Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PRODUKSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

DOSEN PEMBIMBING: LILIS MARLINA, S.E.,M.E

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK: 1

SRI ERFANI ( MJ.22.01.132)

KELAS : IV B

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

STIE YAPIS DOMPU

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Teori Produksi dalam Islam.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber baik dari buku maupun internet sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang teori produksi dalam islam
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Dompu, 27 Maret 2024

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Produksi, distribusi, dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian


kegitan ekonomi yang tidak bisa di pisahkan. Ketiganya memang saling
memengaruhi, namun harus diakui produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan
itu. Tidak akan ada distribusi tanpa produksi.
Dari sisi pandang konvensional, biasanya produksi di lihat dari tiga hal, yaitu: apa

yang di produksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang /jasa diproduksi. Cara

pandang ini untuk memastikan bahwa kegiatan produksi cukup layak untuk mencapai skala

ekonomi. Dalam berproduksi itu tadi, ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja

sebagai salah satu dari emapat faktor produksi; tiga faktor produksi lainya adalah sumber

alam, modal dan keahlian. Dalam memandang faktor tenaga kerja inilah terdapat sejumlah

perbedaan. Dalam memandang faktor tenaga kerja inilah terdapat sejumlah perbedaan. Paham

ekonomi sosialalis misalnya memang mengakui faktor tenaga kerja merupakan faktor

penting. Namun paham ini tidak memeberikan pengakuan dan penghargaan hak milik

individu, sehingga faktor tenaga kerja atau manusia turun derajatnya menjadi sekedar pekerja

atau kelas pekerja. Sedangkan paham kapitalis, yang saat ini menguasai dunia,memandang

modal atau kapital sebagai unsur yang terpenting dan oleh sebab itu, para pemilik modal atau

para kapitalislah yang menduduki tempat yang sangat strategis dalam ekonomi kapitalis.

Ekonomi konvensional juga kadang melupakan kemana produksinya mengalir.

Sepanjang efesiensi ekonomi tercapai dengan keuntungan yang memadai, umumnya mereka

sudah puas. Bahwa ternyata produknya hanya dikonsumsi kecil masyarakat kaya, tidaklah

menjadi kerisauan system ekonomi konvensional

iii
Pada prinsipnya islam lebih menekankan berproduksi demi untuk memenuhi
kebutuhan orang banyak, bukan hanya sekedar memenuhi segelintir orang yang
memiliki uang, sehingga memiliki dayabeli yang lebih baik. Karena itu bagi
islam, produksi yang surplus dan berkembang baik secara kuantitatif maupun
kualitatif tidak dengan sendirinya mengindikasikan kesejahteraan bagi
masyarakat.

Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling berkait
satu dengan lainnya. Kegiatan produksi harus sepenuhnya sejalan dengan kegiatan
konsumsi. Tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang
membetrikan mashlahah meksimum bagi konsumen yang di wujudkan dalam pemenuhan
kebutuhan manusia pada tingkatan moderat, menemukan kebutuhan masyrakat dan
pemenuhannya, menyediakan persediaan barang/jasa dimasa depan. Serta memenuhi sarana
bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi

persoalan dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Produksi Dalam Pandangan Islam ?

2. Apa Pengertian Produksi ?

3. Apa Tujuan Produksi Menurut Islam ?

4. Bagaimana Motif Berproduksi dalam Islam ?

5. Bagaimana Nilai-nilai Islam dalam Berproduksi ?

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Produksi Dalam Pandangan Islam

Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT sebagai Rabb dari

alam semesta. Ikrar akan keyakinan ini menjadi pembuka kitab suci umat Islam, dalam ayat:

"Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi

semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-

benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (al-Jaatsiyah: 13).

Allah telah menetapkan bahwa manusia berperan sebagai khalifah, bumi adalah

lapangan dan medan, sedang manusia adalah pengelola segala apa yang terhampar di muka

bumi untuk di maksimalkan fungsi dan kegunaannya. Tanggung jawab manusia sebagai

khalifah adalah pengelola resources yang telah disediakan oleh Allah secara efisien dan

optimal agar kesejahteraan dan keadilan ditegakkan.

Islam juga mengajarkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah orang yang banyak

manfaatnya bagi orang lain atau masyarakat. Fungsi beribadah dalam arti luas ini tidak

mungkin dilakukan bila seseorang tidak bekerja atau berusaha. Dengan demikian, bekerja dan

berusaha itu menempati posisi dan peranan yang sangat penting dalam Islam.

Bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk mengkonsumsi sendiri

atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup, karena masih terbatas pada fungsi

ekonomi. Islam secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula

mewujudkan fungsi sosial. Ini tercermin dalam QS. Al-hadiid (57) ayat 7:

“Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari

hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang

v
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala

yang besar.” QS: Al-hadiid (57) : 7.

Sebagai modal dasar berproduksi, Allah telah menyediakan bumi beserta isinya bagi

manusia, untuk diolah bagi kemaslahatan bersama seluruh umat. Hal itu terdapat dalam surat

Al-Baqarah ayat 22:

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap,

dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala

buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu

bagi Allah, padahal kamu Mengetahui”. QS: Al-Baqarah : 22.

Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi dalam Islam antara lain adalah:

1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.

2. Mencegah kerusakan dimuka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan

ketersediaan sumber daya alam.

3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai

kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus dalam prioritas yang ditetapkan agama,

yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal

dan keturunan/kehormatan, serta untuk kemakmuran material.

4. Produkksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk itu

hendaknya umat memiliki berbagai keahlian, kemampuan dan prasarana yang memungkinkan

terpenuhinya kebutuhan sprituak dan material.

5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik.

B. Pengertian Produksi

Produksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu

barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Dalam

pengertian lain, produksi adalah sebuah proses yang terlahir di muka buni ini semenjak

vi
manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga

peradaban manusia dan bumi. Ada juga yang berpendapat bahwa produksi adalah kegiatan

manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen.

Fungsi produksi adalah hubungan antara jumlah input yang diperlukan dan jumlah

output yang dapat dihasilkan. Fungsi produksi menentukan berapa besar output, dengan

kandungan berkah tertentu, bisa diproduksi dengan input-input yang disuplai ke dalam proses

produksi dan dengan jumlah modal/kapital yang tertentu.

Produksi yang Islami menurut siddiqi (1992) adalah penyediaan barang dan jasa

dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan dan kebijakan atau manfaat (mashlahah) bagi

masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa

kebijakan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami

C. Tujuan Produksi Menurut Islam

Sebagaimana telah dikemukakan, kegiatan produksi merupakan respon terhadap

kegiatan konsumsi, atau sebaliknya. Produksi adalah kegiatan menciptakan suatu barang atau

jasa, sementara konsumsi adalah pemakaian atau pemanfaatan hasil dari produksi tersebut.

Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling berkait satu

dengan yang lainnya. Oleh karena itu, kegiatan produksi harus sepenuhnya sejalan dengan

kegiatan konsumsi. Apabila keduanya tidak sejalan, maka tentu saja kegiatan ekonomi tidak

berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.

Tujuan seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa dalam persfektif

ekonomi Islam adalah mencari mashlahah maksimum dan produsen pun juga harus demikian.

Dengan kata lain, tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang

memberikan mashlahah bagi konsumen. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi

adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk di

antaranya:

vii
1. Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat

2. Memnemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.

3. Menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan.

4.Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah Swt.

D. Motivasi Berproduksi Dalam Islam

Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang

menciptakan manfaat (utility) baik dimasa kini maupun dimasa mendatang (M.Frank, 2003).

Dengan pengertian yang lusa tersebut, kita memahami kegitan produksi tidak terlepas dari

keseharian manusia.

Motif maksimalisasi kepuasan dan maksimalisasi keuntngan yang menjadi

pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi

konvensional bukannya salah ataupun di larang dalam Islam. Islam ingin mendudukkannya

pada posisi yang benar, yakni semua itu dalam rangka maksimalisasi kepuasan dan

keuntungan di akhirat. Perlu diingat sejarah pemikiran ekonomi dan ilmu pengetahuan pada

umumnya yang bangkit sejak jaman Renaisans, suatu jaman dimana terjadi perubahan ukuran

kebenaran dari yang semula bersandar kepada wahyu dan dogma gereja menjadi bersandar

kepda logika, bukti-bukti empiris, positivisme. Perubahan ukuran kebenaran tersebut

membuat ilmu pengetahuan maju pesat, akan tetapi ia menjadi sangat sekuler.

Isu penting yang kemudian berkembang menyertai motivasi produksi ini adalah

masalah etika dan tanggung jawab sosial produsen. Keuntungan maksimal telah menjadi

sebuah insentif yang teramat kuat bagi produsen untuk melaksanakan produksi. Akibatnya,

motivasi untuk mencari keuntungan maksimal sering kali menyebabkan produsen

mengabaikan etika dan tanggung jawab sosialnya. Segala hal perlu dilakukan untuk mencapai

keuntungan yang setinggi-tingginya.

viii
Dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan

tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah

menyediakan kebutuhan material dan spritual untuk mencptakan mashlahah, maka motivasi

produsen tentu juga mencari mashlahah, dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan

seorang muslim. Mencari keuntungan dalam produksi dan kegiatan bisnis memang tidak

dilarang, sepanjang dalam bingkai tujuan dan hukum Islam

E. Nilai-nilai Islam dalam Berproduksi

Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud

apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan

produksi terkait pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami, sebagaimana dalam

kegiatan konsumsi. Metwally (1992) mengatakan, “perbedaan dari perusahaan-perusahaan

non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan

strategi pasarnya”.

Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama

dalam ekonomi Islam, yatiu: khalifah, adil, dan takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai Islam

dalam produksi meliputi:

1. Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada tujuan akhirat.

2. Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal.

3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran.

4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis.

5. Memuliakan prestasi atau produktivitas.

6. Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi.

7. Menghormati hak milik induvidu.

8. Mengikuti syarat sah dan rukun akad atau transaksi.

ix
9. Adil dalam bertrnsaksi.

10. Memiliki wawasan sosial.

11. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam.

Penerapan nilai-nilai Islam di atas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan

berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah yang diperoleh oleh produsen merupakan satu

mashlahah yang akan memberi kontribusi bagi tercapainya falah. Dengan cara ini perolehan

kebahagiaan hakiki, yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat.

x
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara teknis produksi adalah proses mentransformasi input menjadi output, tetapi

definisi produksi dalam pandangan ekonomi jauh lebih luas. Kegiatan produksi dalam

persfektif ekonomi Islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya, yaitu

mengutamakan harkat manusia.

Tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan

mashlahah maksimum bagi konsumen yang di wujudkan dalam pemenuhan kebutuhan

manusia pada tingkat moderat, menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya,

menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan, serta memenuhi sarana bagi kegiatan

sosial dan ibadah kepada Allah.

Produsen dalam pandangan ekonomi Islam adalah mashlahah maximizer. Mencari

keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang

berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Mashlahah bagi produsen terdiri dari dua

komponon, yaitu keuntungan dan keberkahan.

Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami,

sebagimana juga dalam kegiatan konsumsi. Secara lebih rinci nilai-nilai ini misalnya adalah

berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada tujuan akhirat

xi
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.

2007.

Drs. Muhammad, M.Ag. Ekonomi Mikro Dalam Persfektif Islam. Yogyakarta:

BPFE YOGYAKATA, 2004.

Mustafa Edwin Nasution, M.Sc,MAEP, Ph.D. et al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi

Islam. Jakarta: Kencana, 2007., cet.II.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. Ekonomi Islam. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2008.

Samuelson dan Nordhaus. Ilmu Mikro Ekonomi. Jakarta, PT. Media Global Edukasi,

2003.

Sumber dari Internet.

xii

Anda mungkin juga menyukai