Anda di halaman 1dari 13

Teori perilaku Konsumsi dan Produksi

Kelompok 6
Anggota:
- Annisa Nabila W (17312005)
- Handy Pratama W (17312021)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN

Produksi, distribusi, dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian


kegiatan ekonomi yang tidak bias di pisahkan. Ketiganya memang saling
memengaruhi, namun harus diakui produksi adalah titik pangkal dari kegiatan itu.
Tidak aka nada distribusi tanpa prdouksi.

Pada prinsipnya islam lebih menekankan berproduksi untuk memenuhi


kebutuhan orang banyak, bukan hanya untuk segelintir orang yang memiliki uang,
sehingga memiliki daya beli yang lebih baik. Karena itu bagi islam, produksi yang
surplus dan berkembang baik secara kuntitatif maupun kualitatif tidak dengan
sendirinya mengindikasikan kesejahteraan bagi masyarakat

Sedangkan prinsip dalam berkonsumsi diantaranya adalah perlunya


memerhatikan orang lain. Dalam hadist telah disebutkan bahwa setiap Muslim wajib
membagi, makanan yang dimasaknya kepada tetangganya yang merasakan bau dari
masakan tersebut. Dan diharamkan bagi seorang Muslim hidup dalam keadaan serba
berkelbebihan semantara ada tetangganya yang menderita kelaparan. Hal ini adalah
tujuan konsumsi itu sendiri, dimana seorang muslim akan akan lebih
mempertimbangkan maslahah daripada utilitas. Pencapaian masalahah merupakan
tujuan dari syariat islam yang tentu harus menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi

Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling
berkaitan satu dengan lainnya. Kegiatan produksi harus sepenuhnya sejalan dengan
kegiatan konsumsi. Tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa
yang memberikan maslahah maksimum bagi konsumen yang di wujudkan dalam
pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatan moderat, menemukan kebutuhan
masyrakat dan pemenuhannya, menyediakan persediaan barang/jasa dimasa depan.
Serta memenuhi sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.
BAB II
“TEORI PERILAKU PRODUKSI ISLAM”

A. Pengertian dan Ruang lingkup produksi menurut islam

Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang
kemudian di manfaatkan oleh konsumen. Kegiatan produksi dalam perspektif
ekonomi islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya, yaitu
mengutamakan harkat kemuliaan manusia.

Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan satu kesatuan yang saling berkait
satu dengan lainnya. Kegiatan produksi harus sepenuhnya sejalan dengan kegiatan
konsumsi. Tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang
memberikan mashlahah bagi konsumen yang di wujudkan dalam pemenuhan
kebutuhan manusia.

Berikut ini beberapa pengertian produksi menurut para ekonom muslim


kontemporer :

1. Kahf (1992) mendefenisikan kegitan produksi dalam perspektif islam


sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik
materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai
tujuan hidup sebagaimana di gariskan dalam agama islam, yaitu
kebahagiaan dunia akhirat.
2. Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan
produksi (distribusi secara merata).
3. UI Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah
memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang merupakan fardu kifayah,
yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya bersifat
wajib.
4. Siddiqi (1992) mendefenisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan
barang dan jasa dengan memerhatikan nilai keadilan dan
kebajikan/kemanfaatan (mashlahah) bagi masyarakt. Dalam
pandangannya, sepanjang produsen telah berindak adil dan membawa
kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak islami.

Dalam definisi-definisi tersebut terlihat sekali bahwa kegiatan produksi dalam


prespektif Ekonomi islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya.
Dari berbagai definisi di atas, maka bisa disimpulkan bahwa kepentingan
manusia, yang sejalan dengan moral islam, harus menjadi focus atau target dari
kegiatan produksi. Produksi adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah
sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan maslahah bagi manusia.
Oleh karena itu, produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan menghasilkan output
serta karakter-karakter yang melekat pada proses dan hasilnya.

Prinsip dasar ekonomi islam adalah keyakinan kepada Allah swt


sebagai Rabb dari alam semesta. Ikrar akan keyakinan ini menjadi pembuka kitab
suci umat islam, dalam ayat Al-jatsiyah : 13 telah di jelaskan yang artinya “Dan dia
menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) dari pada-Nya Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”. (Al-jatsiyah:13)

Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolute dari Allah


rabb  semesta alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi islam tidak semata-
mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, akan tetapi lebih penting untuk
mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat. Bagi islam, memproduksi sesuatu
bukanlah sekedar untuk di konsumsi sendiri atau di jual kepasar. Dua motivasi itu
belum cukup, karena masih terbatas pada fungsi ekonomi. Islam secara khas
menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial.
Ini tercermin dalam Qs. Al-hadid:7 yang artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasulnya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menfkahkan
(sebagian)dari hartanya memperoleh dari pahala yang besar.”

B. Tujuan Produksi Menurut Islam

Seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa tujuan kegiatan produksi adalah
menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahah bagi konsumen. Secara
lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkat kemashlahatan yang
bisa di wujudkan dalam berbagai bentuk di antaranya :

1. Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatan moderat


2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya
3. Menyiapkan persediaan barang/jasa di masa depan
4. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah Swt
C. Motivasi produsen dalam berproduksi

Dalam pandangan ekonomi islam, motivasi produsen semestinya sejalan


dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan
produksi itu adalah menyediakan kebutuhan material dan spiritual untuk
menciptakan mashlahah, maka motivasi produsen tentu saja juga mencari mashlahah,
di mana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang muslim.

Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak
di larang, sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Mashlahah bagi
produsen terdiri dari dua komponen, yaitu keuntungan dan berkah ( Ridho Illahi).
Tujuannya juga untuk mencari keuntungan dunia dan juga keuntungan di akhirat,
sehingga produsen muslim memiliki motivasi yang sangat tinggi dalam berprodukksi
sesuai tuntunan Syariah. Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang
maksimum dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai islam.
Dengan kata lain, seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan
teknikal yang islami. Sebagaimana juga dalam kegiatan konsumsi.

Semangat produksi untuk menghasilkan mashlahah perlu di tuntun dengan


nilai dan prinsip ekonomi islam. Nilai dan prinsip pokok dalam produksi adalah
sebagai berikut :

1. Amanah untuk mewujudkan mashlahah


2. Profesioanlisme
3. Pembelajaran sepanjang waktu Untuk Efesiensi

Manusia sebagai factor produksi, dalam pandangan islam, harus di lihat dalam
konteks fungsi manusia secara umum yakni sebagai kahalifah Allah di muka bumi.
Sebagai makhluk Allah yang paling sempurna, manusia memiliki unsur rohani dan
unsure materi yang keduanya saling melengkapi.

D. Formulasi mashlahah bagi produsen

Dalam konteks produsen atau perusahaan yang menaruh perhatian pada


keuntungan atau profit,maka manfaat ini dapat berupa keuntungan
material.Keuntungan ini bias dipergunakan untuk mashlahah lainya seperti
mashlahah fisik,intelektual,maupun social.Untuk itu rumusan mashlahah yang
menjadi perhatian produsen adalah :

Mashlahah=Keuntungan + Berkah
M= П+B

Dalam hal ini berkah didefinisikan,di mana produsen akan menggunakan proksi yang
sama dengan yang dipakai konsumen dalam mengindentifikasinya,yaitu adanya
pahala pada produk atau kegiatan yang bersangkutan.

П = TR-TC

Pada dasarnya berkah akan diperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai
islam dalam kegiatan produksinya.Di sisi lain,berkah yang doiterima merupakan
kompensasi yang tidak diterima secara langsung produsen.

B= BR-BC=-BC

Dapat diasumsikan,berkah bernilai nol atau secara indrawi tidak dapat di observasi
karena berkah memang tidak secara langsung berwujud material.Dengan demikian
rumusan mashlahah dapat ditulis kembali.

M=TR-TC-BC

Adanya biaya untuk mencari berkah (BC) tentusaja akan membawa implikasi
terhadap harga barang dan jasa yang dihasilkan produsen.Harga jual produk adalah
harga yang telah mengakomodasi pengeluaran berkah tersebut,yaitu:

B
P=P+BC

Dengan demikian rumusan mashlahah akan berubah menjadi

M=BTR-TC-BC

Dari pendekatan kalkulus terhadap persamaan diatas dapat ditemukan pedoman yang
bias digunakan oleh produsen dalam memaksimumkan mashlahah atau optimum
mashlahah codition (OMC) yaitu:

B
P dQ= dTC+dBC

Jika optimum mashlahah condition dari persamaan diatas menyatakan bahwasanya


mashlahah akan maksimum jika dan hanya jika nilai dari unit terakhir yang
diproduksi (BP dQ) sama dengan perubahan (tambahan) yang terjadi pada biaya total (
dTR ) dan pengeluaran berkah total (dBC) pada unit terakhir yang diproduksi,jika
nilai dari unit terakhir yang diproduksi (BP dQ) masih lebih besar dari
pengeluarannya, dTC + dBC, maka produsen akan mempunyai dorongan untuk
menambah jumlah produksi lagi.Hanya jika nilai unit terakhir hanya pas untuk
membayar kompensasi yang dikeluarkan dalam rangka memproduksi unit tersebut,
dTC + dBC,maka tidak akan ada lagi dorongan bagi produsen untuk menambah
produksi lagi.Dalam kondisi demikian produsendikatakan berada diposisi
keseimbangan atau optimum.

E. Nilai-nilai islam dalam produksi

Upaya produsen untuk memperoleh maslahah maksimum dapat terwujud


apabila produsen mengaplikasikan nila-nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh
kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami,
sebagaimana dalam kegiatan konsumsi. Sejak dari kegiatan mengorganisasi factor
produksi, proses produksi, hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen
semuanya harus mengikuti moralitas dan Nilai-nilai islam dalam produksi uran teknis
yang dibenarkan oleh Islam.

Nilai-nilai islam yang relevan dengan produksi di kembangkan dari tiga nilai
utama dalam ekonomi islam, yaitu khilafah, adil dan takaful.Secara lebih rinci nilai-
nilai islam dalam produksi meliputi :

1. Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat


2.  Menepati janji dan kontrak
3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran
4.  Berpegang teguh kepada kedisiplin dan dinamis
5.  Memuliakan prestasi/produktivitas
6. Mendorong ukhuwah antar sesame pelaku ekonomi
7. Menghormati hak milik individu
8. Adil dalam bertransaksi
9. Mengikuti syarat dan rukun sah akad/transaksi
10. Memiliki wawasan social
11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak
12. Menghindari jenis dan proses produksi yang di haramkan dalam islam

Penerapan nilai-nilai diatas dalam produsi tidak saja akan mendatangkan


keuntungan bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi
keuntungan dan berkah yang di peroleh oleh produsen merupakan
satu mashlahah yang akan memberi konstribusi bagi tercapainya falah. Dengan cara
inilah, maka produsen akan memperoleh kebahagiaan hakiki, yaitu kemuliaan tidak
saja di dunia akan tetapi juga di akhirat.
“TEORI PERILAKU KONSUMSI ISLAM”

A. Mashlahah dalam Konsumsi

Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen


cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan maslahah maksimum.
Hal ini sesuai dengan rasionalitas ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahahyang
diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat
serta informasi yang berasal dari Allah adalah sempurna akan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.

Dalam meningkatkan kesejahteraan social, Imam Al-Ghazali


mengelompokkan dan mengidentifikasikan semua masalah yang
berupa masalih (utilitas, manfaat) maupun mafasid(disutilitas, kerusakan) dalam
meningkatkan kesejahteraan social. Selanjutnya ia mendefinisikan fungsi social
dalam kerangka hierarki kebutuhan individu dan social.

1) Kebutuhan dan Keinginan

Bila masyarakat menghendaki lebih banyak akan suatu barang atau jasa, maka
hal ini akan tercermin pada kenaikan permintaan akan barang dan jasa tersebut.
Kehendak seseorang untuk membeli atau memiliki sesuatu barang dan jasa bisa
muncul di karenakan adanya factor kebutuhan ataupun faktor keinginan. Kebutuhan
terkait dengan segala sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang atau jasa
berfungsi secara sempurna.

Keinginan adalah terakait dengan hasrat atau harapan seseorang yang juga
dipenuhi belum tentu akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia ataupun
barang.

Secara umum, pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan tambahan


manfaat fisik, spiritual intelektual ataupun material sedangkan pemenuhan keinginan
akan menambahkan kepuasan atau manfaat psikis di samping manfaat lainnya. Jika
sesuatu kebutuhan diinginkan seseorang, maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan
melahirkan maslahah sekaligus kepuasan, namun jika pemenuhan kebutahan tidak
dilandasi oleh keinginan, maka hanya akan memberikan manfaat semata. Dalam
kasus, jika yang dinginkan bukan merupakan suatu kebutuhan, maka pemenuhan
keinginan tersebut hanya akan memberikan kepuasan saja.
Secara umum dapat dibedakan kebutuhan dan keinginan sebagaimana dalam
tabel berikut.
Karateristik Keinginan Kebutuhan
Sumber Hasrat Manusia Fitrah Manusia
Hasil Kepuasan Manfaat dan berkah
Ukuran Preferensi atau selera Fungsi
Sifat Subjektif Objektif
Tuntunan islam Dibatasi/dikendalikan Dipenuhi

2) Mashlahah dan kepuasan

Jika dilihat dari kandungan maslahah dari suatu barang/jasa yang terdiri dari
manfaat dan berkah, maka disini seolah tampak bahwa manfaat dan kepuasaan adalah
identic. Mashlahah tidak saja berisi manfaat dari barang yang dikonsumsi saja, namun
juga terdiri dari berkah yang terkandung dalam barang tersebut.

Sedangkan kepuasan adalah suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan,


sedngkan maslahah merupakan suatu akibat atas terpenuhinya suatu kebutuhan atau
fitrah. Meskipun demikian terpenuhinya suatu kebutuhan juga akan memberikan
kepuasan terutama jika kebutuhan tersebut disadari dan diinginkan. Sebagai missal,
ketika seseorang tersebut mengonsumsi suatu obat untuk mendapatkan tubuh yang
sehat, makai a akan mendapatkan maslahah fisik, yaitu kesehatan tersebut. Jika rasa
obat tersebut disukai atau diinginkan, makakonsumen akan merasakan maslahah
sekaligus kepuasan.

3) Maslahah dan nilai-nilai Ekonomi Islam

Perekonomian islam akan terwujud jika prinsip dan nilai-nilai Islam


diterapkan secara Bersama-sama. Pengabaian terhadap salah satunya akan membuat
perekonomian pincang. Penerapan prinsip ekonomi yang tanpa diikuti oleh
pelaksanaan nilai-nilai islami hanya akan memberikan manfaat(maslahah duniawi),
sedangkan pelaksanaan sekaligus prinsip dan nilai akan melahirkan manfaat dan
berkah atau maslahah dunia dan akhirat.

Manfaat dan berkah hanya akan diperoleh ketika prinsip dan nilai-nilai Islam
bersama-sama diterapkan dalam perilaku ekonomi. Sebaliknya jika hanya prinsip saja
yang dilaksanakan, misalnya pemenuhan kebutuhan maka akan menghasilkan
manfaat duniawi semata. Keberkahan akan muncul ketika dalam kegiatan ekonomi
konsumsi misalnya disertai dengan niat dan perbuatan yang baik seperti menolong
orang lain, bertindak adil, dan semacamnya.

4) Penentuan dan Pengukuran Maslahah bagi konsumen

Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi


kegiatan konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang ber
maslahah, maka semakin besar pula berkah yang akan diterima oleh perilaku
konsumsi. Dalam Al-qur’an, Allah menjelaskan bahwa setiap amal
perbuatan(kebaikan maupun keburukan) akan dibalas dengan imbalan(pahala maupun
siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangatlah kecil bahkan sebesar biji
sawi. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa maslahah yang diterima akan
merupakan perkalian antara pahala dan frekuensi kegiatan tersebut.

Selain itu, Berkah bagi konsumen ini juga akan berhubungan secara langsung
dengan besarnya manfaat dari barang/jasa yang dikonsumsi. Hubungan disini bersifat
interaksional, yakni berkah akan dirasakan besar untuk kegiatan yang menghasilkan
manfaat yang besar pula, begitu pula sebaliknya.

B. Keterkaitan Antarbarang

Dalam dunia nyata, setiap pelaku ekonomi selalu harus mengambil keputusan
dalam mengonsumsi sebuah barang/kegiatan. Akibat dari keputusan tersebut sering
menimbulkan implikasi pada penggunaan barang-barang lain yang terkait. Sekarang
kita akan mempelajari konsep islam yaitu pilihan konsumen.

a. Komplemen
Bentuk hubungan antara dua buah barang dalam konteks ini bisa dilihat
ketika seorang konsumen mengonsumsi suatu barang, Barang A, maka dia
mempunyai kemungkinan untuk mengonsumsi barang yang lain, barang
B. makna kata “kemungkinan” di sini menunjukkan dua derajat
komplementaris dari kedua barang A dan B tersebut. Komplen dibagi
menjadi 3 sub yaitu Komplementaris sempurna, komplementaris dekat,
dan komplementaris jauh
b. Subtitusi
Kalau dalam komplemen hubungan antara kedua barang adalah positif,
tetapi dalam kasus subtitusi hubungan keduanya adalah negative.
Hubungan yang negative adalah jika jumlah konsumsi barang yang satu
naik, maka jumlah konsumsi barang lainnya akan turun. Hubungan
negative di sini terjadi karena adanya penggantian antara barang yang satu
dengan barang yang lain. Adapun penggantian tersebut disebabkan oleh
berbagai macam alasan: alasan ketersediaan barang maupun alasan
harga.Subtitusi dibagi menjadi 3 sub bab yaitu, Subtitusi sempurna,
subtitusi dekat, dan subtitusi jauh
c. Domain Konsumsi
Melihat macam-macam hubungan antara dua barang seperti disebut di
muka, maka hubungan yang relevan dengan pilihan konsumen di sini
adalah hubungan yang kedua, subtitusi. Hal ini dikarenakan dua buah
barang yang sifatnya saling mengganti, maka akan menimbulkan pilihan,
yang sulit bagi konsumen.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karakter penting produksi dan berkonsumsi dalam perspektif ekonomi
islam adalah perhatiannya terhadap kemuliaan harkat kemanusiaan, yaitu
mengangkat kualitas dan derajat hidup serta kualitas kemanusiaan dari
manusia serta membantu sesame manusia. Karakter ini membawa implikasi
penting dalam teori produksi maupun konsumsi islam.
Tujuan produksi dalam pandangan islam adalah menyedikan barang
dan jasa yang memberikan mashlahah  bagi konsumen yang di wujudkan
dalam pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatan moderat, menemukan
kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya, menyiapkan persediaan barang
dan jasa di masa depan, serta memenuhi sarana bagi kegiatan sosial dan
ibaddah kepada Allah.
Sedangkan tujuan konsumsi dalam pandangan islam adalah untuk
pemenuhan kebutuhan akan kehidupan sehari-hari namun tidak melebihi apa
yang akan digunakan sehingga akan dirasa pas dan masih berguna(usefulness)
 DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam


Indonesia Yogyakarta atas kerjasama dengan Bank Indonesia. 2008. Ekonomi
Islam. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai