Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“PRINSIP PRINSIP PRODUKSI DALAM KONSEP EKONOMI


SYARIAH”

Makalah ini disusun sebagai bukti hasil tugas kelompok

DOSEN PEMBIMBING

H. Ikhwan Hamdani, Drs., M.Ag.

DISUSUN OLEH KELOMPOK : 8

 Indri Marsela
 Siswi Rismaningsih
 Yulia Amelia

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

FAKULTAS AGAMA ISLAM

EKONOMI SYARIAH

2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT. Tuhan Semesta
Alam yang Maha penyayang dan Maha pengasih. Atas segala rahmat, taufiq,
hidayah, serta inayah-Nya, yang telah menciptakan dan selalu memberikan
segala kekuatan, ketabahan, dan kesabaran kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada insan pilihan yang menjadi
suri teladan bagi setiap ummat manusia. Ialah Baginda Nabi Muhammad
SAW.

Adapun tujuan disusunya makalah ini adalah salah satu bentuk tugas dari
mata kuliah pengantar ekonomi syari’ah mahasiswa di Universitas Ibn
Khaldun Bogor, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya, untuk kritik dan saran yang membangun,sangat
kami harapkan demi kebaikan dimasa mendatang dan semoga bermanfaat
bagi pembaca yang budiman dan khusunya pembaca.

Bogor, 17 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan Masalah................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................5
2.1 Produk dalam ekonomi islam............................................................6

a. pengertian produksi.......................................................................6

b. tujuan produksi dalam islam..........................................................7

c. sistem upah atau gaji tenaga kerja.................................................15

d. Input Produksi dan Berkah............................................................17

e. Kemuliaan Harkat Kemanusiaan sebagai Karakter Produksi.................20

f. Eksplorasi dan Pembentukan Konsep Produksi…...................................21

BAB III PENUTUP..............................................................................23


3.1 Kesimpulan ..............................................................................24

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Produksi adalah bagian terpenting dari ekonomi Islam bahkan dapat dikatakan
sebagai salah satu dari rukun ekonomi dismping konsumsi, distribusi, redistribusi, infak dan
sedekah. Karena produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang
kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan
sederhana, kegiatan produksi dan konsumsi dapat dilakukan dengan manusia secara sendiri.
Artinya seseorang memproduksi barang/jasa kemudian dia mengonsumsinya. Akan tetapi
seiring dengan berjalannya waktu dan beragamnya kebutuhan konsumsi serta keterbatasan
sumber daya yang ada (kemampuannya), maka seseorang tidak dapat lagi menciptakan
sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya, akan tetapi membutuhkan orang lain untuk
menghasilkannya. Oleh karena itu kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh pihak-
pihak yang berbeda. Dan untuk memperoleh efisiensi dan meningkatkan produktivitas
lahirlah istilah spesialisasi produksi, diversifikasi produksi dan penggunaan teknologi
produksi. Produksi dalam ekonomi Islam merupakan setiap bentuk aktivitas yang dilakukan
untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-
sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi
kebutuhan manusia, oleh karenanya aktifitas produksi hendaknya berorientasi pada
kebutuhan masyarakat luas. Sistem produksi berarti merupakan rangkaian yang tidak
terpisahkan dari prinsip produksi serta faktor produksi. Prinsip produksi dalam Islam berarti
menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan akumulasi dari semua proses produksi
mulai dari sumber bahan baku sampai dengan jenis produk yang dihasilkan baik berupa
barang maupun jasa. Sedangkan faktor-faktor produksi berarti segala yang menunjang
keberhasilan produksi seperti faktor alam, faktor tenaga kerja, faktor modal serta faktor
manajemen. Pengertian produk tidak dapat dilepaskan dengan kebutuhan (need)
(Gitosudarmo, 2002). Produksi berarti memenuhi semua kebutuhan melalui kegiatan bisnis
karena salah satu tujuan utama bisnis adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
(needs and wants) manusia.Untuk dapat mempertahankan hidupnya, manusia membutuhkan
makan, minum,pakaian dan perlindungan (Zaki Fuad Chalil, 2009).

Dalam Kitab suci Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah, saw. konsep produksi barang
dan jasa dideskripsikan dengan istilah-istilah yang lebih dalam dan lebih luas. Al-Qur'an
menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus
mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Berarti barang itu harus diproduksi
untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan bukannya untuk memproduksi barang mewah
secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang
dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif. Hal ini ditegaskan
AlQur'an yang tidak memperbolehkan produksi barang-barang mewah yang berlebihan
dalam keadaan apapun. (Afdzalurrahman, 1995; 193). Oleh karena itu, konsep produksi yang
dianggap sebagai kerja produktif dalam islam adalah proses produksi untuk menghasilkan
barang dan jasa yang sangat dibutuhkan manusia. Dan kerja produktif semacam ini dapat
diistilahkan sebagai amal sholeh yang mengandung banyak kemaslahatan dan keberkahan.
Maka dalam hal ini, prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam produksi adalah
prinsip tercapainya kesejahteraan ekonomi. Selanjutnya mannan menyatakan : “ dalam
sistem produksi islam, konsep kesejahteraan ekonomi digunakan dengan cara yang lebih
luas, konsep kesejahteraan islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh

1
meningkatnya produksi dari hanya barang-barang berfaedah melalui pemanfaatan sumber-
sumber daya secara maksimum baik manusia maupun benda demikian juga melalui ikut serta
jumlah maksimum orang dalam proses produksi”. (Eko Suprayitno; 2008: 178-179). Dengan
demikian semakin bertambahnya income pendapatan manusia dan semakin banyaknya unsur
manusia yang terlibat dalam kegiatan produksi maka kesejahteraan manusia akan dapat
terwujud secara lebih luas. Oleh karena itu strategi yang tepat peningkatan kesejahteraan
manusia adalah strategi kelayakan hidup manusia dalam istilah ekonomi islam disebut
dengan “Haddul kifayah”. Karena dalam batas minimal inilah ekonomi islam dapat dikatakan
berhasil sebagai ilmu yang dapat mengantarkan manusia menuju kesejahteraan hidup.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah yang dimaksud produksi ?
2. Apakah tujuan dari produksi dalam islam ?
3. Apa saja input produksi dan berkah ?
4. Bagaimana kemuliaan harkat kemanusiaan sebagai karakter produksi ?
5. Bagaimana eksplorasi dan pembentukan konsep produksi ?

1.3 TUJUAN MASALAH


Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengantar ekonomi islam
2. Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang prinsip-prinsip produksi dalam
konsep ekonomi syari’ah

1.4 SISTEM EKONOMI ISLAM


Islam merupakan ajaran universal bukan hanya berbicara tentang ibadah secara
vertical kepada Allah SWT. melainkan juga berbicara tentang semua aspek kehidupan
termasuk ekonomi di dalamnya. Ekonomi yang dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-
Qur‟an dan sunnah Rasulullah SAW. kemudian dikenal dengan istilah Ekonomi Islam.
Sehingga secara konsep dan prinsip ekonomi Islam adalah tetap, tetapi pada prakteknya
untuk hal-hal yang situasi dan kondisi tertentu bisa saja berlaku luwes bahkan bisa
mengalami perubahan (Zaki Fuad Chalil, 2009).
Sistem ekonomi Islam yang bertujuan maslahah (kemaslahatan) bagi umat manusia
merupakan pelaksanaan ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek sehari-hari dalam
rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi serta pemanfaatan barang dan jasa yang
dihasilkan dengan tidak menyalahi Al-Qur‟an dan Sunnah sebagai acuan aturan perundangan
dalam sistem perekonomian Islam (Suhrawardi K, 2000).
Dengan demikian, sistem ekonomi Islam mampu memberikan kemaslahatan bagi seluruh
masyarakat karena memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis yang
memberikan kebebasan serta hak pemilikan kepada individu dan menggalakkan usaha secara
perorangan, tidak pula dari sudut pandang sosialis yang ingin menghapuskan semua hak
individu dan menjadikan mereka seperti budak ekonomi yang dikendalikan oleh negara.
Tetapi Islam membenarkan sikap ISLAMADINA, Volume XVIII, No. 1, Maret 2017 : 37-56
40 mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya merusak masyarakat (Afzalur Rahman,
1995).Di bawah sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang
dihindarkan dan langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran
kekayaan kepada anggota masyarakat yang belum bernasib baik (Afzalur Rahman, 1995).
Prinsip yang terdapat dalam sistem ekonomi Islam dapat dirangkum dalam empat prinsip,
yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung jawab.
1. Tauhid

2
Prinsip tauhid melahirkan prinsip-prinsip yang menyangkut segala aspek kehidupan dunia
dan akhirat (M. Quraish Shihab, 2006). Ketika seseorang mengesakan dan menyembah Allah
Swt. Hal itu akan berimplikasi pada adanya niat yang tulus bahwa segala pekerjaan yang
dikerjakan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT karena pada dasarnya segala
sesuatu bersumber serta kesudahannya berakhir pada Allah Swt. Prinsip tauhid dalam
ekonomi Islam dapat terlihat pada gambar berikut:

Gambar 1 : Prinsip Tauhid dalam Ekonomi Islam

1. Uluhiyah Ekonomi Ilahiyah

semua kegiatan ekonomi yang


Mengesakan Allah dilakukan oleh manusia dalam rangka
karena Allah Tuhan mengesakan Allah Swt.(beribadah
yang harus disembah kepada Allah) semua kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh manusia
dalam rangka mengesakan Allah Swt.
S (beribadah kepada Allah)
TAUHID

2. Rububiyah Ekonomi Rabbaniyah

Mengesakan Allah semua aktivitas ekonomi yang


karena Allah Tuhan dilakukan oleh manusia haruslah bisa
pemberi rezeki dan membawa Kemaslahatan bagi
pemilik semesta alam manusia dengan cara pengelolaan dan
pemanfaatan segala sumber daya
alam dengan sebaik-baiknya.

3. Asma' Perlunya penghayatan dalam


segala aktivitas ekonomi.
Semua yang ada di dunia yaitu
milik Allah Swt. Manusia
memperoleh hak untuk
memanfaatkannya demi
terciptanya kemaslahatan
individu dan masyarakat.

3
2. Keadilan dan Keseimbangan

Prinsip keadilan merupakan landasan untuk menghasilkan seluruh kebijakan dalam kegiatan
ekonomi sehingga berdampak positif bagi pertumbuhan dan pemerataan pendapatan dan
kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Prinsip keseimbangan mencerminkan kesetaraan
antara pendapatan dan pengeluaran, pertumbuhan dan pendistribusian dan antara pendapatan
kaum yang mampu dan yang kurang mampu (Abuddin Nata, 2014).
3. Kehendak bebas
Ajaran Islam berkeyakinan bahwa Allah SWT. memiliki kebebasan mutlak dalam
berkehendak, begitupun dengan manusia yang memiliki hak untuk memilih apa yang akan
diperbuatnya bahkan dalam mengambil pekerjaan atau memanfaatkan kekayaannya, setiap
orang diberikan kebebasan dengan cara yang ia sukai (Afzalur Rahman, 2000). Namun
demikian, manusia yang baik adalah manusia yang mampu menggunakan kebebasan itu
dalam rangka penerapan tauhid dan keseimbangan dalam hidupnya (M. Quraish Shihab,
2006).
4. Tanggung Jawab
Dalam prinsip ekonomi Islam, kebebasan yang diberikan pada setiap orang untuk berbuat
sesuatu dalam mengambil pekerjaan apapun atau memanfaatkan kekayaan dengan cara yang
ia sukai tentunya harus tetap bertanggungjawab terhadap apa yang menjadi pilihannya (M.
Quraish Shihab, 2006).
Ajaran Islam yang rahmatan lil„alamin tentunya akan melahirkan sistem perekonomian yang
rahmatan lil‟alamin pula, oleh karenanya karakteristik ekonomi Islam mencakup aspek
normatif – idealis – deduktif serta historis – empiris – induktif (Ika Yunia Fauzia dan Abdul
Kadir Riyadi, 2014). Karakteristik ekonomi Islam tersebut antara lain:
1. Rabbaniyah Mashdar (bersumber dari Allah)
Ekonomi Islam merupakan ajaran yang bersumber dari Allah Swt. dimana kegiatan ekonomi
yang diajarkan adalah bertujuan untuk memperkecil kesenjangan diantara masyarakat
sehingga umat manusia bisa bisa hidup dalam kesejahteraan di dunia dan akhirat.
2. Rabbaniyah al-Hadf (bertujuan untuk Allah)
Ekonomi Islam juga bertujuan kepada Allah Swt. sehingga segala aktivitas ekonomi
merupakan suatu ibadah yang diwuudkan dalam hubungan antar manusia untuk membina
hubungan dengan Allah. Islam mensyariatkan agar selalu beraktivitas ekonomi sesuai dengan
ketentuan allah, tidak mendzalimi orang lain dan bertujuan memberikan kemaslahatan bagi
semua manusia.
3. Al-Raqabah al-Mazdujah (control di dalam dan di luar)
Ekonomi islam menyertakan pengawasan yang melekat bagi semua manusia yang dimulai
dari diri masing-masing sebagai leader (khalifah) bagi dirinya sendiri.Pengawasan
selanjutnya yaitu dari luar yang melibatkan institusi, lembaga ataupun seorang pengawas.
4. Al-Jam’u bayna al-tsabat wa al-murunah (penggabungan antara yang tetap dan yang
lunak).
Islam membolehkan manusia untuk beraktivitas ekonomi sebebas-bebasnya selama tidak
bertentangan dengan larangan yang sudah ditetapkan, yang sebagian besar berakibat pada
kerugian orang lain.
5. Al-Tawazun bayna al-maslahah al-fard wa al-jama’ah (keseimbangan antara
kemaslahatan individu dan masyarakat)
Segala aktivitas yang diusahakan dalam ekonomi Islam bertujuan untuk membangun
harmonisasi kehidupan sehingga kesejahteraan masyarakat bisa tercapai yang berawal dari
ketercapaian kesejahteraan masing-masing individu dalam suatu golongan masyarakat.
6. Al-Tawazun bayna al-madiyah wa al-rukhiyah (keseimbangan antara materi dan spiritual)

4
Islam memotivasi manusia untuk mencari rezeki serta memanfaatkannya sesuai kebutuhan
dan bukan untuk berlebih-lebihan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. karena
Allah menyandingkan seseorang yang berprilaku berlebih-lebihan (mubadzir) dengan setan
sebagai saudaranya.
7. Al-Waqi’iyah (realistis)
Ekonomi Islam mendorong tumbuhnya usaha kecil dalam masyarakat serta dapat
mengadopsi segala sistem yang ada dengan menghilangkan unsure keharaman yang ada di
dalamnya.
8. Al-Alamiyyah (universal)
Ekonomi Islam merupakan ajaran universal yang dapat dipraktekkan oleh siapa pun dan
dimana pun memiliki tujuan win-win solution yang dapat dideteksi dengan tersebarnya
kemaslahatan diantara manusia dan meniadakan kerusakan di muka bumi.
Zaenul Arifin merangkum prinsip ekonomi Islam adalah: (1) dalam ekonomi Islam, berbagai
jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia, (2)
Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk alat produksi dan
faktor produksi. Kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat dan Islam
menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, (3) kekuatan penggerak utama
ekonomi Islam adalah kerjasama, (4) kepemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai
capital produktif yang akan meningkatkan besaran Produksi produk nasional dan akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan
penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak, (6) seorang muslim harus
takut kepada Allah dan hari kiamat, (7) seorang muslim yang kekayaannya melebihi ukuran
tertentu (nisab) diwajibkan membayar zakat, (8) Islam melarang setiap pembayaran bunga
(riba) atas berbagai bentuk pinjaman.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM

A. Pengertian Produksi
Dalam mendefinisikan produksi, secara esoteris “produksi” dalam bahasa Arab disebut:
“al-intaj” yang memiliki makna ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan produk)
atau “khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdamin muzayyajin min anashiril intaji dhamina
itharu zamanin muhaddadin” (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya
bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang
terbatas). Lebih jauh dikatakan bahwa dalam melakukan proses produksi yang dijadikan
ukuran utamanya adalah nilai manfa’at (utility) yang diambil dari hasil produksi
tersebut. Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada value of utility dan masih
dalam bingkai nilai “halal” serta tidak membahayakan bagi diri sendiri atau orang lain
dan kelompok tertentu. Jadi, produsen dalam perspektif ekonomi islam bukanlah seorang
pemburu laba maksimal melainkan pemburu mashlahah. Ekspresi mashlahah dalam
kegiatan produksi adalah keuntungan dan berkah sehingga produsen akan menentukan
kombinasi antara berkah dan keuntungan yang memberikan mashlahah maksimal. Oleh
karena itu, tujuan produsen bukan hanya laba, maka pertimbangan produsen juga bukan
semata pada hal yang bersifat sumber daya yang memiliki hubungan teknis dengan
output, namun juga pertimbangan kandungan berkah (nonteknis) yang ada pada sumber
daya maupun output. Misalnya ketika untuk menghasilkan baju diperlukan kain, benang,
tenaga kerja, serta mesin jahit produsen tidak hanya memikirkan berapa meter kain dan
benang yang diperlukan agar maksimal, namun juga mempertimbangkan jenis kain dan
benang apa, dan dibeli dengan harga berapa, berapa tenaga kerja diperlukan, berapa baju
akan dibuat agar mashlahah mencapal maksimal. Kegiatan produksi dalam perspektif
ekonomi Islam adalah terkait dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas
ekonomi, produksi merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan
sumber alam oleh manusia. Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau
menambah nilai terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah
hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan baik) menurut Islam
(Mohamed Aslam Haneef, 2010). Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik
sesuatu yang tidak ada, melainkan yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat
barang-barang menjadi berguna yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi, karena
6
tidak ada seorang pun yang dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat
suatu barang menjadi berguna berarti memproduksi suatu barang yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat serta memiliki daya jual yang yang tinggi (Ika Yunia Fauzia dan
Abdul Kadir Riyadi, 2014).

Gambar 2. Konsep Produksi dalam Ekonomi Islam

1. Ilahiyah

1. Konsep Istikhlaf

1.Akidah 2. Rabbaniyah 2.Manusia sebagai khalifah

3.Sesuai dengan al-maqashid al-syari'ah

a. Menjaga agama
b. Menjaga jiwa
c. Menjaga akal
d. Menjaga
keturunan
Produksi
Dalam 2. Syari'ah (Hukum Islam) 1. Fardhu kifayah
Islam 2. Menurut Kaidah
3. Akhlak 1. Menghindari negative externalities
2. Efisiensi sumber daya alam
3. Inovasi
4. Mengutamakan dlaruriyat
5. Bertujuan untuk kemaslahatan

a. Kemaslahatan individu
b. kemaslahatan keluarga
c. Kemaslahatan masyarakat
d. Kemaslahatan mahluk hidup
e. Kemaslahatan bumi

B. Tujuan Produksi Dalam Islam


Karena produksi adalah kegiatan menciptakan suatu barang atau jasa, sedangkan
konsumsi adalah kegiatan pemanfa’atan hasil produksi. Dengan demikian, aktifitas
produksi dan konsumsi merupakan kegiatan yang sangat berkaitan yang tidak dapat
dipisahkan karena satu sama lainnya saling berhubungan dalam sebuah proses kegiatan
ekonomi. Oleh karena itu aktifitas produksi harus balance dengan kegiatan konsumsi.
Apabila keduanya tidak balance maka akan terjadi ketimpangan dalam kegiatan

7
berekonomi. Hal ini dapat dideskripsikan, apabila barang/jasa yang diproduksi itu lebih
banyak dari permintaan konsumsi maka akan terjadi ketimpangan ekonomi yaitu berupa
penumpukan output produksi sehingga terjadi kemubadziran hasil prooduksi. Inilah yang
disebut israf (produksi yang berlebihan) yang dalam ekonomi Islam dianggap sebagai
bentuk dosa yang menjadikan output produksi itu tidak ada nilai maslahah sehingga
tidak berkah yang menjadikannya menjadi output produksi yang tidak produktif.
Sebaliknya jika aktifitas konsumsi lebih banyak permintaannya dari aktifitas produksi
maka akan menimbulkan problematika ekonomi yaitu berupa tidak terpenuhinya
kebutuhan ekonomi yang berdampak pada kemiskinan dan malapetaka sosial dan
ekonomi. Dalam permasalahan produksi dan konsumsi dapat dimisalkan; Kita tidak
diperbolehkan memproduksi atau mengonsumsi produk/barang yang haram seperti
alkohol, babi, anjing, bangkai, heroin, narkotika, binatang yang tidak disembelih atas
nama Allah, dan binatang buas. Seorang konsumen ataupun produsen yang berprilaku
Islami juga tidak boleh melakukan israf atau berlebih-lebihan, tetapi hendaknya dalam
mengkonsumsi atau memproduksi itu dilakukan dengan konstan. Sebagaimana sabda
Nabi, SAW. yang mengatakan: “Makanlah kalian sebelum lapar dan berhentilah kalian
sebelum kenyang”. Jadi kegiatan produksi dan konsumsi harus dilakukan secara
seimbang sehingga akan terwujud stabilitas ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan
hidup. Tujuan konsumen dalam mengonsumsi barang dan jasa dalam perspektif ekonomi
Islam adalah untuk mendapatkan kesejahteraan secara maksimum yang berdampak pada
kemaslahatan dalam kehidupan. Demikian halnya produsen dalan kegiatan produksinya
bertujuan menyediakan barang dan jasa yang memberikan maslahah bagi konsumen.
Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemaslahatan
sehingga mendapatkan keberuntungan (falah) di dunia dan di akhirat, yang tujuan ini
dapat diakulturasikan dalam bentuk, yaitu:

1. Pemenuhan sarana kebutuhan manusia yang seimbang


2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya
3. Menyiapkan persediaan barang dan jasa
4. Mensejahterakan tingkat kehidupan
5. Sebagai sarana kegiatan sosial dan untuk beribadah kepada Allah SWT.

8
Produksi merupakan mata rantai konsumsi, yaitu menyediakan barang dan jasa yang
merupakan kebutuhan konsumen. Produsen sebagaimana konsumen, bertujuan untuk
memperoleh mashlahah maksimum melalui aktivitasnya.

FALAH

K
P
O
R BERKAH
O N

D S
U
MASHLAHAH U
S
M
E
E
N

KEBUTUHAN

Penjelasan:

1. FALAH adalah Kemuliaan dan kemenangan dunia dan akhirat


2. BERKAH adalah Bertambahnya kebaikan
3. MASHLAHAH adalah Memiliki banyak manfaat
4. Konsumen adalah yang memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
5. Produsen adalah yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan.
6. KEBUTUHAN adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup
Tujuan produksi dalam perspektif fiqh ekonomi khalifah Umar bin Khatab adalah sebagai
berikut:
1. Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin

9
Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin berarti ketika berproduksi bukan sekadar
berproduksi rutin atau asal produksi melainkan harus betul betul memperhatikan realisasi
keuntungan, namun demikian tujuan tersebut berbeda dengan paham kapitalis yang berusaha
meraih keuntungan sebesar mungkin.
2. Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga
Seorang Muslim wajib melakukan aktivitas yang dapat merealisasikan kecukupannya dan
kecukupan orang yang menjadi kewajiban nafkahnya.
3. Tidak mengandalkan orang lain
Umar r.a sebagaimana yang diajarkan dalam Islam tidak membenarkan/membolehkan
seseorang yang mampu bekerja untuk menengadahkan tangannya kepada orang lain dengan
meminta-minta dan menyerukan kaum muslimin untuk bersandar kepada diri mereka sendiri,
tidak mengharap apa yang ada ditangan orang lain.
4. Melindungi harta dan mengembangkannya
Harta memiliki peranan besar dalam Islam. Sebab dengan harta, dunia dan agama dapat
ditegakkan. Tanpa harta, seseorang bisa saja tidak istiqamah dalam agamanya serta tidak
tenang dalam kehidupannya. Dalam fiqh ekonomi Umar r.a. terdapat banyak riwayat yang
menjelaskan urgensi harta, dan bahwa harta sangat banyak dibutuhkan untuk penegakan
berbagai masalah dunia dan agama. Sebab, di dunia harta adalah sebagai kemuliaan dan
kehormatan, serta lebih melindungi agama seseorang. Didalamnya terdapat kebaikan bagi
seseorang, dan menyambungkan silaturahmi dengan orang lain. Karena itu, Umar r.a
menyerukan kepada manusia untuk memelihara harta dan mengembangkannya dengan
mengeksplorasinya dalam kegiatan-kegiatan produksi.
5. Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk
dimanfaatkan
Rezeki yang diciptakan Allah Swt. bukan hanya harta yang berada ditangan
seseorang saja, namun mencakup segala sesuatu yang dititipkan oleh Allah Swt. Di muka
bumi ini sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan
kesenangannya. Allah Swt. telah mempersiapkan bagi manusia di dunia ini banyak sumber
ekonomi, namun pada umumnya untuk dapat dimanfaatkan harus dilakukan eksplorasi dalam
bentuk kegiatan produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia.
6. Pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi
Produksi merupakan sarana terpenting dalam merealisasikan kemandirian ekonomi. Bangsa
yang memproduksi kebutuhan-kebutuhanya adalah bangsa yang mandiri dan terbebas dari
belengu ketergantungan ekonomi bangsa lain. Sedangkan bangsa yang hanya mengandalkan
konsumsi akan selalu menjadi tawanan belenggu ekonomi bangsa lain.
7. Taqarrub kepada Allah SWT
Seorang produsen Muslim akan meraih pahala dari sisi Allah Swt. Disebabkan aktivitas
produksinya, baik tujuan untuk memperoleh keuntungan, merealisasi kemapanan, melindungi
harta dan mengembangkannya atau tujuan lain selama ia menjadikan aktivitasnya tersebut
sebagai pertolongan dalam menaati Allah Swt (Lukman Hakim, 2012).
Semua tujuan produksi dalam Islam pada dasarnya adalah untuk menciptakan maslahah yang
optimum bagi manusia secara keseluruhan sehingga akan dicapai falāh yang merupakan
tujuan akhir dari kegiatan ekonomi sekaligus tujuan hidup manusia. Falāh itu sendiri adalah
kemuliaan hidup di dunia dan akhirat yang akan memberikan kebahagiaan hakiki bagi
manusia. Dengan demikian, kegiatan produksi sangatlah memperhatikan kemuliaan dan
harkat manusia yakni dengan mengangkat kualitas dan derajat hidup manusia. Kemuliaan
harkat kemanusiaan harus mendapat perhatian besar dan utama dalam keseluruhan aktifitas
produksi, karena segala aktivitas yang bertentangan dengan pemuliaan harkat kemanusiaan
bertentangan dengan ajaran Islam (P3EI) UII). Oleh karenanya, kegiatan produksi dalam

10
perspektif ekonomi Islam terkait dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi
(M. Nur Rianto Al-Arif, 2011).
Dengan bertujuan kebahagiaan dunia dan akhirat, prinsip produksi dalam ekonomi Islam
yang berkaitan dengan maqashid al-syari‟ah antara lain:
1. Kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid al-
syari‟ah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan terhadap
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
2. Prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat,hajyiyat dan
tahsiniyat.
a. Kebutuhan dharuriyyat (kebutuhan primer) merupakan kebutuhan yang harus ada dan
terpenuhi karena bisa mengancam keselamatan umat manusia. Pemenuhan kebutuhan
dhururiyat terbagi menjadi lima yang diperlukan sebagai perlindungan keselamatan agama,
keselamatan nyawa, keselamatan akal, keselamatan atau kelangsungan keturunan, terjaga dan
terlidunginya harga diri dan kehormatan seorang, serta keselamatan serta perlindungan atas
harta kekayaan.
b. Kebutuhan hajiyyat (kebutuhan sekunder) merupakan kebutuhan yang diperlukan manusia,
namun tidak terpenuhinya kebutuhan sampai mengancam eksistensi kehidupan manusia
menjadi rusak, melainkan hanya sekedar menimbulkan kesulitan dan kesukaran.
c. Kebutuhan tahsiniyyat (kebutuhan tersier) merupakan kebutuhan manusia yang
mendukung kemudahan dan kenyamanan hidup manusia (Alaiddin Koto, 2004).
3. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan
wakaf.
4. Mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak
merusak lingkungan.
5. Distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan buruh (Ika
Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi).
Dalam istilah ekonomi, produksi merupakan suatu siklus kegiatan-kegiatan ekonomi untuk
menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi dalam
jangka waktu tertentu (Said Sa‟ad Marthon, 2004). Terdapat beberapa faktor sebagai alat
produksi, yaitu:
1. Faktor alam/tanah
Faktor alam adalah faktor dasar dalam produksi. Alam yang dimaksud di sini adalah bumi,
dan segala isinya, baik yang ada di atas permukaan bumi, maupun yang terkandung di dalam
bumi itu sendiri. Dalam produksi, semua itu dikategorikan sebagai sumber alam yang dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran umat manusia (Said Sa‟ad Marthon,
2004). Rasulullah Saw. sangat memperhatikan pemanfatan tanah mati (ihya al mawat)
sebagai sumberdaya bagi kemakmuran rakyat. Islam mengakui adanya kepemilikan atas
sumber daya alam yang ada, dengan selalu mengupayakan pemanfaatan dan pemeliharaan
yang baik atas sumber daya alam sebagai salah satu faktor produksi. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada seseorang dalam mengembangkan
(mengelola) tanah. Islam juga membolehkan pemilik tanah menggunakan sumber-sumber
alam yang lain sebagai bahan produksi (Muhammad, 2004).
2. Faktor tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan faktor pendaya guna dari faktor produksi sebelumnya, yakni faktor
alam. Tenaga kerja juga merupakan asset bagi keberhasilan suatu perusahaan, karena
kesuksesan suatu produksi terletak pada kinerja sumber daya manusia yang ada di dalamnya.
Tenaga kerja yang memiliki skill dan integritas yang baik merupakan modal utama bagi
suatu perusahaan. Tenaga kerja merupakan pangkal produktivitas dari semua faktor produksi
yang tidak akan bisa menghasilkan suatu barang/jasa apapun tanpa adanya tenaga kerja (Ika

11
Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi). Dengan demikian, tenaga kerja dibutuhkan untuk
melakukan proses transformasi dari bahan menjadi barang jadi sesuai yang dikehendaki
perusahaan. Buruh/tenaga kerja bukan hanya merupakan suatu jumlah usaha atau jasa yang
ditawarkan untuk dijual pada perusahaan, sehingga yang mempekerjakan
buruh/karyawan/tenaga kerja mempunyai tanggung jawab moral dan sosial, sehingga dasar
penetapan besaran upah yang dibayarkan harus dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga
kerja yang bersangkutan dengan tidak mengabaikan tingkat efisiensi kerja sehingga dapat
menekan biaya produksi (Indriyo Gitosudarmo, 2002).
Hak pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh pelakunya ialah terpenuhinya syarat-syarat akad
(kontrak) pekerjaan yang telah disetujui. Salah satu yang harus terpenuhi adalah hak para
pekerja. Adapun yang menjadi hak yang harus diterima oleh pekerja adalah (Djazuli, A.,
Yadi Janwari): mendapatkan upah/gaji dari hasil pekerjaannya, mendapatkan jaminan kerja
dari pihak pemberi kerja, mendapatkan pelayanan kesehatan dan tujuan sosial lainnya,
mendapatkan pendidikan agar kualitas bekerja dari para pekerja semakin meningkat.
3. Faktor modal (capital)
Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu produksi, oleh karenanya tanpa
modal produsen tidak dapat menghasilkan barang/jasa. Modal adalah sejumlah daya beli atau
yang dapat menciptakan daya yang dipergunakan untuk suatu proses produksi, tanpa modal
maka tidak dapat berproduksi dan membangun (Mochtar Effendi). Dalam Islam modal
haruslah bersumber dari suatu yang bebas dari riba
sehingga dapat tercapai suatu kebaikan dalam aktivitas produksi dan tercapainya maslahah
(Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi). Mochtar Effendi membedakan modal
berdasarkan sumber modal yaitu (Mochtar Effendi ) .
a. Modal dari alam
Semua kandungan dari sumber daya alam yang belum dinyatakan dimiliki oleh seseorang
atau badan hukum dapat digunakan sebagai modal produksi.
b. Modal sendiri
Apapun yang menjadi milik seseorang dapat dijadikan modal bagi usahanya
sepanjang milik atau barang tersebut tidak dilarang atau dinyatakan haram.
c. Modal pinjaman
Pinjaman yang diperoleh dari orang ataupun lembaga lain dan digunakan sebagai modal
dapat mengatasi kekurangan modal produksi dengan catatan sistem pinjaman yang
digunakan tidak boleh mengandung unsure riba ataupun menyalahi aturan syari‟ah, bahkan
semakin maju perekonomian akan semakin banyak transaksi yang dilakukan dengan cara
kredit. Mendapatkn uang (daya beli) yang bersumber dari pinjaman disebut modal pinjaman.
4. Faktor Manajemen
Manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia
dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(Malayu S.P. Hasibuan, 2004). Berdasarkan fungsi manajemen berupa perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, manajemen berarti proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sumber daya finansial, manusia dan
informasi suatu perusahaan untuk mencapai sasarannya. Tanpa adanya manajemen yang
baik, semua faktor produksi tidak akan menghasilkan profit yang maksimal karena semua
faktor produksi tersebut memerlukan pengaturan melalui proses manajerial yang baik (Ika
Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi).
Proses manajerial memerlukan keahlian yakni keterampilan manajerial (managerial skill)
yang terdiri dari dua aspek yaitu:
a. Keterampilan untuk mengatur

12
Keterampilan untuk mengatur merupakan suatu keterampilan dimana seorang manajer
haruslah dapat melakukan pengaturan atau menciptakan aturan-aturan ataupun konsep-
konsep bagi pengembangan serta pembangunan perusahaan yang dipimpinnya.
b. Keterampilan untuk memimpin
Keterampilan untuk memimpin merupakan kemampuan untuk menggerakkan agar rencana
yang telah dibuat dapat berjalan dan terkendali sehingga tujuan yang tertera dalam rencana
betul-betul dapat terealisasikan. Kegiatan kepemimpinan memiliki lima unsur pokok yaitu
mendalami konsep, menyampaikan konsep, memotivasikan, mengarahkan atau
memerintahkan serta mengawasi atau mengendalikan.
Gambar 3 : Skema Keterampilan Manajerial (Indriyo Gitosudarmo)
Perencanaan

Mengatur Organisasi

Koordinasi

Manajerial - Mendalami Konsep/aturan

Menyampaikan Konsep

Mendorong/motivasi
Memimpin
(leadership) Memerintah/mengarahkan

Mengawasi/mengendalikan

Dalam melaksanakan fungsi manajemen, pihak manajerial akan melakukan tahapan


sebagai berikut:
a. Fungsi Perencanaan (Planing)
Perencanaan merupakan penentuan tujuan tentang keadaan masa depan yang
diinginkan dengan memilih dan menentukan cara yang akan ditempuh dari semua alternatif
yang mungkin ada untuk mencapai tujuan tersebut. Langkah-langkah yang diperlukan dalam
perencanaan adalah menetapkan tujuan dan target bisnis, merumuskan strategi untuk
mencapai tujuan dan target bisnis, menentukan sumber-sumber daya yang diperlukan serta
menetapkan standar keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis (Ernie
Trisnawati Sule, 2008).
Perencanaan yang dilakukan dapat berfungsi untuk menetapkan tujuan perusahaan dan
memformulasikannya pada sebuah program produksi sehingga dapat membedakan dengan
jelas arah setiap kegiatan produksi, memberikan formulasi tujuan yang hendak dicapai,
mengidentifikasi hambatan-hambatan/risiko yang mungkin timbul dalam oprasional
perusahaan serta menghindarkan pertumbuhan yang tidak terkendali.
Proses perencanaan produk yang akan dihasilkan tidak terlepas dari menganalisa faktor
intern yang dapat menghasilkan kekuatan (strength) serta mampu mengetahui kelemahan

13
(weaknesses) yang dimiliki. Perusahaan juga perlu menganalisa faktor ekstern yang berupa
kesempatan (opportunity) yang terbuka serta tekanan (treath) yang dialami
organisasi/perusahaan. Analisa faktor intern dan ekstern tersebut sering dikenal dengan
istilah analisis SWOT.
Gambar 4 : Proses Perencanaan Dengan Melibatkan Analisis SWOT

Misi dan Visi

Faktor Intern Faktor Ekstern

SWOT: Strength, Weaknesses,


Opportunity, Treath

Sasaran/ Rencana Strategis

Target

Anggaran Oprasional

b. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

1) Mengalokasikan sumber daya, merumuskan dan menetapkan tugas serta


menetapkan prosedur yang diperlukan.
2) Menetapkan struktur organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan
tanggung jawab.
3) Melaksnakan kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan dan pengembangan sumber
daya manusia
4) Menempatkan sumber daya manusia pada posisiyang paling tepat.

14
c. Fungsi Pengarahan (Directing)
1) Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan serta pemberian motivasi
kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan
2) Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan serta kebijakan yang
ditetapkan.

d. Fungsi Pengawasan (Controlling)


1) Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target sesuai dengan indikator
yang telah ditetapkan
2) Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan
3) Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait
dengan pencapaian (Ernie Trisnawati Sule).

5. Teknologi
Di era kemajuan produksi yang ada pada saat ini, teknologi memiliki peranan yang sangat
besar dalam sektor produksi, oleh kerenanya banyak produsen yang tidak bisa survive karena
kalah bersaing dengan competitor lain yang mampu menghasilkan barang/jasa lebih baik
dibandingkan dengan apa yang diproduksinya, hal tersebut karena didukung peralatan
tekhnologi yang baik.
6. Bahan Baku
Seorang produsen haruslah mempelajari terlebih dahulu saluran-saluran penyedian bahan
baku agar aktivitas produksi berjalan dengan baik (Ernie Trisnawati Sule) sehingga tidak
menghambat jalannya produksi. Bahan baku produksi adakalanya merupakan sesuatu yang
hanya didapat ataupun dihasilkan oleh alam tanpa ada penggantinya serta ada juga yang bisa
dicari bahan lain untuk mengganti bahan yang telah ada.

C. SISTEM UPAH/GAJI TENAGA KERJA


Upah merupakan kompensasi atau imbalan yang diterima pekerja atas jasa kerja yang
diberikannya dalam proses memproduksi barang atau jasa di perusahaan sehingga berfungsi
untuk menjamin kehidupan yang layak bagi pekerjaan dan keluarganya, dapat mencerminkan
imbalan dan hasil kerja seseorang serta menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan
produktivitas (Payaman Simanjuntak, 2003). Upah dibayarkan dalam bentuk uang
berdasarkan jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja. Sedangkan gaji adalah kompensasi
atau imbalan dalam bentuk uang sebagai imbalan atas pelaksanaan tanggung jawab suatu
pekerjaan (Ricki W. Griffin, 2003). Selain upah/gaji pokok pekerja juga dapat memperoleh
komisi/insentif dari hasil penjualan sebagai bentuk penghargaan terhadap karyawan dengan
suatu presentase volume penjualan yang dihasilkannya. Gaji/upah ini digunakan karyawan
dalam dua fungsi yaitu sebagai alat untuk membeli barang dan jasa guna memenuhi
kebutahannya serta sebagai alat pendorong untuk bekerja lebih giat, lebih baik dan lebih
produktif.
Sistem pengupahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Sistem upah waktu
Besarnya kompensasi (gaji, upah) pada pengupahan dengan menggunakan sistem waktu
ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Besarnya kompensasi
sistem waktu ini didasarkan pada lamanya bekerja bukan dikaitkan pada prestasi bekerjanya.
Kebaikan sistem waktu ini adalah administrasi pengupahan mudah dan besarnya kompensasi
yang dibayarkan tetap. Kelemahan sistem waktu ini adalah pekerja yang malas pun
kompensasinya tetap dibayar sebesar perjanjian (Malayu S.P. Hasibuan).

15
2. Sistem prestasi (potongan) atau satuan produk
Upah menurut prestasi atau satuan produk adalah imbalan yang diberikan kepada pekerja
untuk setiap jumlah produk yang dihasilkan sistem upah prestasi didasarkan atas unit produk
yang diselesaikan.
3. Sistem upah borongan
Sistem upah borongan adalah pekerja dibayar atas apa yang mereka hasilkan tanpa
didasarkan pada waktu yang digunakan. Dalam sistem ini ditetapkan pekerjaan tertentu dan
harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.
4. Sistem upah bonus
Upah bonus atau upah premi (hadiah) adalah rencana insentif perusahaan yang memberikan
penghargaan terhadap perbaikan produktifitas karyawan yang karena pekerjaannya telah
memberikan suatu keuntungan kepada perusahaan.
Buchari Alma mengatakan teori tentang upah terbagi dua yaitu (Buchari Alma,2007):
a. Teori tawar menawar, yaitu:
Teori ini menyatakan bahwa tingkat upah ditentukan oleh tawar menawar di pasar tenaga
kerja. Pembeli adalah pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja, dan penjual adalah calon
karyawan, mungkin juga melalui organisasi tenaga kerja sebagai perwakilan mereka.
b. Teori standar hidup, yaitu
Teori ini didasarkan atas keyakinan bahwa buruh harus dibayar secara layak, dapat
memenuhi kebutuhan standar hidupnya. Standar hidup ini diartikan cukup untuk membiayai
keperluan hidup, seperti: makanan, pakaian, perumahan, rekreasi, pendidikan dan
perlindungan asuransi. Ini adalah suatu aspek tanggung jawab sosial dari bisnis terhadap
masyarakat. Pada umumnya penetapan upah ini merupakan kombinasi dari berbagai
pertimbangan.
Ketentuan penetapan upah dalam Islam harus disebutkan sebelum pekerjaan di mulai, hal
tersebut berdasarkan hadits Raulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abdurrazak dari Abi
Said al Khudri ra. sesungguhnya Nabi SAW bersabda:
)‫ ابو داود والنسائ‬،‫ من استئجر اجىرا فبليسم له اجرته (رواه البيهقى‬: ‫قل رسول صلي هللا علىه وسلم‬

“Barang siapa mempekerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan upahnya” (H.R.
Baihaqi, Abu Dawud dan Nasa‟i).
Selain penetapan besaran upah yang disepakati diawal masa kerja, Islam mengajarkan untuk
tidak menunda-nunda membayarkan upah tenaga kerja karena mereka mereka memilki hak
untuk dibayar atas pekerjaannya sesuai perjanjian.
َّ ‫صلَّى هللاُ َعلَىي ِه َو َسلَّ َم َأعطُوااَْأل ِج ْي َرهُ قَ ْب َل اَ ْن يَ ِج‬
‫ف ِعرْ قُهُ(رواه ابن‬ َ ِ‫ قَ َل َرسُو ُل هللا‬: ‫ض َي هللاُ عَن ُح َما قَل‬
ِ ‫ابن ُع َم َر َر‬
ِ ‫َو َع ِن‬
)‫ماجه‬

“Dari Ibnu Umar r.a menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda,


“Bayarlah upah/gaji itu sebelum kering keringat pekerjanya”.
Dengan adanya penetapan kesepakan besaran upah serta dibayarkan tepat waktu dapat
menghilangkan keraguan/kekhawatiran pekerja tidak terbayarkannya upah mereka atau
mengalami keterlambatan tanpa adanya alasan yang dibenarkan.
Namun demikian, Islam memberikan kebebasan untuk menentukan waktu pembayaran upah
sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dengan yang memperkerjakan sehingga kedua
belah pihak sama-sama mengerti dan tidak ada yang merasa dirugikan (Edwin Hadiyan,
2014). Sistem pengupahan dalam Islam juga berpedoman pada nilai keadilan dan kelayakan
sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak merugikan

16
kepentingannya sendiri, majikan membayar para pekerja dengan bagian yang seharusnya
mereka terima sesuai dengan pekerjaannya (Afzalur Rahman, 1995) serta berdasar pada
tingkat kelayakan upah yang ditetapkan pemerintah.
D. Input Produksi dan Berkah
Aktifitas produksi membutuhkan berbagai jenis sumber daya ekonomi yang lazim
disebut input atau faktor produksi, yaitu semua bentuk faktor yang memberikan
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah proses produksi. Maka
faktor-faktor produksi ini terdeskripsikan dalam faktor sumber daya alam, faktor
finansial, faktor sumber daya manusia dan faktor waktu.

Misalkan dalam sebuah perusahaan produksi mobil. Pemroduksian mobil tidak bisa
dibuat hanya dengan tersedianya besi atau karet saja, atau ada tenaga kerja saja, atau ada
pengusaha mobil saja, tetapi merupakan kombinasi antara berbagai faktor produksi
sebagai input produksi. Sebuah mobil dapat sampai ke tangan konsumen didukung oleh
kombinasi dari berbagai macam faktor produksi diantaranya harus tercukupinya bahan-
bahan; besi, karet, aluminium dan lain-lain yang diolah secara manual maupun dengan
dibantu mesin, dan kemudian setelah menjadi mobil dijual atau disalurkan oleh para
distributor kepada konsumen.

Maka dalam proses pemroduksian mobil tersebut selain membutuhkan koordinasi


manajerial seorang manajer dan juga gagasan-gagasan dan ide-ide para usahawan yang
dalam hal ini adalah masuk dalam faktor sumber daya manusia. Dan untuk
menggerakkan semua faktor itu membutuhkan modal finansial dalam rangka membiayai
semua proses produksi tersebut. Demikian pula barang-barang sederhana lainnya yang
bernilai rendah, misalnya benang jahit, sesungguhnya juga membutuhkan proses yang
panjang dengan melibatkan berbagai faktor produksi untuk menghasilkannya.

Dalam kaitannya dengan hal ini, sebenarnya tidak ada kesepakatan yang bulat tentang
klasifikasi faktor produksi. Perbedaan dasar klasifikasi faktor produksi ini
dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, contohnya ketidaksamaan dalam pembuatan
definisi, karakteristik, maupun peran dari masing-masing faktor dalam menghasilkan
output, atau bentuk harga atau biaya (cost) atas suatu faktor produksi. Contoh terakhir ini
misalnya dalam ekonomi konvensional harga atau biaya dari tanah adalah sewa disebut
dengan (rent), biaya yang dihasilkan dari tenaga kerja disebut upah/gaji (wage) dan
biaya atau hasil dari investasi modal finansial adalah bunga (interest), yang menurut

17
ekonomi Islam sistem bunga adalah haram hukumnya sehingga ekonomi Islam
memberikan alternatif lain bahwa hasil dari investasi modal finansial adalah berupa bagi
hasil kerugian dan keuntungan (profit and loss sharing).

Secara mendasar, faktor produksi atau input ini secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu;

1. Input manusia (human input).


adalah semua bentuk manajerial, ide-ide, gagasan pemikiran, tenaga, perasaan dan
hati yang bersumber dari diri manusia. Contohnya : tenaga kerja/buruh dan
wirausahawan.

2. Input non-manusia (non human input)


adalah sumber daya alam (natural resources), kapital (financial capital), mesin, alat-
alat, gedung dan input-input fisik lainnya (physical capital).

Maka klasifikasi input menjadi input manusia dan non-manusia ini didasarkan pada
argumen-argumen sebagai berikut, yaitu:

a. Manusia adalah faktor produksi yang memiliki peran paling penting dalam
keseluruhan faktor produksi. Manusia menjadi faktor utama, sedangkan non-manusia
menjadi input pendukung.
Maka manusia adalah faktor produksi yang memiliki inisiatif atau ide,
mengorganisasi, memproses dan memimpin semua faktor produksi sehingga
menghasilkan suatu produk yang bermanfa’at untuk memenuhi kebutuhan.
Sedangkan faktor non-manusia adalah input pendukung (supporting input) sebagai
faktor terpenting kedua setelah manusia. Karena manusia tidak dapat hidup dan
berekonomi kecuali didukung oleh faktor non-manusia (Faktor materiil).

Oleh karena itu, dalam menghasilkan output secara maksimal manusia membutuhkan
faktor produksi materiil, akan tetapi tanpa manusia barang dan jasa tidak akan
optimal dalam memberikan manfa’at. Misalnya: tambang emas yang masih di dalam
perut bumi tidak menjadi perhiasan yang berharga tinggi apabila tidak diolah dan
dikelola oleh manusia yang terampil. Oleh karena itu usaha manusia adalah faktor
terpenting dalam pengelolaan barang dan jasa sehingga benar apa yang dikatakan

18
Ibnu Khaldun (1263-1328) yang menganggap bahwa manusia adalah faktor
terpenting dan merupakan sumber utama nilai barang dan jasa.

b. Manusia adalah makhluk hidup yang tentu saja memiliki berbagai karakteristik yang
berbeda dengan faktor produksi lainnya.
Manusia adalah ciptaan Allah yang diberikan kemulyaan Allah sebagai khalifah di
muka bumi ini. Sehingga memiliki karakteristik yang sangat istimewa yang
membedakan faktor-faktor produksi lainnya. Manusia pasti tidak dapat disamakan
dengan sumber daya alam, gedung, uang dan faktor produksi fisik lainnya.

Secara umum sumber daya non-manusia dapat diperdagangkan sesuai dengan


mekanisme pasar maka sumber daya non-manusia dapat disebut sebagai barang/jasa.
Sedangkan manusia adalah manusia yang tidak berupa harta benda (barang/jasa)
maka tidak dapat diperjual-belikan dalam mekanisme pasar. Karena harta benda
(barang/jasa) menurut definisi Mustafa Ahmad Zarqa’ adalah: Segala sesuatu yang
mempunyai nilai materi di kalangan masyarakat. Maka manusia tidak termasuk di
dalamnya, sehingga jika terjadi perdagangan manusia (human smugling) maka
hukumnya haram dalam perspektif ekonomi Islam.

Maka ketika harta benda (barang/jasa) itu halalan tayyiban, keberkahan pun akan
menyertainya. Halalan tayyiban maksudnya adalah halal secara nilai intrinsiknya, halal
proses dan halal dampak dari proses transaksinya sehingga keberkahan akan menyertai
barang dan jasa itu. sehingga menjadikan output bahwa barang/jasa yang berkah akan
berdampak kepada kemaslahatan. Oleh karena itu, bagaimanapun sistem
pengklasifisiannya bahwa berkah harus dimasukkan dalam input produksi.

Karena berkah tersebut melekat pada setiap input yang digunakan dalam berproduksi
dan juga melekat pada proses produksi sehingga output produksinya akan mengandung
berkah. Memasukkan berkah sebagai input produksi adalah rasional, sebab berkah
mempunyai andil (share) nyata dalam membentuk output. Dalam alam kasat mata input
berkah memang tidak bersifat materi sebagaimana faktor-faktor produksi lainnya, akan
tetapi input human capital juga tidak bersifat materi dan bisa dimasukkan dalam input
produksi.

19
Dengan demikian, produk yang dihasilkan dengan menggunakan human capital yang
kualitasnya rendah akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah juga, demikian
juga sebaliknya, produk yang dengan mempergunakan human capital yang berkualitas
tinggi akan menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Demikian halnya, barang/jasa
yang diproduksi dengan input berkah akan menghasilkan output yang bertambah berkah
sehingga nilai kemaslahatannya semakin bertambah, demikian juga sebaliknya
barang/jasa yang diproduksi dengan input yang tidak berkah akan menghasilkan output
yang tidak berkah bahkan berdampak pada kemadzaratan dan kerusakan.

E. Kemuliaan Harkat Kemanusiaan Sebagai Karakter Produksi


Kemuliaan harkat kemanusiaan harus mendapat perhatian besar dan utama dalam
keseluruhan aktivitas produksi. Segala aktivitas yang bertentangan dengan pemuliaan
harkat kemanusiaan dan dikatakan bertentangan dengan ajaran Islam. Karakter produksi
seperti ini akan membawa implikasi penting dalam teori produksi. Salah satu contoh
dalam memandang kedudukan manusia adalah tenaga kerja dan kapital. Keduanya dapat
mengalami substitusi tergantung keadaan. Substitusi antara manusia/tenaga kerja dengan
kapital pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1.      Substitusi yang bersifat alamiah (natural substitution)

2.      Substitusi yang dipaksakan (forced substitution)

Sebagai contoh substitusi ini kita asumsikan pada kehidupan jaman dahulu ketika
manusia masih rendah ketenagakerjaannya. Semakin lama kualitas tenaga kerja akan
meningkat. Hal ini membuat manusia harus ditempatkan dalam produksi yang bernilai
tinggi juga. Sementara itu, untuk produksi pekerjaan barang-barang remeh akan
digantikan oleh peralatan atau mesin. Seperti inilah substitusi yang bersifat alamiah
tersebut dimana substitusi tersebut terjadi ketika perubahan zaman jangka waktu yang
panjang.

Islam sangat menganjurkan substitusi natural karena sifatnya akan lebih meningkatkan
mashlahah yang lebih tinggi dimana manusia semakin berkembang kualitas kerjanya.
Sebaliknya Islam tidak menganjurkan adanya substitusi yang dipaksakan (forced). Hal
ini disebabkan karena substitusi yang dipaksakan akan menimbulkan kesengsaraan hidup
manusia yang juatru menurunkan harkat manusia.

20
Namun perlu diketahui substitusi natural proses terjadi dalam jangka waktu panjang.
Sementara paradigma jangka berproduksi sebenarnya adalah paradigma jangka pendek.
Sehingga menjadi tidak tepat jika konsep jangka panjang digambarkan kepada jangka
pendek.

F. Eksplorasi dan Pembentukan Konsep Produksi


Semangat produksi untuk menghasilkan maslahah maksimum perlu dituntun dengan
nilai dan prinsip ekonomi Islam. Nilai dan prinsip pokok dalam produksi adalah amanah
dan profesionalisme.

Dua prinsip pokok ini diambil dari ayat Al-Qur’an yang mengatakan: “..."Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya". (QS. 28: 26).

Imam Ibnu Taimiyah menjelaskan ayat diatas bahwa maksud dari kuat (al-qawiyyu) lagi
dipercaya (al-amin) adalah profesional dan amanah (trust). Yang kedua prinsip pokok ini
merupakan sebuah piranti untuk mewujudkan maslahah yang maksimum, yang akan kita
jelaskan sebagai berikut:

1. Amanah untuk mewujudkan maslahah maksimum


Amanah adalah salah satu nilai penting dalam Islam, yang diturunkan dari nilai dasar
khilafah, yang harus terus dijunjung tinggi. pengertian amanah dalam konteks ini
adalah penggunaan sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan hidup manusia
(falah). Sumber daya yang ada di alam semesta ini oleh Allah diamanahkan kepada
manusia. Manusia tidak diperbolehkan untuk mengeksplorasi dan memperolehnya
dengan cara yang tidak benar. Singkatnya, amanah di sini dimaknai sebagai usaha
untuk memanfaatkan surnber daya yang ada dengan cara yang sebaik-baiknya  untuk
mencapai kemakrnuran manusia di muka bumi. Kegiatan produksi harus
memanfa’atkan dengan sebaik-baiknya sumber daya yang melimpah yang ada di
sekitarnya. Ketika di lingkungan sekitar tidak ada sumber daya yang bisa
dimanfa’atkan, maka manusia bisa mencari sumber daya pada lingkungan yang lebih
luas dan pada sektor lain yang lebih luas, demikian seterusnya. Sehingga prioritas
produksi dalam Islam adalah dengan memanfa’atkan sumber daya lokal yang
melimpah

21
2. Profesionalisme
Dalam ajaran Islam, setiap muslim dituntut untuk menjadi pelaku produksi yang
profesional, yaitu memiliki profesionalitas dan kompetensi di bidangnya. Segala
sesuatu harus dikerjakan dengan baik, karenanya setiap urusan harus diserahkan
kepada ahlinya. Maka tidak lain dengan cara menyelenggarakan pelatihan dan
pendidikan secara intensif sehingga profesionalitas dapat tercapai bagi sumber daya
manusia yang dibutuhkan.

Dalam kaitannya dengan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, yang


mana walaupun setiap tenaga kerja sudah memenuhi standar minimum dalam
melaksanakan produksi, namun ia harus selalu belajar terus untuk meningkatkan
kemampuannya dalam hal-hal yang terkait dengan produksi. Pembelajaran ini
merupakan amanat sepanjang hidup (long life learning) dari ajaran Islam. Adapun
media untuk belajar bisa berupa pendidikan formal dan informal dimana dan
kapanpun dia berada, misalnya tempat bekerja (working place). Dari tempat bekerja
ini berangsur-angsur tenaga kerja akan bisa memperoleh keahlian dalam berproduksi
sehingga kemampuan kerjanya semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya
kemampuan, maka jumlah barang/jasa yang bisa dihasilkan juga semakin besar, sebab
ia bekerja semakin efisien. Selain itu frekuensi kesalahan dalam melaksanakan
kegiatan produksi juga semakin menurun. Akibatnya jumlah barang yang gagal
(cacat) menjadi semakin kecil yang berarti penggunaan input per unit output juga
semakin menurun.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam mendefinisikan produksi, secara esoteris “produksi” dalam bahasa Arab disebut: “al-
intaj” yang memiliki makna ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan produk) atau
“khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdamin muzayyajin min anashiril intaji dhamina itharu
zamanin muhaddadin” (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan
penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).

Aktifitas produksi harus balance dengan kegiatan konsumsi. Apabila keduanya tidak
balance maka akan terjadi ketimpangan dalam kegiatan berekonomi. Hal ini dapat
dideskripsikan, apabila barang/jasa yang diproduksi itu lebih banyak dari permintaan
konsumsi maka akan terjadi ketimpangan ekonomi yaitu berupa penumpukan output
produksi sehingga terjadi kemubadziran hasil prooduksi. Inilah yang disebut israf (produksi
yang berlebihan) yang dalam ekonomi Islam dianggap sebagai bentuk dosa yang menjadikan
output produksi itu tidak ada nilai maslahah sehingga tidak berkah yang menjadikannya
menjadi output produksi yang tidak produktif.

Sebaliknya jika aktifitas konsumsi lebih banyak permintaannya dari aktifitas produksi maka
akan menimbulkan problematika ekonomi yaitu berupa tidak terpenuhinya kebutuhan
ekonomi yang berdampak pada kemiskinan dan malapetaka sosial dan ekonomi.

Sistem ekonomi Islam merupakan istilah untuk sistem ekonomi yang dibangun atas dasar-
dasar dan tatanan Al-Qur‟an dan Al-Sunnah dengan tujuan maslahah (kemaslahatan) bagi
umat manusia dengan memiliki empat prinsip yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebas
serta tanggung jawab.

Prinsip produksi dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan
akumulasi dari semua proses produksi. Prinsip produksi dalam ekonomi Islam bertujuan
untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kegiatan produksi harus
dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid al-syari‟ah. Tidak memproduksi
barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta, prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat
dan tahsiniyat, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat,
sedekah, infak dan wakaf, mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak
berlebihan serta tidak merusak lingkungan, distribusi keuntungan yang adil antara pemilik

23
dan pengelola, manajemen dan karyawan. Dalam hubungannya antara perusahaan dengan
tenaga kerja sebagai kompensasi atau imbalan atas jasa kerja yang diberikannya dalam
proses memproduksi barang atau jasa maka diberlakukan upah sebagai bentuk imbalan dan
insentif hasil kerja. Sistem pengupahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi sistem upah
waktu, sistem prestasi (potongan) atau satuan produk, sistem upah borongan, sistem upah
bonus. Islam memberikan pandangan untuk selalu memberitahutkan sistem serta besaran
upah yang akan diberikan kepada setiap tenaga kerja, bahkan Islam mengharuskan
perusahaan untuk tidak menunda-nunda pembayaran upah tersebut.

24
DAFTAR PUSTAKA

Al-Arif, M. Nur Rianto. 2011. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Solo: PT Era


Adicitra Intermedia.
Alma, Buchari. 2007. Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Arifin, Zaenul. 2002. Dasar-dasar Manajemen Bank Syari‟ah. Pustaka
Alfabet.
Chalil, Zaki Fuad. 2009. Pemerataan Distribusi Kekeyaan dalam Ekonomi
Islam.
Jakarta: Erlangga. Djazuli, A., Yadi Janwari. 2002. Lembaga-lembaga
perekonomian umat (Sebuah
Pengenalan). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Fauzia, Ika Yunia dan Abdul Kadir Riyadi. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi
Islam:
Afzalurrahman, “Doktrin Ekonomi Islam Jilid I”, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Yogyakarta.

Eko Suprayitno, “Ekonomi Mikro Perspektif Islam”, UIN-Malang Press, Cet. I 2008,
Malang.

Karim, Adiwarman Azwar, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, Raja Grafindo Persada,
2006, Jakarta.

Manan, M. Abdul, “Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, PT. Dhana Bhakti Wakaf,
Yogyakarta.

Al-Jamal, Muhammad, “Mausu’atu al-Iqtishad al-Islamy”, Dar al-Kitab al-Mashry, tahun


1980.

Misanan, Munrokhim, dkk. “Ekonomi Islam”, P3EI, UII Yogyakarta, cet. Raja Grafindo,
Jakarta, 2013.

25

Anda mungkin juga menyukai