Anda di halaman 1dari 5

Pemikiran Ekonomi Ibnu Khaldun

Dalam pemikiran ekonomi ibnu khaldun, ia memiliki beberapa teori yang terdiri atas :
1. TEORI PRODUKSI
Bagi ibn khaldun, produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara sosial dan
internasional. Yang terdiri atas :
Tabiat manusiawi dari produksi
Organisasi sosial dari produksi
Organisasi internasional dari produksi
2. TEORI NILAI, UANG, dan HARGA
a. Teori nilai
Bagi Ibnu Khaldun, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya.
b. Teori uang
Menurut Ibnu Khaldun, uang tidak selalu identik dengan kesejahteraan tetapi hanya alat dimana
kesejahteraan akan diraih. Berkaitan tentang fungsi uang, menurutnya uang memiliki dua fungsi,
yaitu sebagai ukuran pertukaran (standard of excange) dan sebagai penyimpan nilai (store of
value). Bagi Ibnu Khaldun, dua logam yaitu emas dan perak, adalah ukuran nilai semua
akumulasi modal.
c. Teori harga
Harga adalah hasil dari hukum permintaan dan penawaran. Ibnu Khaldun menekankan bahwa
kenaikan penawaran atau penurunan permintaan menyebabkan kenaikan harga, demikian pula
sebaliknya penurunan penawaran atau kenaikan permintaan akan menyebabkan penurunan harga.
3. TEORI DISTRIBUSI
Harga suatu produk terdiri dari tiga unsur : gaji (imbal jasa bagi produser), laba ( imbal jasa bagi
pedagang), dan pajak (imbal jasa bagi pegawai negeri dan penguasa). Terdiri atas :
a. Pendapat tentang penggajian elemen-elemen tersebut
Harga imbal jasa dari setiap unsur ini dengan sendirinya ditentukan oleh hukum permintaan dan
penawaran.
1). Gaji
Karena nilai suatu produk adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya, gaji
merupakan unsur utama dari harga barang-barang
2). Laba
Laba adalah selisih antara harga jual dengan harga beli yang diperoleh oleh pedagang.
3). Pajak
Pajak bervariasi meurut kekayaan penguasa dan penduduknya.
b. Eksistensi distribusi optimum
1). Gaji
Bila gaji terlalu rendah, pasar akan lesu dan produksi tidak mengalami peningkatan. Jika gaji
terlalu tinggi, akan terjadi tekanan inflasi dan produsen kehilangan minat untuk bekerja.
2). Laba
Jika laba sangat rendah, pedagang terpaksa melikuidasi saham-sahamnya dan tidak dapat
memperbaruinya karena tidak ada modal. Jika laba terlalu tinggi, para pedagang akan
melikuidasi saham-sahamnya pula dan tidak dapat memperbaruinya karena tekanan inflasi.
3). Pajak
Jika pajak terlalu rendah pemerintah tidak dapat menjalani fungsinya. Jika pajak terlalu tinggi
tekanan fiskal menjadi terlalu kuat sehingga laba para pedagang dan produsen menurun dan
hilanglah insetif mereka untuk bekerja.
Pemikiran Ekonomi Zaman Modern
Menurut Khurshid Ahmad[11], yang dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, ada empat tahapan
perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam, yaitu:
1. Tahapan Pertama, dimulai ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal
dalam bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan
sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka
berpendapat bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan
hubungan apapun dengan perbankan konvensional. Masa ini dimulai kira-kira apada
pertengahan dekade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir dekade
1950-an dan awal dekade 1960-an. Pada masa itu di Pakistan didirikan bank Islam lokal
ayang beroperasi bukan pada bunga. Sementara itu di Mesir juga didirikan lembaga
keuangan yang beroperasi bukan pada bunga pada awal dasa warsa 1960-an. Lembaga
keuangan ini diberi nama Mit Ghomir Local Saving yang berlokasi di delta sungai Nil,
Mesir.
2. Tahapan kedua dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan ini para ekonom
Muslim yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di
Amerika Serika dan Eropa mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari
sistem moneter Islam. Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba
(bunga) dan mengajukan alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga. Serangkaian
konferensi dan seminar internasional tentang ekonomi dan keuangan Islam digelar
beberapa kali dengan mengundang para pakar, ulama, ekonom baik muslim maupun non-
muslim. Konferensi internasional pertama tentang ekonomi Islam digelar di Makkah al-
Mukarromah pada tahun 1976 yang disusul kemudian dengan konferensi internasional
tentang Islam dan Tata Ekonomi Internasional yang baru di London pada tahun 1977.
Setelah itu digelar dua seminar tentang Ekonomi Moneter dan Fiskal dalam Islam di
Makkah pada tahun 1978 dan di Islamabad pada tahun 1981. Kemudian diikuti lagi oleh
konferensi tentang Perbankan Islam dan Strategi kerja sama ekonomi yang diadakan di
Baden-Baden, Jerman pada tahun 1982 yang kemudian diikuti Konferensi Internasional
Kedua tentang Ekonomi Islam di Islamabad pada tahun 1983.
3. Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk mengembangkan perbankan
dan lembaga-lembaga keuangan non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor
pemerintah. Pada tahapan ini sudah mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga
investasi berbasis non-riba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi
yang lebih mapan. Bank Islam yang pertama kali didirikan adalah Islamic Development
Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia. Bank Islam ini merupakan kerjasa
sama antara negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam
(OKI). Tidak lama kemudian disusul oleh Dubai Islamic Bank. Setelah itu banyak sekali
bank-bank Islam bermunculan di mayoritas negara-negara muslim termasuk di Indonesia.
4. Tahapan keempat ditandai dengan pengembangan pendekatan yang lebih integratif dan
sophisticated untuk membangun keseluruhan teori dan praktek ekonomi Islam terutama
lembaga keuangan dan perbankan yang menjadi indikator ekonomi umat.
Pemikiran dan Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia
Pada sekitar tahun 1911 telah berdiri organisasi Syarikat Dagang Islam yang beranggotakan
tokoh-tokoh atau intelektual muslim saat itu. Di Indonesia sendiri, pemikiran ke arah sistem
ekonomi syariah secara historis telah berakar sejak periode kemerdekaan. Namun mencuatnya
kebutuhan akan lembaga perbankan islami di tengah praktek ekonomi kontemporer tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan pemikiran dan gagasan tentang konsep ekonomi islam.
Fenomena tersebut ditandai dengan berdirinya perkumpulan pendukung ekonomi islam(PPEI) di
Jkarta pada tanggal 23 November 1955, yang kemudian diikuti dengan dibentuknya panitia
diberbagai daerah dan kota-kota lain untuk mendirikan cabang-cabangnya. Gagasan dan
pemikiran ini baru belakangan dapat diwujudkan, yakni berawal dari berdirinya Bank
Muammalat Indonesia(BMI) yang dioperasikan sejak tanggal 1 Mei 1992. kendatipun benih-
benih pemikiran ekonomi dan keuangan Islam telah muncul jauh sebelum masa tersebut.
Sepanjang tahun 1990an perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Tetapi pada
tahun 2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat ditinjan dari sisi pertumbuhan
asset, omzet dan jaringa kantor lembaga perbankan dan keuangan syariah. Pada saat yang
bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam,
walaupun pada jumlah yang sangat terbatas, antara lain STIE Syariah di Yogyakarta , IAIN-SU
di Medan, STEI SEBI , STIE Tazkia, dan PSTTI UI yang membuka konsentrasi Ekonomi dan
Keuangan Islam, pada tahun 2001.
Pada awal tahun 1997, terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang berdampak besar terhadap
goncangan lembaga perbankan yang berakhir likuidasi pada sejumlah bank, Bank Islam atau
Bank Syariah malah bertambah semakin pesat. Pada tahun 1998, sistem perbankan islam dan
gerakan ekonomi islam di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Di sektor keuangan dan perbankan sendiri selama periode tahun 2012 menuju 2013, perbankan
syariah Indonesia mengalami tantangan yang cukup berat dengan mulai dirasakannya dampak
melambatnya pertumbuhan perekononomian dunia yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia tidak setinggi yang diharapkan, walaupun Indonesia termasuk negara yang masih
mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil di dunia. Selain itu, faktor lain seperti dampak
penurunan DPK antara lain karena penarikan dana haji dari perbankan syariah juga merupakan
salah satu hal yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan syariah.
Oleh karena itu pertumbuhan aset perbankan syariah tidak setinggi pertumbuhan pada
periode yang sama di tahun sebelumnya. Hingga bulan Oktober 2012 pertumbuhan aset
perbankan syariah mencapai ± 37% dan total asetnya menjadi ± Rp179 triliun.
Meskipun demikian Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan perbankan syariah tahun
2013 tetap mengalami pertumbuhan yang relatif cukup tinggi berkisar antara 36% -
58% .Sementara perekonomian Indonesia di tahun depan masih tetap mengalami pertumbuhan
yang cukup tinggi dalam kisaran 6,3% - 6,7%.
Lalu mengenai perkembangan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah
(UUS) sampai dengan Oktober 2012 tidak mengalami perubahan, namun demikian jumlah
jaringan kantor meningkat. Meskipun dengan jumlah BUS (11 buah) maupun UUS (24 buah)
yang sama, namun pelayanan kebutuhan masyarakat akan perbankan syariah menjadi semakin
meluas yang tercermin dari bertambahnya Kantor Cabang dari sebelumnya sebanyak 452
menjadi 508 Kantor, sementara Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Kas (KK) telah
bertambah sebanyak 440 kantor pada periode yang sama. Secara keseluruhan jumlah kantor
perbankan syariah yang beroperasi sampai dengan bulan Oktober 2012 dibandingkan tahun
sebelumnya meningkat dari 1.692 kantor menjadi 2.188 kantor.
Dalam rangka tetap menumbuh-kembangkan perbankan syariah, maka akan di fokuskan
kebijakan pengembangan perbankan syariah tahun 2013 pada hal-hal sebagai berikut:
1. Pembiayaan perbankan syariah yang lebih mengarah kepada sektor produktif dan
masyarakat yang lebih luas,
2. Pengembangan produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan sektor
produktif,
3. Transisi pengawasan yang tetap menjaga kesinambungan pengembangan perbankan
syariah,
4. Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk dan
5. Peningkatan edukasi dan komunikasi dengan terus mendorong peningkatan kapasitas
perbankan syariah pada sektor produktif serta komunikasi “parity” dan “distinctiveness”
Sementara itu di sisi non keuangan, Industri keuangan syariah adalah salah satu bagian dari
bangunan ekonomi syariah. Sama halnya dengan ekonomi konvensional, bangunan ekonomi
syariah juga mengenal aspek makro maupun mikro ekonomi. Namun, yang lebih penting dari itu
adalah bagaimana masyarakat dapat berperilaku ekonomi secara syariah seperti dalam hal
perilaku konsumsi, giving behavior (kedermawanan), dan sebagainya. Perilaku bisnis dari para
pengusaha Muslim pun termasuk dalam sasaran gerakan ekonomi syariah di Indonesia.
Walau terlihat agak lambat, namun sisi non-keuangan dalam kegiatan ekonomi ini juga semakin
berkembang. Hal ini ditandai semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perilaku
konsumsi yang Islami, tingkat kedermawanan yang semakin meningkat ditandai oleh
meningkatnya dana zakat, infaq, waqaf, dan sedekah yang berhasil dihimpun oleh badan dan
lembaga pengelola dana-dana tersebut.

Anda mungkin juga menyukai