Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DALAM LEMBAGA KEUANGAN

Mata Kuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen : Dr. Abdul Wadud Nafis, Lc, M.E.I

Oleh:

A Syafi’ul Jazil : 223206060013


Umu Hanifatirrosyidah : 223206060014

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 2
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
C. Tujuan Masalah..................................................................................................... 3
PEMBAHASAN........................................................................................................ 4
A. Lembaga Keuangan Syariah ................................................................................ 7
B. Sejarah Lembaga Keuangan Ekonomi Syariah .................................................... 8
PENUTUP ................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Ekonomi Islam bertitik
tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas
dari syariat Allah. Menurut agama Islam kegiatan ekonomi merupakan bagian dari
kehidupan yang menyeluruh, dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber dari alquran dan
hadits.
perkembangan ilmu ekonomi Islam ditandai dengan semakin maraknya
praktik-praktik lembaga keuangan berbasis syari’ah yang daripadanya mengundang
berbagai bentuk respon dari umat muslim. tidak terkecuali mulai munculnya kesadaran
umat muslim terhadap pemahaman tentang ekonomi Islam secara komprehensif yang
tidak sekedar menyangkut masalah teknis dan aplikasi saja melainkan mendorong umat
muslim untuk memahami latar belakang serta sejarah pemikiran ekonomi Islam1.
Lembaga Keuangan Syariah mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai
lembaga ekonomi yang berbasis syariah di tengah proses pembangunan nasional.
Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah merupakan implementasi dari pemahaman umat
Islam terhadap prinsip-prinsip dalam hukum ekonomi Islam. Lembaga Keuangan Syariah
adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan berlandaskan prinsip
syariah Islam2.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pemikiran Islam dalam Lembaga-lembaga Keuangan Syariah?
2. Bagaimana sejarah berdirinya Lembaga-lembaga keuangan Syariah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sejarah pemikiran Islam dalam Lembaga-lembaga Keuangan
Syariah
2. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Lembaga-lembaga keuangan Syariah.

1
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakrta: Gramata Publishing, 2005), 67.
2
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005), hlm.25

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lembaga Keuangan Syariah


1. Pengertian
Lembaga keuangan syariah adalah suatu perusahaan yang usahanya bergerak di
bidang jasa keuangan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip syariah yaitu
prinsip yang menghilangkan unsur-unsur yang dilarang dalam Islam, kemudian
menggantikannya dengan akad-akad tradisional Islam atau yang lazim disebut dengan
prinsip syariah. Atau lembaga keuangan syariah merupakan sistem norma yang
didasarkan ajaran Islam. Lembaga keuangan syariah (LKS) adalah lembaga yang
dalam aktivitasnya, baik penghimpun dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atau dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan
bagi hasil3.
2. Jenis-Jenis
Lembaga keuangan dalam melakukan kegiatan usahanya mempunyai perbedaan
fungsi kelembagaan, deviasi-deviasi menurut fungsi dan tujuannya sehingga dapat
digolongkan ke dalam dua lembaga, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Namun Abdulkadir Muhammad
mengemukakan bahwa lembaga keuangan terdiri dari 3 kelompok besar, yaitu
Lembaga Keuangan Bank (LKB), Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), dan
Lembaga Pembiayaan4.
B. Sejarah dan Pemikiran Lembaga Keuangan Syariah
1. Bank Syariah
Gagasan mengenai bank yang menggunakan sistem bagi hasil telah muncul
sejak lama ditandai dengan banyaknya pemikir-pemikir muslim yang menulis tentang
keberadaan bank syariah, misalkan Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan

3
Muhammad Abdul Karim, Kamus Bank Syariah….., hal. 32
4
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2004, hlm. 8

4
Mahmud Ahmad (1952). Kemudian uraian yang lebih terperinci tentang gagasan itu
ditulis oleh Mawdudi (1961). Demikian juga dengan tulisan-tulisan Muhammad
Hamidullah yang ditulis pada 1944, 1955,1957, dan 1962 bisa dikategorikan sebagai
gagasan pendahulu mengenai perbankan Islam.
Sejarah perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia
pada tahun 1940, yaitu upaya pengelolaan dana jamah haji secara non-konvensional.
Rintisan bank syariah lainnya adalah Mit Ghamr Lokal Saving Bank pada tahun 1963
di Mesir oleh Dr. Ahmad el Najar. Setelah dua rintisan awal itu bank Islam tumbuh
dengan sangat cepat, Sesuai dengan Analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan
International Assocantion of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua
ratus Lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia baik negara-negara
berpenduduk muslim, Eropa, Australia dan Amerika.5
Pada sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara Organisasi Konferensi Islam
di Karachi, Pakistan, Desember 1970. Mesir mengajukan sebuah proposan untuk
mendirikan Bank Syariah dan dikaji oleh delapan belas negara Islam.6 Sidang Menteri
Keuangan OKI di Jeddah 1975, menyetujui rancangan pendirian Islamic Development
Bank (IDB) dengan modal awal 2 milyar Dinar islam, semua negara OKI menjadi
anggota IDB.7
Dengan berdirinya IDB memotivasi negara-negara Islam untuk mendirikan
Lembaga keuangan syariah. Pada periode 1970-1980 lembaga-lembaga keuangan
syariah mulai muncul di Mesir, Sudan, Pakistan, Malaysia, dan Turki. Selain itu ada
negara non Muslim juga mulai mendirikan Lembaga keuangan syariah seperti Inggris,
Denmark, Bahamas, Swiss, dan Luxemburg.8 Pada awal-awal berdirinya bank syariah
terdapat banyak hambatan dan masalah-masalah yang timbul karena permasalahan
politik namun hal ini bank-bank syariah tetap bermunculan diberbagai negara.

5
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta :Gema Insani, 2001), 18
6
Ahmad el Najjar, Bank bila fawaid ka Istiratijjiyah lil Tanmiah al-Iqtishadiyyah, (Jeddah: King Abdul Aziz
University Press, 1972),71
7
Muhammad Syafi’i Antonio, 17
8
Muhammad Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, (Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1999), 143

5
Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah mulai
muncul sejak pertengan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional
Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1976 dalam seminar yang
diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan
Bineka Tunggal Ika, namun ada beberapa hambatan dalam terealisasinya ide ini yaitu
operasional bank syariah yang menerapkan bagi hasil belum diatur dalam
Undang-undang Perbankkanyang berlaku saat itu, Konsep bank syariah sendiri
dianggap mengarah kepada konsep negara Islam, dan itu tidak dikehendaki oleh
pemerintah, dan hambatan yang terakhir adalah sumber modal yang akan dipakai untuk
Bank Syariah.9
Bank Muamalat Indonesia merupakan Bank syariah pertama di Indonesia.
Pendirian Bank ini hasil dari Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang berlangsung di Hotel Syahid Jaya, Jakarta 22-25 Agustus 1990. Akte
pendirian Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 Nopember 1991.
Kemudian diikuti dengan kemunculan Undang-undang NO.7 Tahun 1992 tentang
perbankan, dimana perbankan bagi hasil diakomodasi. Dan selanjutnya bank-bank
syariah di Indonesia mulai bermunculan seperti Bank Syariah Mandiri (2000), BNI
Syariah (2000), BRI Syariah (2001), Bank Danamon Syariah (2001), Bank Bukopin
Syariah (2001). Menurut data dari OJK saat ini tercatat ada sekitar 189 bank syariah
yang terdiri dari 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS) yang
beroperasi di Indonesia.
2. BPRS(Bank Pembiayaan Rakyat Syariah)
Berdirinya BPRS adalah untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas, yaitu
daerah kabupaten, kecamatan dan pedesaan. Sejarah awal berdirinya BPR Syariah
yaitu pada 8 Oktober 1990 berdirinya. Pertama PT. BPR Dana Mardhatillah, Kec.
Margahayu, Bandung, kedua PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, Kec. Padalarang,

9
Dawan M, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, ( Jakarta : Lembaga studi agama dan Filsafat, 1999), 405

6
Bandung, ketiga PT. BPR Amanah Rabbaniya, Kec Banjaran, Bandung. 10 Dari ketiga
BPRS yang mulai beroperasi tahun1990 saat ini menurut data dari OJK saat ini tercatat
164 BPRS yang beroperasi di Indonesia.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berfungsi sebagai pelaksana Sebagian fungsi
bank umum, tetapi tingkatannya adalah untuk melayani masyarakat kecil di kecamatan
dan pedesaan. Jenis produk yang ditawarkan oleh Bank umum, seperti tidak boleh
membuka rekening giro dan ikut kliring.
3. Baitul Mal Wattamwil
Sejarah lahirnya BMT di Indonesia di awali dengan kemunculan Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) konvensional. Indonesia merupakan negara pertama yang
mengembangkan keuangan mikro secara komersial di Asia, dengan mengatur lembaga
keuangan mikro semi profesional mulai pelayanan jasa keuangan mikro. Menjamurnya
Lembaga Keuangan Mikro ini, maka pada tahun 1992 PINBUK pertama kali
memperkenalkan BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah di Indonesia.
Proyek percontohan BMT ini terus berkembang sebagai pilar Lembaga keuangan
Mikro Syariah, dan menjadi pendukung perekonomian masyarakat. Sangat pesatnya
perkembangan BMT, sehingga memiliki potensi yang baik untuk menunjang
pembangunan di Indonesia. Seiring dengan perkembangan tersebut, maka keberadaan
BMT sebagai lembaga keuangan mikro diakui dengan lahirnya UU No 1 tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro. Sejak tahun 2013 BMT dengan berbadan Hukum
Koperasi atau PT merupakan lembaga keuangan yang legal yang perizinan, pembinaan
11
dan pengawasannya dilakukan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). sudah
terdapat lebih dari 4.500 BMT di seluruh Indonesia (data KNEKS 2018)
Adapun sebagian BMT yang kini masih beroperasi dan tumbuh baik, adalah:
BMT Tamzis, Wonosobo (1992); BMT Binama, Semarang (1992), BMT Bina Umat
Sejahtera, Rembang (1995); BMT Marhamah, Wonosobo (1995); BMT Ben Taqwa,

10
Sudarsono H, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), 84
11
Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 2017

7
Purwodadi (1996); BMT At Taqwa, Pemalang (1996); BMT Marsalah Mursalah lil
Ummah, Pasuruan (1997), BMT Fastabiq, Pati (1998), BMT Beringharjo, Jogjakarta
(2000), BMT Bina Umat Sejahtera dan BMT UGT Sidogiri (2000).
4. Asuransi Syariah (Takaful)
Dalam budaya arab kuno telah mengenal konsep asuransi yang disebut Aqilah
yaitu Ketika ada pembunuhan oleh salah satu kaum maka ahli waris keluarga yang
terbunuh mendapatkan sejumlah uang yang disebut diyat. Diyat ini dibayarkan oleh
keluarga dekat di pembunuh, dan Aqilah sendiri maknanya adalah kerabat pembunuh.
Prinsip dari Aqilah adalah saling bertanggung jawab terhadap anggota keluarga. Dan
budaya ini juga tetap berlaku pada masa Rasullullah. Dan mulai diwajibkan pada
zaman kholifah Umar ibn Khattab.
Di antara para ulama kontemporer tersebut, nama Ibnu Abidin, Muhammad
Nejatullah al Shiddiqi, Muhammad Muslehuddin, Fazlur Rahman, Mannan, Yusuf al
Qardhawi dan Mohd. Ma’shum Billah tercatat dalam khazanah sebagai ulama yang
menekuni kajian asuransi. 12 Para ulama menyoroti hal mendasar dalam asuransi
konvensional yang tidak sesuai dengan kaidah agama Islam. Di antaranya ialah aspek
nilai yang terkandung, seperti matrealistis, individualistis, kapitalis. Nilai-nilai tersebut
diganti dalam asuransi syariah menjadi semangat keadilan, kerja sama dan saling
tolong-menolong.
Asuransi syariah pertama di dunia Sudanese Islamic Insurance dibentuk pada
tahun 1979 di Sudan, dan masih ditahun yang sama dibentuk juga asuransi jiwa yang
berkonsep syariah di Uni Emirat Arab. Tahun 1981 Swiss menjadi negara eropa
pertama yang mendirikan Asuransi Syariah,1985 mulai didirikan di Asia yaitu
Malaysia. Sedangkan di Indonesia Tahun 1994. PT. Asuransi Takaful Keluarga berdiri
pada tanggal 25 Agustus 1994 melalui SK Menkeu dan menjadi Asuransi Takaful
Indonesia. Asuransi Takaful Indonesia berdiri setelah proses panjang. Setelah studi
banfing dengan Takaful Malaysia dan mengadakan seminar nasional, Tim Pembentuk

12
https://wakalahmu.com/artikel/literasi-asuransi-syariah/sejarah-asuransi-syariah-di-indonesia-dan-dunia

8
Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang berasal dari Yayasan Abdi Bangsa, Bank
Muamalat Indonesia Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Departemen
Keuangan dan Pengusaha Muslim Indonesia mendirikan dua anak perusahaan asuransi
pada 24 Februari 1994. Keduanya yakni PT Asuransi Takaful Keluarga untuk asuransi
jiwa dan PT Asuransi Takaful Umum untuk asuransi umum.13
5. Pegadaian Syariah
Ide pembentukan pegadaian syariah selain karena tuntutan idealisme juga
dikarenakan keberhasilan Lembaga bank syariah, asuransi syariah, BMT dan BPR.
Pada tahun 2003 didirikan Pegadaian Syariah Unit Usaha Layanan Syariah cabang
Dewi Sartika di Jakarta adalah pegadaian syariah pertama, berdiri pada Januari tahun
2003.. Konsep operasi pegadaian syariah mengacu pada system administrasi modern
dengan asas rasionalitas, efesiensi, dan efektivitas dengan nilai Islam. 14 Saat ini
Pegadaian telah memiliki lebih dari 700 outlet syariah dari total 4.500 outlet
Pegadaian.
6. Pasar Modal Syariah
Pemikiran untuk mendirikan pasar modal syariah dimulai sejak munculnya
instrument pasar modal yang menggunakan prinsip syariah yakni reksadana syariah,
beberapa praktisi, akademisi dan ulama mulai melakukan berbagai usaha untuk
mendirikan pasar modal yang dikhususkan bagi perusahaan-perusahan yang
operasinya sesuai dengan prinsip syariah, peresmian pasar modal direncanakan pada
awal November 2002, namun saat itu Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan
Dewan Syariah Nasional (DSN) merasa belum siap, baru akhirnya pada tanggal 14
Maret 2003 pasar modal syariah diresmikan oleh Menkeu Boediono didampingi Ketua
Bapepam Herwidiyanto, wakil dari MUI, wakil dari DSN, direksi perusahaan efek dan
asosiasi profesi di pasar modal Indonesia.15

13
Heri Sudarsono, 114
14
Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah/Vol. 3, No. 2, 2018
15
M. Luthfi Hamidi, Jejak-jejak Ekonomi Syariah, (Jakarta :Senayan Abadi Publishing, 2003), 263-264

9
Perkembangan Pasar Modal Syariah mencapai tonggak sejarah baru dengan
disahkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan
hukum untuk penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Pada tanggal
26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri
IFR0001 dan IFR000216.
7. Reksadana Syariah
Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal,
khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian
untuk menghitung resiko atas investasi mereka. Reksadana dirancang sebagai sarana
untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal dan mempunyai
keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan
yang terbatas. Selain itu, reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran
pemodal local untuk berinvestasi di Pasar Modal.17
Reksadana berasal dari kata “Reksa” yang berarti jaga atau pelihara dan “dana”
yang artinya uang. Sehingga reksadana dapat diartikan sebagai kumpulan uang yang
dipelihara. Reksadana pada umumnya diartikan sebagai wadah yang dipergunakan
untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam portofolio efek (saham, obligasi, valuta asing atau deposito) oleh manajer
investasi. Sedangkan reksadana syariah mengandung pengertian sebagai reksadana
yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syariat Islam. Maka dalam
menginvestasikan pada saham-saham atau obligasi hanya pada perusahaan yang
pengelolaannya secara syariah. Perusahaan yang bertentangan dengan prinsip syariah
misalkan pabrik makanan atau minuman yang mengandung alcohol, daging babi,
rokok dan tembakau dan jasa keuangan konvensional. Pada tahun 1997 dihadirkan

16
https://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/pages/syariah.aspx
17
Tjipto Darmadji, Pasar Modal di Indonesia, (Jakarta : Salemba Empat, 2001), 147

10
reksadana syariah dengan produk bernama danareksa syariah, dan pada tahun 2000
dihadirkan produk baru dana reksa syariah berimbang.18
8. Obligasi Syariah
Penerbitan sukuk pertama kali di Indonesia dilakukan oleh PT Indosat Tbk
(ISAT) pada tahun 2002. Penerbitan UU SBSN sendiri baru dilakukan pada tahun
2008, dan hingga kini penerbitan Sukuk Negara dilakukan secara regular baik di pasar
domestik maupun internasional
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah
obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak
dari kata "sakk" dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan.
Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi
Sukuk sebagai berikut :
"Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan
mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi
(syuyu'/undivided share) atas:
a. aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
b. nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada
maupun yang akan ada;
c. jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
d. aset proyek tertentu (maujudat masyru' muayyan); dan atau
e. kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)"
Karakteristik Sukuk
Sebagai salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda
dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan
bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset
yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk
didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan

18
Heri Sudarsono, 202

11
untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan,
bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan
sukuk.
Jenis – Jenis Sukuk
Sukuk atau dalam sebutan lain dikenal sebagai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
memiliki dua jenis yang ditujukan bagi investor individu, yakni Sukuk Ritel dan Sukuk
Tabungan. Berikut beberapa perbedaannya :

Sumber: DJPPR Kemenkeu, diolah Bareksa

9. Lembaga ZISWAF
Sejak kedatangan Islam di Nusantara pada awal abad ke 7 M, kesadaran
masyarakat Islam terhadap zakat pada waktu itu ternyata masih menganggap zakat
tidak sepenting shalat dan puasa. Padahal walaupun tidak menjadi aktivitas prioritas,
kolonialis Belanda menganggap bahwa seluruh ajaran Islam termasuk
zakat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Belanda kesulitan menjajah
Indonesia khususnya di Aceh sebagai pintu masuk.
Atas hal tersebut, Pemerintah Belanda melalui kebijakannya Bijblad Nomor
1892 tahun 1866 dan Bijblad 6200 tahun 1905 melarang petugas keagamaan, pegawai
pemerintah dari kepala desa sampai bupati, termasuk priayi pribumi ikut serta dalam
pengumpulan zakat. Peraturan tersebut mengakibatkan penduduk di bebe-rapa tempat

12
enggan mengeluarkan zakat atau tidak memberikannya. Sebagai amil resmi waktu itu,
melainkan kepada ahli agama yang dihormati, yaitu kiyai atau guru mengaji.
Pada saat yang sama masyarakat Aceh sendiri telah menggunakan sebagian
dana zakat untuk membiayai perang dengan Belanda, sebagaimana Belanda
membiayai perangnya dengan sebagian dana pajak. Sebagai gambaran, pengumpulan
zakat di Aceh sudah dimulai pada masa Kerajaan Aceh, yakni pada masa Sultan
Alaudin Riayat Syah (1539-1567). Pada Masa kerajaan Aceh penghimpunan zakat
masih sangat sederhana dan hanya dihimpun pada waktu ramadhan saja yaitu zakat
fitrah yang langsung diserahkan ke Meunasah (tempat ibadah seperti masjid).
Perhatian Pemerintah terhadap pengelolaan zakat ditunjukkan dengan
mener-bitkan Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan
Badan Amil Zakat dan Peraturan Menteri Agama No 5 Tahun 1968 tentang
Pembentukan Baitul Maal di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kotamadya.
Keputusan terse-but dikuatkan oleh pernyataan Presiden Soeharto dalam acara
Peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad Saw di Istana Negara 26 Oktober 1968
tentang kesediaan Presiden untuk mengurus pengumpulan zakat secara besar-besaran.
Namun demikian pernyataan tersebut tidak ada tindak lanjut, yang tinggal
hanya teranulirnya pelaksanaan Peraturan Menteri Agama terkait dengan zakat
dan baitul maal tersebut. Penganuliran Peraturan Menteri Agama No. 5 Tahun 1968
semakin jelas dengan lahirnya Instruksi Menteri Agama No 1 Tahun 1969, yang
menyatakan pelaksanaan Peraturan Menteri Agama No 4 dan No 5 Tahun 1968 ditunda
sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Dengan latar belakang tanggapan atas pidato Presiden Soeharto 26 Oktober
1968, 11 orang alim ulama di ibukota yang dihadiri antara lain oleh Buya Hamka
menge-luarkan rekomendasi perlunya membentuk lembaga zakat ditingkat wilayah
yang kemudian direspon dengan pembentukan BAZIS DKI Jakarta melalui keputusan
Gubernur Ali Sadikin No. Cb-14/8/18/68 tentang pembentukan Badan Amil Zakat
berdasarkan syariat Islam tanggal 5 Desember 1968.

13
Pada tahun 1969 pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 44 tahun
1969 tentang Pembentukan Panitia Penggunaan Uang Zakat yang diketuai Menko
Kesra Dr. KH. Idham Chalid. Perkembangan selanjutnya di lingkungan pegawai
kementrian/ lembaga/BUMN dibentuk pengelola zakat dibawah koordinasi badan
kerohanian Islam setempat.
Keberadaan pengelola zakat semi-pemerintah secara nasional dikukuhkan
dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama
No. 29 dan No. 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan BAZIS yang diterbitkan oleh
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri setelah melalui Musyawarah Nasional
MUI IV tahun 1990. Langkah tersebut juga diikuti dengan dikeluarkan juga Instruksi
Men-teri Agama No. 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis BAZIS sebagai aturan
pelaksanaannya.
Baru pada tahun 1999, pemerintah melahirkan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang tersebut diakui
adanya dua jenis organisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang
dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat
dan dikukuhkan oleh pemerintah. BAZ terdiri dari BAZNAS pusat, BAZNAS
Propinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagasan mengenai bank yang menggunakan sistem bagi hasil telah muncul sejak
lama ditandai dengan banyaknya pemikir-pemikir muslim yang menulis tentang
keberadaan bank syariah, misalkan Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan
Mahmud Ahmad (1952).
Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah mulai
muncul sejak pertengan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional
Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1976 dalam seminar yang
diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan
Bineka Tunggal Ika, namun ada beberapa hambatan dalam terealisasinya ide ini yaitu
operasional bank syariah yang menerapkan bagi hasil belum diatur dalam Undang-undang
Perbankanyang berlaku saat itu.
Konsep bank syariah sendiri dianggap mengarah kepada konsep negara Islam, dan itu
tidak dikehendaki oleh pemerintah, dan hambatan yang terakhir adalah sumber modal
yang akan dipakai untuk Bank Syariah. Bank Muamalat Indonesia merupakan lembaga
keuangan syariah pertama di Indonesia, dan setelah berkembangnya zaman banyak
pendirian lembaga keuangan syariah lainnya.

15
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan (Bandung, Citra Aditya
Bhakti 2004)
Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember
2017
Ahmad el Najjar, Bank bila fawaid ka Istiratijjiyah lil Tanmiah al-Iqtishadiyyah, (Jeddah:
King Abdul Aziz University Press, 1972)
Dawan M, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, ( Jakarta : Lembaga studi agama dan
Filsafat, 1999),
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakrta: Gramata Publishing, 2005)
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005)
Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah/Vol. 3, No. 2, 2018
Muhammad Abdul Karim, Kamus Bank Syariah…..,
M. Luthfi Hamidi, Jejak-jejak Ekonomi Syariah, (Jakarta :Senayan Abadi Publishing, 2003)
Muhammad Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, (Jakarta: Bangkit Daya Insani,
1999),
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta :Gema Insani,
2001),
Sudarsono H, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Ekonisia, 2003),
Tjipto Darmadji, Pasar Modal di Indonesia, (Jakarta : Salemba Empat, 2001),

16

Anda mungkin juga menyukai