DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. Muhammad Yasir Nasution, M.Ag
DISUSUN OLEH
POPI ADIYES PUTRA
NIM. 4005213016
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 202I
1
PENGERTIAN EKONOMI ISLAM
A. PENDAHULUAN
Ekonomi Islam sebagai ilmu di Indonesia baru mendapatkan perhatian yang serius dari
kalangan kampus terutama kampus umum sejak tahun 1990-an. Hal ini beriringan dengan mulai
beroperasinya Bank Mu’amalat sebagai icon munculnya perbankan syariah di Indonesia. Hadirnya
perbankan syariah pertama ini menambah gairah pembahasan dalam bentuk kajian-kajian terkait
ekonomi Islam dan perbankan syariah dikalangan praktisi dan akademisi. Perkembangan ini juga
didukung oleh perhatian serius dari pemerintah untuk mengembangkan ekonomi Islam dan
lembaga keuangan syariah. Berbagai Undang-undang (UU) terkait sistem ekonomi Islam dibuat
dan ditetapkan pemerintah, diantaranya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
diubah dalam UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Perbankan, sampai
hadirnya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Tidak hanya sampai disitu,
pemerintah juga menetapkan UU dan peraturan pemerintah terkait pasar modal syariah, pegadaian
syariah, asuransi syariah, dana pensiun syariah, zakat dan wakaf, serta sampai pada pengaturan
rumah sakit syariah, wisata halal, dan industri halal lainnya. Penetapan UU ini makin memperkuat
kedudukan ekonomi Islam sebagai sebuah sistem alternatif dari sistem ekonomi yang sudah
dijalankan.
Penetatapan UU dan peraturan pemerintah terkait dengan ekonomi Islam ini menjadi
payung hukum dalam beroperasionalnya lembaga-lembaga bisnis syariah. Lembaga bisnis syariah
muncul seperti cendawan tumbuh, dalam berbagai lini bisnis, lembaga bisnis syariah mulai berdiri
dan eksis menjalankan usahanya. Di sektor perbankan, berdasarkan statistik perbankan syariah
yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI per Mei 2021, sudah ada 12 bank umum
syariah (BUS) dan 20 unit usaha syariah (UUS), dengan total asset Rp. 598 Triliyun. Jumlah ini
baru 6,33 % market sharenya dari seluruh uang yang beredar di Indonesia, artinya market sharenya
masih sangat kecil jika dibandingkan dengan bank konvensional yang berjumlah 96 bank se-
Indonesia.1
1
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI, Statistik Perbankan Syariah per Mei 2021, hlm, 4
2
Pada sektor keuangan dan industri keuangan lainnya juga mengalami pertumbuhan.
Menurut data statistik, sektor pasar modal syariah telah mencapai market share 16.33 % (tidak
termasuk saham syariah), dan sedangkan sektor industri keuangan non bank syariah market
sharenya bernilai 4.34 %.2 Memang secara angka masih sangat kecil jika dibandingkan dengan
industri keuangan konvensional, tapi sudah mengembicarakan jika dilihat dari pertumbuhannya
dalam beberapa tahun ini.
Melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar
di dunia, saat ini telah menunjukkan jati dirinya sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah
dunia. Berdasarkan The State of Global Islamic Economy Indicator 2019/20, Indonesia telah
berhasil menduduki posisi kelima dari tahun sebelumnya yang hanya berada di posisi ke-10. Selain
itu, berdasarkan The Islamic Finance Development Indicator (IFDI) 2019, Indonesia telah berhasil
menduduki peringkat keempat, yang pada tahun sebelumnya hanya berada di posisi ke-10. Tidak
hanya itu, menurut Global Islamic Finance Report (GIFR) 2019, Indonesia berhasil menjadi
negara nomor satu untuk keuangan syariah dunia, yang mana pada tahun sebelumnya hanya berada
pada peringkat keenam.3
Bertumbuhnya industri-industri syariah seperti data di atas memberikan pengaruh pada
dunia perguruan tinggi, tidak sedikit perguruan tinggi-pergurun tinggi yang mendorong
perkembangan ekonomi Islam. Menurut data PDDIKTI Kementerian Pendidikan Nasional, sudah
lebih dari 52 Perguruan Tinggi yang telah membuka Program Studi Ekonomi Islam, Perbankan
Syariah, Bisnis Islam, dan lain sebagainya. Masing-masing program studi ini menunjukkan
peningkatan dalam minat masyarakat untuk menempuh perkuliahannya. Berdasarkan data-data di
atas dapat terlihat bahwa ekonomi Islam dan industri keuangan syariah sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan.
B. PEMBAHASAN
Secara penamaan, Istilah ekonomi Islam atau ekonomi syariah muncul untuk
membedakannya dengan ekonomi yang sedang eksis atau disebut ekonomi konvensional. Hanya
saja perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional, pada ekonomi Islam memasukan
2
Sutan Emir Hidayat, Makalah Perkembangan Transaksi Keuangan Digital Berbasis Syariah, UHAMKA,
Rabu, 24 Juni 2020
3
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Pedoman Akademik Program Studi S1
Ekonomi Syariah, Jakarta: 2021, hlm, 6
3
nilai-nilai Islam sebagai landasan dasar dalam membangun sistem ekonominya. Sedangkan
ekonomi konvensional cendrung memisahkan antara ajaran agama dengan sistem ekonominya.
Terjadi pendikotomian antara agama dengan aktivitas ekonomi. Pendikotomian ini terjadi sejak
masa kekuasaan gereja Katolik di Eropa masih sangat kuat pengaruhnya. Pengaruh gereja yang
sangat kuat membuat kaum bangsawan dan para pengusaha memunculkan gerakan untuk mengikis
kekuatan gereja yang terlalu besar khususnya dalam bidang ekonomi. Gerakan golongan ini
berupaya memisahkan doktrin agama dengan ekonomi, karena doktrin agama cendrung
menghambat kebebasan dalam kegiatan perekonomian. Hal inilah yang kemudian menjadi basic
yang menyusun sistem ekonomi konvensional yang bersifat sekuler, yaitu pemisahan nilai-nilai
agama dengan aktivitas ekonomi.
Berbeda dengan ekonomi konvensional, ekonomi Islam dibangun atas dasar nilai-nilai
agama. Agama dijadikan sendi-sendi dasar dalam menjalankan ekonominya, dalam ajaran Islam
tidak ada sesuatupun yang boleh bertentangan dengan syariah, termasuk ekonomi semua harus
tunduk pada doktrin agama. Dalam Islam semua aktivitas penganutnya telah di atur dalam kitab
suci, dan semuanya diwajibkan untuk mengikuti suruhan dan larangan dalam kitab suci tersebut.
Lebih lanjut kalau dilihat dari segi kata, kata ekonomi pertama kali digunakan oleh
Xenophone seorang ahli filsafat Yunani, ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos dan
nomos. Oikos berarti rumah tangga (house hold), sedangkan nomos memiliki arti mengatur. Secara
garis besar ekonomi berarti aturan rumah tangga, atau pengelolaan rumah tangga. Namun beriring
dengan berjalannya waktu makna ini mengalami perkembangan, ekonomi tidak hanya berarti
aturan rumah tangga sebagai keluarga, tapi juga bararti ekonomi secara luas seperti ekonomi suatu
desa, kota, negara dan bahkan dunia. Aturan ekonomi rumah tangga, ekonomi desa, kota, negara
dan dunia dipelajari dalam bentuk sebuah ilmu yang kemudian dikenal dengan ilmu ekonomi.
Terkait dengan defenisi ekonomi atau ekonomi sebagai sebuah ilmu banyak sekali defenisi
dari para ekonom, tapi secara umum dasar pijakan defenisi itu sama, yakni bersumber pada
masalah keterbatasan sumber daya, masalah kemakmuran, masalah kepuasan manusia
yang tak terbatas, serta masalah kegiatan pertukaran. Paul Samuelson, ekonom Amerika
yang pernah meraih hadiah Nobel mendefenisikan ilmu ekonomi sebagai cara individu atau
masyarakat untuk memilih dari berbagai alternatif penggunaan sumber daya produktif yang
4
jumlahnya terbatas untuk memproduksikan berbagai jenis barang, serta mendistribusikannya
untuk dikonsumsi pada berbagai golongan penduduk.4
Istilah ekonomi ini dalam pandangan Islam disebut iqtishad yang berarti keseimbangan
(equilibrium) dan keadilan (equally balanced). Kata iqtishad berasal dari kata al-qashdo, yang
dalam al Qur’an terdapat dalam Surat Al-Maidah [5] ayat 66, Surah At-Taubah [9] ayat 42, Surat
An-Nahl [16] ayat 9, Surat Lukman [31] ayat 32 dan Surat Al-Fatir [35] ayat 19. Dalam semua
ayat-ayat dalam Al Quran ini, istilah iqtishad bisa diartikan sebagai sederhana, pertengahan, lurus,
dekat, hemat, dan kuat. Berdasarkan arti kata ini dapat dipahami bahwa kesederhanaan yang berarti
tidak akan berbelok melebihi pertengahan dalam segala hal. Al qashdu bisa dimaknai pula sebagai
kesederhanaan dalam kehidupan yang berarti tidak berlebih-lebihan dan juga tidak kikir.
Pemaknaan istilah iqtishad ini jika dikaitkan dengan konsep ekonomi Islam akan ada
benang merahnya, dimana di dalam Islam, ekonomi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
4
Paul Samuelson dalam Sunarto SastroAtmodjo dkk, Teori Ekonomi Mikro, Bandung: Media Sains
Indonesia, 2021, hlm, 1
5
J.L Mey JR dalam Subhan Purwadinata dan Ridolf Wenan, Pengantar Ilmu Ekonomi; Kajian Teoritis dan
Praktis Mengatasi Masalah Pook Perekonomian, Malang: Literasi Nusantara Abadi, 2018, hlm, 2
6
Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Eknomi, Ed.3, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012, hlm, 3 dapat
juga dilihat pada Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid Al Syariah, Jakarta: Prenada, 2018, hlm, 2
5
agama Islam. Islam merupakan agama yang sempurna yang memberikan keselamatan kepada
manusia, tidak hanya keselamatan untuk penganutnya tapi juga keselamatan bagi seluruh alam.
Keselamatan tentunya tidak hadir tanpa kesempurnaan, karena itu Islam hadir melahirkan
kehidupan manusia yang aman, tentram dan sejahtera serta bahagia dunia dan akhirat. Oleh karena
itu semua elemen kehidupan manusia di dunia tidak satupun yang luput dari aturan dan ketentuan
dalam Islam, termasuk aktivitas ekonomi yang dijalankan manusia. Islam tidak hanya berkaitan
dengan ritualitas ibadah atau spitualitas semata, tapi Islam merupakan serangkaian keyakinan,
ketentuan dan tuntutan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia. Islam memandang agama
sebagai suatu jalan hidup yang melekat pada setiap aktivitas kehidupan, baik ketika beribadah
kepada Allah SWT maupun ketika berhubungan dengan sesama makhluk.
Berdasarkan kepada pemaknaan Islam sebagai agama yang sempurna, maka didapat
pengertian secara umum arti dari ekonomi Islam. Adapun menurut para ahli ekonomi Islam dapat
di tulis sebagai berikut;
7
Hasanuzzaman dalam MB. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islam, Yogyakarta: Ekonisia UII, 2003,
hlm, 11
8
Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997, Terj. Hlm, 19 lihat
juga Mustafa Edwin Nasution, et.al., Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Prenada Media, 2008, hlm 2
9
Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1995, Terj., hlm, 1 lihat juga
dalam Veithzal Rivai, Prof.Dr.SE.MM.MBA, dkk., Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2018, hlm, 69
6
3. Muhammad Nejatullah al-Siddiqi dalam Muslim Economic Thinking; A Survey of
Contemporery Literature mengemukakan bahwa Islamic economic is the muslim
thinkers respon to the economic chellenges of their time. In this endeavour they were
aided by the qur’an and the sunnah as well as by reason and experience, (Ilmu ekonomi
Islam adalah respon pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu.
Dalam usaha keras ini mereka dibantu oleh Al Qur’an dan Sunnah, akal (ijtihad) dan
pengalaman.10
10
Siddiqi, Muhammad Nejatullah dalam Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: IIIT Indonesia,
2002, hlm,18
11
Kurshid Ahmad dalam MB. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi…, hlm, 11
12
Akram Khan dalam Mustafa Edwin Nasution, et.al., Ekonomi Mikro…, hlm, 8
7
berdasarkan syariah, tanpa mengekang kebebasan individu untuk menciptakan
keseimbangan makro ekonomi dan ekologi yang berkesinambungan.13
13
Umer Chapra, The Future of Economic: An Islamic Perspektive, Jakarta: SEBI, 2001, (Terj.)
14
Monzer Kahf dalam M.Nur Rianto Arif dan Euis Amalis, Teori Mikroekonomi; Suatu Perbandingan
Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, Jakarta: Kencana, cet-3, 2016, hlm, 7
15
M. Nur Rianto Arif dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi…, hlm, 7
8
memandang, meninjau, meneliti dan akhirnya menyelesaikan masalah-masalah ekonomi dengan
cara-cara yang Islami. Penyelesaian masalah-masalah ekonomi dengan cara Islam ditujukan untuk
tercapainya tujuan dari ekonomi Islam yakni tercapainya maqoshid syariah, yaitu tercapainya
kebahagiaan dunia dan akhirat (falah) serta kehidupan yang baik dan terhormat (hayyatan
toyyibah).16
Pengertian ekonomi Islam di atas berbeda dengan ekonomi konvensional dan ekonomi
lainnya, diantara perbedaanya adalah sebagai berikut;
a. Sumber daya merupakan kepemilikan mutlak dari Allah SWT yang diamanahkan
kepada manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka maksimalisasi
produksi dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan pada kehidupan umat di dunia
dan akhirat.
b. Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi dengan memberikan beberapa batasan.
Kepemilikan pribadi yang diakui dalam Islam tidak boleh mengganggu kepentingan
masyarakat umum, Islam melarang seorang muslim untuk memperoleh pendapatan
yang berasal dari jalan yang tidak halal, seperti mencuri, merampok, judi, kegiatan
penipuan dan penimbunan dan lain-lain.
c. Ekonomi Islam menggunakan model kerja sama dalam aktifitas ekonominya,
sementara ekonomi pasar menggunakan cara yang sebaliknya dalam mencapai
keseimbangan, sehingga memunculkan persaingan pasar yang tidak sehat antara pelaku
pasar.
d. System ekonomi Islam menentang adanya akumulasi dan konsentrasi kekayaan pada
sekelompok orang atau individu. Dalam ekonomi Islam setiap harta harus
diproduktifkan agar memberikan kontribusi positif dalam menggerakan perekonomian.
Dalam Islam ada perintah distribusi kekayaan lewat perintah zakat, infak, sedakah dan
wakaf, sebagai bentuk nyata dalam memunculkan kepedulian kepada sesama, dan
sekalian perwujudan dalam membangun ekonomi dengan nilai kebersamaan.
e. Ketika ekonomi pasar didominasi oleh industry yang bersifat monopoli dan oligopoly,
maka dalam system ekonomi Islam menganjurkan kepemilikan dan manajemen public
atas berbagai sumber daya yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat.
f. Seorang muslim diajarkan untuk menyadari bahwa segala aktifitas ekonominya selalu
16
MB. Hendri Anto, Pengantar Ekonomika…, hlm, 7
9
dilihat dan diamati oleh Allah SWT, sehingga berbagai Tindakan yang melanggar
aturan Syariah dalam berbisnis dan mengelola harta harus dihindari. Hal ini merupakan
nilai dasar yang membangun prilaku individu dalam melakukan aktiftas ekonominya.17
Selain perbedaan-perbedaan di atas terdapat juga perbedaan lain, yakni; dalam ekonomi
Islam segala aktivitas ekonomi yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawabannya dan
kegiatan ekonomi akan dinilai sebagai ibadah. Pertanggungjawaban dan ibadah adalah dua sisi
yang yang menjadi penguat keterikatan antara manusia sebagai yang dicipta dengan Allah SWT
sebagai kholiq. Keterikatan ini memberikan arti bahwa manusia selalu harus merasa dilihat oleh
Tuhannya, dan Tuhannya akan selalu memantau segala aktivitas yang dilakukan manusia di atas
bumi ini. Rasa dilihat dan kegiatan ibadah ini membuat penganut Islam akan selalu menyelaraskan
apapun kegiatannya di muka bumi, termasuk dalam kegiatan ekonomi disesuaikan dengan nilai-
nilai Islam.18
Perbedaan berikutnya adalah dari segi tujuan dalam melakukan kegiatan ekonomi, kalau
dalam Islam tujuan dalam melakukan kegiatan ekonomi adalah mencapai fallah atau kesejahteraan
dunia dan akhirat. Konsep kesejahteraan menurut ekonomi Islam berbeda dengan kesejahteraan
dalam ekonomi konvensional. Dalam berbagai literatur ilmu ekonomi konvensional dengan mudah
didapatkan bahwa tujuan manusia dalam memenuhi kebutuhannya atas barang dan jasa adalah
untuk mencapai kesejahteraan (well being). Manusia menginginkan kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam hidupnya, dan untuk itulah mereka berjuang dengan segala cara untuk
mencapainya. Menurut Chapra, konsep kesejahteraan yang dijadikan tujuan dalam ekonomi
konvensional ternyata sebuah terminologi yang kontroversial, karena dapat didefenisikan dengan
banyak pengertian. Salah satunya diartikan dalam perspektif materialistik dan hedonisme murni,
sehingga keadaaan sejahtera terjadi manakala manusia memiliki keberlimpahan materi.
Keberlimpahan materi inilah yang kemudian menjadi hal yang membangun ekonomi
konvensional, dan bahkan keberlimpahan materi menjadi tujuan akhir dari kegiatan ekonomi yang
dilakukan. Dengan pemahaman seperti ini tidaklah mengherankan kalau konfigurasi barang dan
jasa yang disediakan adalah dalam rangka memberikan porsi keunggulan pada pemenuhan
kepentingan pribadi (self interest), maksimalisasi kekayaan, kenikmatan fisik dan kepuasan hawa
17
Metwally, Teori dan Model…, hlm, 1 lihat juga dalam Catharina Vista Okta Frida, Ekonomi Syariah
Pengantar Ekonomi Islam, Jakarta: Garudhawaca, 2005, hlm, 3 & 4
18
Suhardi K. Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm, 2
10
nafsu.19
Konsep kesejahteraan seperti pandangan ekonomi konvensional ini tentu berbeda dengan
konsep kesejahteraan yang terdapat dalam ekonomi Islam. Dalam pandangan ekonomi Islam
kesejahteraan didasarkan atas keseluruhan ajaran Islam tentang kehidupan. Adapun kesejahteraan
yang termaktub dalam Islam diantaranya;
a. Kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu mencakup dimensi material dan spiritual
serta mencakup individu dan sosial. Manusia terdiri dari unsur fisik dan jiwa karenanya
kebahagiaan haruslah seimbang antara keduanya. Begitu juga kehidupan manusia
sebagai individu dan sosial, manusia akan merasa bahagia jika dirinya mampu
menyeimbangkan kehidupan individunya dengan lingkungan tempatnya hidup.
b. Kesejahteraan dunia dan akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup di dunia saja tapi
juga menyakini akan adanya kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Dalam Islam
Kehidupan akhirat tidak boleh dikorbankan oleh kehidupan dunia, keduanya harus
seimbang, dunia dijadikan jalan untuk mencapai kesejahteraan akhirat.20
Kesejahteraan yang menjadi tujuan ekonomi Islam selalu disandarkan pada tujuan ajaran
Islam. Menurut Prof. Muhammad Abu Zahrah bahwa syariah Islam diturunkan bertujuan sebagai;
1) Penyucian jiwa, agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan dan bukan
sumber keburukan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2) Tegaknya keadilan dalam masyarakat, baik sesama muslim maupun non muslim
keadilan dalam berbagai aspek kehidupan harus tercipta demi kemaslahatan
bersama.
3) Maslahah (kebaikan), dimaksudkan terjaganya lima perlindungan dasar, yakni
perlindungan agama (al-din), perlindungan jiwa (al-nafs), perlindungan akal (al-
aql), perlindungan keturunan (al-nafs) dan perlindungan harta (al-mal).21
19
MB. Hendri Anto, Pengantar Ekonomika…, hlm, 5 & 6
20
MB. Hendri Anto, Pengantar Ekonomika…, hlm, 5 & 6
21
Muhammad Abu Zahrah dalam Mukhlis dan Didi Suardi, Pengantar Ekonomi Islam, Surabaya: Jakarta:
Media Publising, 2020, hlm, 35
11
secara keseluruhan harus merujuk pada ketentuan ajaran Islam. Hal ini dapat digambarkan
berdasarkan bagan ajaran Islam berikut22;
Bagan di atas bisa dijelaskan bahwa Islam merupakan agama yang memberikan tuntutan
pada seluruh aspek kehidupan, baik hubungan sesama manusia maupun hubungan dengan Allah
SWT. Inilah yang kemudian disebut dengan Islam yang kaffah (menyeluruh), artinya ajaran Islam
harus diamalkan secara menyeluruh dan tidak boleh diambil secara parsial. Termasuk didalamnya
pengamalan ajaran Islam dalam bidang ekonomi, artinya dalam menjalan aktivitas ekonomi, nilai-
nilai Islam harus selalu dipakai dan dijadikan patokan dan rujukan awal. Hal ini dilakukan
mengingat ekonomi adalah bagian dari muamalah dan muamalah merupakan turunan dari ajaran
Islam. Jadi adalah kewajiban bagi seorang muslim untuk melakukan kegiatan ekonomi merujuk
kepada ketentuan al Quran dan Hadits.
22
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI), Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hlm, 15
12
Meskipun ajaran Islam telah diturunkan dengan jelas terkait dengan pengaturan kehidupan
manusia termasuk dalam bidang ekonomi, tapi dari sisi keilmuan masih ada yang
mempertentangkan antara kewajiban manusia untuk menjalankan kegiatan ekonomi merujuk
kepada ajaran Islam dengan pemisahan ekonomi dengan Islam. Hal itu dapat dilihat dari mazhab-
mazhab ekonomi Islam yang muncul, diantaranya:
23
Muhammad Baqir as-Sadr, Iqtishoduna (our Economic) Discovery Attempt on Economic Doctrine in Islam
dalam Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: IIIT Indonesia, 2002, hlm 13
24
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro…, hlm 13
13
yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan
ekploitasi oleh pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Masalah ekonomi muncul
bukan karena sumber daya yang terbatas tapi karena keserakahan manusia yang tak
terbatas.25
Berikutnya menurut mereka, istilah ekonomi islam harus diganti karena dianggap
menyesatkan dan kontra produktif, mereka menawarkan diganti dengan istilah iqtishod
yang bermakna sama (equilibrium), seimbang atau pertengahan. Selain Baqir as-Sadr
tokoh lain yang bermazhab ini diantaranya Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim
as-Sadr, Hedayati dan lain-lain.
2. Mazhab Mainstream
Mazhab ini berbeda pendapat dengan Mazhab Baqir. Mazhab kedua ini justru setuju
masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada
keinginan manusia yang tidak terbatas. Keterbatasan sumber daya memang ada, bahkan
diakui pula oleh Islam. Dalil yang dipakai adalah:
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar" (QS: Al-Baqarah [2]: 155).
Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal alamiah.
Dalilnya: "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam
kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)" (QS:
At-Takaastur [102]:1-3).
Dan Sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa manusia tidak akan pernah puas. Bila
diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua
lembah, ia akan meminta tiga lembah, dan begitu seterusnya sampai ia masuk kubur.
Pandangan mahzab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan
pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi
penyebab munculnya masalah ekonomi. Perbedaan mazhab mainstream dengan
ekonomi konvensional terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut.
25
Baqir al-Hasani, dalam Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro…, hlm 13
14
Tokoh-tokoh mazhab ini di antaranya M. Umer Capra, M.A. Mannan, M. Nejatullah
Siddiqi, dan lainnya. Mayoritas dari mereka bekerja di Islamic Development Bank
(IDB), yang memiliki dukungan dana dan akses ke berbagai negara, sehingga
penyebaran pemikirannya dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Mereka para
doktor sekaligus profesor di bidang ekonomi yang belajar (dan ada juga yang mengajar)
di universitas-universitas barat. Oleh sebab itu, mazhab ini tidak pernah membuang
sekaligus teori-teori ekonomi konvensional ke keranjang sampah.26
Memang, mengambil hal-hal baik dan bermanfaat yang dihasilkan oleh bangsa dan
budaya non-Islam sama sekali tidak diharamkan. Nabi bersabda bahwa hikmah/ilmu
itu bagi umat Islam adalah ibarat barang yang hilang. Di mana saja ditemukan, maka
umat Islamlah yang paling berhak mengambilnya. Sejarah telah menujukkan kepada
kita bahwa para ulama dan ilmuwan Islam banyak yang meminjam ilmu dari peradaban
lain seperti Yunani, India, Persia, Cina dan sebagainya. Pendek kata, yang bermanfaat
atau sesuai dengan Islam diambil, yang tidak bermanfaat atau bertentangan dengan
ajaran Islam ditinggalkan.
Pelopor mahzab ini adalah Timur Kuran (Ketua Jurusan Ekonomi University of
Sourthen California), Jomo (Yale, Cambridge, Harvad, Malaya), Muhammad Arif, dan
lain-lain. Mazhab ini mengkritik mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikirik sebagai
mazhab yang berusaha menemukan hal baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh
orang lain. Menghancurkan teori lama, kemudian menggantinya dengan teori baru.
Sementara itu, mazhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi
neoklasik (modern) yang menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat
dan niat.
Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa analisis
kritis bukan hanya dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap
ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti benar, tetapi ekonomi
26
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro…, hlm 15
15
Islam belum tentu benar karena ekonomi Islam adalah hasil tafsiran manusia atas Al-
Quran dan As-Sunnah sebagai epistimologi ilmu ekonomi Islam, sehingga nilai
kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam
harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana dilakukan terhadap ekonomi
konvensional.27
27
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro…, hlm 16
16
dan api” Sumber alam ini dapat dikiaskan (sekarang) dengan minyak dan gas bumi,
barang tambang dan kebutuhan pokok manusia lainnya.
2. Keseimbangan
Keseimbangan yang terwujud dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi sikap
pemborosan, seperti yang terdapat dalam QS : Al-Furqan[25] : 67
ي ي َّ ي ي ٓ ي ي ل ْ ي ۡ ل ۡ ل ْ ي ي ۡ ي ۡ ل ل ْ ي ي ي ي ۡ ي ي
٦٧ ۡي ذَٰل يِك ق يو ٗاما ۡسفوا ولم يقُتوا وَكن ب ِ وٱَّلِين إِذا أنفقوا لم ي
67. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Selain itu Firman Allah dalam QS : Ar-Rahman[55] : 9
يي ل ْ ۡي ۡ ي ۡ ۡ يي لۡ ل ْ ۡ ي ي
٩ زيان وأقِيموا ٱلوزن بِٱلقِس ِط وَل ُت ِۡسوا ٱل ِم
9. Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca
itu.
3. Keadilan
Kata adil di dalam Al Qur’an disebutkan lebih dari seribu kali, setelah perkataan Allah dan
Ilmu pengetahuan. Nilai keadilan sangat penting dalam ajaran Islam, terutama dalam
kehidupan sosial, politik dan ekonomi. Keadilan harus di terapkan dalam kehidupan
ekonomi seperti : proses distribusi, produksi, konsumsi dan lain sebagainya. Keadilan juga
harus diwujudkan dalam mengalokasikan sejumlah hasil kegiatan ekonomi tertentu bagi
orang yang tidak mampu memasuki pasar, melalui zakat, infaq dan hibah.
Selain dari ketiga nilai tersebut diatas, Islam memiliki nilai instrumental yang
mempengaruhi tingkah laku ekonomi seorang muslim dan masyarakat pada umumnya. Adapun
nilai instrumental tersebut adalah zakat, larangan riba, kerjasama ekonomi dan jaminan sosial. Jika
nilai instrumental ini dilaksanakan maka akan terwujud system ekonomi yang seimbang,
menguntungkan dan mensejahterakan semua pihak.
17
1. Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis (memberikan
penghargaan terhadap prinsip hak milik ) dan sosialis ( memberikan penghargaan
terhadap persamaan dan keadilan ) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam
2. Membantu para ekonom muslim yang telah berkecimpung dalam teori ekonomi
konvensional dalam memahami ekonomi Islam
3. Membantu para peminat studi fiqh muamalah dalam melakukan studi perbandingan
antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional
Sedangkan sumber karakteristik Ekonomi Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga
asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitui asas
akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah).
Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah
Al-ilmiyah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut :
1. Harta kepunyaan Allah dan Manusia khalifah harta
Karakteristik pertama ini terdiri dari dua bagian yaitu :
a) Semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan Allah), firman
Allah QS : Al-Baqarah[2] : 284
ٱلِّلُۖ يفيي ۡغف لِر ل يِمن ي ي يشا ٓ لء يويل يع ّذ ل ِك ۡم أي ۡو لُتۡ لف ل
وه لُيياس ِۡب ل
كم بهِ َّ ل لۡ ل ْ ي ٓ ي ل
نفس ل ۡي َّ ّ ِ َّلِّلِ يما ِف
ٱلس يمَٰ يو َٰ ِ ي
ِب ِ أ ِف
ِ ام وادب ت ِإَون ِۗ ت يوما ِِف ٱۡل
ۡرض
ِ ِ
ّ ي ي ي ٓ ل ي َّ ل ي ي َٰ ل
ۡ ُك ي
ٌ َشءٖ قيد
٢٨٤ ِير ِ لَع من يشاء ُۗ وٱلِّل
284. Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan
jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Selain itu Allah juga berfirman dalam QS : Al-Maidah[5]: 17
اد أين لي ۡهل ي
ِك ٱل ۡ يمس ي َشٔٔا إ ۡن أي ير ي
ۡ ٱلِّلِ ي ٱلِّل له يو ٱل ۡ يمس ل
ِيح ۡٱب لن يم ۡريي يم قل ۡل يف يمن يي ۡمل ل
َّ ِك م يِن ك يف ير َّٱَّل ي
ِين قيال ل ٓوا ْ إ َّن َّ ي لَّ يق ۡد ي
ِيح ۡٱب ين ِ َۚ ِ
ّ ي ي ي ۡ ي ل ي ي ۡ ل ل ي ي ي ٓ ل ي َّ ل ي ي َٰ ل ي ٗ ي َّ ل ۡ ل َّ ي ي ي ۡ ي ۡي يم ۡريي يم يوأل َّم لهۥ يو ي
ِير ۡ ُك ي
ٞ َشءٖ قيد لَع ٱلِّلو َۚ ء اش ي ام ق لَي َۚ ام ه ن ي ب امو ۡرض
ِ ٱۡلو ت
ِ َٰ وَٰ م ٱلس كلم ِ لِّل
ِ و ُۗاِيع َج ۡرض
ِ ٱۡل ِف
ِ نم
ِ
١٧
18
17. Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu
ialah Al Masih putera Maryam", katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat
menghalang-halangi kehendak Allah, jika dia hendak membinasakan Al Masih putera
Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?".
Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
b) Manusia adalah khalifah atas harta miliknya, diantara ayat yang menjelaskan fungsi
manusia sebagai khalifah Allah atas harta adalah firman Allah dalam QS A-Hadid[57]:7:
ي ل ي يل ْي ي ْ ي َّ ي ي ي كم ُّم ۡستي ۡخليف ي وِلِۦ يوأينف لِقوا ْ م َِّما ي
ج يعلي ل َّ يءامِنلوا ْ ب
٧ ٞر كبِريٞ ِنك ۡم يوأنفقوا ل له ۡم أ ۡج امنلوا مِۡي فِيهِِۖ فٱَّلِين ء ِ ٱلِّلِ يو ير لسِ
7. Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya[1456]. Maka orang-orang
yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar [1456].
Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak
milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut
hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah, karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.
Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada di tangan manusia pada hakikatnya
kepunyaan Allah, karena Dialah yang menciptakannya. Akan tetapi, Allah memberikan hak
kepada kamu (manusia) untuk memanfaatkannya.
2. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum) dan Moral
Hubungan ekonomi Islam dengan Akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti
pandangan Islam terhadap alam semesta yang ditundukkan (disediakan) untuk kepentingan
manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan
aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah. Sedangkan diantara bukti hubungan ekonomi
dan moral dalam Islam adalah :
a) Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian
atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain (HR.Ahmad)
b) Larangan melakukan penipuan dalam transaksi, Nabi SAW bersabda : “orang-orang yang
menipu kita bukan termasuk golongan kita“.
19
c) Larangan menimbun (menyimpan) emas dan perak atau sarana-sarana moneter lainnya,
sehingga mencegah peredaran uang, karena uang sangat diperlukan buat mewujudkan
kemakmuran perekonomian dalam masyarakat. Menimbun (menyimpan) uang berarti
menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan produksi dan penyiapan lapangan
kerja buat para buruh, firman Allah SWT dalam QS:Al-Taubah[9]: 34 :
ٱلِّلُِۗ يو َّٱَّل ي ي ي ل ُّ ي
َّ ون يعن يسبيل ي ۡ َّ يَٰٓ ي ُّ ي َّ ي ي ي ل ٓ ْ َّ ي ٗ ّ ي ۡ ي ۡ ي ي ُّ ۡ ي ي ي ۡ ل ل ي ي ۡ ي ي
ِين ِ ِ د ص يو ل طَٰ
ِ ِ ِ ب ٱلب اس
ِ ٱنل لَٰ ار وٱلرهبا ِن َلأكلون أمو
ِ ۞يأيها ٱَّلِين ءامنوا إِن كثِريا مِن ٱۡلحب
َّ ي ي ّ ۡ ل ي ي ي ي ۡ ل ي َّ ي ي ي ۡ َّ ي ي ي ل ل ي
ون يها ِف ي
٣٤ اب أ َِل ٖم
ٍ ذعِ ب م هّش
ِ ب ف ِ ٱلِّل يل
ِ ِ ب س ِ يك ِِنون ٱَّلهب وٱلفِضة وَل ينفِق
34. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang
alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
d) Larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam
masyarakat.
3. Keseimbangan antara keruhanian dan kebendaan
Beberapa ahli barat menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran
(membuka diri). Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki
unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).
4. Keadilan dan Keseimbangan dalam Melindungi Kepentingan Individu dan Masyarakat
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan
mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu termasuk dalam bidang hak milik. Hanya
keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan dalam
sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum.
5. Bimbingan Konsumsi
Dalam hal bimbingan konsumsi Allah berfirman dalam QS: Al-A’raf[7] : 31
31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) mesjid [534], makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.
20
[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau
ibadat-ibadat yang lain.
[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula
melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
Selain itu ada juga larangan suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena
kekayaan, sebagaimana Firman Allah dalamQS : Al-Isra’[17] : 16 :
ٗ ح َّق يعلي ۡي يها ٱلۡ يق ۡو لل في يد َّم ۡر ينَٰ يها تي ۡدم
١٦ ِريا ِيها يف يف يس لقوا ْ ف ي
ِيها في ي ِإَوذيا ٓ أي ير ۡدنيا ٓ أين ُّن ۡهل يِك قي ۡريية أي يم ۡرنيا لم ۡ ي
ُتف ي
16. Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-
orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu. Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan
(ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
6. Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, Al-Mawsu’ah Al-ilmiyah wa al-
amaliyah al-islamiyah memandang ada 5 kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan
pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu :
a) Proyek yang baik menurut Islam
b) Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat
c) Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan dan kekayaan
d) Memelihara dan menumbuh kembangkan harta
e) Melindungi kepentingan anggota masyarakat
7. Zakat
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak dimiliki dalam
bentuk perekonomian lain. Karena sistem perekonomian di luar Islam tidak mengenal tuntutan
Allah kepada pemilik harta agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa
dari sifat kikir, dengki dan dendam.
8. Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu fasilitas
transaksi dan alat penilaian barang. Di antara faktor yang menyelewangkan Uang dari
bidangnya yang normal adalah bunga (riba).
21
Demikianlah beberapa karakteristik ekonomi Islam berdasarkan Al-Mawsu’ah Al-ilmiyah
wa al-amaliyah al-islamiyah. Sebagai bahan perbandingan terhadap hal di atas maka dapat dilihat
pula karakteristik ekonomi Islam dalam hal operasional yang berbeda dengan sistem kapitalis dan
sosialis menurut Marton ( 2004, 27-33) :
1. Dialektika Nilai-Nilai spiritualisme dan Materialisme
Sistem perekonomian kontemporer hanya konsen terhadap peningkatan utility dan nilai-nilai
materialisme suatu barang tanpa menyentuh nilai-nilai spritualisme dan etika kehidupan
masyarakat. Sistem Kapitalisme memisahkan intervensi agama dari berbagai kegiatan dan
kebijakan ekonomi, padahal pelaku ekonomi merupakan penggerak utama bagi perkembangan
peradaban dan perekonomian masyarakat.
Dalam ekonomi Islam terdapat dialektika antara nilai-nilai spritualisme dan materialisme.
Berbagai kegiatan ekonomi, khususnya transaksi harus berdasarkan keseimbangan dari kedua
nilai tersebut.
2. Kebebasan berekonomi
Dalam kerangka merealisasikan konsep kebebasan individu pada kegiatan ekonomi,
kapitalisme menekankan prinsip persamaan bagi setiap individu masyarakat dalam kegiatan
ekonomi secara bebas untuk meraih kekayaan. Realitanya konsep kebebasan tersebut
menimbulkan kerancuan bagi proses distribusi income dan kekayaan. Selain itu sistem tersebut
secara otomatis mengklasifikasikan masyarakat menjadi dua bagian, yaitu pemilik modal dan
para pekerja. Dalam konsep sosialisme masyarakat tidak mempunyai kebebasan sedikitpun
dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kepemilikan individu dihilangkan dan tidak ada
kebebasan untuk melakukan transaksi dalam kesepakatan perdagangan.
Dalam ekonomi Islam tidak menafikan intervensi pemerintah. Kebijaksanaan pemerintah
merupakan sebuah keniscayaan ketika perekonomian dalam kondisi darurat, selama hal itu
dibenarkan secara syara’. Pada sisi lain kepemilikan dan kebebasan individu dibenarkan
sepanjang tetap pada koridor syari’ah. Kebebasan tersebut akan mendorong masyarakat untuk
beramal dan berproduksi demi tercapainya kemaslahatan hidup bermasyarakat.
3. Dualisme Kepemilikan
Hakikatnya, pemilik alam semesta beserta isinya hanyalah Allah semata. Manusia hanya wakil
Allah dalam rangka memakmurkan dan mensejahterakan bumi. Kepemilikan manusia
merupakan derivasi kepemilikan Allah yang hakiki. Untuk itu setiap langkah dan kebijakan
22
ekonomi yang diambil oleh manusia untuk memakmurkan alam semesta tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan yang digariskan oleh Allah yang maha memiliki.
Konsep kesimbangan merupakan karakteristik dasar ekonomi Islam, karena Allah telah
menciptakan segala sesuatu dengan seimbang. Salah satu wujud keseimbangan kepemilikan
manusia adalah adanya kepemilikan publik sebagai penyeimbang kepemilikan individu.
Kepemilikan publik merupakan kepemilikan yang secara ashal telah ditentukan oleh syari’ah.
Asas dan pijakan kepemilikan publik adalah kemaslahatan bersama. Segala komoditas dan jasa
yang dapat menciptakan ataupun menjaga keseimbangan dan kemaslahatan bersama
merupakan barang publik yang tidak boleh dimiliki secara individu (public goods).
Kepemilikan publik goods dapat didelegasikan ke pemerintah ataupun instansi lain yang
mempunyai nilai-nilai amanah dan responsibility (tanggung jawab) yang dapat dibenarkan
oleh syariah.
Berkenaan dengan kepemilikan publik Rasullullah pernah mengindikasikan dalam sebuah
hadist : “Manusia bersekutu dalam tiga hal yaitu : air, padang sahara dan api”. Penuturan
Rasul atas ketiga komoditas tersebut bukan berarti public goods hanya dibatasi oleh komoditas
tersebut, akan tetapi makna hadist di atas dikontekstualisasikan sesuai dengan perkembangan
zaman.
4. Menjaga Kemaslahatan Individu dan Bersama
Kemaslahatan individu tidak boleh dikorbankan demi kemaslahan bersama atau sebaliknya,
untuk mengatur dan menjaga kemaslahatan masyarakat diperlukan sebuah instansi yang
mendukung. Al Hisbah merupakan instansi keuangan dalam pemerintahan Islam yang
berfungsi sebagai pengawas atas segala kegiatan ekonomi. Lembaga tersebut bertugas untuk
mengawasi semua infrastruktur yang terlibat dalam mekanisme pasar. Selain itu al-hisbah
mempunyai wewenang untuk mengatur tata letak kegiatan ekonomi, disamping diwajibkan
untuk menyediakan semua fasilitas kegiatan ekonomi demi terciptanya kemaslahatan bersama.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa;
1. Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-
masalah ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Lengkapnya ekonomi Islam
merupakan ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, meninjau, meneliti
23
dan akhirnya menyelesaikan masalah-masalah ekonomi dengan cara-cara yang Islami.
2. Ekonomi dan Islam menurut pandangan Islam adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan karena ekonomi merupakan bagian dari mu’amalah dan mu’amalah bagian
yang menyusun ajaran Islam.
3. Ada mazhab dalam memandang hubungan antara agama dengan ekonomi, yakni
Mazhab Baqir as-Sadr, Mazhab Mainstream dan Mazhab Alternatif Kritis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997, Terj.
Catharina Vista Okta Frida, Ekonomi Syariah Pengantar Ekonomi Islam, Jakarta: Garudhawaca,
2005
Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Eknomi, Ed.3, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012
Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid Al Syariah, Jakarta: Prenada, 2018
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Pedoman Akademik Program
Studi S1 Ekonomi Syariah, Jakarta: 2021
M.Nur Rianto Arif dan Euis Amalis, Teori Mikroekonomi; Suatu Perbandingan Ekonomi Islam
dan Ekonomi Konvensional, Jakarta: Kencana, cet-3, 2016
MB. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islam, Yogyakarta: Ekonisia UII, 2003
Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1995, Terj.,
Mukhlis dan Didi Suardi, Pengantar Ekonomi Islam, Surabaya: Jakarta: Media Publising, 2020,
Mustafa Edwin Nasution, et.al., Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Prenada Media, 2008
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI, Statistik Perbankan Syariah per Mei 2021
24
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI), Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008
Subhan Purwadinata dan Ridolf Wenan, Pengantar Ilmu Ekonomi; Kajian Teoritis dan Praktis
Mengatasi Masalah Pokok Perekonomian, Malang: Literasi Nusantara Abadi, 2018
Suhardi K. Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2012
Sunarto SastroAtmodjo dkk, Teori Ekonomi Mikro, Bandung: Media Sains Indonesia, 2021
Sutan Emir Hidayat, Makalah Perkembangan Transaksi Keuangan Digital Berbasis Syariah,
UHAMKA, Rabu, 24 Juni 2020
Umer Chapra, The Future of Economic: An Islamic Perspektive, Jakarta: SEBI, 2001, (Terj.)
Veithzal Rivai, Prof.Dr.SE.MM.MBA, dkk., Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2018
25