1. Umer Chapra
2. Yusuf Qardhawi.
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang didasarkan pada ketuhanan. Sistem ini
bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana
yang tidak lepas dari syari’at Allah.
3. S.M. Hasanuzzaman.
“Ilmu ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-
masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.”
5. Khursid Ahmad
Ekonomi Islam adalah respons atau tanggapan dari para pemikir Muslim
terhadap berbagai tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam hal ini mereka
dibantu oleh Al-Qur’an dan sunnah serta akal (ijtihad dan pengalaman).
7. Akram Khan
8.M.M.Metwally
Tujuan Ekonomi Islam berdasarkan konsep dasar dalam islam yaitu tauhid dan
berdasarkan rujukan pada Alquran dan Sunnah adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu papan, sandang, pangan
kesehatan dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.
2. Memastikan kesamaan kesempatan bagi semua orang.
3. Mencegah terjadi pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan
dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat.
4. Memastikan untuk setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai
moral.
5. Memastikan stabilitas dan juga pertumbuhan ekonomi.
Dari dua penggal pertama kalimat Allah SWT yang ada dalam kitab-Nya Al
Qur’an diatas, tergambar dua maksud yang diinginkan Allah SWT terhadap
manusia yang tengah menjalani masa hidupnya di dunia. Pertama, bahwa
aktifitas manusia dalam bertahan hidup untuk mencapai kemenangan dunia-
akhirat salah satu tumpuannya adalah pada aktifitas ekonomi, dan aktifitas
utama ekonomi adalah jual-beli. Kedua, bahwa segala aktifitas ekonomi
tersebut tidak lepas dari konsep ibadah kepada Allah SWT. Dan pada
penggal terakhir dari firman Allah SWT diatas, ditegaskan bahwa untuk
kepentingan kehidupan manusia tersebut Allah SWT menyediakan segala
keperluan mereka, baik keperluan lahir dan bathin.
Dan dalam praktek ibadah, Islam memiliki prinsip-prinsip dan aturan-
aturannya sendiri, ia memiliki konsekuensi yang khas. Islam tidak
memenjara hak individu secara mutlak, tapi juga tidak membebaskan
mereka secara total sehingga dapat menganiaya manusia lain dan
lingkungannya. Islam mengatur aktifitas kehidupan secara moderat dengan
asas keadilan dan keseimbangan, sehingga keselamatan terjaga,
kesejahteraan dirasakan dan kedamaian didapatkan.
Selanjutnya islam memandang bahwa hidup di dunia hanyalah sebagian
kecil dari perjalanan kehidupan manusia, karena setelah kehidupan dunia ini
ada kehidupan akhirat yang kekal abadi. Namun demikian, nasib sesorang di
akhirat nanti ditentukan oleh apa yang dikerjakannya di dunia. Sebagaimana
sabda nabi Muhammad SAW, al dunya mazra’at al akhirat (dunia adalah
ladah akhirat). Konsekuensinya ajaran islam tidak hanya terbatas pada
masalah hubungan pribadi antara seorang individu denan penciptanya
(hablun minallah) namun juga hubungan antar sesama manusia (hablun
minannas), bahkan juga hubungan dengan makhluk lainnya termasuk dengan
alam dan lingkungannya.
Dalam Islam bentuk konkrit dari kesuksesan manusia dalam hidupnya
adalah menjadi penghuni syurga. Dan untuk mendapatkan itu Islam
memiliki aturan, prinsip atau bahkan konsekuensi-konsekuensi yang harus
dilaksanakan oleh manusia baik secara individual maupun secara kolektif,
pada seluruh aktifitas hidupnya. Dalam aktifitas ekonomi khususnya, Islam
diyakini memiliki sistem yang sempurna bagi manusia dalam rangka
memperoleh kesuksesan hidup tadi. Sistem yang ditawarkan Islam ini lebih
luas cakupannya jika dibandingkan dengan sistem yang dimiliki
konvensional. Sistem ini tidak hanya meliputi mekanisme praktis, tapi juga
meliputi prilaku moral manusia; individual dan kolektif. Menurut Husein
Shahhatah, Dalam bidang muamalah maliyah ini, seorang muslim
berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah sebagai kepatuhan
kepada syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah, maka ia
akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia
sadari.
Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata :
ال يبع في سوقنا اال من قد تفقه في الدين
“Tidak boleh berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang telah mengerti
fiqh (muamalah) dalam agama Islam” (H.R.Tarmizi)