siapa yang menanggung beban akibat adanya suatu regulasi atau aturan
ekonomi yang dikeluarkan pemerintah ataupun yang terjadi karena
institusionalisasi yang terjadi didalam masyarakat.

B. Saran
Dari uraian makalah di atas, penulis menyatakan bahwa pembahasan
dalam makalah masih sangat singkat, jika pembaca kurang puas dengan
materi ini dan ingin mendalami lagi, bisa mencari materi dari referensi

22
atau rujukan dari beberapa buku lainnya dengan sumber yang terpercaya.
Demikian makalah ini kami susun dan semoga bermanfaat untuk
menambah khazanah keilmuan kita, khususnya dalam memahami tentang
teori ekonomi politik.

DAFTAR PUSTAKA

Yustika, Ahmad Erani, 2009. Ekonomi Politik: kajian teoretis dan analisis
empiris. Malang: Pustaka Pelajar

Yustika, Ahmad Erani, 2013. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori, dan


Kebijakan. Jakarta: Erlangga

Prof. Dr. Didik J. Rachbini. 2006. “Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik”
Ghalia Indonesia, Depok

http://lipi.go.id/berita/persekongkolan-pengusaha-dan-pejabat-membuat-ekonomi-
indonesia-semakin-terpuruk/3499

https://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme_kroni

https://en.wikipedia.org/wiki/East_Asian_model#Ersatz_capitalism

23

Anda mungkin juga menyukai