Anda di halaman 1dari 25

PENGERTIAN, SEJARAH, RUANG LINGKUP DAN MACAM-MACAM

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Makalah

Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Lembaga Keuangan Syariah Non Bank

Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Supriyadi, S.Ag., M.Hum.

Disusun Oleh:

Kelompok 1 – C3PSR

1. Nayya Ma’rifatunnisa’ (2250410071)


2. Septia Zulina Wulandari (2250410084)
3. Eviana Dwi Munarofah (2250410085)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Pengertian, Sejarah, Ruang Lingkup. Dan Macam-macam Lembaga
Keuagan Syariah" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Lembaga
Keuangan Syariah Non Bank. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang islamisasi pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ahmad
Supriyadi, S.Ag., M.Hum., selaku dosen pengampu matakuliah Lembaga
Keuangan Syariah Non Bank. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kudus, 6 September 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ ii


DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan masalah..................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................... 2
A. Pengertian dari Lembaga Keuangan Syariah ........................... 2
B. Sejarah Lembaga Keuangan Syariah ........................................ 3
C. Ruang lingkup dan macam-macam Lembaga Keuangan
Syariah ...................................................................................... 4
BAB III PENUTUP ............................................................................ 21
A. Kesimpulan............................................................................... 21
B. Saran ......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah mempunyai kedudukan yang sangat
penting sebagai lembaga ekonomi syariah di tengah proses pembangunan
nasional. Pendirian lembaga keuangan syariah merupakan implementasi
pemahaman umat Islam tentang prinsip-prinsip hukum ekonomi Islam.
Lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi
berdasarkan prinsip-prinsip Syariah Islam.
Lembaga keuangan syariah terdiri dari bank dan non bank.
Lembaga keuangan syariah Bank adalah lembaga keuangan yang
mempunyai misi menghimpun dan mendistribusikan uang kepada
masyarakat dan menyediakan jasa keuangan lainnya untuk kepentingan
dan membantu masyarakat meningkatkan kondisi kehidupan individunya.
Lembaga keuangan syariah non-bank adalah lembaga keuangan yang
menyediakan jasa keuangan yang menarik uang masyarakat. Persamaan
bank dan non bank adalah sama-sama mengelola uang dana masyarakat
dan mengirimkannya ke masyarakat untuk kegiatan produktif yang berupa
produk atau jasa keuangan berbeda yang ditawarkan masing-masing
perusahaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Lembaga Keuangan Syariah?
2. Bagaimana Sejarah Lembaga Keuangan Syariah?
3. Apa Ruang lingkup dan macam-macam Lembaga Keuangan Syariah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Lembaga Keuangan Syariah.
2. Untuk menjelaskan Lembaga Keuangan Syariah.
3. Untuk mengetahui Ruang lingkup dan Macam-macam Lembaga
Keuangan Syariah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga keuangan (financial institution) adalah suatu perusahaan
yang usahanya bergerak dibidang jasa keuangan. Artinya, kegiatan yan
dilakukan oleh lembaga ini akan selalu berkaitan dengan bidang keuangan.
Bila lembaga keuangan tersebut disandarkan kepada syariah maka menjadi
lembaga keuangan syariah.
Lembaga keuangan syariah secara esensial berbeda dengan
lembaga keuangan konvensional baik dalam tujuan, mekanisme,
kekuasaan, ruang lingkup serta tanggungjawabnya. Lembaga keuangan
syariah adalah suatu perusahaan yang usahanya bergerak dibidang jasa
keuangan yang berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah yaitu prinsip
yang menghilangkan unsur-unsur yang dilarang dalam islam, kemudian
menggantikannya dengan akad-akad tradisional islam.
Lembaga keuangan syariah dibagi menjadi dua yaitu Lembaga
keuangan syariah yang berbentuk bank, Yaitu badan usaha yang
melakukan kegiatan dibidang keuangan dengan menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Lembaga keuangan syariah non
bank, Yaitu badan usaha yan melakukan kegiatan dibidang keuangan yang
secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan
mengeluarkan surat berharga dan menyalurkan kepada masyarakat guna
membiayai investasi perusahaan.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-
hal sebagai berikut:
1. Dalam menerima titipan dan investasi Lembaga Keuangan Syariah
harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.

2
2. Hubungan antara investor (penyimpan dana) pengguna dana dan
Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution
berdasarkan kemitraan bukan hubungan debitur-kreditur.
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit
orianted. Tetapi juga falahorianted yakni kemakmuran di dunia dan
kebahagiaan di akhirat
4. Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan
prinsip kemitraan bagihasil, jual beli atau sewa menyewa guna
transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/kredit) guna
transaksi sosial
5. Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan
tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam.1
B. Sejarah Lembaga Keuangan Syariah
Perkembangan Bank dan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun jenisnya.
Perbankan syariah yang mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1992
dengan berdirinya Bank Muamalat dan disusul dengan Asuransi Syariah
Takaful yang didirikan pada tahun 1994. Kedua lembaga keuangan syariah
tersebut bisa katakan menjadi pionir tumbuhnya bisnis syariah di
Indonesia. Pada awal berdirinya, bukan hal yang mudah untuk
memperkenalkan bisnis syariah di Indonesia walaupun mayoritas
penduduk Indonesia dalah muslim. Mulai dari istilah yang cukup sulit
dihafalkan, sampai dengan konsep operasional yang dirasakan berbelit-
belit.
Saat itu, bisnis syariah harus bersaing dengan lembaga keuangan
konvensional yang lebih besar serta memiliki konsep operasional yang
lebih sederhana dan masyarakat telah memahami dengan baik. Masyarakat
telah sangat familiar dengan istilah bunga, kredit dan sebrakan, dan
terminologi lain yang sangat melekat dibenak mereka. Belum lagi

1
Firmansyah, Anang M. Dr. S.E., M.M, dan Andrianto, S.E., M.Ak. 2019. Manajemen bank
syariah. Surabaya: CV. Penerbit Qiara Media. 65.

3
penguasaan pasar yang lebih kuat membuat para pionir tersebut sempat
ragu dengan kelangsungan bisnis berbasis syariah ini. Namun, krisis
moneter tahun 1997 telah membawa hikmah yang besar bagi
perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Pada saat bank-
bank konvensional lainnya sekarat, Bank muamalat dan bisnis syariah
lainnya membuktikan bahwa sestem perekonomian berbasis bunga akan
menimbulkan ketergantungan dan kesengsaraan jangka panjang. Lembaga
keuangan syariah yang tidak tergantung dengan peran bunga akhirnya
selamat dari krisis dan bahkan sekarang menjadi sebuah potensi kekuatan
yang suatu saat akan mampu membuktikan bahwa sistem ekonomi islam
memberikan kesejahteraan dan keadilan.
Saat ini, tidak hanya lembaga keuangan syariah yang bersifat
komersil saja yang berkembang, namun juga lembaga keuangan syariah
yang bersifat nirlaba. Lembaga keuangan syariah komersial yang
berkembang saat ini antara lain:
1. Pegadaian syariah
2. Pasar modal syariah
3. Reksadana syariah, dan
4. Obligasi syariah.
Sedangkan lembaga keuangan syariah yang saat ini berkembang
antara lain:
1. Organisasi pengelola zakat, baik badan amil zakat maupun lembaga
amil zakat, dan
2. Badan wakaf.
Bahkan lembaga keuangan mikro syariah seperti Bank BMT
(Baitul Maal wa Tamwil) juga turut berkembang sangat pesat di
Indonesia.2
C. Ruang Lingkup dan Macam-macam Lembaga Keuangan Syariah
Ruang lingkup lembaga keuangan syariah mencakup berbagai jenis
institusi keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah

2
Muhammad Abdul Karim, Kamus Bank Syariah ( Yogjakarta : Asnaliter), 1994, 32.

4
atau hukum Islam. Berikut ini beberapa lembaga keuangan syariah yang
ada di Indonesia, di antaranya:
1. Bank Syariah
a. Pengertian Bank Syariah
Secara etimologis, istilah bank berasal dari bahasa Italia
yaitu “Banco” yang artinya “Bangku”. Ini merupakan sebuah
filosofis dimana bangku digunakan pegawai bank untuk
melayani para nasabah. Pengertian syariah secara etimologis
berarti sumber air yang mengalir, yang diartikan sebagai
hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk umat manusia.
Secara terminologis, bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup masyarakat.
Kata syariat diungkapkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an
yang berarti peraturan, misalnya terdapat dalam QS. Al-
Maidah (5): 48. Secara terminologis, syariah yaitu hukum atau
peraturan yang diturunkan Allah melalui Rasul-Nya untuk
umat manusia agar mereka mendapatkan petunjuk. Oleh
karena itu, yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank
yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah (hukum Islam).
b. Ciri-ciri Bank Syariah
Dalam praktiknya terdapat perbedaan yang mencolok
antara bank konvensional dengan bank syariah. Bank syariah
dalam prinsip usahanya berpegang teguh pada syariat-syariat
Islam seperti:
1. Bebas bunga dan riba, hal ini karena sebagian besar
ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba,

5
sedangkan riba adalah hal yang diharamkan dalam
agama Islam.
2. Bebas dari kegiatan spekulatif yang tidak produktif
Dalam bank syariah tidak diperbolehkan melakukan
transaksi yang mengandung ketidakjelasan.
3. Menerapkan prinsip bagi hasil Terdapat dua macam
pembiayaan yang menerapkan prinsip bagi hasil,
yaitu:
a. Musyarakah, yaitu transaksi yang melibatkan
dua pihak yang bekerja sama, keuntungan dan
kerugian akan dibagi bedasarkan besarnya
modal dari masing-masing pihak.
b. Mudharabah, yaitu transaksi yang melibatkan
dua pihak antara pemilik modal dan pengelola
yang saling bekerja sama dengan perjanjian
pembagian keuntungan.
4. Mengutamakan keadilan dalam bertaransaksi.
5. Investasi yang beretika Seluruh kegiatan transaksi
yang terjadi di bank syariah harus dilakukan dengan
akad baik yang tidak bertentangan dengan syariat
Islam.
6. Mengutamakan nilai-nilai kebersamaan dan
persaudaraan Dalam bank syariah, pihak bank dan
nasabah memiliki kedudukan yang sejajar karena
bersifat kemitraan.
c. Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank Syariah
1. Asas
a. Prinsip Syariah: Zalim, yaitu transaski yang
menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

6
b. Prinsip Demokrasi Ekonomi Merupakan kegiatan
ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.
c. Prinsip Kehati-Hatian Pedoman pengelolaan bank
yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang
sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan dan syariat Islam.
2. Fungsi dan Tujuan
Bank syariah memiliki dua fungsi, yaitu fungsi
bisnis dan fungsi sosial. Fungsi bisnis yaitu berupa
penghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan
penyalurannya dalam bentuk pembiayaan. Adapun tujuan
dari fungsi bisnis ialah untuk mendapatkan keuntungan.
Fungsi yang kedua adalah fungsi sosial, yaitu berupa
menghimpun dan menyalurkan dana ZISWAF.
Sebagaimana tercantum pada UU Perbankan Syariah pasal
4:
 Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
 Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi
sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu
menerima dana yang berasal dari zakat, infak,
sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
 Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana
sosial yang berasal dari wakaf uang dan
menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir)
sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

7
 Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.3

2. Tempat Gadai Syariah


a. Pengertian Gadai Syariah (Ar-Rahn)
Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn
dan dapat juga disebut al-habs. Secara etimologis arti rahn
adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan
terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan
sebagai pembayaran dari barang tersebut. Pengertian ini di
dasarkan pada praktek bahwa apabila seseorang ingin
berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya
baik berupa barang bergerak atau berupa barang ternak berada
di bawah penguasaan pemberi jaminan sampai penerima
pinjaman melunasi hutangnya.
Gadai (Rahn) dalam bentuk transaksi yang dilakukan oleh
seseorang yang membutuhkan dana, sehingga menggadaikan
barang yang dimilikinya sebagai jaminan kepada Bank Syariah
dan atas izin Bank Syariah orang tersebut dapat menggunakan
barang yang digadaikan dengan syarat harus dipelihara dengan
baik. Bank Syariah akan membebankan biaya jasa gadai sesuai
kesepakatan.
b. Rukun dan Syarat Sahnya Perjanjian Ar-Rahn
1. Ijab Qabul (Shigat), Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk
tertulis maupun lisan, asalkan di dalamnya terkandung
maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak.
2. Orang yang bertransaksi (Aqid), Syarat-syarat yang harus
dipenuhi bagi orang yang bertransaksi gadai yaitu rahin

3
Dr. Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015).
86.

8
(pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai) yaitu:
Telah dewasa (Baligh), Berakal, Atas keinginan sendiri.
3. Adanya barang yang digadaikan (Marhun), Syarat-syarat
yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan
oleh rahin (pemberi gadai) adalah:
a. Dapat diserah terimakan
b. Bermanfaat
c. Milik rahin (orang yang menggadaikan)
d. Jelas
e. Tidak bersatu dengan harta lain
f. Dikuasai oleh rahin
4. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan
5. Marhun Bih (Utang), Menurut Ulama Hanafiyah dan
Syafi’iyah syarat utang yang dapat dijadikan alas
gadai adalah:
a. Berupa utang yang tetap dapat dimanfaatkan
b. Utang harus lazim pada waktu akad
c. Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin
dan murtahin4

3. Koperasi Simpan Pinjam Syariah


a. Pengertian Koperasi Syariah
Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari
kata latin yaitu, cum yang berarti dengan, dan apareri yang
berarti kerja. Dari dua kata ini dalam bahasa inggris dikenal
dengan istilah co dan operation yang dalam bahasa Belanda
disebut dengan istilah Cooperation veregening yang berarti
bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Sedangkan secara etimologi, koperasi ialah suatu
perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang

4
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), 5.

9
atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran
untuk meningkatkan kesejahtraan anggota atas dasar sukarela
secara kekeluargaan.5
Koperasi simpan pinjam merupakan lembaga keuangan
syariah yang menjalankan usaha berupa penerimaan simpanan
maupun pinjaman. Umumnya sumber modal koperasi simpan
pinjam berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib dan
simpanan sukarela dari setiap anggota yang tergabung di
dalamnya. Selain itu, modal koperasi simpan pinjam juga
berasal dari modal pinjaman kepada koperasi atau badan usaha
lainnya.
Koperasi simpan pinjam merupakan lembaga keuangan
syariah yang menjalankan usaha berupa penerimaan simpanan
maupun pinjaman. Umumnya sumber modal koperasi simpan
pinjam berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib dan
simpanan sukarela dari setiap anggota yang tergabung di
dalamnya. Selain itu, modal koperasi simpan pinjam juga
berasal dari modal pinjaman kepada koperasi atau badan usaha
lainnya.
b. Prinsip-Prinsip Koperasi
1. Keanggotaan yang sukarela dan terbuka
Koperasi adalah organisasi yang bersifat sukarela,
terbuka bagi semua orang yang bersedia menggunakan
jasa-jasanya dan bersedia menerima tanggung jawab
keanggotaannya, tanpa membedakan jenis kelamin, latar
belakang sosial, ras, politik dan agama.
2. Pengawasan demokratis oleh anggota
Koperasi adalah organisasi yang demokratis yang
diawasi oleh para anggotanya, yang secara aktif

5
R. T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia cet. II, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), 1.

10
menetapkan kebijakan dan membuat keptusan. Pria dan
wanita yang dipilih sebagai wakil anggota bertanggung
jawab kepada rapat anggota.
3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi
Para anggota memberikan kontribusi permodalan
koperasi secara adil dan melakukan pengawasan secara
demokratis (Terhadap modal tersebut).
4. Kerja sama antar koperasi
Koperasi melayani anggotanya secara kolektif dan
memperkuat gerakan koperasi dengan bekerja sama
melalui organisasi koperasi tingkat lokal, nasional,
regional dan internasional.
5. Kepedulian terhadap masyarakat
Koperai melakukan kegiatan untuk pengembangan
masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan, melalui
kebijakan-kebiajakan yang diputuskan oleh rapat anggota.6

c. Fungsi, Peran dan Tujuan Koperasi


Di dalam pasal (4) UU. No. 25 Tahun 1992, diuraikan
fungsi, peran, dan tujuan koperasi Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan
kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosial.
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi
kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar
kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan
koperasi sebagai pedomannya.

6
Notohamidjojo, Rahasia Hukum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1973), 46.

11
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan
perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi.
e. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja.
f. Memeperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar
menjadi lebih amanah, profesional (Fathonah), konsisten
dan konsekuen (istiqomah) didalam menetapkan prinsip-
prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syari’ah islam.7

4. Lembaga Asuransi Syariah


a. Pengertian Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie.
Dalam hukum Belanda, disebut verzekering yang artinya
pertanggungan. Dari istilah assurantie ini, kemudian timbul
istilah assuradeur yang berarti penanggung dan geassureerde
yang berarti tertanggung.8
Istilah asuransi dalam konteks asuransi Islam terdapat
beberapa istilah, antara lain at-ta’min, takaful dan islamic
insurance. Istilah-istilah tersebut secara substansial tidak jauh
berbeda dan mengandung makna yang sama, yakni
pertanggungan (saling menanggung). 9
Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta’min. Penanggung
disebut mu’ammin sedangkan tertanggung disebut mu’ammin
Lahu atau musta’min. At-Ta’min diambil dari kata amana yang
memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman
dan bebas dari rasa takut, sebagaiman firman Allah SWT:

7
Hendra, SE,Msi. Manajemen Perusahan Koperasi (Pokok-pokok Pikiran Mengenai Manajemen
dan Kewirausahaan Koperasi), 14.
8
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general): Konsep dan Sistem Operasional,
(Jakarta, 2014, Gema Insani), 26.
9
H. A. Djazuli, dkk., Lembaga Perekonomian Umat, Cetakan ke- II, PT. Raja Grafindo Persada,
(Jakarta, 2002), 121.

12
“Dan (Allah) mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Al
Quraisy ayat 4) Men-ta’min-kan sesuatu artinya adalah
seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan agar ia atau
ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana telah
disepakati, atau mendapatkan ganti terhadap hartanya yang
hilang.
Fatwa asuransi syariah memberi definisi tentang asuransi
syariah. Menurut fatwa asuransi syariah (ta’min, takaful,
tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-
menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
b. Konsep Asuransi Syariah
Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep
tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap
perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad
takaful) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga
besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam
menghadapi risiko, sebagaimana firman Allah SWT yang
memerintahkan kepada kita untuk ta’awun (tolong menolong)
yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan)
dan melarang ta’awun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa
dan permusuhan). Konsep tolong menolong ini diwujudkan
dalam pelaksanaan perjanjian. Kontribusi atau premi yang
dikumpulkan dari para peserta asuransi akan ditempatkan
dalam satu wadah yaitu dana tabarru’ yang kemudian jika
terjadi klaim diantara para peserta uang tersebut akan
digunakan. Perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai

13
penghimpun dana dan pengelola dana. Sehingga para peserta
saling menolong dalam kebaikan.
c. Jenis-Jenis Asuransi
Secara umum, jenis usaha asuransi dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
1. Asuransi Jiwa (life insurance), yaitu usaha yang
memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang
dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan.
2. Asuransi Umum (general insurance), yaitu usaha yang
memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas
kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak
pasti.
3. Reasuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa dalam
pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh
perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi
jiwa.10

5. Lembaga Pembiayaan Syariah


a. Pengertian Pembiayaan Syariah
Dalam arti luas, pembiayaan (financing) adalah pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh
orang lain. Sedangkan dalam arti sempit, pembiayaan adalah
pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti
bank syariah kepada nasabah.11
Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 tahun 1998
10
Agus Edi Sumanto et. all, Solusi Berasuransi: Lebih baik dengan Syariah, PT. Karya Kita,
(Bandung, 2009), 50.
11
Muhamad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002), 260.

14
tentang perbankan dalam pasal 1 nomor 12: “pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil” dan nomor 13:
“prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdsarkan hukum
islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana
dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan dengan syariah, anatar lain: pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip
jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpapilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan barang yang disewa dari pihak bank
oleh pihak lain”.12
b. Unsur-unsur Pembiayaan
1. Kepercayaan, Kepercayaan adalah suatu keyakinan
pemberian pembiayaan, bahwa pembiayaan yang
diberikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-
benar diterima kembali di masa yang akan datang.
Kepercayaan ini diberikan oleh bank karena sebelum dana
dikeluarkan, sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan
yang mendalam tentang nasabah.
2. Kesepakatan, Kesepakatan ini dituangkan dalam usatu
perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani
hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan
penyaluran pembiayaan dituangkan dalam akad

12
Trisadini P. Usanti, Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 97.

15
pembiayaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak,
yaitu pihak bank dan nasabah.
3. Jangka Waktu, Setiap pembiayaan mempunyai jangka
waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup waktu
pemberian pembiayaan yang telah disepakati. Hampir
dapat dipastikan bahwa tidak ada pembiayaan yang tidak
memiliki jangka waktu.
4. Resiko, Resiko dapat disebabkan oleh 2 hal yaitu: resiko
kerugian yang disebabkan karena nasabah sengaja tidak
mau membayar kreditnya padahal mampu dan resiko
kerugian yang disebabkan karena nasabah tidak sengaja
(akibat terjadinya musibah seperti bencana alam).
5. Balas Jasa, Akibat dari fasilitas kredit yang diberikan bank
tertentu mengharapkan suatu keuntungan dalamjumlah
tertentu. Keuntungan atas pemberian kredit tersebut
disebut dengan bunga bagi bank konvensional, sedangkan
pada bank syariah disebut dengan bagi hasil.13
c. Jenis-jenis Produk Pembiayaan Syariah
1. Pembiayaan Modal Kerja Syariah, Yaitu pembiayaan
yang diberikan perusahaan untuk membiayai
kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-
prinsip syariah dalam satu siklus usaha.
2. Pembiayaan Investasi Syariah, Yaitu penanaman dana
dengan maksud untuk memperoleh manfaat atau
keuntungan di kemudian hari atau dapat disebut
pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang
untuk pembelian barang-barang modal yang
diperlukan dalam usaha.

13
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), 84-85.

16
3. Pembiayaan Konsumtif Syariah, Yaitu pembiayaan
yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan pada
umumnya bersifat perorangan.
4. Pembiayaan Sindikasi, Yaitu pembiayaan yang
diberikan kepada lebih dari satu lembaga keuangan
bank untuk satu objek pembiayaan tertentu.
Pembiayaan ini biasanya diperlukan kepada nasabah
koperasi karena nilai transaksinya sangat besar.
5. Pembiayaan Pengalihan Utang (Take Over), Yaitu
pembiayaan yang timbul akibat pengalihan utang
terhadap transaksi non syariah yang telah berjalan
yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan
nasabah.
6. Pembiayaan Letter of Credit, Yaitu pembiayaan yang
diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi import
dan ekspor nasabah.14
d. Prinsip-prinsip Pembiayaan Syariah
1. Pinsip Bagi Hasil
Fasilitas pembiayaan yang disediakan di sini berupa
uang tunai atau barang atau barang yang dinilai dengan
uang. Jika dilihat dari sisi jumlah, dapat menyediakan
sampai 100% dari modal yang diperlukan, ataupun dapat
pula hanya sebagian saja berupa patungan antar bank
dengan pengusaha (customer). Jika dilihat dari sisi bagi
hasilnya, ada 2 jenis bagi hasil (tergantung kesepakatan),
yaitu revenue sharing atau profit sharing. Adapun dalam
hal presentase bagi hasilnya dikenal dengan nisbah, yang
dapat disepakati dengan customer yang mendapatkan
fasilitas pembiayaan pada saat akad pembiayaan. Prinsip
bagi hasil ini terdapat dalam produk-produk antara lain:

14
Asiyah, bintu Nur, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 13.

17
a. Mudharabah, yaitu akad kerjasama antara 2 pihak
dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan
100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut
kesepakatan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau
kelalaian pengelola, maka pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.15
b. Musyarakah, yaitu akad kerjasama antara 2 pihak atau
lebih dalam suatu usaha tertentu dimana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
c. Muzara’ah, yaitu akad kerjasama atau percampuran
pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan
penggarap dengan sistem bagi hasil atas dasar hasil
panen.16
2. Prinsip Jual Beli
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang
menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli
terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat
nasabah sebagai agen bank dalam melakukan pembelian
barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli
ditambah keuntungan.17 Prinsip ini dilaksanakan karena

15
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), 95.
16
Suhartono Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2003), 56.
17
Muhammad, Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman,
(Yogyakarta: Ekonisi, 2006), 18.

18
adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda.
Tingkat keuntungan bank ditetapkan di muka dan menjadi
bagian antar harga barang yang diperjualbelikan. Prinsip
ini terdapat dalam produk:
a. Ba’i al-Murabahah, yaitu akad jual beli barang
tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut, penjual
menyebutkan dengan jelas barang yang
diperjualbelikan, gtermasuk harga pembelian dan
keuntungan yang diambil.
b. Ba’i al-muqayyadah,yaitu jual beli dimana pertukaran
terjadi antara barang dengan barang (barter).
c. Ba’i al-mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau
jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar.
d. Ba’i as-salam, yaitu akad jual beli dimana pembeli
membayar uang (sebesar harga) atas barang yang
telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang
yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian
(pada tanggal yang telah disepakati).
e. Ba’i al-istishna, yaitu kontrak jual beli dimana harga
atas barang tersebut dibayar terlebih dahulu, tetapi
dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat
yang telah disepakati bersama, sedangkan barang
yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.
d. Prinsip Sewa-menyewa
Prinsip ini terdiri atas 2 jenis akad, yaitu:
1. Akad ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
2. Akad ijarah muntahiya bi at-tamlik, yaitu sejenis
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih

19
tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan
barang di tangan penyewa.18

18
Mariya Ulpah, “Konsep Dalam Pembiayaan Perbankan Syariah", Vol. 3 No.2 Agustus 2020 ,
147–160.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lembaga keuangan syariah adalah suatu perusahaan yang usahanya
bergerak di bidang jasa keuangan yang berdasarkan prinsip syariah.
Lembaga keuangan syariah dibagi menjadi dua yaitu lembaga keuangan
bank dan lembaga keuangan bukan bank.
Perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah di Indonesia
mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun jenisnya.
Perbankan syariah yang mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1992
dengan berdirinya Bank Muamalat dan disusul dengan Asuransi Syariah
Takaful yang didirikan pada tahun 1994. Kedua lembaga keuangan syariah
tersebut bisa katakan menjadi pionir tumbuhnya bisnis syariah di
Indonesia. Saat ini, tidak hanya lembaga keuangan syariah yang bersifat
komersil saja yang berkembang, namun juga lembaga keuangan syariah
yang bersifat nirlaba. Bahkan lembaga keuangan mikro syariah seperti
Bank BMT (Baitul Maal wa Tamwil) juga turut berkembang sangat pesat
di Indonesia.
Ada beberapa macam lembaga keuangan syariah yaitu: bank
syariah, tempat gadai syariah, koperasi simpan pinjam syariah, lembaga
asuransi syariah, dan lembaga pembiayaan syariah.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,
dengan demikian penulis mengharapkan saran dan kritik agar bisa
menjadikan pembelajaran untuk lebih baik dalam pembuatan makalah
selanjutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

M, Firmansyah Anang. Dr. S.E., M.M, dan Andrianto, S.E., M.Ak. 2019.
Manajemen bank syariah. Surabaya: CV. Penerbit Qiara Media.

Dr. Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia,


(Jakarta: Kencana, 2015).
Hadikusuma, R. T. Sutantya Rahardja. Hukum Koperasi Indonesia cet. II,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002).
Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah (life and general): Konsep dan
Sistem Operasional, (Jakarta, 2014, Gema Insani).
H. A. Djazuli, dkk., Lembaga Perekonomian Umat, Cetakan ke- II, PT. Raja
Grafindo Persada, (Jakarta, 2002).
Sumanto, Agus Edi. et. all, Solusi Berasuransi: Lebih baik dengan Syariah,
PT. Karya Kita, (Bandung, 2009).
Trisadini P. Usanti, Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013)
Asiyah, bintu Nur, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta:
Kalimedia, 2015).
Antonio, Muhammad Syafi’I. Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2001).
Zulkifli, Suhartono. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah,
(Jakarta: Zikrul Hakim, 2003).
Muhammad, Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan
Ancaman, (Yogyakarta: Ekonisi, 2006).
Ulpah, Mariya. “Konsep Dalam Pembiayaan Perbankan Syariah", Vol. 3
No.2 Agustus 2020.

22

Anda mungkin juga menyukai