Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
Kelas E
TAHUN 2021
Daftar Isi
I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Ekonomi Islam bertitik
tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari
syariat Allah. Menurut agama Islam kegiatan ekonomi merupakan bagian dari kehidupan yang
menyeluruh, dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber dari alquran dan hadits yang
diaplikasikan pada hubungan kepada Allah dan kepada manusia secara bersamaan. Nilai-nilai
inilah yang menjadi sumber ekonomi Islam. Sehingga kegiatan ekonomi terikat oleh nilai-nilai
keislaman, termasuk dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan ekonomi islam sama halnya
dengan kegiatan perekonomian pada umumnya, seperti kegiatan yang berhubungan dengan
produksi, distribusi, konsumsi barang dan jasa dalam kerangka konsep masyarakat yang
memiliki nilai-nilai keislaman yang sepenuhnya di dalamnya ditegakkan syariah islami . Dalam
perkonomian Islam, jual beli merupakan suatu kegiatan yang memiliki landasan juga aturan
jelas yang tertera dalam al-Qur’an dan sunnah.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sistem ekonomi islam?
2. Apa dasar filosofis ekonomi islam?
3. Apa saja kaidah umum ekonomi islam?
4. Apa yang dimaksud politik ekonomi islam?
5. Bagaimana perkembangan ekonomi islam di Indonesia?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui Sistem Ekonomi Islam
2. Untuk mengetahui filosofis ekonomi islam
3. Untuk mengetahui kaidah umum ekonomi islam
4. Untuk mengetahui Politik Ekonomi Islam
5. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi islam di Indonesia
D. Manfaat
Sebagai bahan kajian untuk memperdalam dan memperluas wawasan mengenai sistem
ekonomi islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem ekonomi diciptakan agar umat Islam bisa tetap melakukan kegiatan ekonomi
dengan baik dan benar dan terhindar dari semua sifat yang buruk seperti riba, dzalim,
ikhtikar, haram, dan masih banyak lagi. Semuanya dijelaskan dan diatur secara terperinci
dalam sistem ekonomi Islam.
3
Islam sebagai agama yang mengajarkan cara hidup serta panduan tentang bagaimana
umat Islam melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk dalam bertransaksi dan kegiatan
ekonomi lainnya. Dengan menetapkan standar bagaimana suatu sistem ekonomi harus
diorganisir, yang berdasarkan kepada keadilan dan kesetaraan.
Keadilan tidak dapat dicapai tanpa mempertimbangkan efek dari tindakan tertentu
terhadap masyarakat. Karena itu Islam membimbing dan mendorong manusia untuk tidak
egois di mana tujuan hidupnya tentu saja bukan hanya pada keuntungan pribadi. Hal ini
tentu sangat bertentangan dengan sistem ekonomi konvensional yang memprioritaskan
kepentingan pribadi dibanding kepentingan orang lain. Sistem ekonomi Islam berorientasi
pada falah manusia (kemenangan) dengan menerapkan nilai-nilai Islam pada praktiknya.
Hal ini kemudian akan mewujudkan kesejahteraan sosial yang mengarah pada keadilan.
Sedangkan dalam teori ekonomi konvensional, pembangunan sosial bersifat sekunder atau
kebetulan.
4
Kedua, pengelolaan kepemilikan. Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan
kepemilikan umum itu merupakan hak negara, karena negara sebagai wakil dari umat.
Ditegaskan oleh an-Nabhani bahwa syara telah melarang negara untuk mengelola
kepemilikan umum dengan cara barter (mubadalah) atau dikapling untuk orang tertentu.
Pengelolaan kepemilikan oleh negara harus berpijak pada hukum-hukum yang
diperbolehkan oleh syara. Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan
negara dan kepemilikan oleh individu sudah dijelaskan dalam hukum-hukum muamalah,
seperti jual-beli atau perdagangan, koperasi, pegadaian, persewaan, perseroan (syirkah),
asuransi, dan sebagainya.
Ketiga, distribusi kekayaan. Adapun tentang cara distribusi kekayaan kepada individu,
dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta transaksi transaksi
yang wajar. Hanya saja, perbedaan individu dalam masalah kemampuan dan kebutuhan akan
suatu pemenuhan, bisa juga menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan tersebut di antara
mereka. Oleh karena itu, syara melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang
kaya, dan mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang secara berimbang.
Dalam Alquran surat al-Hasyr (59) ayat 7 Allah Swt. berfirman: “supaya harta itu jangan
hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”.
5
menghalangi dan ingin menghancurkan sistem ekonomi Islam melalui banyak sekali taktik
menyerupai pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kependudukan, politik dsb. Beberapa taktik
yang diterapkan imperialis modern dalam menghalangi berkembangnya sistem kehidupan
Islam misalnya: budaya non-Islami. Dengan memakai banyak sekali macam bentuk
pertunjukan dan hiburan serta ditunjang dengan jaringan informasi global mengembangkan
banyak sekali budaya yang tidak Islami menyerupai permisivisme, free sex, alkoholisme,
sadisme, hedonistik, konsumtif dsb. Sinergi antara budaya sekuler dan kekuatan kapitalisme
menimbulkan pertunjukan-pertunjukan seni dan budaya menjadi suatu adegan yang masuk
dalam ruang kehidupan masyarakat melalui tayangan dalam televisi dan media massa.
Budaya pragmatis dan serba instant melahirkan generasi yang hanya ingin menikmati hidup
serba lezat tanpa melalui kerja keras serta tidak mempunyai sensitivitas terhadap problem
sosial jangka panjang.
Islam memandang setiap orang sebagai insan yang harus dipenuhi semua kebutuhan
primernya secara menyeluruh. Islam juga memandangnya dengan kapasitas pribadinya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar
kemampuannya. Secara bersamaan Islam memandangnya sebagai orang yang terikat dengan
sesamanya dalam dalam interaksi tertentu, yang dilaksanakan dengan prosedur tertentu,
sesuai dengan gaya hidup tertentu pula. Oleh lantaran itu, politik ekonomi Islam bukan
hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam sebuah negara semata, tanpa
memperhatikan terjamin tidaknya tiap orang menikmati kehidupan tersebut. Islam telah
mensyariatkan hukum-hukum ekonomi pada tiap pribadi. Dengan itu, hukum-hukum syara’
telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan primer tiap warga negara Islam
secara menyeluruh, baik sandang, pangan, papan, jasmani maupun rohani.
Islam mewajibkan bekerja tiap insan yang bisa bekerja, sehingga ia bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhan primernya sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya
menjadi tanggungannya. Islam mendorong insan semoga bekerja, mencari rezeki dan
berusaha. Bahkan Islam telah menimbulkan hukum mencari rezeki tersebut. Adalah fardhu.
Tuhan SWT Berfirman:
Rasulullah saw juga bersabda: “Tidaklah seseorang makan sesuap saja yang lebih baik,
selain ia makan dari hasil kerja tangannya sendiri.
6
E. Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dimulai dari Pemikiran fiqh muamalah
yang dikembangkan oleh para ulama, dan telah diadaptasi sedemikian rupa dalam bentuk
fatwa. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) sendiri kini telah
menjadi ‘panduan praktis’ bagi publik dalam bermuamalah sesuai syariah.
Kini semakin banyak buku yang membahas relasi antara ekonomi modern dengan
ekonomi syariah. Ekonomi syariah sendiri tidak hanya identik dengan bank syariah,
melainkan juga mencakup ekonomi makro, ekonomi mikro, kebijakan moneter, kebijakan
fiskal, pembiayaan publik sampai dengan ekonomi pembangunan. Sedangkan pada tataran
praktis, perkembangan lembaga keuangan publik syariah mengalami perkembangan yang
cukup pesat.
● Pada sektor perbankan hingga Oktober 2018, jumlah Bank Umum Syariah sudah
mencapai 14 buah dengan total aset sebesar 304,292 miliar rupiah.
● Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga November 2018, jumlah reksadana
syariah sebesar 220 atau sekitar 10,61% dari total reksadana. Jumlah ini terbilang cukup
tinggi jika dibandingkan persentasenya dengan persentase pada tahun 2010 silam yang
hanya sebesar 7.84% maka jumlah ini cukup tinggi.
● Perkembangan Efek Syariah juga sangat menggembirakan, hingga November 2018,
terdapat 407 Efek Syariah dari berbagai sektor.
● Jumlah sukuk syariah juga mengalami peningkatan, hingga November 2018 sudah
mencapai 108 sukuk syariah.
● Perkembangan lembaga keuangan syariah juga ditunjukkan dengan tingginya jumlah
BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) yang saat ini diperkirakan mencapai 4500 buah. BMT
(Baitul Maal Wat Tamwil) sendiri merupakan lembaga keuangan syariah yang
memberikan layanan pembiayaan syariah pada usaha mikro bagi anggotanya.
Keberadaan BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) menjadi strategis, terutama dalam
upayanya menjangkau wilayah pedesaan (sektor pertanian dan sektor informal).
● Perkembangan ekonomi syariah juga nampak dengan berdirinya Bank Wakaf Mikro,
yang berfungsi memberi layanan penyediaan akses pembiayaan bagi masyarakat yang
belum terhubung dengan lembaga keuangan formal khususnya di lingkungan pondok
pesantren.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
8
Daftar Pustaka