Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PRINSIP PRODUKSI, DISTRIBUSI, DAN KONSUMSI DALAM ISLAM

Oleh :

Choiruddin Nadir

Dosen Pengampu :

Masruchin, M.E.i

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAI BAFA)

TAMBAK BERAS JOMBANG

2014/2015
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Seiring dengan berkembangnya sistem ekonomi Islam di era globalisasi ini, maka
sudah saatnya ekonomi liberal dengan model produksi kapitalistik menengok model
ekonomi yang lain, seperti ekonomi Shari’ah, karena memiliki konsep yang lebih adil
dan prudent. Dengan adanya ekonomi Shari’ah, kita bisa mengembangkan semua
sistem ekonomi dengan sistem ekonomi yang berbasis Islami. Mulai dari prinsip
produksi, distribusi, dan konsumsi yang berbasis Islami.
Karena prinsip produksi yang berbasis Shari’ah mempunyai peranan penting
dalam menentukan taraf hidup manusia dan kemakmuran suatu bangsa. Al-quran
telah meletakkan landasan yang sangat kuat terhadap produksi. Dalam Al-quran dan
Sunnah Rosul banyak dicontohkan bagaimana umat Islam diperintahkan untuk
bekerja keras dalam mencari penghidupan agar mereka dapat melangsungkan
kehidupannya dengan lebih baik, seperti dalam (QS Al-Qashash [28]: 73)
Yang artinya sebagaimana berikut :
“supaya kamu mencari karunia Allah, mudah-mudahan kamu bersyukur.”
Ayat diatas menunjukkan, bahwa mementingkan kegiatan produksi merupakan
prinsip yang paling mendasar dalam ekonomi Islam. Keunikan konsep ekonomi Islam
ini juga untuk kesejahteraan ekonomi yang mempertimbangkan kesejahteraan umum
yang lebih luas yang menekankan pada persoalan moral, pendidikan, agama, dan
persoalan lainnya. Kesejahteraan yang dimaksudkan M.A. Mannan adalah
bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh peningkatan produksi dari
pemanfaatan sumber daya secara maksimal, baik sumber daya manusia maupun
sumber daya alam dalam proses produksi. Perbaikan sistem produksi dalam Islam,
tidak hanya berarti peningkatan pendapatan yang dapat di ukur dengan uang, tetapi
juga perbaikan dalam memaksimalkan pemenuhan kebutuhan manusia dengan tetap
memperhatikan tuntunan Islam dalam konsumsi.1
Dalam sistem ekonomi Islam, prinsip distribusi merupakan penyaluran harta yang
ada, baik dimiliki oleh pribadi atau umum (publik) kepada pihak yang berhak

1
MA Mannan, Islamic Economic Theory And Practice A Comparative Study, (India: Idarah Al-Adabiyah
1988), 85
3

menerima yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai


dengan Shari’at.
Dan didalam sistem ekonomi Islam ada juga yang namanya prinsip konsumsi,
didalam teori ekonomi, konsumsi adalah sebuah proses kebutuhan yang dibutuhkan
oleh setiap manusia. Dalam teori ini ada pula yang dinamakan dengan kebutuhan,
baik itu bersifat fisik maupun spiritual. Islam sangat mementingkan keseimbangan
kebutuhan fisik dan nonfisik yang didasarkan atas nilai-nilai Shari’ah. Seorang
muslim untuk mencapai tingkat kepuasan harus mempertimbangkan beberapa hal,
yaitu barang yang di konsumsi halal, baik secara zat maupun cara memperolehnya,
tidak bersikap isrof (royal) dan tabzir (sia-sia). Oleh karena itu, kepuasan seorang
Muslim tidak didasarkan banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi, tetapi
berdasarkan atas berapa nilai ibadah yang didapatkan dari yang dikonsumsinya.2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari produksi, distribusi, dan konsumsi dalam Islam?
2. Apa saja tujuan dan faktor dari prinsip produksi, distribusi, dan konsumsi dalam
Islam?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk memberikan suatu pengertian tentang produksi, distribusi, dan konsumsi
dalam Islam.
2. Mengetahui tujuan dan faktor dari prinsip produksi, distribusi, dan konsumsi
dalam Islam.

2
Rozalinda, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2014), 97
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Produksi dalam Islam


Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang
kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Secara teknis, produksi adalah proses
mentransformasikan dari input menjadi output. M.N Siddiqi berpendapat, bahwa
produksi merupakan penyediaan barang atau jasa dengan memperhatikan nilai
keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat.
Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Oleh karena itu, kegiatan produksi harus sejalan dengan
kegiatan dengan kegiatan konsumsi. Misalnya, adanya keharusan mengkonsumsi
makanan dan minuman halal serta pelarangan mengkonsumsi makanan dan minuman
yang haram. Kegiatan produksi juga harus sejalan dengan Shari’at, yakni hanya
memproduksi makanan dan minuman yang halal.3
Dan menurut Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam prespektif Islam
sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya,
tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana
digariskan dalam agama Islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
1. Prinsip-prinsip produksi
Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan shari’at Islam, di
mana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu
sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan)
demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna
falah tersebut. Di bawah ini ada beberapa implikasi mendasar bagi kegiatan
produksi dan perekonomian secara keseluruhan, di antaranya:
a. Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai dan teknikal yang secara
Islami.
Sejak dari kegiatan mengorganisir factor produksi, proses produksi hingga
pemasaran dan konsumen pelayanan kepada konsumen semuanya harus
mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan ”perbedaan dari
perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada
kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”. Produksi barang dan jasa
3
Ibid., 111-112
5

yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai religius
tidak akan diperbolehkan. Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandang
bermanfaat untuk mencapai falah, yaitu : 1. Kehidupan, 2. Harta, 3. Kebenaran,
4. Ilmu pengetahuan dan 5. Kelangsungan keturunan. Selain itu Islam juga
mengajarkan adanya skala prioritas (dharuriyah, hajjiyah dan tahsiniyah) dalam
pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan, larangan ini
juga berlaku bagi segala mata rantai dalam produksinya.
b. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan.
Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan
lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang
lebih luas. Selain itu, masyarakat juga berhak menikmati hasil produksi secara
memadai dan berkualitas. Jadi produksi bukan hanya menyangkut kepentingan
para produsen (stake holders) saja tapi juga masyarakat secara keseluruhan
(stake holders). Pemerataan manfaat dan keuntungan produksi bagi keseluruhan
masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan tujuan
utama kegiatan ekonomi.
c. Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih
kompleks. Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber
daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan
oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam
bentuk sumber daya alam maupun manusia. Sikap tersebut dalam Al-quran
sering disebut sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat Allah. Hal
ini akan membawa implikasi bahwa prinsip produksi bukan sekedar efisiensi,
tetapi secara luas adalah bagaimana mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber
daya ekonomi dalam kerangka pengabdian manusia kepada Tuhannya.4
Kegiatan produksi dalam perspektif Islam bersifat global, sehingga
produsen tidak hanya mengejar keuntungan maksimum saja. Produsen harus
mengejar tujuan yang lebih luas sebagaimana tujuan ajaran Islam yaitu falah di
dunia dan akhirat. Kegiatan produksi juga harus berpedoman kepada nilai-nilai
keadilan dan kebajikan bagi masyarakat. Prinsip pokok produsen yang Islami,
yaitu :
1.) Memiliki komitmen yang penuh terhadap keadilan.

4
Adiwarman, Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2007), 58
6

2.)Memiliki dorongan untuk melayani masyarakat sehingga segala


keputusan perusahaan harus mempertimbangkan hal ini.
3.) Optimasi keuntungan diperkenankan dengan batasan kedua prinsip di
atas.5
2. Tujuan produksi
Menurut Nejatullah Ash-Shiddiqi, tujuan produksi sebagai berikut:
a. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar.
b. Pemenuhan kebutuhan keluarga
c. Bekal untuk generasi mendatang
d. Bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.
e. Menurut Ibnu Khaldun dan beberapa ulama lainnya berpendapat, bahwa
kebutuhan manusia dapat digolongkan kepada tiga kategori, yaitu: dharuriyah,
hajjiyat, dan tahsiyyat.
3. Faktor-faktor produksi
a. Tanah dan segala potensi ekonomi di anjurkan Al-Quran untuk di olah dan
tidak dapat dipisahkan dari proses produksi.
b. Tenaga kerja terkait langsung dengan tuntutan hak milik melalui produksi.
c. Modal, manajemen, dan teknologi.
B. Pengertian Distribusi dalam Islam

Distribusi dalam ekonomi Islam mempunyai makna yang lebih luas mencakup
pengaturan kepemilikan, unsur-unsur produksi, dan sumber-sumber kekayaan. Dalam
ekonomi Islam sudah di atur kaidah distribusi pendapatan, baik antara unsur-unsur
produksi maupun antara individu dan masyarakat dan anggota perserikatan, maupun
distribusi dalam sistem jaminan sosial.

Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk memiliki kekayaan,


tetapi tidak membiarkan manusia begitu saja untuk memiliki semua apa yang dia
suka, dan menggunakan cara apa saja yang mereka kehendaki. Kekayaan adalah suatu
hal yang penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah cara pendistribusiannya, karena
jika distribusi kekayaan itu tidak tepat maka sebagian kekayaan itu akan beredar di
antara orang kaya saja. Akibatnya, banyak masyarakat yang menderita karena

5
Metwally, Teori Dan Model Ekonomi Islam, (Jakarta : PT Bangkit Daya Insana 1995), 86
7

kemiskinan. Oleh karena itu, kesejahteraan rakyat tidak sepenuhnya tergantung pada
hasil produksi, tetapi juga tergantung pada distribusi pendapatan yang tepat.6

Sistem ekonomi yang berbasis islam menghendaki bahwa dalam hal


pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan
kepemilikan. Kebebasan di sini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai
oleh nilai-nilai agama dan keadilan, tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang
menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak
tanpa campur tangan pihak manapun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu
dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu
dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya.

Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam Al-quran


agar supaya harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya
beredar di antara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi
kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.7

1. Tujuan Distribusi dalam Ekonomi Islam


a. Tujuan dakwah, yakni dakwah kepada islam dan menyatukan hati kepadanya.
b. Tujuan pendidikan, tujuan pendidikan dalam distribusi adalah seperti dalam
surat At-Taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlaq
karimah.
c. Tujuan sosial, yakni memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam
distribusi sehingga tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian.
d. Tujuan ekonomi, yakni pengembangan harta dan pembersihannya,
memberdayakan SDM, kesejahteraan ekonomi dan penggunaan terbaik dalam
menempatkan sesuatu.
2. Etika Distribusi
a. Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
b. Transparan, dan barangnya halal serta tidak membahayakan.
c. Adil, dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang di dalam islam.
d. Tolong menolong, toleransi, dan sedekah.
e. Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan presepsi.
f. Tidak pernah lalai beribadah karena kegiatan distribusi.
6
Rozalinda, Ekonomi Islam ,131-132
7
http://zfadly.blogspot.com/2013/04/produksi-konsumsi-dan-distribusi-dalam.html
8

g. Larangan ikhtikar, ikhtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan


harga.
h. Mencari keuntungan yang wajar, maksudnya kita dilarang mencari
keuntungan yang semaksimal mungkin yang hanya mementingkan pribadi
sendiri tanpa memikirkan orang lain.
i. Distribusi kekayaan yang meluas, islam mencegah penumpukan kekayaan
pada kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh
lapisan masyarakat.
j. Kesamaan Sosial, maksudnya dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi
atau berkasta-kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.8
C. Pengertian Konsumsi dalam Islam
Salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi islam adalah konsumsi.
Konsumsi berperan sebagai pilar dalam kegiatan ekonomi seseorang (individu),
perusahaan maupun Negara. Konsumsi secara umum diformulasikan dengan :
“pemakaian dan pengunaan barang-barang dan jasa, seperti pakaian, makanan,
minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kendaraan, alat-alat hiburan, media cetak
dan elektronik, jasa telepon, jasa konsultan hukum, belajar/kursus, dsb”.
Berangkat dari pengertian ini, maka dapat dipahami bahwa konsumsi
sebenarnya tidak identik dengan makan dan minum dalam istilah teknis sehari-hari,
akan tetapi juga meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu yang
dibutuhkan manusia. Namun, karena yang paling penting dan umum dikenal
masyarakat luas tentang aktifitas konsumsi adalah makan dan minum, maka tidaklah
mengherankan jika konsumsi sering di identikan dengan makan dan minum.
Tujuan konsumsi adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrowi.
Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan,
minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan (akal). Kemaslahatan
akhirat ialah terlaksananya kewajiban agama, seperti sholat dan haji. Artinya, manusia
akan makan dan minum agar bisa beribadah kepada Allah. Manusia berpakaian untuk
menutup aurat agar bisa sholat, haji, bergaul dan terhindar dari kemaksiatan.
Sebagaimana disebut di atas, banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang
konsumsi, diantaranya Surat Al-A’raf ayat 31. Ayat ini tidak saja membicarakan
makanan dan minuman, tetapi juga pakaian. Bahkan pada ayat selanjutnya ( ayat 33)
dibicarakan tentang perhiasan.
8
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Salemba Empat 2011), 78
9

1. Prinsip-prinsip Konsumsi
Menurut Abdul Mannan bahwa perintah islam mengenai konsumsi
dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu:
a. Prinsip Keadilan.
b. Prinsip Kebersihan.
c. Prinsip Kesederhanaan.
d. Prinsip Kemurahan hati.
e. Prinsip Moralitas.
2. Etika konsumsi
Etika konsumsi menurut Naqvi adalah sebagai berikut:
a. Adil (Equilibrium/Keadilan)
Kata ‘adl dapat di artikan seimbang (balance) dan setimbang (equilibrium).
Atas sebab dasar itu ia menyebutkan konsep Al-’Adl dalam prespektif Islam
adalah Keadilan Ilahi.
b. Free Will (Kehendak Bebas)
Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas namun kebebasan ini
tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha’ dan qadar yang
merupakan hukum sebab-akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan
kehendak Tuhan.
c. Amanah (responsibility/pertanggungjawaban)
Etika dari kehendak bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain,
setelah manusia melakukan perbuatan maka ia harus berani
mempertanggungjawabkan apa yang telah ia perbuat. Dengan demikian
prinsip tanggung jawab merupakan suatu hubungan logis dengan adanya
prinsip kehendak bebas.
d. Halal
Kehalalan adalah salah satu kendala untuk memperoleh maksimalisasi
kegunaan konsumsi dalam rangka Ekonomi Islam. Kehalalan suatu barang
konsumsi merupakan antisipasi dari adanya keburukan yang ditimbulkan oleh
barang tersebut.
e. Sederhana
Sederhana dalam konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam
berkomunikasi. Di antara dua cara hidup yang ekstrim antara paham
10

materialistis dan zuhud. Ajaran Al-Quran menegaskan bahwa dalam


berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan kikir.9

9
Hendri Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, (Yogyakarta : Jalasutra 2003), 95
11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan penjelasan yang ada di atas yang menerangkan tentang kondisi
perekonomian pada zaman era globalisasi ini, sebaiknya ekonomi yang berbasis
ekonomi liberal dengan model produksi kapitalistik menengok model ekonomi yang
lain, seperti ekonomi Shari’ah, karena memiliki konsep yang lebih adil dan prudent.
Dengan adanya ekonomi Shari’ah, kita bisa mengembangkan semua sistem ekonomi
dengan sistem ekonomi yang berbasis Islami. Mulai dari prinsip produksi, distribusi,
dan konsumsi yang berbasis Islami.
Dan didalam ekonomi Shari’ah ada tiga aspek yang juga berbasis Shari’ah/Islami,
yaitu : produksi Islam, distribusi Islam, dan konsumsi Islam.
Adapun Produksi dalam Islam adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan
barang atau jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Secara teknis,
produksi adalah proses mentransformasikan dari input menjadi output. M.N Siddiqi
berpendapat, bahwa produksi merupakan penyediaan barang atau jasa dengan
memperhatikan nilai keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat. Di dalam sistem
produksi yang berbasis Islami ini juga ada banyak prinsip-prinsip, sebagaimana yang
sudah tercantum di atas.

Dan Distribusi dalam islam mempunyai makna yang lebih luas mencakup
pengaturan kepemilikan, unsur-unsur produksi, dan sumber-sumber kekayaan. Dalam
ekonomi Islam sudah di atur oleh kaidah distribusi pendapatan, baik antara unsur-
unsur produksi maupun antara individu dan masyarakat dan anggota perserikatan,
maupun distribusi dalam sistem jaminan sosial. Dan di dalam sistem distribusi ini
juga mempunyai banyak tujuan yang baik, sebagaimana yang sudah tertulis diatas.

Dan yang terakhir dari pembahasan kali ini adalah sistem konsumsi dalam Islam,
konsumsi dalam Islam ini. Konsumsi berperan sebagai pilar dalam kegiatan ekonomi
seseorang (individu), perusahaan maupun Negara. Konsumsi secara umum
diformulasikan dengan: “pemakaian dan pengunaan barang-barang dan jasa, seperti
pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kendaraan, alat-alat
hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telepon, jasa konsultan hukum,
belajar/kursus, dsb”. Di dalam sistem konsumsi ini juga sudah tertera beberapa tujuan
yang baik dalam ekonomi Islam, sebagaimana yang sudah tercantum diatas.
12

DAFTAR PUSTAKA

MA Mannan, Islamic Economic Theory And Practice A Comparative Study, India: Idarah
Al-Adabiyah, 1988.
Rozalinda, Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.

Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007.

http://zfadly.blogspot.com produksi-konsumsi-dan-distribusi-dalam.html 14 Januari 2013.

Harahap, Sofyan S, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Salemba Empat, 2011.

Anto, Hendri, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Yogyakarta : Jalasutra, 2003.

Anda mungkin juga menyukai