Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

“PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 13 :
Ferdiansyah
Hardiansyah
Putri Alfianti Gunawan

DOSEN PENGAMPU :
Hendra, MA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

SYEKH H. ABDUL HALIM HASAN AL-ISHLAHIYAH BINJAI

T.P 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T. Karena atas limpahan rahmatnya,
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Adapun judul dari makalah ini adalah
“Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia“. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber bacaan yang
dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dari materi ini.
Selain itu, ucapan terima kasih kepada pihak – pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari rekan – rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Demikianlah dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Binjai, 09 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1. Latar Belakang............................................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
1. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia............................................... 2
2. Tokoh-tokoh Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia.................................................. 7
BAB III PENUTUP................................................................................................................ 12
1. Kesimpulan................................................................................................................... 12
2. Saran............................................................................................................................. 12
Daftar Pustaka........................................................................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di sepanjang sejarah umat manusia Negara menjadi salah satu fenomena kehidupan umat
manusia. Di zaman sekarang konsep Negara berkembang begitu pesatnya menjadi bentuk
yang paling sempurna dari sebelumnya yang sangat sederhana bentuknya. Bersamaan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan umat manusia Negara terus menerus dijadikan objek perhatian
dan juga menjadi objek penelitian, disebabkan Negara merupakan bentuk organisasi
kehidupan bersama dalam masyarakat.
Agama islam hanyalah satu, yaitu agam yang hak dari Allah SWT. oleh karenanya tidaklah
mengherankan jika terdapat berbagai macam interpretasi manusia tentang islam, termasuk
tentang masalah ekonomi dalam islam. Tetapi hal ini tidaklah mengurangi arti eksistensi dan
vitalitas islam. Justru merupakan keragaman yang digunakan untuk memperkokoh islam.
Makalah ini akan membahas tentang perkembangan pemikiran ekonomi islam di Indonesia
dan beberapa tokoh-tokoh pemikiran ekonomi islam.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi Islam di Indonesia?
b. Siapa saja tokoh-tokoh pemikiran ekonomi islam di Indonesia?

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia
a. Pergeseran Pemikiran ke Pergerakan Ekonomi Syariah
Ilmu ekonomi Islam adalah suatu yang tidak bisa dipungkiri lagi adalah suatu
ilmu yang tumbuh dan menjadi gerakan perekonomian Islam sejak seperempat abad yang
lalu. Namun demikian, pergeseran orientasi dari pemikiran ekonomi ke gerakan tak
terpisahkan dari hapusnya institusi Khilafah tahun 1924 dan upaya menghidupkanya
kembali yang gagal hingga terbentuknya Organisasi Konfrensi Islam. Dengan kata lain,
salah satu produk penting yang menyertai kelahiran OKI adalah terpicunya pemikiran
ekonomi Islam menjadi gerakan perekonomian Islam. Gerakan itu ditandai dengan
diselengarakan Konfrensi Ekonomi Islam secara teratur. Pemantapan hati negara-negara
anggota OKI untuk mengislamisasi ekonomi negaranya masing-masing tumbuh setelah
Konferensi  Ekonomi Islam III yang diselenggarakan di Islamabad Pakistan bulan Maret
1983. Hasilnya, sejumlah pemerintahan Islam sudah mendirikan Departemen atau
Fakultas Ekonomi Islam di universitas-universitas mereka, bahkan sudah mulai meng-
Islamkan lembaga pebankan mereka. Gerakan ekonomi syariah adalah suatu upaya
membentuk Sistem Ekonomi Islam (SEI) yang mencakup semua aspek ekonomi
sebagaimana didefinisikan oleh Umer Chapra dalam, The Future of Economics. Namun
demikian, dewasa ini terkesan bahwa ekonomi Islam itu identik dengan konsep tentang
sistem keuangan dan perbankan Islam. Kecenderungan ini dipengaruhi oleh beberapa
factor berikut: Pertama, perhatian utama dan menonjol para ulama dan cendekiawan
Muslim adalah transaksi nonribawi sesuai petunjuk AlQuran dan Sunnah; kedua,
peristiwa krisis minyak 1974 dan 1979 dan keberanian Syekh Zakki Yamani, Menteri
Perminyakan Arab Saudi, untuk melakukan embargo miyak sebagai senjata menekan
Barat dalam menopang perjuangan Palestina. Tindakan ini ternyata memiliki dua mata
pisau. Pertama, Barat menyadari kekuatan dunia Islam yang dapat mengancam kehidupan
ekonomi Barat; kedua, hasil penjualan minyak dunia Islam secara nyata telah melahirkan
kekuatan finansial negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia
Tenggara. Negara-negara itu menjadi Negara petro dolar yang menimbulkan pemikiran
untuk “memutarkan” uang mereka melalui lembaga keuangan syariah.

2
Mengiringi kondisi obyektif di atas perkembangan pemikiran di bidang ilmu
ekonomi syariah menjadi gerakan pembangunan SEI semakin terpacu dan tumbuh
disertai factor-faktor lain yang mendahuluinya, yaitu:
Pertama, telah terumuskanya konsep teoritis tentang Bank Islam pada tahun 1940-
an; Kedua, lahirnya ide dan gagasan mendidirikan Bank Islam dalam Keputusan
Konfrensi Negera-negara Islam se-Dunia bulan April 1968 di Kuala Lumpur; ketiga,
lahirnya negara-negara Islam yang melimpah petro dolarnya. Maka, pendirian bank Islam
menjadi kenyataan dan dapat dilaksanakan tahun 1975.1
b. Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan kemajuan yang patut
disyukuri dan diapresiasi. Perkembangan tersebut tidak hanya dijumpai pada tataran
wacana yang bersifat teoritik-normatif, namun sudah sampai pada tataran yang lebih
praktis-aplikatif.
Pada tataran wacana, kita menjumpai banyak pemikiran ekonomi syariah yang
dikembangkan oleh para ahli. Kini kita merasakan betapa ekonomi syariah tidak hanya
menjadi ‘menara gading’ melainkan sudah lebih membumi dan lebih aplikatif. Pemikiran
fiqh muamalah misalnya, sudah mulai dikembangkan secara praktis sesuai dengan
persoalan aktual kontemporer.
Bahkan pemikiran fiqh muamalah yang dikembangkan oleh para ulama, telah
diadaptasi sedemikian rupa dalam bentuk fatwa. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional (DSN) telah menjadi ‘panduan praktis’ bagi publik dalam
bermuamalah sesuai syariah.
Kemajuan pemikiran ekonomi syariah juga nampak pada ikhtiar untuk mencari
relevansinya dengan ekonomi modern. Kini kita menjumpai banyak buku yang mengulas
tentang relasi antara ekonomi modern dengan ekonomi syariah. Gagasan para pemikir
ekonomi Islam dituangkan dalam konteks yang lebih modernis. Misalnya adalah Abu
Yusuf yang menggagas tentang pajak dan tanggung jawab pemerintah terhadap ekonomi.
Selain itu juga gagasan Ibn Taimiyyah yang berbicara tentang kebijakan fiskal,
terutama mengenai sumber penerimaan dan alokasi belanja keuangan negara. Kondisi ini
makin menegaskan bahwa ekonomi syariah tidak hanya identik dengan bank syariah,
1
https://uinsgd.ac.id/perkembangan-pemikiran-ekonomi-syariah/ diakses pada tanggal 09 Mei 2022 Pukul 16.49
WIB

3
melainkan juga mencakup ekonomi makro, ekonomi mikro, kebijakan moneter, kebijakan
fiskal, pembiayaan publik sampai dengan ekonomi pembangunan.
Sedangkan pada tataran praktis, perkembangan lembaga keuangan publik syariah
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pada sektor perbankan misalnya, hingga
Oktober 2018, jumlah Bank Umum Syariah sudah mencapai 14 buah dengan total aset
sebesar 304,292 miliar rupiah.
Sedangkan Bank Umum Konvensional yang membuka Unit Usaha Syariah
sebanyak 20 buah, dengan total aset 149,957 miliar rupiah, dan jumlah Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah mencapai 168 buah dengan jumlah kantor sebanyak 450 buah.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga November 2018, jumlah
reksadana syariah sebesar 220 atau sekitar 10,61% dari total reksadana. Jumlah ini cukup
tinggi bila dibandingkan tahun 2010 yang hanya sebesar 7.84%. Perkembangan Efek
Syariah juga sangat menggembirakan, hingga November 2018, terdapat 407 Efek Syariah
dari berbagai sektor. Jumlah sukuk syariah juga mengalami peningkatan, hingga
November 2018 sudah mencapai 108 sukuk syari’ah.
Perkembangan saham syariah juga mengalami kenaikan. Hingga November 2018,
Kapitalisasi Pasar Bursa Efek Indonesia di Jakarta Islamic Index mencapai 2.065.369,10,
jumlah ini lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2010 sebesar 1.134.632,00.
Perkembangan lembaga keuangan syariah juga ditunjukkan dengan tingginya
jumlah BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) yang saat ini diperkirakan mencapai 4500 buah.
BMT sendiri merupakan lembaga keuangan syariah yang memberikan layanan
pembiayaan syariah pada usaha mikro bagi anggotanya. Keberadaan BMT menjadi
strategis, terutama untuk menjangkau wilayah perdesaan (sektor pertanian dan sektor
informal).
Perkembangan ekonomi syariah juga nampak dengan berdirinya Bank Wakaf
Mikro, yang berfungsi memberikan layanan penyediaan akses pembiayaan bagi
masyarakat yang belum terhubung dengan lembaga keuangan formal khususnya di
lingkungan pondok pesantren. Hingga Desember 2018, OJK mencatat sebanyak 41 Bank
Wakaf Mikro telah berdiri di Indonesia.
Pengelolaan zakat dan wakaf juga mengalami kemajuan. Upaya penguatan
pengelolaan zakat terus dilakukan pemerintah, misalnya dengan diterbitkannya UU No.

4
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan diterbitkannya Undang-undang
tersebut adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Berkaitan dengan pengelolaan wakaf, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf. Undang-undang tersebut melahirkan paradigma baru
tentang pengelolaan wakaf di Indonesia, terutama pengelolaan wakaf uang. Hal ini
merubah paradigma publik bahwa obyek harta wakaf tidak hanya tanah, namun juga
meliputi barang-barang bergerak, seperti uang dan surat berharga lainnya.
Kemajuan-kemajuan tersebut, tidak bisa dilepaskan dari geliat perkembangan
filantropi Islam di Indonesia. Menurut analisis Hilman Latief, munculnya filantropi Islam
di Indonesia merupakan fenomena kepedulian masyarakat muslim kelas menengah ke
atas terhadap persoalan kemanusiaan.
Perkembangan ekonomi syariah pada satu sisi melahirkan kegembiraan atas
optimisme masa depan ekonomi syariah sebagai ‘sistem ekonomi alternatif’. Namun di
sisi lain menghadirkan tantangan baru untuk peningkatan kualitas.
Perkembangan ekonomi syariah tidak boleh hanya bertumpu pada sektor
keuangan, namun perlu penguatan pada sektor riil. Portofolio produk perbankan syariah
yang mendorong terciptanya sektor riil, seperti pembiayaan mudharabah dan musyarakah
perlu ditingkatkan kembali.
Secara kelembagaan, institusi keuangan publik syariah nampaknya juga perlu
dikelola untuk melahirkan sinergisitas dan harmonisasi. Dengan demikian, perkembangan
ekonomi syariah akan dapat dinikmati oleh kalangan luas terutama dhuafa.2
c. Pemikiran dan Aktivitas Ekonomi Syariah di Indonesia
Jika kita lacak akar sejarah pemikiran dan aktivits ekonomi Islam Indonesia tak
bisa lepas dari awal sejarah masuknya Islam di negeri ini. Bahkan aktivitas ekonomi
syariah di tanah air tak terpisahkan dari konsepsi lingua franca. Menurut para pakar,
mengapa bahasa Melayu menjadi bahasa Nusantara, ialah karena bahasa Melayu adalah
bahasa yang populer dan digunakan dalam berbagai transaksi perdagangan di kawasan
ini. Para pelaku ekonomi pun didominasi oleh orang Melayu yang identik dengan orang
2
https://syariah.iain-surakarta.ac.id/perkembangan-ekonomi-syariah-di-indonesia/diakses pada tanggal 09 Mei
2022 Pukul 17.00 WIB

5
Islam. Bahasa Melayu memiliki banyak kosa kata yang berasal dari bahasa Arab. Ini
berarti banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep Islam dalam kegiatan ekonomi. Maka
dapat disimpulkan bahwa aktivitas ekonomi syariah tidak dalambentuk formal melainkan
telah berdifusi dengan kebudayaan Melayu sebagaimana terceriman dalam bahasanya.
Namun demikian, penelitian khusus tentang institusi dan pemikiran ekonomi syariah
nampaknya belum ada yang meminatinya secara khusus dan serius. Oleh karena itu,
nampak kepada kita adalah upaya dan gerakan yang dominan untuk penegakan syariah
Islam dalam kontek kehidupan politik dan hukum. Walaupun pernah lahir Piagam Jakarta
dan gagal dilaksanakan, akan tetapi upaya Islamisasi dalam pengertian penegakan syariat
Islam di Indonesia tak pernah surut.
Pemikiran dan aktivitas ekonomi syariah di Indonesia akhir abad ke-20 lebih
diorientasikan pada pendirian lembaga keuangan dan perbankan syariah. Salah satu
pilihanya adalah gerakan koperasi yang dianggap sejalan atau tidak bertentangan dengan
syariah Islam. Oleh karena itu, gerakan koperasi mendapat sambutan baik oleh kalangan
santri dan pondok pesantren. Gerakan koperasi yang belum sukses disusul dengan
pendirian bank syariah yang relatif sukses. Walaupun lahirnya kedahuluan oleh Philipina,
Denmark, Luxemburgdan AS, akhirnya Bank Islam pertama di Indonesia lahir dengan
nama Bank Mu’amalat (1992). Kelahiran bank Islam di Indonesia hari demi hari semakin
kuat karena beberapa factor: 1. adanya kepastian hukum perbankan yang melindunginya;
2. tumbuhnya kesadaran masayarakat manfaatnya lembaga keuangandanperbankan
syariah; 3. dukungan politik atau political will dari pemerintah. Akan tetapi, kelahiran
bank syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan pendirian lembaga-lembaga
pendidikan perbankan syariah. Sejak tahun 1990-an ketika Dirjen Bimbaga Islam Depag
RI melakukan posisioning jurusan-jurusan di lingkungan IAIN, penulis pernah
mengusulkan kepada Menteri Agama dan para petinggi di Depag RI agar mempersiapkan
institusi untuk mengkaji kecenderungan dan perkembangan ekonomi syariah di tanah air.
Usaha maksimal saat itu ialah memilah jurusan Muamalat/Jinayat pada Fakultas syariah
IAIN menjadi dua, yakni Jurusan Muamalat dan Jurusan Jinayah-Siyasah.
Maraknya perbankan syariah di tanah air tidak diimbangi dengan lembaga
pendidikan yang memadai. Akibatnya, perbankan syariah di Indonesia baru pada
Islamisasi nama kelembagaanya. Belum Islamisasi para pelakunya secara individual dan

6
secara material. Maka tidak heran jika transaksi perbankan syariah tidak terlalu beda
dengan transaksi bank konvensional hanya saja ada konkordansi antra nilaisuku bungan
dengan nisbah bagihasil. Bahkan terkadang para pejabat bank tidak mau tahu jika
nasabahnya mengalami kerugian atau menurunya keuntungan. Mereka “mematok” bagi
hasil dengan rate yang benar-benar menguntungkan bagi pihak bank secara sepihak. Di
lain pihak, kadangkala ada nasabah yang bersedia mendepositkan dananya di banak
syariah dengan syarat meminta bagi hasilnya minimal sama dengan bank konvensional
milik pemerintah. Terlepas dari kekurangan dankelebihan perbankan syariah, yang pasti
dan factual adalah bahwa ia telah memberikan konstribusi yang berarti
dan meaningfull bagi pergerakan roda perekonomian Indonesia dan mengatasi krisis
moneter.
2. Tokoh-tokoh Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia
Gagasan ekonomi syariah di Indonesia berkembang pada 1950-an. Inilah para pemikir
ekonomi syariah di Indonesia.
Rumusan dan tujuan ini mengingatkan kembali sejarah pemikiran ekonomi syariah di
Indonesia. Sebelum menjadi wapres, Ma’ruf Amin sohor sebagai salah satu pemikir,
penganjur, pendorong, dan praktisi ekonomi syariah. Selain dia, beberapa nama juga pernah
melontarkan gagasan tentang rumusan dan tujuan ekonomi syariah. Berikut ini beberapa
pemikir ekonomi syariah di Indonesia.
a. Sjafruddin Prawiranegara
Orang lebih mengenalnya sebagai menteri keuangan dan gubernur pertama Bank
Indonesia masa 1953–1958. Tapi Dawam Rahardjo, cendekiawan dan pemikir ekonomi,
menyebutnya sebagai pencetus mula wacana ilmiah tentang ekonomi Islam pada masa
Indonesia merdeka.
Pemikiran Sjafruddin tentang ekonomi Islam (sekarang lebih sering disebut
ekonomi syariah, red.) kali pertama terungkap dalam artikel berjudul “Motif Ekonomi
diukur menurut Hukum-Hukum Islam” di majalah Suara Partai Masyumi, Maret–
April 1951.
“Tulisan tersebut menggambarkan pendekatannya pada ekonomi Islam sebagai
sistem ekonomi mikro Neo-Klasik yang dapat digunakan sebagai pedoman perilaku
ekonomi mikro dan individu,” catat Dawam Rahardjo dalam Arsitektur Ekonomi Islam.

7
Sjafruddin kembali menguraikan gagasannya tentang ekonomi Islam secara lebih
jelas dalam “Hakikat Ekonomi Islam”. Dia menegaskan ekonomi Islam bukan sekadar
pengharaman atas riba (usury). Menurutnya, ekonomi Islam berlandaskan pada ajaran-
ajaran Islam. Turunan ajaran ini membentuk moral dan etika Islam. Di sinilah hakikat
ekonomi Islam yang membedakan dengan konsep ekonomi lainnya seperti kapitalisme
dan sosialisme.
Sjafruddin meyakini ekonomi Islam tak terlepas dari kehidupan modern. Semua
perilaku dan kegiatan ekonomi modern mempunyai pijakan dalam ekonomi Islam.
Sjafruddin, misalnya, mendukung bunga bank untuk pembangunan negara.
“Riba meliputi semua bentuk laba yang berlebihan, yang diperoleh dengan jalan
yang jahat. Bunga komersial normal benar-benar dibolehkan dalam Islam,” tulis
Sjafruddin dalam artikel lainnya, “Adakah Konsep atau Sistim Ekonomi Khusus Islam?”
termuat dalam Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi Islam.
b. Dawam Rahardjo
Sohor sebagai cendekiawan Muslim, Dawam berminat pada segala macam kajian
keislaman, sosial, budaya, filsafat, dan sastra. Dia mulai tertarik mengkaji wacana
ekonomi Islam pada 1980-an. Ketika itu, geliat kajian ekonomi Islam sedang bertumbuh.
Para pendukung dan penolaknya saling unjuk kemampuan lewat artikel populer atau
makalah ilmiah.
Dawam tak ketinggalan. Dia tak menolak atau menerima begitu saja konsep
ekonomi Islam. “Ia justru dapat dimasukkan ke dalam kelompok kritis yang
mengapresiasi gagasan tersebut dan tidak mengingkari adanya kemungkinan bahwa teori
atau sistem tersebut bisa berhasil,” catat P.A. Rifa’i Hasan dalam kata
pengantar Arsitektur Ekonomi Islam.
Dawam menunjukkan kegagalan-kegagalan ekonomi kapitalisme dan sosialisme
dalam menyejahterakan manusia. Dia kemudian mengarahkan orang agar sejenak melihat
ekonomi Islam. Bagi Dawam, ekonomi Islam bukanlah gagasan yang bersumber dari
pemikiran individu sebagaimana gagasan ekonomi liberal-kapitalis, sosialis, dan
komunis.

8
“Ekonomi Islam yang sering juga disebut sebagai jurisprudence
economics merupakan sistem ekonomi pasar yang diatur oleh kombinasi nilai-nilai moral
dan hukum agama atau syariah,” ungkap Dawam dalam Arsitektur Ekonomi Islam.
Dawam juga melihat nilai-nilai dasar pengembangan ekonomi Islam adalah
ibadah kepada Tuhan. Tapi tujuannya bersifat universal. Sesuai dengan tujuan Islam
sebagai agama rahmatan lil ‘alamin atau rahmat bagi seluruh alam.
Dawam percaya ekonomi Islam mempunyai potensi menciptakan rakyat yang
mandiri atas dasar swadaya. Tapi dia juga mengkritik gagasan ekonomi Islam yang hanya
berkutat pada keuangan dan perbankan.
Dalam banyak artikelnya, Dawam menyertakan kritik-kritik dari ekonom Barat
terhadap ekonomi Islam. Dawam mencatat kritik itu berkutat pada tiga hal. Ekonomi
Islam tak jauh berbeda dari ekonomi kapitalis, ekonomi Islam hanyalah suatu teologi
sektarian, dan ekonomi Islam tak kompatibel dengan ilmu ekonomi karena bisa
menghambat perkembangan ilmu tersebut.
Tapi setelah menguraikan kritik-kritik dari ekonom Barat, Dawam menunjukkan
keunggulan ekonomi Islam. Dia mencontohkan keberhasilan lembaga keuangan Islam di
beberapa negara tanpa memungut riba dan bunga. Baginya, ekonomi Islam sangat
mungkin terwujud dalam berbagai bentuk lembaga keuangan, perusahaan, jasa, dan
koperasi.
c. Ahmad Muflih Saefuddin
Lebih dikenal dengan nama A.M. Saefuddin. Tapi panggilannya A.M. saja. Dia
mendapat pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, Bogor (sekarang
menjadi Institut Pertanian Bogor) dan Universitas Liebig, Jerman. Minatnya pada kajian
ekonomi dan keislaman tumbuh sewaktu studi di Jerman. Dia membuat kelompok diskusi
bersama teman-temannya.
Sepulang dari Jerman, A.M. mengajar di IPB dan menggeluti persoalan
kemasyarakatan. Dia melihat keterbelakangan ekonomi pada sebagian besar umat Islam
dan negara mayoritas muslim. Dia menyebut keterbelakangan itu karena sistem ekonomi
yang tak adil. Sistem ekonomi demikian juga menyebabkan berbagai krisis di berbagai
negara. Karena itulah dia mengajukan tawaran ekonomi Islam.

9
Selama 1980-an, A.M. sering menerbitkan artikel tentang ekonomi Islam.
Bukunya, Nilai-Nilai Ekonomi Islam, terbit pada 1983 dan menguraikan secara rinci teori
serta praktik ekonomi Islam. Baginya, ekonomi Islam berangkat dari ilmu ekonomi
Islam. Dia menyebut pentingnya cara pandang dan nilai-nilai Islam dalam ilmu ekonomi.
Sebab dari sinilah konsep ekonomi Islam dapat diturunkan. Berikut dengan praktik-
praktiknya.
A.M. melihat ekonomi Islam sebagai “sistem-sistem ekonomi yang berkeadilan,
manusiawi sekaligus tetap menghargai hak-hak kelestarian ‘pihak lain’ termasuk tatanan
alam sebagai sesama ciptaan Allah yang harus dihormati demi terjaganya kepentingan
sesama,” tulis A.M. dalam Membumikan Ekonomi Islam.
A.M. menolak pemisahan agama dari kehidupan sehari-hari, termasuk ilmu dan
praktik ekonomi. Menurutnya, pemisahan itu membuat ekonomi kosong dari nilai
sehingga membuat manusia menjadi serakah, tamak, dan curang. Selain itu, A.M. juga
menolak bunga dan riba bank konvensional. Dia ikut membidani kelahiran bank syariah
di Indonesia.
d. Muhammad Syafii Antonio
Nama lahirnya Nio Gwan Chung. Dia terlahir dan besar dari keluarga keturunan
Tionghoa yang menganut Konghuchu. Sejak duduk di bangku sekolah menengah atas,
dia mulai mempelajari dan menganut Islam. Dia memperdalam pendidikan keislaman di
pesantren An-Nidzom, Sukabumi, asuhan K.H. Abdullah Muchtar.
Antonio mengenal ekonomi Islam di University of Jordan dan mendapat
pendidikan perbankan Islam (lebih sering disebut bank syariah) di International Islamic
University, Malaysia. Dia mendapat gelar doktor ekonomi di University of Melbourne.
Minat Antonio pada pengembangan ekonomi Islam muncul setelah melihat
ketertinggalan ekonomi umat Islam. Menurutnya, ini terjadi karena Islam “hanya
diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah, diingat pada saat kelahiran bayi, ijab kabul
pernikahan, serta penguburan mayat,” terang Antonio dalam Bank Syariah dari Teori ke
Praktik.
Antonio melihat umat Islam telah mengubur Islam “dalam-dalam dengan
tangannya sendiri” karena memarjinalkan Islam dari dunia perbankan, asuransi, pasar

10
modal, pembiayaan proyek, dan transaksi ekspor-impor. Dia juga mengkritik keras
pandangan bahwa Islam tak terkait dengan bank dan pasar uang.
Antonio memandang sistem ekonomi yang selama ini dianut oleh sebagian besar
negara dunia telah terbukti gagal membangun keseimbangan ekonomi. Buktinya krisis
ekonomi di berbagai negara Asia pada 1997 dan rontoknya bank-bank konvensional
Indonesia pada masa yang sama. Karena itulah, dia menawarkan gagasan ekonomi Islam.
Salah satu bentuknya perbankan syariah.
Bagi Antonio, perbankan syariah hanyalah satu sub-unit dari unit finansial Islam.
Lalu unit finansial Islam juga hanya satu sub-unit kecil dari sistem ekonomi syariah.
Kemudian ekonomi syariah pun “bagian integral dari sistem Islam yang maha luas.” Dari
skema itu, dia memprediksi keberhasilan sistem perbankan syariah akan tercapai bila ada
dukungan dari sub unit lain dari sistem ekonomi.3

3
https://historia.id/ekonomi/articles/para-pemikir-ekonomi-syariah-di-indonesia-DWj44/page/4 diunduh pada
tanggal 09 Mei 2022 pukul 22.30 WIB

11
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan kemajuan yang patut disyukuri dan
diapresiasi. Perkembangan tersebut tidak hanya dijumpai pada tataran wacana yang bersifat teoritik-
normatif, namun sudah sampai pada tataran yang lebih praktis-aplikatif.
Pada tataran wacana, kita menjumpai banyak pemikiran ekonomi syariah yang dikembangkan
oleh para ahli. Kini kita merasakan betapa ekonomi syariah tidak hanya menjadi ‘menara gading’
melainkan sudah lebih membumi dan lebih aplikatif. Pemikiran fiqh muamalah misalnya, sudah mulai
dikembangkan secara praktis sesuai dengan persoalan aktual kontemporer.
Bahkan pemikiran fiqh muamalah yang dikembangkan oleh para ulama, telah diadaptasi
sedemikian rupa dalam bentuk fatwa. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN) telah menjadi ‘panduan praktis’ bagi publik dalam bermuamalah sesuai syariah.

2. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA
https://uinsgd.ac.id/perkembangan-pemikiran-ekonomi-syariah/ diakses pada tanggal 09 Mei
2022 Pukul 16.49 WIB
https://syariah.iain-surakarta.ac.id/perkembangan-ekonomi-syariah-di-indonesia/diakses pada
tanggal 09 Mei 2022 Pukul 17.00 WIB
https://historia.id/ekonomi/articles/para-pemikir-ekonomi-syariah-di-indonesia-DWj44/page/4
diunduh pada tanggal 09 Mei 2022 pukul 22.30 WIB

13

Anda mungkin juga menyukai