Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PANDANGAN EKONOM MUSLIM MODERN TERHADAP EKONOMI


PEMBANGUNAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan Islam

Dosen Pengampu: Fita Nurotul Faizah M.E

Disusun Oleh :

Naila Rizqi Nur F. (2205056049)

Arga Satya Pratama (2205026052)

Novi Safitri Amalia (2205026067)

Anugallakata Nea S. K. (2205026074)

PROGAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG


KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pandangan
Ekonom Muslim Modern Terhadap Pembangunan Ekonomi Islam, dapat selesai tepat
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Ekonomi Pembangunan Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Pandangan Ekonom Muslim Modern Terhadap
Pembangunan Ekonomi Islam, bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Fita Nurotul Faizah M.E. selaku dosen
pengampu mata kuliah ekonomi pembangunan islam yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.
kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
Sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari makalah yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
dapat dilakukan perbaikan pada makalah ini.

Semarang, 18 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4
1. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
3. Tujuan Pembahasan ........................................................................................................ 4
BAB II: PEMBAHASAN ........................................................................................................ 6
1. Pembangunan Ekonomi Menurut Monzer Khaf ............................................................. 6
2. Pembangunan Ekonomi Menurut Abdul Mannan .......................................................... 7
3. Pembangunan Ekonomi Menurut Nejatullah Shidiqi ..................................................... 9
4. Pembangunan Ekonomi Menurut Fazlur Rahman Faridi ............................................. 11
5. Pembangunan Ekonomi Menurut Umer Caphra ........................................................... 12
6. Pembangunan Ekonomi Menurut Abdulhamid El Ghazali .......................................... 12
7. Pembangunan Ekonomi Menurut Fahmi Khan............................................................. 13
8. Pembangunan Ekonomi Menurut Afzalur Rahma ........................................................ 18
BAB III: PENUTUP .............................................................................................................. 20
1. Kesimpulan ................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pemikiran ekonomi Islam semakin menjadi fokus utama dalam era globalisasi dan
dinamika ekonomi kontemporer. Dalam konteks ini, para tokoh ekonom Muslim modern
memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengartikulasikan pandangan mereka
terhadap konsep ekonomi pembangunan Islam. Keberagaman pandangan dan pendekatan
yang ditawarkan oleh tokoh-tokoh ini mencerminkan kompleksitas dan relevansi
ekonomi Islam dalam memahami tantangan pembangunan ekonomi masa kini.

Makalah ini bertujuan untuk menyelidiki secara rinci pandangan delapan tokoh utama
dalam ekonomi Muslim modern terhadap ekonomi pembangunan Islam. Dengan
menganalisis karya-karya dan pemikiran mereka, kami akan mencari pemahaman yang
lebih mendalam tentang bagaimana gagasan-gagasan ekonomi Islam dapat diterapkan
dalam konteks pembangunan ekonomi global yang dinamis.

Diharapkan, melalui analisis terperinci terhadap pandangan para tokoh ini, makalah
ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang kontribusi ekonomi Islam dalam
merumuskan kebijakan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, adil, dan
berkeadilan sosial.

2. Rumusan Masalah
2.1. Bagaimana pembangunan ekonomi Islam menurut Monzer Khaf?
2.2. Bagaimana Pembangunan ekonomi Islam menurut Abdul Mannan?
2.3. Bagaimana Pembangunan ekonomi Islam menurut Nejatullah Shidiqi?
2.4. Bagaimana pembangunan ekonomi Islam menurut Fazlur Rahman Faridi?
2.5. Bagaimana pembangunan ekonomi Islam menurut Umer Chapra?
2.6. Bagaimana pembangunan ekonomi Islam menurut Abdulhamid El Ghazali?
2.7. Bagaimana pembangunan ekonomi Islam menurut Fahmi Khan?
2.8. Bagaimana pembangunan ekonomi Islam menurut Afzalur Rahman?
3. Tujuan Pembahasan
3.1. Mengetahui pembangunan ekonomi Islam menurut Monzer Khaf
3.2. Mengetahui pembangunan ekonomi Islam menurut Abdul Mannan
3.3. Mengetahui pembangunan ekonomi Islam menurut Nejatullah Shidiqi

4
3.4. Mengetahui pembangunan ekonomi Islam menurut Fazlur Rahman Faridi
3.5. Mengetahui pembangunan ekonomi Islam menurut Umer Chapra
3.6. Mengetahui pembangunan ekonomi Islam menurut Abdulhamid El Ghazali
3.7. Mengetahui pembangunan ekonomi Islam menurut Fahmi Khan
3.8. Mengetahui pembangunan ekonomi Islam menurut Afzalur Rahman

5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pembangunan Ekonomi Menurut Monzer Khaf
Monzer Kahf mempelopori penerapan institusi distribusi Islam (zakat, sedekah) pada
agregat ekonomi, seperti pendapatan, konsumsi, simpanan, dan investasi. Pada tahun
1978, ia menerbitkan buku "The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning
of the Islamic Economic System", yang menandai awal penggunaan analisis matematika
ekonomi dalam studi ekonomi Islam. Selain itu, Khaf juga aktif menulis buku-buku lain
tentang ekonomi Islam.1

Pemikiran Monzer Kahf memiliki kesamaan dengan pemikiran Muhammad Abdul


Mannan dan Muhammad Nejatullah Siddiqi, yang dikenal sebagai mazhab utama dalam
ekonomi Islam. Kahf memiliki sudut pandang yang lebih neoklasik. Kontribusi uniknya
terletak pada integrasi keuangan sosial Islam (zakat dan sedekah) dan agen distribusi
Islam dalam perhitungan agregat ekonomi, seperti pendapatan, konsumsi, tabungan, dan
investasi.

Kahf berpandangan bahwa ekonomi, terlepas dari latar belakangnya, adalah ilmu yang
berkaitan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi. Perbedaan antara ekonomi Islam
dan ekonomi tradisional terletak pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai suci yang menjadi
landasan ekonomi Islam.

Metode analisis ekonomi membutuhkan alat bantu seperti statistik, matematika, dan
logika. Ilmu ekonomi, termasuk ekonomi Islam, bersifat interdisipliner karena erat
kaitannya dengan perilaku manusia.

Monzer Kahf berpendapat bahwa ekonomi Islam lebih luas dari fiqh muamalah.
Ekonomi Islam tidak hanya membahas halal dan haram dalam transaksi ekonomi, tetapi
juga kerangka untuk mempelajari perilaku pembelian konsumen dan lain-lain. Kahf
percaya bahwa ekonomi Islam tidak didasarkan pada gagasan "ekonom rasional" yang
bertentangan dengan konsep ekonomi tradisional. Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi
yang berlandaskan pada ajaran Islam. Ciri-ciri utama ekonomi Islam adalah sebagai
berikut:

• Kepemilikan Mutlak Milik Allah

1
Ubaidillah, Ahmad. 2018. Metodologi Ilmu Ekonomi Islam Monzer Kahf. Jurnal Ekonomi

6
Segala sesuatu di alam semesta ini, termasuk kekayaan dan sumber daya alam,
adalah milik Allah SWT. Manusia hanyalah pengelola (khalifah) yang diamanahkan
untuk memakmurkan bumi dan menggunakannya dengan bijak.

• Ketaatan kepada Allah SWT

Sebagai pengelola, manusia wajib mematuhi segala hukum dan aturan yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Hal ini termasuk dalam menjalankan aktivitas
ekonomi, seperti perdagangan, investasi, dan keuangan.

• Menjunjung Tinggi Kebajikan

Setiap kegiatan ekonomi dalam ekonomi Islam haruslah bermanfaat dan


mengarahkan manusia kepada kebaikan. Tujuannya adalah untuk mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

2. Pembangunan Ekonomi Menurut Abdul Mannan


Muhammad Abdul Mannan dikenal sebagai pelopor dalam bidang ekonomi Islam
melalui bukunya “Islamic Economic: Theory and Practice” yang terbit pada 1970.
Karyanya ini telah memicu diskusi luas mengenai isu-isu ekonomi dan perbankan Islam
di berbagai tempat. Selain itu, ia turut serta mendirikan Social Investment Bank di
Bangladesh pada 1996 dan telah menghasilkan dua karya lain, “The Making of Islamic
Economic Society” dan “The Frontiers of Islamic Economic” yang diterbitkan pada
tahun 1984. Mannan juga telah menyumbangkan berbagai tulisan lainnya dalam literatur
ekonomi Islam.
Abdul Mannan, seorang ekonom yang terafiliasi dengan International Center for
Research in Islamic Economics, memberikan definisi tentang ekonomi Islam sebagai
cabang ilmu sosial yang fokus pada studi masalah-masalah ekonomi dalam masyarakat
yang mengikuti prinsip-prinsip Islam. Beliau menekankan bahwa zakat memiliki peran
yang lebih krusial dibandingkan pajak sekuler karena zakat mengeliminasi kemungkinan
penghindaran pajak atau manipulasi keuntungan. Selanjutnya, Mannan juga beradvokasi
untuk pengembangan lebih lanjut dari konsep zakat, khususnya terhadap jenis-jenis
pendapatan yang belum dikenal selama periode awal Islam. 2
Konsep ekonomi Islam yang dikemukakan oleh Muhammad Abdul Mannan berasal
dari fondasi hukum Islam, yang kemudian dikembangkan menjadi langkah-langkah

2
Huda, Nurul. 2017. Ekonomi Pembangunan Islam. Jakarta: Prenada Media.

7
aplikatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip intinya. Proses formalisasi ini memiliki
dampak yang nyata dan berarti dalam implementasi ekonomi Islam, serta mendukung
evolusi pemikiran ekonomi Islam agar dapat menyesuaikan diri dengan dinamika
perubahan sosial masyarakat. Abdul Mannan menguraikan tujuh tahapan operasional
dalam ekonomi Islam sebagai berikut:
• Mengidentifikasi fungsi-fungsi ekonomi inti yang umum di semua sistem ekonomi,
seperti konsumsi, produksi, dan distribusi, yang tidak terikat oleh ideologi tertentu.
• Menetapkan prinsip-prinsip dasar yang mengarahkan fungsi-fungsi ekonomi tersebut
sesuai dengan syariat Islam, termasuk nilai kekal dari moderasi dalam konsumsi.
• Memulai pengembangan teori dan bidang ilmu ekonomi Islam, yang mencakup
definisi operasional melalui pengembangan konsep dan formula.
• Menetapkan jumlah barang dan jasa yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditentukan, baik pada tingkat individu maupun kolektif.
• Melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dilakukan melalui
proses pertukaran atau transfer pembayaran dengan menggunakan mekanisme harga.
• Menilai manfaat ekonomi dan non-ekonomi untuk memaksimalkan kesejahteraan
sesuai dengan tujuan dan kerangka kerja yang telah ditetapkan pada tahap kedua,
dengan mempertimbangkan aspek positif dan normatif.
• Melakukan perbandingan antara hasil implementasi kebijakan dengan hasil yang
diharapkan, yang melibatkan penilaian ulang terhadap prinsip-prinsip yang ditetapkan
pada tahap kedua dan penyesuaian konsep yang diterapkan pada tahap ketiga,
keempat, dan kelima.

Dalam mengembangkan teori ekonomi Islam, Abdul Mannan menetapkan beberapa


premis dasar yang menjadi fondasi bagi sistem ekonomi Islam institusional. Premis-
premis tersebut meliputi:

• Penolakan terhadap gagasan bahwa kepentingan pasar dapat menciptakan harmoni


secara otomatis.
• Kritik terhadap ideologi Marxis, dengan alasan bahwa ideologi tersebut tidak
menghasilkan kemajuan sosial yang diinginkan.
• Penekanan pada pentingnya memperhatikan data historis dan wahyu dalam
pengamatan ekonomi.

8
• Penolakan terhadap konsep yang memberikan kekuasaan mutlak kepada produsen
atau konsumen.
• Pemberian hak kepemilikan pribadi yang diizinkan, dengan syarat adanya tanggung
jawab moral dan etis.
• Pengakuan terhadap fungsi-fungsi ekonomi yang esensial, seperti produksi, distribusi,
dan konsumsi.3

3. Pembangunan Ekonomi Menurut Nejatullah Shidiqi


M. Nejatullah Siddiqi mengartikan ekonomi Islam sebagai tanggapan intelektual
Muslim terhadap tantangan ekonomi kontemporer dengan berlandaskan pada ajaran
Qur’an, Sunnah, logika, dan pengalaman. Siddiqi menyoroti kelemahan dalam asumsi
rasionalitas dan kecenderungan individu untuk memaksimalkan keuntungan pribadi yang
ada dalam ekonomi konvensional. Ia berpendapat bahwa ekonomi seharusnya didasarkan
pada altruisme dan peningkatan kesejahteraan kolektif, yang akan mengarah pada
penurunan permintaan terhadap barang-barang mewah dan peningkatan permintaan
terhadap barang-barang kebutuhan pokok.
Berbeda dengan pendekatan tradisional yang berfokus pada fikih atau tujuan-tujuan
syariah (maqasid), Siddiqi memilih pendekatan yang independen, berargumen bahwa
pembangunan ekonomi yang hanya berdasarkan pada prinsip-prinsip maqasid atau fikih
tertentu akan gagal karena tidak mengakar pada realitas. Oleh karena itu, ia berusaha
memisahkan pembangunan ekonomi dari fikih atau maqasid.
Siddiqi juga menekankan bahwa ekonomi Islam harus progresif dan tidak boleh
chauvinistik atau terpaku pada masa lalu, melainkan harus dapat menggantikan
paradigma ekonomi Anglo-Saxon yang ada, seperti dengan melarang eksploitasi tenaga
kerja dan lingkungan. Meskipun demikian, Siddiqi mengakui bahwa dalam karya
ensiklopediknya, ia tidak secara spesifik membahas tentang kemiskinan, suatu kesadaran
yang muncul belakangan dan ia atributkan pada orientasi umum ekonomi Islam yang
lebih cenderung ke arah keuangan Islam daripada pengentasan kemiskinan. 4

3
Ardi, A., R., S., dkk. 2022. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Era Modern. Jurnal Ekonomi Syariah.
Malang: Vol. 4 No. 1.

4
Huda, Nurul. 2017. Ekonomi Pembangunan Islam. Jakarta: Prenada Media.

9
M. Nejatullah Siddiqi mengemukakan bahwa ekonomi Islam harus memperhatikan
kebutuhan individu dan kondisi sosial masyarakat. Ia menyarankan struktur institusional
sebagai berikut:
• Allah adalah pemilik sejati segala harta, tetapi manusia diperbolehkan memiliki
properti pribadi dalam batasan hukum syariah dan dengan memenuhi kewajiban moral
terhadap sesama.
• Manusia diizinkan untuk berkreasi dengan batasan yang tidak merugikan orang lain,
dan persaingan harus dilakukan dalam lingkungan yang adil dan sehat.
• Kerjasama dalam bisnis harus didasarkan pada sistem bagi hasil yang adil.
• Proses pengambilan keputusan harus didasarkan pada konsultasi dan diskusi yang
konstruktif.
• Negara bertanggung jawab untuk mengatur masyarakat agar dapat hidup sesuai
dengan nilai-nilai Islam untuk mencapai tujuan-tujuan agama.

Tujuan ekonomi Islam melekat sebagai tujuan spiritual. Islam memandang semua
kegiatan ekonomi tidak hanya menciptakan kekayaan, tetapi yang paling penting,
memungkinkan semua kegiatan ini untuk mencapai tujuan spiritual. Konsep ini
didasarkan pada tauhid dan fungsi khalifah adalah sentral bagi seluruh umat Islam. Oleh
karena itu, pada hakekatnya pencapaian tujuan spiritual ini merupakan hak fundamental,
oleh karena itu kita berhak menyempurnakan kesatuan ini dalam bentuk ibadah dan
peribadatan kepada Allah.

Islam menghormati mekanisme pasar, tetapi negara khawatir akan ketidakseimbangan


dalam mekanisme pasar yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Konsep pengawasan
telah ada sejak Islam mempercayakan al-hisbah dengan tugas mengawasi dan mengambil
tindakan untuk mengurangi berat, mengumpulkan barang dagangan, dan melakukan
pemalsuan. Dalam konteks kehidupan masyarakat, keberhasilan memiliki harta dalam
berbagai bidang kegiatan ekonomi tergantung pada hak orang lain, yang dikenal dengan
zakat, ketika harta tersebut mencapai jumlah tertentu.

Siddiqi meyakini bahwa konsep zakat merupakan konsep unik yang ada dalam Islam
dan memiliki mekanisme untuk mendistribusikan kekayaan. Dalam setiap perolehan
kekayaan, selalu ada kelompok lemah yang membantu seseorang untuk mengumpulkan
kekayaan. Dengan demikian, pendistribusian harta melalui mekanisme zakat merupakan
bentuk rasa syukur kepada orang yang kurang mampu.

10
Sebagai konsekuensi logis dari transisi zakat, kesenjangan antara si kaya dan si miskin
tidak terlalu besar. Yang merugikan masyarakat adalah fenomena di mana sendi-sendi
kehidupan terpecah karena siklus kekayaan, dan kemiskinan serta kejahatan merajalela
karena terbatas pada kelas-kelas tertentu.

Siddiqi memberikan kontribusi penting dalam pengembangan takaful, atau asuransi


syariah, yang merupakan alternatif bagi asuransi konvensional yang berlandaskan pada
riba, maysir, dan gharar. Takaful beroperasi atas dasar saling menanggung risiko di
antara para pesertanya, yang berbeda dari asuransi konvensional dimana tidak ada
jaminan keanggotaan oleh operator. Takaful menyediakan solusi finansial untuk risiko
seperti kecelakaan, kematian, bencana alam, dan kehilangan pekerjaan, dengan
mengedepankan prinsip profesionalisme daripada sekadar dukungan sukarela. Sebagai
produk keuangan yang sesuai dengan syariah, takaful dirancang untuk mengatasi
tantangan sosial, mencerminkan nilai-nilai keadilan, kerjasama, dan saling mendukung.
Takaful juga dapat diintegrasikan dalam kebijakan pemerintah, khususnya dalam
mengelola risiko kematian dan cacat, serta menjadi bagian dari tanggung jawab sosial
perusahaan dalam lingkungan kerja. 5

4. Pembangunan Ekonomi Menurut Fazlur Rahman Faridi


F.R. Faridi, ekonom Muslim di Universitas King Abdul Aziz (Kuran, 1986),
menekankan perlunya partisipasi pemerintah dalam perekonomian. Beliau berpendapat
bahwa pemerintah harus menetapkan tujuan dalam berbagai faktor, termasuk tabungan
agregat dan tingkat lapangan kerja, dengan menindaklanjuti upaya untuk mencapai tujuan
dari faktor-faktor tersebut dengan penetapan tarif pajak yang sesuai.
Rencana pendapatan pemerintah ini digunakan untuk mengintegrasikan zakat dengan
sistem perpajakan Islam yang berfungsi sebagai alat kebijakan fiskal. Jika transfer zakat
menyebabkan ketidakseimbangan dalam distribusi SDM atau Sumber Daya Manusia pada
setiap sektor, maka sistem perpajakan harus digunakan untuk mengatasi situasi tersebut.
Selain itu, umat Islam dilarang mengambil keuntungan dari transaksi riba. Hal ini dapat
dicapai dengan membatasi pergerakan bebas modal antara sektor masyarakat yang bebas
bunga dan yang berbasis bunga.

5
Darwin Rizal, Zulaeha. 2022. Pendekatan Pemikiran Ekonomi Islam Muhammad Nejatullah Siddiqi.
Gorontalo: Volume 18 No 1.

11
5. Pembangunan Ekonomi Menurut Umer Caphra
M. Umer Chapra adalah seorang filsuf, pemikir, dan praktisi ekonomi Islam terkenal.
Dia adalah seorang penulis produktif yang telah menulis banyak novel penting. Ia
berpendapat bahwa sistem sekuler didasarkan pada Positivisme, Hukum Pasar Say, serta
Prinsip Manusia Ekonomi Rasional. Sebaliknya, ekonomi Islam menekankan pada
integrasi komponen kehidupan material dan spiritual, serta upaya mencapai kesejahteraan
baik di kehidupan ini maupun di akhirat. Beliau menggambarkan ekonomi Islam sebagai
bidang ilmu yang mencoba meningkatkan kebahagiaan manusia dengan mengalokasikan
dan mendistribusikan sumber daya yang langka sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Beliau juga menekankan bahwa pendekatan ini tidak membatasi kebebasan individu
atau menciptakan Keseimbangan makroekonomi dan ekologi yang tidak berkelanjutan.
Berdasarkan definisi diatas, M. Umer Chapra memberikan kebebasan dalam metodologi
sejauh dalam upaya untuk menyejahterakan manusia dan karenanya, ekonomi Islam
bertopang pada ijtihad dan magashid asy-syariah (Addas, 2008).6
6. Pembangunan Ekonomi Menurut Abdulhamid El Ghazali
Dalam bukunya yang berjudul “Man is the Basis of the Islamic Strategy for Economic
Development,” Abdul Hamid el-Ghazali, seorang profesor di Islamic Re-search and
Training Institute Jeddah, mengambil pendekatan aksiomatik untuk membenarkan
ekonomi politik Islam. Ia melakukan hal ini dengan menghadirkan prinsip-prinsip Islam
sebagai standar yang mendasari kebijakan ekonomi dan sosial. Beliau mengemukakan
bahwa keinginan individu tergabung dalam cita-cita etis aksiomatik dan berfungsi sebagai
variabel endogen dalam sistem ekonomi, sebagai pengendali pusatnya.

Beliau berpendapat bahwa tujuan produksi dan alokasi sumber daya haruslah untuk
pertumbuhan manusia, dengan keuntungan individu bertindak sebagai alat untuk
mencapai tujuan tersebut dan bukan sebagai tujuan itu sendiri. Zakat dapat digunakan
untuk meningkatkan keterlibatan dalam produksi dan mendorong pertumbuhan ekonomi
dan pribadi. Beliau juga berpendapat bahwa seluruh gagasan pembangunan harus
dipertimbangkan kembali agar dapat memprioritaskan kebutuhan mendasar manusia
dibandingkan hanya mengandalkan laju pertumbuhan komponen pembangunan yang
sederhana.

6
Huda, Nurul dkk. (2015). Ekonomi Pembangunan Islam. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, hlm., 69-72.

12
7. Pembangunan Ekonomi Menurut Fahmi Khan
Tokoh yang bernama lengkap Muhammad Fahim Khan, lahir di India pada tahun
1946. Fahim Khan termasuk jajaran ahli ekonomi Islam kontemporer yang memiliki
kapabilitas yang handal secara akademis sekaligus memiliki pengalaman praktis dalam
pengembangan ekonomi Islam.

Dengan gelar Masternya di bidang ekonomi politik, statistik dan Ph.D dibidang
ekonomi, Fahim Khan memiliki 39 tahun pengalaman dalam bidang kebijakan dan
perencanaan ekonomi, pengajaran dan pelatihan, pengembangan kapasitas kelembagaan
dan penelitian, serta bidang konsultasi. Beliau memperoleh gelar B.A. dan M.A. dalam
bidang statistik dari Universitas Punjab (Pakistan) pada tahun 1968, serta M.A. pada
tahun 1977, dan Ph.D dalam ilmu ekonomi dari Universitas Boston Amerika Serikat
pada tahun 1978.

Beliau bergabung dengan Islamic Research and Trainning Institute (IRTI) sejak
tahun 1988 dan menduduki berbagai posisi kepala divisi riset, kepala divisi pelatihan,
serta kepala divisi pengembangan dan kerjasama ekonomi Islam. Fahim Khan juga
pernah menjabat sebagai direktur IRTI selama setahun. Sebelum bergabung dengan
IRTI, beliau menjabat Deputy Chief Kementrian Perencanaan (1969-1981), dan juga
sebagai Profesor Ekonomi dan Direktur School of Economics di International Islamic
University, Islamabad Pakistan pada tahun 1981-1988.

Menurutnya, ekonomi memerlukan adanya rationing (pengaturan barang yang langka


untuk mencapai kesetaraan distribusi). Rationing terjadi karena dalam iklim ketiadaan
bunga, permintaan pinjaman konsumsi dapat melebihi pasokan, sehingga pasokan
menjadi langka. Menuru Khan, rationing harus berdasarkan catatan kredit klien dan sifat
kebutuhannya. Dalam penelitiannya, bank Islam tidak ada yang memberikan pinjaman
konsumsi bebas bunga dan bank cenderung memberikan pinjaman yang memberikan
pengembalian cepat. Hasil penelitian ini membuat kecewa Khan karena pada akhirnya
bahkan bank Islam bekerja menggunakan landasan individualis ketimbang kolektif
(Nurul Huda, 2015, p. hlm. 71).

7.1. Pemikiran Fahim Khan Tentang Pembangunan Ekonomi Islami

Secara umum kualitas sumber daya manusia di negara-negara berkembang masih


rendah, baik dari sisi pendidikan maupun skill manajemen kewirausahaannya.
Memberikan peluang wirausaha kepada mereka bukan berarti menyediakan pabrik

13
besar atau toko besar untuk dikelola. Memberikan peluang kewirausahaan berarti
memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan usaha yang dapat mereka
kelola sendiri, misalnya membuka peluang atau memfasilitasi mereka yang memiliki
ketrampilan dasar, baik sebagai tukang kayu, penjahit, tukang bangunan, pembuat
makanan kecil dan sebagainya untuk mendirikan unit manufaktur kecil yang
mempekerjakan beberapa orang saja yang mungkin berasal dari anggota keluarga
mereka sendiri. Kesuksesan usaha bukan milik mereka yang berpendidikan tinggi
saja, tidak jarang ada orang yang buta huruf dan tidak berpendidikan sukses
menjalankan usaha kecil-usaha kecil dengan penghasilan yang tidak kalah dari gaji
tetap pegawai atau karyawan. Bahkan dewasa ini banyak diwacanakan dalam
beberapa literatur tentang pentingnya pengembangan industri skala kecil.

Fahim Khan mengambil contoh kasus di Pakistan dan Indonesia sebagai negara
dengan kondisi ekonomi berlimpah tenaga kerja. Di negara-negara ini orang
menganggur bukan karena tidak mau bekerja, tetapi karena mereka tidak
mendapatkan pekerjaan sesuai apa yang mereka bisa kerjakan. Dengan pendapatan
perkapita yang masih rendah, tentu orang-orang ini memiliki keinginan kuat untuk
meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik dengan bekerja. Ketika tidak ada
penawaran pekerjaan, mereka tidak dapat menjalankan bisnis atau usaha mandiri
karena tidak memiliki modal sendiri. Pada umumnya negara dengan surplus tenaga
kerja, sebagian besar sumber daya manusianya tidak memiliki modal. Mereka
membutuhkan pinjaman modal jika ingin melakukan usaha mandiri.

Sehingga pemikiran pembangunan ekonomi menurut Fahim Khan difokuskan


pada strategi pembangunan ekonomi perspektif Islam di negara dengan surplus
tenaga kerja, karena permasalahan tersebut sebagian besar merupakan faktor
penghambat pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya negara-negara yang
sedang berkembang seperti yang telah dicontohkan di atas. Pandangan Fahim
Khan tentang strategi pembangunan ekonomi islami:

• Pertumbuhan kewirausahaan di dalam perekonomian

Kerangka kelembagaan ekonomi Islam memiliki cerminan yang sangat jelas


untuk menciptakan dan mendorong kegiatan kewirausahaan dalam kegiatan
perekonomian. Unsur-unsur kerangka kelembagaan berikut ini menunjuk pada
tujuan tersebut.

14
Pertama, ajaran Islam tidak mengizinkan sumber daya (baik manusia
maupun fisik) disimpan menganggur. Ada beberapa pengaturan kelembagaan
(selain norma-norma moral) yang akan mengarahkan ke tujuan tersebut dalam
perekonomian Islam.

Kedua, ada pengaturan kelembagaan yang memaksa salahsatu sumber daya


yang langka dalam perekonomian, yakni modal finansial untuk aktivitas
kewirausahaan dari pada disewakan untuk memperoleh sewa modal. Fahim
Khan menegaskan bahwa modal keuangan dilarang keras untuk memperoleh
sewa, yaitu bunga. Satu-satunya cara agar modal keuangan dapat menghasilkan
pendapatan adalah dengan melibatkannya dalam aktivitas kewirausahaan di
mana keuntungan yang akan diperoleh merupakan imbalan resiko kerugian
produktif. Membiarkan modal finansial menganggur juga tidak disukai.Ada
beban pungutan zakat atas sumber daya jika tidak digunakan dalam kegiatan-
kegiatan produktif.

Ketiga, dorongan bagi sumber daya keuangan untuk terlibat dalam kegiatan
kewirausahaan akan menciptakan permintaan terhadap sumber daya
komplementeruntuk dipekerjakan pada basis wirausaha yang memakai modal
finansialmtersebut. Modal finansial tidak dapat menghasilkan apa-apa tanpa
melibatkan sumber komplementer. Sumber daya komplementer yang terbaik
adalah sumber daya manusia, terutama ketika sumber daya manusia ini sangat
banyak sehingga modal finansial dapat menegosiasikan rasio bagi-hasil yang
lebih baik. Dengan demikian, pengaturan institusional Islam seperti ini tidak
hanya memaksa sumber daya finansial untuk menjadi sumber daya wirausaha,
tetapijuga menciptakan permintaan sumber daya manusia.

Keempat, pengaturan kelembagaan terkait jaminan sosial dan tidak adanya


bunga pada modal finansial akan mendorong sumber daya manusia dalam
perekonomian Islam untuk lebih mencari aktivitas kewirausahaan dari pada
pekerjaan dengan upah tetap. Pada dasarnya aktivitas kewirausahaan
menyediakan lebih banyak peluang pertumbuhan ekonomi dibandingkan
dengan pekerjaan upah tetap. Orang akan termotivasi untuk memaksimalkan
pendapatan hari ini dan masa mendatang. Orang akan lebih memilih kegiatan

15
kewirausahaan dari pada pekerjaan berupah tetap ketika risiko wirausaha tidak
lebih berat pendapatan yang diharapkan.

Dalam ekonomi konvensional berbasis bunga, yang dipertaruhkan dalam


sebuah aktivitas kewirausahaan jauh lebih berat dari pada pekerjaan berupah
tetap. Risiko berwirausaha dalam ekonomi berbasis bunga meliputi seluruh
upaya manusia diinvestasikan, seluruh modal keuangan yang diinvestasikan,
serta bunga yang yang harus dibayarkan atas modal keuangan. Seorang
wirausahawan yang melakukan usaha bukan dengan modal sendiri ketika
mengalami kerugian menanggung beban yang amat berat. Dia harus
mengembalikan modal pinjaman dengan seluruh bunganya. Dia juga
menghadapi bahaya kelaparan untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Melihat
beratnya risiko tersebut, pekerjaan yang berupah tetap yang menjamin paling
tidak kebutuhan dasar kehidupan (subsistensi) akan selalu lebih disukai.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang secara institusional


menjamin kebutuhan hidup minimal dan melarang bunga, individu yang
berwirausahaakan menghadapi risiko yang jauh lebih sedikit. Risiko akan dibagi
antara pelaku wirausaha dan pemilik modal finansial. Risiko finansial bahkan
ditanggung sepenuhnya oleh para pemilik modal finansial. Ketika terjadi
kerugian, tidak ada kewajiban untuk mengembalikan modalkarena pelaku
usaha sudah mempertaruhkan sumber daya manusia yang dimilikinya.
Ketika terjadi kebangkrutan usaha, tidak ada ketakutan kelaparankarena
masyarakat menjamin kebutuhan pokoknya. Dalam suasana yang demikian,
sumber daya manusia akan lebih tertarik mencari kegiatan kewirausahaan dari
pada pekerjaan dengan upah tetap(gaji). Mereka akan memiliki pekerjaan tetap
hanya sebatas sampai mereka dapat menemukan modal finansial yang
diperlukan untuk memulai kegiatan kewirausahaan.
Dari analisis Fahim Khan tersebut, ia menyimpulkan bahwa dalam kerangka
kelembagaan dan kerangka etis ekonomi Islam, yang lebih ditawarkan adalah
wirausaha, dari pada sewa tenaga kerja berupah tetap. Sistem ini menciptakan
penawaran sekaligus permintaan wirausahawan dalam ekonomi. Semakin
banyak wirausaha ditawarkan, semakin banyak upaya berbagi risiko produktif
dan semakin banyak pula terjadinya percepatan pertumbuhan ekonomi.
• Akumulasi modal

16
Fahim Khan membantah adanya anggapan bahwa akumulasi modal dalam
ekonomi Islam lebih lambat dibandingkan dalam ekonomi berbasis bunga.
Ia bahkan mengemukakan beberapa alasan untuk meyakinkan bahwa akumulasi
modal akan lebih tinggi dalam ekonomi Islam.
• Perbandingan dengan sistem berbasis bunga
Karena dasar-dasar pembangunan dalam ekonomi Islam dilaksanakan
melalui peyemarakan aktivitas wirausaha, maka pasokan modal untuk para
wirausahawan prospektif berbasis bagi hasil/rugi merupakan bagian dari proses
dalam mekanisme untuk menghasilkan para wirausahawan dalam
perekonomian. Sedangkan dalam ekonomi berbasis bunga, proses pembangunan
pada dasarnya dilakukan melalui akumulasi modal. Namun akumulasi modal
ini tidak dirancang untuk menghasilkan lebih banyak wirausahawan. Mereka
yang sudah memiliki modal diasumsikan lebih mampu dalam akumulasi modal.
Ada mekanisme yang terbangun dalam sistem yang dapat menjamin
pembangkitan akumulasi modal dalam sistem ekonomi berbasis bunga.
Fahim Khan mengasumsikan strategi pembangunan dalam kerangka
kelembagaan kapitalis di negara sedang berkembang yang padat penduduk. Stok
tenaga kerja yang berlebihan akan memasuki angkatan kerja ketika dapat
terserap ke dalam sektor berupah dengan tingkat upah yang mulai naik. Sumber
daya manusia ini umumnya tidak memiliki faktor-faktor produksi lain kecuali
modal manusia, yakni diri mereka sendiri. Tidak ada kerangka lembaga yang
dapat menyediakan bagi mereka sumber daya komplementer (sumber daya
finansial/fisik) untuk memulai usaha sendiri. Kurang tersedia peluang
kewirausahawanan yang cukup untuk mengawali usaha sendiri semisal
mengumpulkan kayu dari hutan dan menjualnya di pasar.
Tidak akan ada suplai modal finansial untuk kewirausahaan kecuali jika ada
jaminan kepastian bahwa laba atas investasi lebih tinggi dari bunga. Seseorang
yang membutuhkan modal finansial untuk memulai sebuah proyek akan harus
membayar bunga tetap terlepas dari kondisi usahanya untung atau kerugian.
Taruhannya terlalu banyak, seperti kehilangan semua usaha manusia yang
diinvestasikan dalam proyek, keharusan menutup hilangnya modal untuk
mengembalikan pinjaman secara penuh, serta keharusan membayar bunga.
Sistem perbankan menawarkan modal finansial untuk mereka yang sudah
memiliki modal. Lebih banyak modal yang dimiliki seseorang, semakin banyak

17
pinjaman modal yang dapat diperolehnya dari bank. Sistem perbankan justru
kontra-produktif terhadap upaya mendukung kelebihan pasokan sumber daya
manusia untuk mencari kegiatan usaha mandiri produktif. Mereka yang
memiliki sumber daya keuangan lebih memilih untuk menabungnya di bank
untuk mendapatkan sewa uang yang tetap daripada menggunakan sumber daya
finansial tersebut dalam kegiatan kewirausahaan mereka sendiri atau untuk
dilibatkan dalam aktivitas kewirausahaan orang lain, kecuali jika mereka yakin
akan keuntungan yang lebih tinggi dari suku bunga
• Pelajaran bagi strategi pembangunan
Fahim Khan berkali-kali menegaskan kejelasan strategi pembangunan
ekonomi dalam perspektif Islam yang menekankan lebih pentingnya pengaturan
institusional untuk secara langsung melibatkan orang dalam kegiatan
kewirausahaan mereka sendiri daripada strategi memanjakan kapitalis untuk
menciptakan kesempatan kerja dengan upah pasti di pasar kerja. Ekonomi Islam
memiliki mekanisme built-inuntuk mendukung strategi tersebut.(Fitriyah, 2019)
8. Pembangunan Ekonomi Menurut Afzalur Rahma
Afzalur Rahman adalah pengarang sebuah trilogi sistem ekonomi Islam berjudul
“Economic Doctrines of Islam”. Menurutnya, norma-norma Islam memberikan solusi
praktis atas masalah ekonomi modern. Afzalur-Rahman berpendapat bahwa penghasilan
yang diperoleh tanpa risiko itu tidak adil. Afzalur-Rahman berpendapat mengenai zakat
dan distribusi kekayaan , dalam masalah zakat yaitu tujuan memperoleh kenikmatan dari
Allah dengan jalan mendorong individu untuk menggunakan modal mereka sebaik
mungkin untuk berproduksi sehingga mendapatkan lebih banyak kekayaan dan karenanya
lebih banyak lagi zakat. Walau begitu, nisab maupun sumber zakat tidak boleh berubah,
walaupun ia sendiri menyadari kalau di masa Umar ada inovasi zakat berupa sumber
zakat baru berupa kuda dan didasarkan alasan kalau di masa Nabi tidak banyak kuda.
Posisi membingungkan juga terlihat ketika di satu sisi Afzalur-Rahman memberikan
daftar tugas-tugas negara dalam ekonomi namun dalam buku yang sama, juga menolak
intervensi negara pada ekonomi.7

Menurut Afzalurrahman (1997), mengenai distribusi adalah suatu cara di mana


kekayaan disalurkan ke beberapa faktor produksi yang memberikan kontribusi kepada
individu, masyarakat, dan negara. Lebih lanjut, Zarqa (1986) mengemukakan bahwa ada

7
Ibid.

18
beberapa faktor yang menjadi dasar distribusi, yaitu tukar-menukar (exchange),
kebutuhan (need), kekuasaan (power), sistem sosial dan nilai etika (social system and
ethical values). Sejalan dengan prinsip pertukaran (exchange), antara lain seseorang
memperoleh pendapatan yang wajar dan adil sesuai dengan kinerja dan kontribusi yang
diberikan. Distribusi yang didasarkan atas kebutuhan (need), seseorang memperoleh upah
karena pekerjaannya dibutuhkan oleh pihak lain.

Satu pihak membutuhkan materi untukdapat memenuhi kebutuhan keluarga dan pihak
lain membutuhkan tenaga kerja sebagai faktor produksi. Kekuasaan (power) juga
berperan penting di mana seseorang yang memiliki kekuasaan atau otoritas cenderung
mendapatkan lebih banyak karena ada kemudahan akses Untuk itu, ketiga kriteria tersebut
hendaknya lebih mengarah pada sistem sosial dan nilal etika (social system and ethical
values) yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, pemerataan distribus
merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan keadilan, di mana Islam menghendaki
kesamaan pada manusia dalam memperold geluang untuk mendapatkan harta kekayaan
tanpa memandang status.8

8
Apriyanto,Naerul Edwin Kiky, (2016).Kebijakan Distribusi Dalam Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal
Hukum Islam, Vol.14 No.2

19
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesimpulan dari materi di atas adalah bahwa pemikiran ekonomi Islam memiliki
banyak kontributor yang beragam, mulai dari Monzer Kahf, Muhammad Abdul Mannan,
Nejatullah Siddiqi, Abdulhamid El Ghazali, hingga Fahim Khan. Meskipun memiliki
pendekatan yang berbeda-beda, para tokoh ini semua berusaha mengembangkan model
ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan mampu memberikan solusi untuk
mencapai kesejahteraan sosial dan spiritual umat.

Para ekonom Islam menekankan pentingnya integrasi nilai-nilai Islam dalam analisis
ekonomi, termasuk pemikiran tentang kepemilikan mutlak Allah, ketaatan kepada Allah,
dan menjunjung tinggi kebajikan dalam semua kegiatan ekonomi. Mereka juga
menyoroti pentingnya redistribusi kekayaan melalui institusi seperti zakat dan sedekah,
serta mendorong kewirausahaan dan partisipasi pemerintah dalam mengatur
perekonomian.

Dengan pendekatan yang beragam, mereka menawarkan berbagai strategi untuk


mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapi oleh umat Islam, seperti pengembangan
zakat, takaful sebagai alternatif asuransi, partisipasi aktif pemerintah dalam ekonomi,
dan pembangunan kewirausahaan di negara dengan surplus tenaga kerja.

Secara keseluruhan, pemikiran ekonomi Islam memberikan kontribusi yang berharga


dalam merumuskan model ekonomi yang berkelanjutan, adil, dan berlandaskan pada
nilai-nilai moral dan spiritual Islam. Dengan terus mengembangkan dan
mengimplementasikan gagasan-gagasan ini, diharapkan masyarakat Muslim dapat
mencapai kesejahteraan yang lebih baik dalam aspek material dan spiritual.

20
DAFTAR PUSTAKA

Al Arif, N. R. (2020). Ekonomi Pembangunan Islam (1st ed.). Universitas Terbuka.

Apriyanto, Naerul Edwin Kiky. (2016). Kebijakan Distribusi Dalam Pembangunan Ekonomi
Islam. Jurnal Hukum Islam, Vol. 14 No. 2.
Ardi, A., R., S., dkk. (2022). Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Era Modern. Jurnal
Ekonomi Syariah. Malang: Vol. 4 No. 1.
Darwin Rizal, Zulaeha. (2022). Pendekatan Pemikiran Ekonomi Islam Muhammad
Nejatullah Siddiqi. Gorontalo: Volume 18 No 1.
Fitriyah, W. (2019). Pembangunan Ekonomi Islamimenurut Fahim Khan Dan Umer Chapra:
Sebuah Kajian Komparatif. Jurnal Ekonomi Syariah, 4, 77–89.
Nurul Huda. (2015). Ekonomi Pembangunan Islam (1st ed.). Prenandamedia Group.
Syamsuri. (2018). Ekonomi Pembangunan Islam (A. Mujahidin (ed.); 1st ed.). Ponorogo:
UNIDA Gontor Press
Tim Penulis. (2021). Ekonomi Pembangunan Islam (M. Irf`an, A. Sakti, S. E. Hidayat, & S.
Nurzaman (eds.); 1st ed.).
Ubaidillah, A. (2023). Ekonomi Pembangunan Islam Untuk Indonesia Emas (H. Aini,
Subhan, K. Ulum, A. Rijal, & M. A. W. Buana (eds.); 1st ed.). Lamongan: Nawa Litera
Publishing
Ubaidillah, Ahmad. (2018). Metodologi Ilmu Ekonomi Islam Monzer Kahf. Jurnal Ekonomi

21

Anda mungkin juga menyukai