Ekonomi Islam 4E
Oleh:
Miftah Firdaus (201810160311258)
PENDAHULUAN
produksi sendiri adalah titik pangkal dari rangkaian tersebut. tidak akan ada
hidupnya. 2
dalam ekonomi Islam konsumsi adalah upaya dalam memenuhi
fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah serta sebagai sumber tenaga untuk
1
Mustafa Edwin Nasution Dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007)
2
Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), 178
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Produksi
nilai terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah
hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan baik) menurut
merusak akidah yang sahih dan akhlak yang utama, segala sesuatu yang
tersebut maka ia akan mendapat dosa dari perbuatan itu dan akan mendapat
dosa dari setiap orang yang mengikutinya sampai hari kiamat” (H.R.Ahmad,
Muslim,Tirmudzi, Nasai, dan Ibnu Majah dari Jahir). Perintah produksi akan
barang dan jasa terdapat pada Ayat Al-Quran surah Yasin ayat 33-35 yang
artinya : “Dan suatu tanda kekuasaan Allah adalah bumi yang mati, kemudian
kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian maka dari
padanya mereka makan, Dan kami jadikan dari padanya kebun kurma dan
anggur dan kami pancarkan dari padanya beberapa mata air, Supaya mereka
dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka,
2.2. Konsumsi
Islam (P3EUII, 2011) adalah pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang
menambah kepuasan atau manfaat psikis disamping manfaat lainnya. Jika suatu
tidak dilandasi oleh keinginan, maka hanya akan memberikan manfaat semata,
ekonomi konvensional, jika dalam ilmu ekonomi yang dapat dilihat tujuan
maha esa, selain untuk meningkatkan stamina seperti makan, minum dan tidur,
Utilitas atau kepuasan merupakan penentu apakah barang dan jasa lebih disukai
atau tidak dibandingkan dengan barang lain, dengan demikian teori konsumsi
Menurut Abdurrahmn Ibn Khaldun atau Abu Zayd dalam Adiwarman karim
2007, kekayaan suatunegara ditentukan oleh dua hal yakni tingkat produksi
domestik dan neraca pembayaran positif dari negara tersebut. Dapat saja suatu
refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi (baik barang atau jasa), maka
uang yang melimpah tidak ada nilainya. Sektor produksilah yang menjadi motor
sedangkan dalam ekonomi islam tujuan konsumsi untuk beribadah kepada Allah
tuhan yang maha esa, selain untuk meningkatkan stamina seperti makan, minum
disukai atau tidak dibandingkan dengan barang lain, dengan demikian teori
Dalam Islam perilaku manusia telah diatur dalam agama Islam. Demikian
mengatur tentang jalan hidup manusia, agar manusia dijauhkan dari sifat hina
berkaitan dengan aktivitas membeli dan menggunakan produk barang dan jasa,
memeili barang atau jasa dengan cara yang halal lagi baik, merupakan hal-hal
manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak akan menerima (sesuatu) kecuali
Muslim).4
3
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonosia, 2002, h.167.
4
Abdul Mun‟im Ahmad Tu‟ailab, Fath al- Rahman fi Tafsir AlQur’an, jil. 1 h. 202-203.
Etika seorang muslim di antaranya : 1. Tidak boleh hidup bermewah-
yang membahayakan.
Pada dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu, kebutuhan (hajat) dan
a. Kebutuhan (Hajat)
antar satu dengan yang lain. Misalnya, kebutuhan manusia untuk makan,
juga berdampak pada unsur tubuh yang lain, misalnya, ruh, akal dan
hati. Karena itu, Islam mensyaratkan setiap makanan yang kita makan
sangat mementingkan keseimbangan fisik dan dan non fisik yang didasarkan
atas nilai-nilai syariah. Seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasan harus
baik secara zatnya maupun cara memperolehnya, tidak bersifat israf (royal) dan
tabzir (sia-sia). Oleh karena itu, kepuasan seorang muslim tidak didasarkan
banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi, tetapi didasarkan atas berapa besar
nilai ibadah yang didapatkan dari yang dikonsumsinya. (Rozalinda, 2014: 97)
Teori nilai guna (utility) apabila dianalisis dari teori mashlahah, kepuasan
atas baik atau buruknya seseuatu itu terhadap diri dan lingkungannya. Jika
maka tindakan itu harus ditinggalkan sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang
adalah darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging
2. Prinsip kebersihan, mengandung makna yang sempit dan luas. Makna yang
sempit berarti barang dikonsumsi harus bersih dan sehat (bebas dari
penyakit) yang bisa diindra secara nyata. Makna yang luas berarti harus
tidak berlebih-lebihan karena hal ini merupakan pangkal dari kerusakan dan
tetap tunduk pada norma-norma yang berlaku dalam Islam yang tercermin
a. Kaidah syariah yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam
allah kepadanya, maka demikian itu ber titik tolak dari akidahnya ketika
b. Kaidah ilmiah, yaitu seorang ketika akan mengonsumsi harus tahu ilmu
dengannya, apakah merupakan sesuatu yang halah atau haram baik di tinjau
dari zat, proses, maupun tujuannya sesuai dengan Al-Qur'an dan As-
Sunnah.
konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi Islam
tersebut, seseorang ketika sudah berkaidah yang lurus dan berilmu, maka
dia akan mengonsumsi hanya yang halah serta menjauhi yang haram serta
syubhat.
d. Kaidah kuantitas, yaitu tidak cukup bila barang yang dikonsumsi hala, tapi
dan pelit adalah dua sifat tercela, dimana masing-masing memiliki bahaya
dalam ekonomi dan sosial. Karena itu terdapat banyak nash Al-Qur'an dan
buruk.
Konsep inilah yang tidak kita dapati dalam ilmu perilaku konsumen
konvensional. Selain itu, yang tidak kita dapati pada kajian perilaku konsumsi
dalam perspektif ilmu ekonomi konvensional adalah adanya saluran
sebagian hartanya dalam bentuk zakat, sedekah, dan infaq. Hal ini menegaskan
bahwa umat Islam merupakan mata rantai yang kokoh yang saling menguatkan
a. Distribusi penghasilan
b. Jumlah penduduk
5
Muhammad Abdu Azis, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Masyarakat, diakses
dari https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web& rct=j& url=https://eprints.usn.ac, Diakses tanggal
20 juli 2017
c. Banyaknya kekayaan masyarakat yang berwujud (Asset Liquid)
dan lain lain. Semua alat liquid tersebut dapat diuangkan untuk
menambah konsumsi.
daripada membelanjakannya
BAB III
Profil Usaha
Alamat usaha : Jalan Panderman Nomor 54 Sisir Kecamatan Batu Kota Batu
Produksi
Tahap paling awal pada konveksi Caton Sae adalah memilih bahan yang
kebutuhan dan anggaran yang mereka miliki. Biasanya konveksi ini sudah
menyiapkan berbagai jenis kain yang bisa dipilih. Contoh bahan kaos : katun
desain. Pemilihan desain ini biasanya sesuai dengan permintaan pelanggan atau
custom, jika bukan sesuai permintaan maka akan dibuatkan mengikuti desain
pada umumnya.
4. Tahap pemotongan
atau biasa dikenal dengan istilah Cutting, pemotongan dilakukan dengan gunting
tolak ukur kualitas dari suatu konveksi, bagaimana tingkat warna dan
kerapihannya.
6. Tahap penjahitan
keseluruhan akan dibuat, pada tahap ini membutuhkan banyak mesin jahit
7. Tahap finishing/packaging
Tahap akhir dari produksi kaos atau kemeja, pada tahap ini dilakukan
pemotongan benang yang kurang rapi, sehingga siap untuk dikemas, serta
Kesimpulan
Dalam konsep Islam sangat penting adanya pembagian jenis barang atau jasa
antara yang haram dan halal. Islam melarang konsumsi yang berlebih-lebihan dan
mubazir, dalam hal ini etika konsumsi manusia sangat tinggi. Manusia harus mampu
membedakan mana yang menjadi kebutuahn dan keinginan, manusia juga harus
menghalalkan apa yang ditetapkan haram dan mengharamkan apa-apa yang sudah halal.
Dalam konsep produksi Islami, produsen harus mempu mengolah sumber daya
alam yang diciptakan Allah dengan baik, etika dan norma produksi harus diprioritaskan,
kemaslahatan umat lebih tinggi dibandingkan kemaslahan diri sendiri, alat produksi
(P3EUII, 2011) adalah pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang memberikan
maslahah/kebaikan dunia dan akhirat bagi konsumen itu sendiri. Secara umum
ataupun material.
Daftar Pustaka
2. Abdul Mun’im Ahmad Tu’ailab, Fath al- Rahman fi Tafsir AlQur’an, jil. 1.
2001)
kerjasama dengan Bank Indonesia. 2012. Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
10. Rozalinda, (2014). Ekonomi Islam; Teori dan Aplikasinya pada AktivitasEkonomi,