Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

KONSUMSI DALAM ISLAM


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Ekonomi Makro Syariah
Dosen Pengampu: Dr.Endah Meiria, S.E., M.Si

Disusun Oleh :

KELOMPOK 6

Fajry Fitrah Ramadhani 11220850000028

Adzri Fauzan Khairi 11220850000069

Diah Ayu Tira Fitriany 11220850000090

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2024
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


kita kesehatan dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami
sebagai mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan oleh Bapak Dosen
dalam rangka menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam
yang terang benderang.
Ucapan terima kasih kepada Bapak selaku dosen pengampu pada mata
kuliah Teori Ekonomi Mikro Islam ini yang telah memberikan bimbingan serta
arahan sehingga makalah yang berjudul “Konsumsi Dalam Islam” ini selesai tepat
waktu.
Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal „Alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, 10 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Konsep Dasar Model Perilaku Konsumen Akhir..........................................3

B. Hubungan Perilaku Konsumen Terhadap Strategi Pemasaran.....................5

C. Faktor-Faktor Pengaruh Perilaku Konsumen................................................8

D. Proses Keputusan Pembelian......................................................................15

E. Perilaku Pembelian Bisnis..........................................................................18

F. Proses Pembelian Bisnis.............................................................................20

G. Para Partisipan Dalam Proses Pembelian....................................................21

H. Studi Kasus Umum.....................................................................................23

I. Analisis Studi Kasus Umum.......................................................................25

J. Studi Kasus Khusus....................................................................................30

K. Analisis Studi Kasus Khusus.......................................................................32

BAB III PENUTUP..............................................................................................37

Kesimpulan........................................................................................................37

Saran..................................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................38

ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia adalah homo economicus, kata ini berasal dari
bahasa latin yang artinya manusia ekonomi. Homo economicus merupakan sosok
manusia yang rasional dan berkebebasan dalam menentukan pilihan-pilihan yang
ada untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dalam setiap perilakunya manusia
harus lebih bersifat rasional dalam memilih sumber daya yang ada (Case & Fair,
2007:29). Namun, pada kenyataannya perilaku manusia khususnya perilaku
konsumsi lebih mengarah pada perilaku konsumtif (Septiana, 2013). Jika
diperhatikan lebih lanjut, perilaku konsumtif ini cenderung terjadi di masyarakat
yang ada di sekitar kita, khususnya yang akan beranjak remaja.1

Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah.


Menurut Imam Syatibi, istilah maslahah maknanya lebih luas dari sekedar utility
atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan
tujuan hukum syara yang paling utama.Maslahah adalah sifat atau kemampuan
barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan
manusia dimuka bumi ini (Machasin, 2003). Ada lima elemen dasar, yakni:
agama, kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al-mal),
keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl).
Dengan kata lain, maslahah meliputi integrasi manfaat fisik dan unsur-unsur
keberkahan.2

Al Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


untuk dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan manusia, baik aqidah, akhlak,
ibadah maupun muamalah. Oleh karenanya berbagai tema telah dibicarakan oleh
al-Qur’an, termasuk persoalan ekonomi. Seperti dimaklumi, bahwa salah satu
persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah masalah konsumsi. Konsumsi
berperan vital menjadi pilar dalam kegiatan ekonomi seseorang (individu),
perusahaan maupun negara. Konsumsi adalah bagian akhir dari kegiatan ekonomi,
setelah produksi dan distribusi, karena pada akhirnya semua jenis barang dan jasa

1
Aldila Septiana, “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam,” Dinar 1, no. 2 (2015): 1–18.
2
Ibid.
1
yang diproduksi hanya untuk dikonsumsi. 3

Kajian Islam tentang konsumsi sangat penting, agar seseorang berhati-hati


dalam menggunakan kekayaan atau berbelanja. Suatu negara mungkin memiliki
kekayaan melimpah, tetapi apabila kekayaan tersebut tidak diatur pemanfaatannya
dengan baik dan terukur maslahahnya, maka kesejahteraan (welfare) akan
mengalami kegagalan. Jadi yang terpenting dalam hal ini adalah cara penggunaan
yang harus diarahkan pada pilihan-pilihan (preferensi) yang mengandung
maslahah (baik dan ber- manfaat), agar kekayaan tersebut dimanfaatkan pada
jalan yang sebaik- baiknya untuk kemakmuran dan kemaslahatan individu,
masyarakat dan rakyat secara menyeluruh.4

Islam melarang umatnya untuk melakukan konsumsi secara berlebih-lebihan


atau sebaliknya kikir dalam konsumsi, namun islam mengajarkan bagaimana cara
berperilaku dalam berkonsumsi secara proporsional. Perilaku konsumsi yang
berlebihan merugikan diri sendiri dan orang lain, karena pengeluaran pada
pendapatan melebihi batas kemampuan ataupun sebaliknya Islam tidak menyukai
sikap kikir.5

3
Eka Sakti Habibullah, “ETIKA KONSUMSI DALAM ISLAM” (2546): 90–102.
4
Ibid.
5
Dewi Maharani dan Taufik Hidayat, “Rasionalitas Muslim : Perilaku Konsumsi Dalam Perspektif
Ekonomi Islam,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 6, no. 3 (2020): 409.
2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsumsi dalam Islam
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa konsumsi yaitu
pemakaian barang hasil produksi (bahan makanan, pakaian dan sebagainya);
barang-barang yang langsung memenuhi keperluan hidup kita.6

Dalam mendefinisikan konsumsi terdapat perbedaan di antara para pakar


ekonom, namun konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi
juga memiliki pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam setiap yang
melingkupinya. Perbedaan yang mendasar dengan konsumsi ekonomi
konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara
pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah islamiyyah.7

Teori Konsumsi menurut pusat pengkajian dan pengembangan ekonomi Islam


(P3EUII, 2011) adalah pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang memberikan
maslahah/kebaikan dunia dan akhirat bagi konsumen itu sendiri. Secara umum
pemenuhan kebutuhan akan memberikan tambahan manfaat fisik, spiritual,
intelektual, ataupun material, sedangkan pemenuhan keinginan akan menambah
kepuasan atau manfaat psikis disamping manfaat lainnya. Jika suatu kebutuhan
diinginkan oleh seseorang maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan melahirkan
maslahah sekaligus kepuasan, namun jika pemenuhan kebutuhan tidak dilandasi
oleh keinginan, maka hanya akan memberikan manfaat semata, artinya jika yang
diinginkan bukan kebutuhan maka pemenuhan keinginan tersebut hanya akan
memberikan kepuasan saja.8

Menurut Samuelson konsumsi adalah kegiatan menghabiskan utility(nilai


guna) barang dan jasa. Barang meliputi barang tahan lama dan barang tidak tahan
lama. Barang konsumsi menurut kebutuhannya yaitu : kebutuhan primer,

6
Andi Bahri S., “Etika Konsumsi Dalam Perspektif Ekonomi Islam,” HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 11,
no. 2 (2014): 347–370, http://www.jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/360/346.
7
Andi Bahri S., “Etika Konsumsi Dalam Perspektif Ekonomi Islam,” HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 11,
no. 2 (2014): 347–370, http://www.jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/360/346.
8
Sri Wahyuni, “Teori Konsumsi Dan Produksi Dalam Perspektif Islam,” Jurnal Akuntabel Vol 10, no. No 1
(2013): 74–79, https://core.ac.uk/download/pdf/229018574.pdf.
3
kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier. Salah satu ayat bagaimana pola
mengatur konsumsi dalam Islam, Qs al-Baqarah : 168

”Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu
musuh yang nyata bagimu.”

Sifat barang konsumsi menurut Al Ghazali dan Al Syatibi dalam Islam adalah
AtTayyibat. Prinsip konsumsi dalam Islam adalah prinsip keadilan, kebersihan,
kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas. Monzer Kahf 29 mengembangkan
pemikiran tentang Teori Konsumsi Islam dengan membuat asumsi : Islam
dilaksanakan oleh masyarakat, zakat hukumnya wajib, tidak ada riba, mudharabah
wujud dalam perekonomian, dan pelaku ekonomi mempunyai perilaku
memaksimalkan.

Konsep Islam yang dijelaskan oleh Hadits Rasulullah SAW yang maknanya
adalah, “Yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang kamu
infakkan.” Terdapat empat prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam yang
diisyaratkan dalam al Qur’an:

1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah, yang bermakna bahwa,


tindakan ekonomi diperuntukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan
hidup(needs) bukan pemuasan keinginan (wants).

2. Implementasi zakat dan mekanismenya pada tataran negara. Selain zakat


terdapat pula instrumen sejenis yang bersifat sukarela (voluntary) yaitu
infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah.

3. Penghapusan Riba; menjadikan system bagi hasil (profit-loss sharing)


dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti sistem
kredit (credit system) termasuk bunga (interest rate).

4. Menjalankan usaha-usaha yang halal, jauh dari maisir dan gharar;


meliputi bahan baku, proses produksi, manajemen, output produksi
hingga proses distribusi dan konsumsi harus dalam kerangka halal. Dari
empat prinsip demikian, terlihat model perilaku muslim dalam menyikapi

4
harta. Harta bukanlah tujuan, ia hanya sekedar alat untuk menumpuk
pahala demi tercapainya falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Harta
merupakan pokok kehidupan (an-Nisa(4) :5)30 yang merupakan karunia
Allah (an-Nisa(4) ) :32.9

B. Tujuan Konsumsi dalam Islam


Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong
untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi sesuatu dengan niat
untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah akan
menjadikan konsumsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan
pahala. Sebab halhal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat
pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah, seperti: makan, tidur dan bekerja, jika
dimaksudkan untuk menambah potensi dalam mengabdi kepada Ilahi. Dalam
ekonomi islam, konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang seorang muslim tidak
bisa mengabaikannya dalam merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah dalam
penciptaan manusia, yaitu merealisasikan pengabdian sepenuhnya hanya kepada-
Nya.10

Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah.


Menurut Imam Syatibi, istilah maslahah maknanya lebih luas dari sekedar utility
atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan
tujuan hukum syara yang paling utama. Maslahah adalah sifat atau kemampuan
barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan
manusia dimuka bumi ini (Machasin, 2003). Ada lima elemen dasar, yakni:
agama, kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al-mal),
keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl).
Dengan kata lain, maslahah meliputi integrasi manfaat fisik dan unsur-unsur
keberkahan. Mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi kepuasan/keinginan
adalah tujuan dari aktivitas ekonomi Islam, dan usaha pencapaian tujuan itu
adalah salah satu kewajiban dalam beragama.

Menurut Qardhawi (2001) menjelaskan bahwa adapun sifat-sifat maslahah


sebagai berikut: maslahah bersifat subjektif dalam arti bahwa setiap individu
menjadi hakim bagi masing-masing dalam menentukan apakah suatu maslahah
9
WIDYA SARI, “Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi Dalam Islam,” ISLAMICONOMIC: Jurnal
Ekonomi Islam 5, no. 2 (2014): 1–34.
10
Benjamin, “KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF ILMU EKONOMI ISLAM.”
5
atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan konsep utility, kriteria maslahah
telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua individu (Basyir,
1985).Maslahah orang per orang akan konsisten dengan maslahah orang banyak.
Konsep ini sangat berbeda dengan konsep pareto optimum (Karim, 2000), yaitu
keadaan optimal dimana seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan
atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan kepuasan atau kesejahteraan
orang lain.Konsep maslahah mendasari semuaaktivitas ekonomi dalam
masyarakat, baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran dan distribusi
(Rahman, 1975).11

Tujuan Konsumsi secara garis besar :

1. Untuk mengharap Ridha Allah SWT. Tercapainya kebaikan dan


tuntunan jiwa yang mulia harus direalisasikan untuk mendapatkan
pahala dari Allah SWT. Allah telah memberikan tuntunan kepada
para hamba-Nya agar menjadikan alokasi dana sebagai bagian dari
amal shaleh yang dapat mendekatkan seorang muslim kepada Tuhan-
Nya dan untuk mendapatkan surga dan kenikmatan yang ada
didalamnya.

2. Untuk mewujudkan kerja sama antar anggota dan tersedianya


jaminan sosial. Takdir manusia hidup di dunia berbeda-beda, ada
yang ditakdirkan menjadi kaya dan sebaliknya. Di antara mereka ada
yang level pertengahan, sementara yang lain adalah golongan atas.
Ada juga sekelompok masyarakat yang ditakdirkan untuk
memperhatikan kehidupan kaum miskin. .

3. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab individu terhadap


kemakmuran diri, keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari
aktivitas ekonomi.

4. Untuk meminimalisir pemerasan dengan menggali sumber- sumber


nafkah. Media dan sumber nafkah sangat banyak dan beragam.
Negara mempunyai kewajiban untuk menjaganya, baik dengan
membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan upah, dan juga dengan
memenuhi kebutuhan orang-orang yang masih kekurangan.12
11
Septiana, “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam.”
12
Abd Ghafur, “Konsumsi Dalam Islam,” Iqtisodiyot : Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam 2, no. 2 (2016):
6
C. Etika dalam Konsumsi
a. Seimbang dalam Konsumsi Islam mewajibkan kepada pemilik harta agar
menafkahkan sebagian hartannya untuk kepentingan diri, keluarga, dan fi
sabilillah. Islam mengharamkan sikap kikir. Di sisi lain, islam juga mengharamkan
sikap boros dan menghamburkan harta.8 Inilah bentuk keseimbangan yang
diperintahkan dalam Al-Quran yang mencerminkan sikap keadilan dalam
konsumsi. Seperti yang diisyaratkan dalam Q.S Al-Isra’ [17]: 29:

”Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan


jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu
menjadi tercela dan menyesal.”

b. Membelanjakan harta pada bentuk yang dihalalkan dan dengan cara yang
baik Islam mendorong dan memberi kebebasan kepada individu agar
membelanjakan
hartanya untuk membeli barang-barang yang baik dan halal dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Kebebasan itu diberikan dengan ketentuan tidak melanggar
batas-batas yang suci serta tidak mendatangkan bahaya terhadap keamanan dan
kesejahteraan masyarakat dan negara. Senada dengan hal ini Abu al-A’la
alMaududi menjelaskan, islam menutup semua jalan bagi manusia untuk
membelanjakan harta yang mengakibatkan kerusakan akhlak di tengah
masyarakat, seperti judi yang hanya memperturutkan hawa nafsu. Dalam QS.
AlMaidah (5) : 88 ditegaskan :

“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang
halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
c. Larangan Bersikap Israf (Royal), dan Tabzir (Sia-sia)
Adapun nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam konsep konsumsi adalah
pelarangan
terhadap sikap hidup mewah.10 Gaya hidup mewah adalah perusak individu dan
masyarakat, karena menyibukkan manusia dengan hawa nafsu, melalaikannya dari
hal-hal yang mulia dan akhlak yang luhur. Disamping itu, membunuh semangat
jihad. Ali Abd ar-Rasul juga menilai dalam masalah ini bahwa gaya hidup mewah
(israf) merupakan faktor yang memicu terjadinya dekadensi moral masyarakat
7
yang
akhirnya membawa kehancuran masyarakat tersebut. Bagi Afzalur Rahman,
kemewahan (israf) merupakan berlebih-lebihan dalam kepuasan pribadi atau
membelanjakan harta untuk hal-hal yang tidak perlu. Dalam QS. Al-A'raf [7]: 31.
Allah telah memperingatkan akan sikap :

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh,
Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

d. Larangan bersikap kikir/bakhil dan menumpuk harta. Kesadaran untuk


membantu penderitaan yang dialami orang-orang yang kekurangan sangat
mendapatkan porsi yang besar di dalam Islam. Keseimbangan yang diciptakan
Allah dalam bentuk aturan- aturan yang bersifat komprehensif dan universal yaitu
al-Qur'an dalam konteks hubungan sosial, apabila diimplementasi- kan dengan
mengambil suri teladan para Nabi dan Rasul dan orang-orang beriman masa
lalu(As salaf sholeh) membawa dampak terhadap distribusi pemerataan tingkat
kesejahteraan. Sikap kikir sebagai salah satu sifat buruk manusia harus dikikis
dengan menumbuhkan kesadaran bahwa harta adalah amanah Allah swt yang
harus dibelanjakan sebahagian dari harta tersebut kepada orang-orang yang berhak
mendapatkannya.

Sumber yang berasal dari Sunnah Rasu, yang artinya : Abu Said Al-Chodry
r.a
berkata : Ketika kami dalam bepergian bersama Nabi SAW, mendadak datang
seseorang berkendaraan, sambil menoleh ke kanan-ke kiri seolah-olah
mengharapkan bantuan makanan, maka bersabda Nabi SAW : “Siapa yang
mempunyai kelebihan kendaraan harus dibantukan pada yang tidak memmpunyai
kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan
padaorang yang tidak berbekal.” kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam
jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang
lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R. Muslim).15

8
a. Sub budaya
Setiap nilai kebudayaan terdapat sub budaya yang mengikuti
perkembangan dari kebudayaan itu sendiri. Sub budaya merupakan
unsur terkecil dalam memberikan tingkat identifikasi dan sosialisasi
lebih spesifik terhadap lingkungannya. Subbudaya diklasifikan kedalam
empat jenis, yakni kelompok nasionalisme, keagamaan, ras dan
lingkungan geografis.
b. Kelas Sosial
Kelas sosial berhubungan erat dengan tingkat lingkungan yang
homogen disertai sebuah hierarki dalam bentuk nilai, minat dan
perilaku yang melatarbelakangi hal tersebut. Pengaruh kelas sosial
terhadap tingkat perilaku konsumen akan melibatkan sebuah peran
simbolik dari sebuah merek yang diungkapkan melalui peran
kepemilikan dalam status sosial dan identifikasi nilai personal (Levy,
1959).
2. Faktor-Faktor Sosial
Keterlibatan faktor sosial dalam sebuah proses nilai analisis perilaku
konsumen terhadap sistem pemasaran memiliki dampak yang signifikan,
hal ini ditandai oleh klasifikasi berikut ini :
a. Kelompok Referensi
Dalam kelompok referensi terdiri atas seluruh keterlibatan
kelompok yang memiliki pengaruh langsung ataupun tidak langsung
terhadap nilai sikap atau perilaku seseorang. Kelompok referensi
terdiri atas kelompok primer (sebuah hubungan yang terdiri atas
keluarga, teman, tetangga dan teman sejawat), kelompok sekunder
(kelompok formal), kelompok aspirasi (keinginan bergabung) dan
kelompok diasosiatif (memisahkan diri). Masing-masing dari
klasifikasi yang terdapat pada kelompok referensi akan membentuk
sebuah pola hubungan yang berkelanjutan.

9
b. Keluarga
Faktor yang mempengaruhi lebih dekat dengan sistem
intrinsiknya, yakni keluarga. Dalam konteks ini faktor keluarga
diklasifikasikan kedalam dua bentuk, yakni keluarga orientasi
(memiliki hubungan pendekatan psikologis seperti orang tua dan
saudara) dan kelompok prokreasi (pasangan hidup dan anak-anak yang
ditempatkan pada sebagian unit terpenting bila dikaji melalui
pendekatan intensif).
c. Peran dan Status
Pusat utama pembelian yang dari seluruh faktor yang ada
terfokuskan pada tingkatan peran dan status seseorang yang akan
mempengaruhi sejuah mana mereka berpikir. Dalam kesehariannya
tentunya individu akan berpartisipasi dalam kelompok selama
hidupnya. Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dilakukan
seseorang, dimana setiap peran menyandang status.
3. Faktor-Faktor Pribadi
Keputusan pembelian dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang
menggunakan tingkat relevansi nilai konsumen terhadap nilai akhir suatu
produk. Hal ini direpresentasikan dalam sejumlah karakteristiknya, yakni
meliputi :
a. Umur dan Tahapan Siklus Hidup
Tingkat konsumsi seseorang akan dipengaruhi dan dibentuk oleh
tahapan siklus hidup keluarga dan psikologis utramanya. Terdapat
proses penelitian yang menyatakan bahwa dalam mengidentifikasi
pengaruh faktor pribadi akan berkaitan dengan tahapan-tahapan dalam
siklus hidup psikologisnya. Hal ini ditandai oleh sistem perubahan
yang terjadi pada pola pikir individu termasuk dalam hal konsumsi.
Selain itu, tahapan dalam siklus hidup akan direpresentasikan dalam
bentuk hasil interaksi konsumen dan pebisnis tanpa dibatasi ruang dan
waktu (Susanti, 2018).

10
b. Pekerjaan dan Keadaan Ekonomi
Tingkat hubungan di antara faktor pekerjaan dan ekonomi
berpengaruh terhadap pola pendapatan yang dapat dibelanjakan,
tabungan, utang, pinjaman dan sikap dalam mengalokasikan sistem
pengeluaran dan tabungan dalam pemenuhan kegiatan konsumsi.
c. Gaya hidup dan Nilai
Gaya hidup diartikan sebagai interaksi utuh seseorang dengan
lingkungannya yang diekspresikan dalam bentuk kegiatan, minat dan
pendapat seseorang. Gaya hidup menggambarkan tingkah seseorang
secara keseluruhan. Gaya hidup berpengaruh terhadap kelas sosial
seseorang. Pada dasarnya proses pembentukan gaya hidup akan
terbentuk dari sistem nilai inti yang diartikan sebagai sistem
kepercayaan yang mendasari sikap dan perilaku seseorang.
d. Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian merupakan karakteristik psikologis yang memiliki
perbedaan atas masing-masing individu. Tingkat kepribadian
seseorang direpresentasikan dalam bentuk responsivitas seseorang
dalam menganalisis kebutuhan dan keinginannya. Kepribadian berasal
dari pola sekumpulan sifat psikologis yang menyebabkan respons yang
relatif konsisten dan berjalan lama. Keterkaitan diantara konsep
kepribadian akan membentuk pola psikologis kritis seseorang dalam
menganalisis disiplin ilmu terhadap perspektif intelektualnya (Fox and
Prilleltensky, 1997).
4. Faktor-Faktor Psikologis
Proses psikologis berhubngan dengan tingkat perilaku konsumen
dalam hal unit pembelian. Peran dari proses psikologis akan
mempengaruhi seseorang dalam bentuk memeproleh, mengkonsumsi,
serta menerima barang atau jasa terhadap faktor internal penilaian atas
barang tersebut. Selain itu, proses psikologis utama seorang individu
direpresentasikan dalam bentuk pengambilan keputusan, kondisi yang
mempengaruhi keputusan dan proses mengenai pemecahan masalah dari
sebuah keputusan

11
yang dibentuk. Berikut terdapat proses psikologis utama terhadap sistem
perilaku konsumen :

Gambar 2.1
Model of Consumer Behaviour
Sumber : Buku Kotler dan Keller, 2016
Pada gambar diatas memberikan sebuah konsep dasar mengenai
proses atau alur dari sebuah hubungan perilaku konsumen terhadap
klasifikasi faktor-faktor psikologis utama berdasarkan pada tingkatan
komponen strategi pemasaran dalam gambar 2.1 diatas. Selain itu, proses
diatas memiliki hubungan dengan faktor-faktor psikologis pembentuk,
yakni terdiri atas komponen berikut :
a. Motivasi
Pembentukan motivasi berasal dari beberapa kebutuhan fisiologis
yang timbul dalam diri individu seperti rasa lapar, haus, resah tidak
nyaman dan kondisi lainnya. Adapun sistem pembentukan motivasi
juga disertai oleh rasa dorongan untuk mencapai tingkat kebutuhan dan
keinginan dalam jangka waktu tertentu. Proses dari motivasi akan
membentuk sebuah pengaruh tersendiri bagi individu. Hal ini dapat
dilihat dari sistem pemrosesan informasi yang diolah dalam bentuk
motivasi dan pengaruhnya bagi kepribadian, psikografi, akuntabilitas,
sikap dan perilaku komunikasi persuasif seseorang dalam mengambil
keputusan pembelian. Selain itu, dibawah ini terdapat teori-teori
motivasi yang digagas oleh para ahli dalam bidangnya :

12
1) Teori Motivasi Freud
Pada dasarnya teori motivasi freud mengasumsikan bahwa ada
beberapa pengaruh yang melandasi faktor motivasi tersebut, yakni
terdapat kekuatan psikologis yang membentuk pola perilaku
manusia tanpa disadari. Dalam keadaan ini seorang individu tidak
akan menyadari proses motivasi yang terjadi dalam hidupnya.
Dalam teori ini pula, freud mengkaji bahwa seorang individu akan
menekan berbagai keinginannya seiring dengan perkembangan
nilai aturan sosial yang berlaku.
2) Teori Motivasi Maslow
Dalam teori motivasi maslow ada beberapa indikator yang
dianalisis, yakni terdapat sistem atau susunan hierarki mengenai
tingakat kebutuhan manusia. Teori tersebut disusun sedemikian
rupa sehingga menghasilkan proses analisis studi mengenai tingkat
hierarki kebutuhan manusia yang terdiri atas urutan kepemtingan
kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, harga diri dan pernyataan
atas diri individu. Teori motivasi maslow lebih difokuskan pada
sebuah sistem hierarki yang didasari atas sistem kebutuhan dan
keinginan seorang individu dalam memperoleh nilai
ketercapaiannya. Berikut disajikan pola gambar dari teori motivasi
maslow :

Gambar 2.2
Maslow’s Hierarchy of Needs
Sumber : Buku Kotler dan Killer, 2016

13
3) Teori Motivasi Herzberg
Herzberg mengembangkan sebuah teori motivasi yang
dilandasi pada proses pembagian teori motivasi dua faktor. Proses
teori dua faktor akan melibatkan variabel nilai kepuasan dan
ketidakpuasan. Teori motivasi ini memiliki dua implikasi, yakni
terletak pada proses identifikasi dan penilaian arus pengaruh barang
atas nilai kepuasaan.
b. Persepsi
Persepsi adalah sebuah proses alternatif untuk memilih, mengatur
dan menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan gambaran
dunia yang memiliki makna. Dalam proses membentuk persepsi
diperlukan analisis internal dari seorang individu. Dalam hal ini
berkenaan dengan tingkat respon seorang konsumen yang
direpresentasikan oleh hasil tingkat intensi dan evaluasi produk atas
penilaian konsumen (Fazri, 2018, h. 11). Seseorang memiliki pola
persepsi yang berbeda satu sama lain, hal ini dikarenakan terdapat
kondisi berikut yang melatarbelakangi perbedaan :
1) Atensi selektif : serangkaian proses menyortir sebagian besar
rangsangan.
2) Distorsi selektif : proses dalam mengungkapkan kecenderungan
menerjemahkan informasi agar sesuai dengan konsepsi awal
konsumen.
3) Retensi selektif : proses mengingat kembali dengan selektif baik
dari produk yang disukai dan melupakan point dari produk
pesaing.
c. Proses Pembelajaran
Sistem pembelajaran memiliki dampak bagi mendorong perubahan
yang timbul dikarenakan proses pengalaman dalam perilaku kosumen.
Tahap mencari informasi hingga pembelajaran inti dihasilkan dari
sebuah pola interaksi dorongan, rangsangan, simbol, respon dan
penguatan informasi. Terdapat dua pendekatan pembelajaran dalam
perilaku konsumen, yakni sistem pengkondisian klasik dan

14
instrumental.

15
d. Memori
Berkaitan dengan pola penyimpanan informasi dan penyerapan
pengalaman saat menjalani hidup. Sistem pengaruh kekuatan memori
terbagi menjadi dua, yakni memori jangka pendek (temporer dan
terbatas) dan memori jangka panjang (permanen dan tak terbatas). Hal
ini berkaitan dengan tingkat asosiasi merek yang terdiri dari pikiran,
perasaan, persepsi, citra, pengalaman, kepercayaan dan sikap yang
berhubungan dengan merek dan kode merek tersebut sehingga
menghasilkan daya ingat bagi seorang konsumen dalam menggunakan
produk.

D. Proses Keputusan Pembelian


Proses pembelian mengarah pada tujuan dari sebuah proses yang lebih
kompleks. Pada dasarnya sebuah keputusan diambil untuk menentukan hasil
prioritas yang akan diterima. Hal ini berbeda dalam konteks pengambilan
keputusan yang didasarkan pada keputusan pembelian bisnis. Pasalnya,
dalam pembelian bisnis akan melibatkan sejumlah besar uang serta
pertimbangan teknis yang lebih kompleks berbeda pada tingkat keputusan
pembelian barang konsumen yang memiliki fokus pada kemungkinan barang
apa yang akan dipilih dan digunakan. Hal ini ditandai oleh sebuah sistem
pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif keputusan
pembelian dan perilaku pasca-pembelian. Klasifikasi metode-metode berikut
disusun oleh sebuah kerangka model lima tahap sebagai berikut :

16
Gambar 2.3
Five Stage Model of the Consumer Buying Process
Sumber : Buku Kotler dan Keller, 2016

1. Pengenalan Masalah
Dalam tahapan ini seorang pembeli menyadari masalah atau
kebutuhan yang dirasakan oleh rangsangan internal atau eksternal. Proses
mengenali masalah digunakan sebagai langkah awal dari penentuan
kriteria penentuan keputusan pembelian. Pada tahap pengenalan masalah
pembeli menyadari akan kebutuhan yang dirasa sangat penting bagi
kehidupannya, biasanya hal ini akan berkaitan dengan sumber kebutuhan
primer yang mendominasi.
2. Pencarian informasi
Proses pencarian informasi menjadi sumber yang paling penting
dalam mempertimbangkan sebuah keputusan pembelian. Pasalnya,
informasi yang tersedia secara merata akan memungkin seorang
konsumen menaruh daya tarik pada produk tersebut melalui rangsangan
memori atau tindakan. Pada proses pencarian infromasi ada beberapa hal
yang mempengaruhi, yakni tingkat sumber informasi dan dinamika
pencarian. Sumber informasi dapat dikelompokkan, yakni sumber pribadi
(keluarga, teman, tetangga dan kerabat), sumber komersial (iklan, poster
dan pameran), sumber umum

17
(berita dan organisasi konsumen), sumber pengalaman (penelitian
empiris).
3. Evaluasi Alternatif
Proses evaluasi alternatif dalam proses pengambilan keputusan
didasarkan pada hasil sistem informasi yang telah diproses oleh
konsumen dalam memutuskan untuk memilih atau tidak. Dalam tahap
evaluasi alternatif didasarkan pada empat elemen penilaian, yakni tingkat
pemuasan kebutuhan, manfaat dari solusi produk dan peranan produk
sebagai sekelompok atribut dengan kemampuan penghantaran manfaat
pemuasan kebutuhan individu.
4. Keputusan Pembelian
Pada tahap evaluasi, seorang konsumen akan membentuk pola
pilihan yang diharapkannya. Konsumen akan memperkirakan nilai suatu
keunggulan produk berpengaruh terhadap ketercapaian tujuannya. Proses
sedemikian rupa akan terimplementasi dalam bentuk keputusan
pembelian. Dalam proses keputusan pembelian, seorang konsumen akan
memiliki tingkat preferensi terhadap produk yang dipilihnya. Dalam
prosesnya secara aplikatif, seorang konsumen akan menciptakan nilai atas
produk tersebut dalam bentuk penilaian produk. Selain itu, konsumen
akan membentuk tujuan pembelian berdasarkan pendapatan, harga yang
diharapkan dan manfaat produk dalam jangka waktu tertentu.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Dalam kondisi pasca pembelian, peran seorang pemasar sangat
penting dalam mengamati perilaku seorang konsumen. Disisi lain,
konsumen akan memiliki penilaian secara sistematis atas produk yang
telah dipilihnya. Terdapat tigas indikator analisis dalam mengamati
perilaku konsumen pasca pembelian :
a. Kepuasan Pasca Pembelian
Menganalisis nilai kesenjangan antara harapan dan kinerja yang
dibentuk berdasarkan penilaian konsumen atas barang yang
dipilihnya.

18
b. Tindakan Pasca Pembelian
Sasaran utama dalam menganalisis strategi pada fase tindakan
pasca pembelian adalah tingkat pembelian ulang, referensi, komplain
dan tindakan masukan.
c. Penggunaan dan Penyingkiran Pasca Pembelian
Pendorong kunci frekuensi penjualan adalah konsumsi produk.
Proses penggunaan dalam arti memberikan sebuah manfaat atau
kepuasan bagi seorang konsumen sedangkan penyingkiran diartikan
sebagai sebuah proses penjauhan atas produk karena ketidakcocokan
atau faktor lainnya.

E. Perilaku Pembelian Bisnis


Proses perilaku pembelian bisnis memiliki hubungan dengan segala
faktor keputusan pembelian yang memuat pertanyaan keputusan pembelian
yang bagaimana, siapa saja yang berpartisipasi, faktor apa yang paling
berpengaruh dan bagaimana pola pembuatan keputusan tersebut. Berbagai hal
tersebut perlu analisis secara mendalam, mulai dari penentuan tujuan disisi
konsumen hingga proses akhir yang menghubungkannya.
1. Tipe-Tipe Utama Kondisi Pembelian
Dalam prosesnya, perilaku pembelian bisnis diklasifikasikan
kedalam tiga tipe utama dalam kondisi pembelian (buying situation).
Pasalnya, dalam analisis mengenai sistem kondisi pembelian meliputi
pembelian rutin (straight rebuy), pembelian baru (new task) dan
pembelian rutin yang dimodifikasi (modified rebuy). Ketiga komponen
tersebut membentuk pola kajian mengenai analisis tipe utama kondisi
pembelian. Berikut penjelasan umum mengenai komponen tersebut :
a. Pembelian Rutin (Straight Rebuy)
Pasalnya, dalam kondisi pembelian rutin seorang pembeli akan
melakukan tindakan pembelian berulang kali terhadap produk yang
telah dibeli sebelumnya tanpa melakukan modifikasi. Pembelian
semacam ini dilakukan oleh seorang pembeli didasarkan pada bagian
pembelian yang terjadwal secara teratur. Dalam menilai tingkat

19
kepuasan pada pembelian ulang dapat dianalisis dari segi kepuasan
pembelian pada masa lalu yang menjadi dasar dalam memilih
beberapa produk dari pemasok. Bila dikaji dari sisi konsekuensi
internal ada beberapa keadaan, yakni pemasok yang tidak terpilih
berusaha menawarkan produk baru atau mengeksploitasi
ketidakpuasan sehingga strategi ini akan mempengaruhi pembeli
dalam mempertimbangkan tawaran pemasok. Disisi lain, pemasok
yang sudah terpilih akan berusaha menjaga kualitas dan intensitas
produk dan jasa yang mereka tetapkan. Dalam proses pembelian
semacam ini terdapat proses negosiasi ulang yang dilakukan lebih
sedikit terhadap penekanan harga, pengiriman dan bentuk penjualan
(Loudon dan Della Bitta, 1993).
b. Pembelian Rutin yang Dimodifikasi (Modified Rebuy)
Pada kondisi pembelian rutin yang dimodifikasi terdapat
komponen utama yang dianalisis, yakni spesifikasi produk, harga,
keterikatan atau pemasok dimodifikasi kembali oleh pembeli. Dalam
proses pengambilan keputusan sistem pembelian rutin modifikasi
akan lebih banyak melibatkan partisipan daripada pembelian rutin.
Proses analisis dengan menggunakan metode pembelian rutin yang
dimodifikasi akan memuat proses pembelian dalam mencari sumber
utama dimana barang akan dibeli serta kualifikasinya. Hal ini
direpresentasikan dengan cara menilai tingkat respon inisiatif dari
pihak non supplier yang lain. Lebih lanjut, tingkat nilai respon dari
masing-masing pihak memiliki hubungan internal terhadap
pengambilan keputusan (Apriliya, 2013). Dalam hal ini terdapat
konsekuensi internal bagi pemasok yang terpilih mereka akan
melakukan yang terbaik untuk melindungi produk mereka. Disisi lain,
pemasok yang tidak terpilih akan memanfaatkan kondisi ini sebagai
peluang untuk membuat penawaran yang lebih baik dan memperoleh
bisnis baru.

20
c. Pembelian Baru (New Task)
Dalam prosesnya, tahap pembelian baru akan selalu dialami oleh
perusahaan dalam melakukan proses penawaran produknya. Bila
dianalisis berdasarkan internal perusahaan dalam upaya menarik
seorang pembeli, perusahaan akan mengeluarkan biaya yang diikuti
oleh risiko yang terlibat dalam pengambilan keputusannya. Semakin
banyak orang-orang terlibat dalam pengambilan keputusan dan
semakin besar pula perusahaan dalam mengumpulkan informasi. Pada
proses pembelian baru dalam aktivitasnya seorang pemasar bertugas
tidak hanya mencoba untuk menjangkau pengaruh pembelian (buying
influences) namun perlu dianalisis pula nilai kesesuaian dalam
memberikan bantuan dan informasi.

F. Proses Pembelian Bisnis


Pada prosesnya para pembeli yang menghadapi situasi pembelian new
task biasanya menjalani semua tahap pada proses pembelian. Disisi lain,
pembeli yang masuk dalam kategori modified atau straight rebuy dapat
melewati beberapa tahap. Secara keseluruhan proses pembelian dari masing-
masing perilaku akan berbeda. Berikut dibawah ini terdapat tahap proses
yang menggambarkan pembelian bisnis pada situasi new task :
1. Pengenalan Masalah
Pada proses pengenalan masalah sistem pembelian akan dilakukan
melalui sistem analisis yang akan menjadi perangkat nilai penting bagi
perusahaan untuk menemukan gagasan baru. Pada pengenalan masalah
sebuah gagasan dimunculkan melalui rangsangan internal maupun
eksternal. Secara internal biasanya perusahaan akan memutuskan untuk
meluncurkan produk baru yang membutuhkan bahan dan alat produksi
baru. Secara eksternal, gagasan muncul dari pembeli yang mungkin
mendapat ide baru untuk mengenal produk melalui pameran, iklan atau
menerima telepon dari penjual (sales person) yang menawarkan produk
berkualitas dengan harga terjangkau.

21
2. Deskripsi Kebutuhan Secara Umum
Proses deskripsi kebutuhan secara umum diartikan sebagai sebuah
proses setelah menentukan suatu kebutuhan, dilanjutkan dengan tahap
menyiapkan sebuah deskripsi kebutuhan secara umum yang
direpresentasikan dalam sebuah karakteristik dan kuantitas barang yang
dibutuhkan.
3. Spesifikasi Produk
Pada tahap ini perusahaan pembeli akan mengembangkan spesifikasi
produk barang yang akan dibeli. Analisis mengenai nilai produk akan
ditentukan berdasarkan proses desain dan standarisasi nilai produk. Disisi
lain, penilaian akan produk menjadi seperangkat alat untuk mengamankan
pelanggan baru.
4. Pencarian Pemasok
Pencarian pemasok identik dengan proses pencarian yang digunakan
untuk mendapatkan penjual (vendor) terbaik. Pembeli dapat
mengumpulkan daftar ringkas pemasok yang berkualitas dari segi produk
atau jasa.
5. Pengajuan Proposal
Dalam tahap pengajuan proposal pada proses pembelian bisnis,
pembeli meminta pemasok yang telah memenuhi kualitas untuk
menyerahkan proposal.
6. Pengkajian Kinerja
Pada proses ini, pembeli mengkaji kinerja pemasok. Pembeli dalam
tugasnya dapat menghubungi para pengguna dan menanyakan tingkat
kepuasan pengguna. Dalam proses ini, pembeli melakukan penilaian atas
kinerja dari sebuah produk dalam memberikan nilai kepuasan bagi
pengguna.

G. Para Partisipan Dalam Proses Pembelian


Dalam unit pengambilan keputusan pembelian, seorang pembeli
memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat pembelian (buying
center). Peranan utama terletak pada semua individu dan unit pembelian
berpartisipasi dalam
22
proses pengambilan keputusan. Pusat pembelian diletakkan pada peranan
seorang pembeli yang memiliki peranan dalam proses pengambilan
keputusan, sebagai berikut :
1. Para Pengguna (Users)
Para pengguna dalam proses pembelian produk atau jasa mengarah
pada penggunaan secara umum dari pengguna mulai dari membuat
proposal pembelian dan membantu mendefinisikan spesifikasi produk.
2. Pihak-Pihak Berpengaruh (Influencers)
Segelintir orang-orang yang berada pada pusat pembelian yang
memiliki daya tarik untuk mempengaruhi keputusan pembelian. Piahk
tersebut memiliki keahlian dalam menentukan spesifikasi dan
menyediakan informasi untuk menilai produk.
3. Para Pembeli (Buyers)
Seseorang yang melakukan pembelian aktual. Pembeli disini
memiliki otoritas formal untuk menentukan dan memilih pemasok yang
terlibat dalam perjanjian pembelian. Peranan para pembeli dalam
membentuk spesifikasi produk serta memilih pemasok untuk berkerja
sama.
4. Para Pengambil Keputusan (Deciders)
Peranan para pengambil keputusan pada pusat pembelian mempunyai
kekuasaan formal dan informal untuk memilih atau menyetujui pemasok
akhir. Dalam aktivitasnya, peranan para pengambil keputusan akan
berkaitan dengan nilai pengambilan keputusan pada pembelian rutin.
5. Penjaga Gerbang (Gatekeepers)
Penjaga gerbang disini diartikan sebagai orang-orang yang berada
pada pusat pembelian perusahaan yang memiliki peran untuk
mengendalikan aliran informasi kepada orang lain. Contoh sederhana,
agen-agen pembelian sering mempunyai otoritas dalam mencegah orang-
orang penjualan (salesperson) menemui para pengguna dalam
mempengaruhi seorang sasaran.

23
H. Studi Kasus Umum

Gambar 2.4
Unilever Indonesia Raih Dua Penghargaan LPPOM MUI Halal Award 2023
Sumber: https://www.unilever.co.id/news/press-releases/2023/unilever-indonesia-raih-dua-
penghargaan-lppom-muui-halal-award-2023/

Jakarta, 7 September 2023 –Jelang momen hari jadinya yang ke-90 Desember
mendatang, Unilever Indonesia menerima dua penghargaan di ajang LPPOM
MUI Halal Award 2023, yaitu Longlife Achievement untuk Unilever
Indonesia (kategori Home and Personal Care) dan Favorite Halal Brand
untuk brand Lifebuoy (kategori Home and Personal Care). Pencapaian ini
adalah buah hasil dari komitmen dan keseriusan Unilever Indonesia selama
berpuluh tahun lamanya untuk tidak hanya menghadirkan produk-produk
yang menjawab kebutuhan masyarakat, namun juga memastikan kualitas dan
kehalalan produk melalui penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) secara
menyeluruh dari hulu ke hilir.
Unilever Indonesia adalah salah satu perusahaan FMCG pertama yang
pabriknya mendapatkan sertifikasi SJH dari MUI pada tahun 1994. Seiring
waktu, Unilever Indonesia terus memperkuat komitmen penerapan SJH-nya,
mulai dari formulasi dan bahan baku; pasokan bahan baku; proses dan
fasilitas produksi; hingga proses distribusi. Saat ini seluruh fasilitas pabrik
Unilever

24
Indonesia telah mendapatkan sertifikasi SJH dari LPPOM MUI, dimana
semua brand yang diproduksi juga telah mendapat sertifikasi halal dari
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal.
Ira Noviarti selaku Presiden Direktur Unilever Indonesia menuturkan,
“Selama hampir 90 tahun beroperasi di Indonesia, kami selalu memastikan
bahwa seluruh produk kami dapat memberikan memberikan rasa aman dan
nyaman bagi konsumen Indonesia. Mengingat bahwa mayoritas konsumen di
Indonesia adalah Muslim, memastikan kualitas, keamanan, termasuk
kehalalan produk menjadi prioritas utama yang tidak pernah kami
kompromikan. Kami percaya bahwa sertifikasi halal merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan consumer satisfaction sekaligus bagian dari
competitive advantage dari sebuah brand.”
Komitmen ini semakin diperkuat pada 2021 lalu melalui peluncuran Unilever
Muslim Centre of Excellence (Unilever MCOE) yang secara konsisten
melakukan riset guna memahami kebutuhan dan tren konsumen Muslim di
Indonesia, untuk kemudian menghasilkan berbagai inovasi dan program yang
relevan. Beberapa inovasi yang telah dilahirkan antara lain adalah Lux Hijab
Series Zaitun dan Madu, Pepsodent Siwak Habbatusauda, Vaseline Hijab
Bright, Sunsilk Hijab, dan Rexona Hijab Natural Peach & Mint Cool.
Sementara dari sisi program, Unilever Indonesia menjalankan banyak
program pemberdayaan untuk komunitas-komunitas Muslim di seluruh
Indonesia. Salah satu programnya dijalankan dalam kerjasama dengan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
(Kemendikbudristek) RI dan Kementerian Agama RI, yaitu Program Sekolah
& Pesantren Sehat untuk mengajak, melatih, dan membiasakan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada anak-anak sejak dini. Program yang
dijalankan Unilever Indonesia sejak 2016 ini telah menjangkau lebih dari 12
juta anak di 49.000 sekolah dan pesantren di 34 provinsi.

25
Selain itu, sejak 2017 Unilever Indonesia juga secara aktif mengadakan
program Gerakan Masjid Bersih bekerjasama dengan Dewan Masjid
Indonesia untuk untuk mewujudkan masjid yang bersih, nyaman dan aman
melalui edukasi dan penyaluran produk-produk kebersihan. Hingga 2023
program ini telah menjangkau lebih dari 100.000 masjid di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari program “Ajak Masyarakat Kelola Air di Lingkungan
Masjid Melalui Program Water Stewardhip”. Jakarta, 2 Agustus 2023 –
Unilever Indonesia meresmikan program Water Stewardship di lingkungan
masjid. Program ini memberikan dukungan berupa penerapan teknologi dan
infrastruktur tata kelola air, Unilever Indonesia juga berkolaborasi dengan
Sekolah Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) dalam programnya.
Pada LPPOM MUI Halal Award 2023, kriteria yang telah dipenuhi Unilever
Indonesia untuk memenangkan Longlife Achievement, jatuh kepada Produk
Lifebuoy terpilih sebagai Favorite Halal Brand berdasarkan voting yang
dilakukan oleh konsumen, dimana Lifebouy terbukti menjadi Brand Personal
Care yang difavoritkan 52% konsumen Indonesia. Pencapaian ini diyakini
berkat komitmen Lifebouy dalam berinovasi, menjaga kualitas dan kehalalan
dari semua produknya, disertai konsistensi untuk mengedukasi dan
memfasilitasi keluarga Indonesia agar terhindar dari kuman dan ancaman
penyakit.

I. Analisis Studi Kasus Umum


Unilever Indonesia menerima dua penghargaan di ajang LPPOM MUI Halal
Award 2023, yaitu Longlife Achievement untuk Unilever Indonesia (kategori
home and personal care) dan Favorite Halal Brand untuk brand Lifebouy
(kategori Home and Personal Care). Pencapaian tersebut merupakan buah
dari komitmen dan keseriusan kinerja Unilever Indonesia dalam membentuk
nilai kualitas dan kehalalan produk dalam menjawab kebutuhan konsumen di
Indonesia dengan mayoritas muslim. Komitmen dari sebuah keberhasilan
yang diraih oleh Unilever Indonesia tidak terlepas dari proses konsisten
dalam melakukan riset guna memahami kebutuhan dan tren konsumen
muslim di Indonesia. Hal ini direpresentasikan dalam peluncuran Unilever
Muslim
26
Centre of Excellence (Unilever MCOE) yang menghasilkan beberapa inovasi
produk, yakni Lux Hijab Series Zaitun dan Madu, Pepsodent Siwak
Habbatusauda, Vaseline Hijab Braight, Sunsilk Hijab dan Rexona Hijab
Natural Peach and Mint Cool.
Secara internal, keberhasilan Unilever Indonesia dalam mengembangkan
produknya dihasilkan dari proses inovasi yang terakselerasi dari program-
program yang dijalankannya, yakni pemberdayaan komunitas muslim di
seluruh Indonesia melalui kegiatan Program Sekolah dan Pesantren Sehat.
Program ini merupakan hasil kolaborasi antara Unilever Indonesia dengan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
(Kemendikbudristek) RI dan Kementerian Agama RI. Selain itu, gerakan
masif yang dijalankan Unilever Indonesia tidak hanya sampai disitu. Pada
tahun ini, Unilever Indonesia bekerjasama dengan Dewan Masjid Indonesia
untuk mewujudkan masjid yang bersih, nyaman dan aman melalui edukasi
dan penyaluran produk kebersihan. Program pendekatan kepada masyarakat
yang dilakukan Unilever Indonesia memiliki tingkat integrasi yang baik.
Sarana publikasi produk yang dikembangkan melalui berbagai program yang
berinovasi sesuai pendekatan majemuk yang beragam (faktor keberagaman
kebutuhan dan keinginan masyarakat Indonesia).
1. Analisis dari Segi Tingkat Hubungan Perilaku Konsumen Terhadap
Strategi Pemasaran
Tingkat kebutuhan dan keinginan masyarakat Indonesia selaku konsumen
dalam posisi studi kasus diatas memiliki keterkaitan yang erat dengan proses
penyaluran produk yang diterima oleh masyarakat dalam berbagai program
yang dijalankan oleh Unilever Indonesia. Dalam kegiatannya Unilever
Indonesia memanfaatkan nilai keberagaman sebagai alat untuk memfasilitasi
pertumbuhan kegunaan produk yang dapat dijangkau oleh masyarakat
muslim di Indonesia. Hal tersebut direpresentasikan dalam komitmen dan
keseriusan kinerja Unilever Indonesia dalam membentuk nilai kualitas dan
kehalalan produk dalam menjawab kebutuhan konsumen di Indonesia dengan
mayoritas muslim. Selain itu, secara umum pemberdayaan suatu strategi
pemasaran pada

27
produk kembali kepada nilai kebermanfaatan suatu produk atau jasa yang
dibentuk oleh sistem terintegrasi dari perusahaan untuk memberikan nilai
manfaat dalam jangka panjang kepada konsumen. Hal ini dilakukan Unilever
Indonesia dalam menganalisis sasaran komitmen dari nilai kolaborasi sebagai
wadah pengembangan dan penghantaran nilai produknya. Unilever Indonesia
sebagai perusahaan FMCG pertama yang mendapatkan sertifikasi SJH dari
MUI pada tahun 1994, menjadikan Unilever Indonesia memliki jejaring yang
kuat dalam proses distribusi produk. Hal ini ditandai oleh komitmen yang
kuat dalam mengembangkan produknya yang terintegrasi kehalalannya.
Sejalan dengan proses strategi pemasaran, dapat ditinjau bahwa sistem
penciptaan dan pendistribusian produk yang dihasilkan Unilever Indonesia
memiliki tingkat integratif yang baik. Pendekatan sistem pemasaran yang
dilakukan Unilever Indonesia dianalisis dari segi pendekatan jangka panjang.
Selain itu, pendekatan yang dilakukan Unilever Indonesia dalam
mengakselerasikan tingkat produk dan kepercayaan konsumen di Indonesia,
dapat dilihat dari nilai keamanan, kenyamanan dan kehalalan sebagai
prioritas utama Unilever Indonesia dalam menciptakan produknya yang
tercermin dalam nilai consumer satisfaction sekaligus dari nilai competitive
advantage dari sebuah brand. Disisi lain, kebutuhan dan keinginan
masyarakat di Indonesia dilatarbelakangi oleh tingkat pemahaman dan
perolehan nilai yang didapatkannya. Maka dari itu, dari segi strategi
pemasaran Unilever Indonesia melakukan berbagai inovasi yang memiliki
tingkat relativisme terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Program yang
mendukung strategi tersebut diaplikasikan oleh Unilever Indonesia dalam
berbagai pendekatan kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikburistek) RI dan Kementerian
Agama RI dalam menjalankan programnya yang bertujuan untuk
memberikan tingkat keberlanjutan bagi masyarakat Indonesia melalui
produk-produk yang disalurkan. Berbagai pendekatan faktor analisis
mengenai tingkat responsivitas konsumen telah dijadikan sebuah nilai
sistematika penyaluran produk yang dilakukan oleh Unilever Indonesia.

28
2. Analisis Sederhana dari Segi Keterkaitan Faktor Pengaruh Perilaku
Konsumen
a. Faktor Kebudayaan, Subbudya dan Kelas Sosial
Dalam studi kasus diatas fokus membahas mengenai tingkat keberhasilan
yang diraih oleh Unilever Indonesia dalam menciptakan nilai bagi
produknya yang telah terjamin proses kehalalannya dalam penghargaan
LPPOM MUI Halal Award 2023. Hal ini tidak terlepas dari proses yang
signifikan yang menghubungkan dengan analisis faktor yang telah
dijalankan oleh Unilever Indonesia dalam menciptakan sebuah program
yang memiliki tingkat relativitas bagi konsumen di Indonesia. Seperti
yang diketahui, masyarakat di Indonesia memiliki pola keberagaman
yang berbeda satu sama lain. Di sisi lain, Unilever Indonesia memberikan
solusi atas problematika tersebut yang diimplementasikan dalam strategi
penciptaan, pemrosesan dan pendistribusian nilai produk melalui sistem
pendekatan akselerasi produk tersebut.
b. Faktor Sosial dan Psikologis
Unilever Indonesia dalam memperkuat sistem kinerja untuk menciptakan
produk yang terintegrasi dengan konsumen seluruh dunia membutuhkan
beberapa strategi khusus yang dirancangnya untuk membangun nilai
tersendiri. Jika ditinjau dari segi sosial, konsumen sebagai pihak yang
membentuk dan menciptakan nilai akan memiliki pandangan secara
majemuk mengenai keberagaman produk yang diterimanya. Unilever
Indonesia berusaha menjembatani hal itu, ketika diulas kembali pada
masa pandemi Covid-19 keterlibatan faktor sosial menjadi hal yang
sangat penting untuk memberikan peluang dan pengintegrasian dalam
membangun inovasi produk yang diciptakan. Dalam kondisi ini, Unilever
Indonesia mampu membawa perkembangan signifikan hingga saat ini.
Hal ini didukung oleh kekuatan brand dan keahlian operasional dari
sistem kinerjanya.

29
3. Analisis dari Segi Tingkat Hubungan Proses Pengambilan Keputusan
Terhadap Nilai Perilaku Pembelian Bisnis, Proses Pembelian Bisnis dan
Para Partisipan Bisnis
Dalam menganalisis mengenai tingkat hubungan studi kasus diatas dengan
faktor yang menghubungkannya perlu dilakukan analisis faktor. Tingkat
hubungan proses pengambilan keputusan didasari atas perolehan dan
penghantaran nilai yang akan memberikan konsekuensi internal atas produk
tersebut. Dalam prosesnya, Unilever Indonesia telah melakukan berbagai
program yang ditujukan untuk mendukung pola keberlanjutan bagi nilai
produknya. Pola pendekatan strategi produk yang dilakukan oleh Unilever
Indonesia memiliki tingkat integrasi yang didukung oleh nilai inklusivitas
atas produknya. Pada pembahasan sebelumnya, dapat dianalisis secara
internal, keberhasilan Unilever Indonesia dalam mengembangkan produknya
dihasilkan dari proses inovasi yang terakselerasi dari program-program yang
dijalankannya, yakni pemberdayaan komunitas muslim di seluruh Indonesia
melalui kegiatan Program Sekolah dan Pesantren Sehat. Program ini
merupakan hasil kolaborasi antara Unilever Indonesia dengan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI dan
Kementerian Agama RI. Selain itu, gerakan masif yang dijalankan Unilever
Indonesia tidak hanya sampai disitu. Pada tahun ini, Unilever Indonesia
bekerjasama dengan Dewan Masjid Indonesia untuk mewujudkan masjid
yang bersih, nyaman dan aman melalui edukasi dan penyaluran produk
kebersihan. Dengan terakselerasinya program yang dijalankan, akan
memberikan sebuah peluang bagi konsumen untuk membuat keputusan yang
sistematis. Hal ini dikarenakan sistem strategi pemasaran yang berfokuskan
pada pendekatan konsumen. Program yang dijalankan oleh Unilever
Indonesia memiliki tingkat integrasi dan dedukasi yang tinggi bagi
masyarakat, sehingga dalam prosesnya masyarakat memiliki tingkat
kredibilitas bagi produk tersebut tersebut dalam bentuk program yang ada.
Hal ini pula yang akan mempengaruhi variabel utama dalam proses
pengambilan keputusan yang memiliki tingkat keterkaitan dengan proses dan
nilai yang akan diterima oleh para partisipan dalam bisnis.

30
J. Studi Kasus Khusus

Gambar 2.5
Buka Weekend Banking di 170 Cabang, BSI Tingkatkan Layanan Setoran Tunai
Sumber: https://www.bankbsi.co.id/news-update/berita/buka-weekend-banking-di-170-
cabang-bsi-tingkatkan-layanan-setoran-tunai

Jakarta, 22 September 2023— PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus


berupaya memberikan kemudahan layanan jasa perbankan kepada
nasabahnya, termasuk memfasilitasi nasabah segmen pebisnis maupun
pedagang dalam bertransaksi setor tunai pada akhir pekan. Hal ini dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan nasabah di akhir pekan, BSI kembali
menyediakan layanan operasional akhir pekan (weekend banking) selama
bulan September ini di 170 kantor cabang di seluruh Indonesia. BSI pun
meningkatkan jumlah kantor cabang yang melayani weekend banking, dari
130 cabang pada pekan lalu, kini menjadi 170 cabang.
Sekretaris Perusahaan BSI Gunawan Arif Hartoyo mengungkapkan
pembukaan layanan operasional akhir pekan ditujukan untuk memberikan
kemudahan bagi nasabah dalam melakukan transaksi keuangan, terutama
setoran. Menurutnya, cabang-cabang yang memberikan layanan di akhir
pekan sebagian besar adalah cabang yang terletak di tempat strategis dan
yang lokasinya dekat dengan pusat perdagangan.

31
“Kami punya Tabungan Wadiah, kemudian tabungan bisnis ya.
Tabungan bisnis ini target marketnya adalah para pedagang dan pengusaha.
Beberapa minggu lalu kita mulai mengaktifkan lagi weekend banking jadi di
wilayah- wilayah yang kita melihat bahwa di situ ada pusat dagang atau pusat
bisnis, kita usahakan weekend itu hari Sabtu atau hari Minggu ada cabang
BSI yang buka,” kata Gunawan.
Pada akhir pekan, kantor-kantor cabang BSI yang telah ditentukan akan
membuka operasional terbatas dengan jam layanan mulai dari pukul 09.00 s.d
13.00 WIB. Jumlah cabang yang buka pada akhir pekan ini meningkat dari
yang sebelumnya 134 cabang pada pekan lalu. Menurutnya, saat ini BSI
sudah memiliki Cash Recycle Machine (CRM) untuk membantu nasabah
melakukan setoran. Namun karena tingginya animo masyarakat dan jumlah
setorannya tidak sedikit, akhirnya perseroan memutuskan agar cabang
membuka layanan weekend banking untuk memberikan keleluasaan atau
kemudahan bagi nasabah bertransaksi setor tunai.
Gunawan menambahkan pembukaan layanan weekend banking ini juga
menjadi salah satu upaya BSI untuk meningkatkan rasio low cost fund ke
angka 60%. “Kami ingin meningkatkan rasio low cost fund atau dana murah
(CASA) bisa di atas 60% atau sekitar 61%,” imbuhnya.
Sepanjang semester I 2023, BSI mencatatkan penghimpunan dana pihak
ketiga (DPK) sebesar a Rp252,52 triliun. Produk tabungan memberikan
kontribusi yang dominan terhadap DPK BSI, yakni sebanyak Rp110,93
triliun. Atas hal itu, porsi CASA BSI terus membaik yang didominasi dana
murah sebesar 59,93%. Selain layanan penyetoran tunai untuk nasabah
institusi dan mitra bayar, cabang BSI yang beroperasi pada weekend banking
juga melayani transaksi penarikan tunai dan pemidahbukuan. BSI juga
membuka operasional pada akhir pekan ini untuk layanan customer care.
“BSI mengadakan layanan operasional di luar hari kerja atau hari libur
agar nasabah tetap dapat mendapatkan layanan untuk transaksi yang
dibutuhkannya. Ini merupakan wujud komitmen kami untuk terus
meningkatkan pelayanan kepada nasabah,” imbuh Gunawan.

32
Kantor-kantor cabang yang membuka layanan pada akhir pekan ini tersebar
di berbagai daerah di Indonesia seperti di wilayah Aceh, Medan, Pekanbaru,
Padang, Jambi, Palembang, Bengkulu, dan Bandar Lampung. Kemudian, di
sejumlah kantor cabang di sekitar Jabodetabek, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, dan Surabaya di Pulau Jawa. Tidak ketinggalan sejumlah daerah
di Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Bali dan Nusa Tenggara, serta Papua.

K. Analisis Studi Kasus Khusus


Dalam studi kasus diatas, dibahas mengenai program pelayanan pada Bank
Syariah Indonesia yang dinyatakan bahwa “Buka Weekend Banking di 170
Cabang, Bank Syariah Indonesia (BSI) Tingkatkan Layanan Setoran Tunai”.
Jakarta, 22 September 2023 – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI)
menggelar upaya memberikan kemudahan layanan jasa perbankan kepada
nasabahnya, dalam bentuk memfasilitasi nasabah segmen pebisnis maupun
pedagang dalam bertransaksi setor tunai pada akhir pekan. Tidak hanya itu,
upaya yang dilakukan oleh Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam memenuhi
kebutuhan nasabah di akhir pekan, bank tersebut kembali menyediakan
layanan operasional akhir pekan (weekend banking) selama bulan September
pada 170 kantor cabang di seluruh Indonesia. Layanan ini ditujukan untuk
memberikan kemudahan bagi nasabah dalam melakukan transaksi keuangan.
Selain itu, dalam memfasilitasi tingkat kemudahan para nasabah, Bank
Syariah Indonesia (BSI) juga melakukan kolaborasi produknya pada layanan
baru ini. Seperti hal nya, Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam fokusnya
memiliki target tabungan bisnis dan tabungan wadiah yang menjadi sasaran
utama dalam menjalankan layanannya. Disisi lain, Bank Syariah Indonesia
(BSI) memiliki Cash Recycle Machine (CRM) untuk membantu nasabah
melakukan setoran. Secara umum, analisis studi kasus mengenai layanan
yang ditawarkan oleh Bank Syariah Indonesia tidak terlepas dari adanya
tujuan atau fokus sasaran utama, yakni nasabah. Kebutuhan dan keinginan
dari seorang nasabah mendorong sistem fasilitasi yang tersedia di bank
tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan unsur utama dalam
menganalisis korelasi studi kasus diatas dengan

33
tingkat perilaku nasabah. Data ini akan disajikan dalam bentuk penelitian
literatur dan analisis faktor.
1. Analisis Latar Belakang Perusahaan
Perkembangan industri perbankan di Indonesia tidak terlepas dari
peran serta industri keuangan untuk memperoleh tingkat proyeksi terbaik.
Pasalnya, industri keuangan di Indonesia mencatatkan sejarah baru
dengan berdirinya PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) secara resmi
lahir pada 1 Februari 2021. Presiden Joko Widodo secara langsung
meresmikan pendirian bank syariah terbesar di Indonesia. Pendirian Bank
Syariah Indonesia (BSI) merupakan proses hasil merger diantara tiga
bank terkemuka, yakni Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri
dan PT Bank BNI Syariah. Hal ini didukung oleh izin resmi merger tiga
usaha bank syariah yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pada 27 Januari 2021 melalui surat Nomor SR-3/PB.1/2021.
Usaha penggabungan tiga merger bank, memberikan dampak
kelebihan tersendiri disisi sistematisasi operasionalnya. Selain itu,
penggabungan yang dilakukan oleh bank-bank tersebut memberikan nilai
kualitas dalam proses pelayanannya. Hal ini pula didukung oleh sinergi
perusahaan berkomitmen dengan pemerintah melalui Kementerian
BUMN dalam memberikan pelayanan terbaik dan bersaing di tingkat
global. Bank Syariah Indonesia (BSI) merupakan usaha atas lahirnya
bank syariah umat muslim. Pasalnya, BSI memiliki berbagai program
yang bersinergi untuk membangun pertumbuhan ekonomi nasional serta
memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan umat. Selain itu, potensi
BSI untuk berkembang didasarkan atas dukungan perekonomian global
yang signifikan sehingga dalam prosesnya BSI memiliki misi untuk
memperkuat ketahanan bank syariah mengingat bahwa Indonesia sebagai
negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia.

34
2. Analisis Visi dan Misi Operasional Bank
Proses perkembangan yang terjadi pada industri keuangan di Indonesia
tidak terlepas dari penetapan visi dan misi yang menghantarkannya pada
kesuksesan yang diraih. Begitu pula yang terjadi pada Bank Syariah
Indonesia (BSI) sebagai bank terkemuka berbasis nilai keislaman yang
menghubungkannya dengan proses perjalanannya. Dalam prosesnya Bank
Syariah Indonesia (BSI) memiliki visi, yakni mendorong, memperkuat dan
mensinergikan alokasi pelayanannya dalam mencapai Top 10 Global Islamic
Bank. Selain itu, terdapat misi utama pada Bank Syariah Indonesia (BSI),
yakni salah satunya menjadi perusahaan pilihan dan kebanggaan para talenta
terbaik Indonesia. Hal ini dilakukan dalam rangka memperkuat dan
memberdayakan masyarakat dalam menjalankan proses pengembangan
karyawan dengan budaya berbasis kinerja.
Adanya visi dan misi dari bank tersebut memberikan sebuah
progresivitas bagi tingkat produk dan layanan yang dijalankan bank. Hal ini
terlihat dari berbagai programnya yang memberikan fokus utama dalam
memberikan layanan terbaik pada nasabah. Selain itu, BSI menargetkan
jumlah nasabah pada akhir tahun 2023 sebesar 20 juta. Tentunya, hal tersebut
perlu diikuti oleh program-program yang terakselerasi dengan baik. Dalam
proses meningkatkan jumlah nasabahnya, BSI mulai meningkatkan
awaraness dan aktivasi layanan perbankan syariah berdasarkan sistem
sosialisasi dan layanan weekend banking yang mulai berjalan. Hal ini akan
mendorong kemampuan masyarakat dalam melakukan transaksi pada bank
tersebut. Seperti yang diketahui, bila dianalisis dari internal nasabah itu
sendiri program-program yang dijalankan oleh BSI akan memberikan intensi
terhadap perilaku dari nasabah itu sendiri. Hal ini ditandai oleh keberagaman
kebutuhan seorang nasabah yang akan mempengaruhi tindak keputusannya.
Maka dari itu, BSI memulai program weekend banking ini sebagai solusi dari
permasalahan tersebut.
“BSI mengadakan layanan operasional di luar hari kerja atau hari libur
agar nasabah tetap dapat mendapatkan layanan untuk transaksi yang
dibutuhkannya. Ini merupakan wujud komitmen kami untuk terus

35
meningkatkan pelayanan kepada nasabah,” imbuh Gunawan selaku Sekretaris
Perusahaan BSI.
Tentunya dalam menjalankan programnya hal ini tidak terlepas dari fokus
utamanya, yakni memberikan kepuasan pelayanan pada nasabah selaku pihak
konsumen bisnis dalam studi kasus diatas.
3. Aktivitas Bisnis Perusahaan Terhadap Rencana, Proses Kinerja dan
Konsumen (Nasabah)
Aktivitas bisnis pada Bank Syariah Indonesia (BSI) menciptakan nilai
landasan khusus bagi terciptanya pola tujuan dan sasaran utama dalam bentuk
pelayanannya. Hal ini direpresentasikan dalam sebuah tata kelola
perencanaan yang dilatarbelakangi oleh budaya kerja perusahaan yang
memberikan alur sinergi bagi perkembangan serangkaian rencana dan proses
dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Hal ini ditunjukkan oleh sistematika
konglomerasi BUMN yang menjadikan Bank Syariah Indonesia (BSI)
sebagai bank yang memiliki nilai-nilai utama (core values) dalam hal
membangun nilai pendekatan pada sumber daya manusianya. Pedoman
tersebut telah dijalankan secara konsisten dan konsekuen oleh Bank Syariah
Indonesia (BSI). Hal ini pula direpresentasikan dalam proses transformasi
BSI yang memiliki jaringan kantor dan layanan yang terintegrasi. Proses
internalisasi dalam membangun kualitas produk yang ditawarkan kepada
nasabah harus memiliki nilai komunikasi dan kerjasama yang baik sehingga
dapat mempermudah nasabah dalam mengambil keputusan pada layanan
produknya. Hal ini dilakukan karena dalam prosesnya, fokus utama
pengembangannya terletak pada sistem pemberdayaan nasabah. Jika
dianalisis dari segi perilaku pembelian yang terdiri atas pola kondisi
pembelian, dalam mengembangkan strateginya BSI melakukan strukturisasi
berbasis kinerja yang direpresentasikan dalam program-program yang
dijalankan guna memberikan sistem layanan yang unggul bagi nasabah.
Disisi lain, secara internalisasi pengaplikasian strukturisasi berbasis risiko
pun turut diakselerasikan. Membangun kepercayaan nasabah, meningkatkan
jumlah nasabah dan memberikan integrasi pelayanan unggul kepada nasabah
merupakan hal yang penting dalam

36
membangun sistem transformasi yang berkesinambungan. Fokus utama
dalam analisis, yakni respons disisi nasabah sebagai konsumen bisnis
terhadap pelayanan, berkaitan erat dengan tingkat strukturisasi komponen
internal dari hal yang telah direpresentasikan diatas. Tidak hanya itu, proses
untuk membangun tingkat kredibilitas disisi nasabah perlu dikaji ulang
mengenai proses sinkronisasi tata kinerja pada bank sebagai lembaga utama
dengan tingkat utama kondisi pembelian. Dimana pada pembahasan materi
diatas, dikaji beberapa teorema yang diaplikasikan melalui analisis studi
kasus disini.

37
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Bidang ilmu perilaku konsumen berkaitan erat dengan strategi nilai
kebutuhan dan keinginan dari seorang konsumen dalam masalah memilih produk.
Selain itu, dalam ilmu pemasaran terdapat tujuan utama, yakni memenuhi dan
memuaskan kebutuhan serta keinginan konsumen yang dipertimbangkan dari segi
pemenuhan dan pengembangan produk yang ditawarkan. Dalam hal ini, kaitan
antara penentuan strategi pemasaran akan berpengaruh secara signifikan dalam
menganalisis nilai perilaku konsumen. Disisi lain, analisis perilaku konsumen
memiliki ruang lingkup yang luas ditandai oleh peranannya dalam aktivitas bisnis.

Kajian mengenai tingkat urgensi dalam mempelajari perilaku konsumen pada


sistem pemasaran dilandaskan pada unsur kebutuhan dan keinginan. Selain itu,
hubungan diantara dinamika perilaku konsumen dengan strategi pemasaran akan
menciptakan tingkat konsekuensi internal. Hal ini dapat dilihat dari sistem
pemasaran produk yang direpresentasikan dalam bentuk analisis perilaku
konsumen. Pada prosesnya seluruh aktivitas sistem pemasaran akan memberikan
nilai yang menyeluruh pada tingkat persaingan dan pengembangan strategi
berdasarkan nilai hubungan konsumen.

Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi
seluruh pembaca akan pentingnya memahami memahami hubungan dan pengaruh
perilaku konsumen dalam proses strategi pemasaran serta dapat meninjau lebih
jauh mengenai keterkaitan diantara materi ini. Makalah kami jauh dari kata
sempurna, maka dari itu diperlukan saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan makalah ini.

38
DAFTAR PUSTAKA
Buku :

C. Mowen, John dan Michael Minor. (2002). Perilaku Konsumen. Jakarta:


Erlangga.

Fox, D and Prilleltensky. (1997). Critical Psychology: An Introduction. London:


Sage.

Holbrook, M. B. (1999). Introduction to Consumer Value. In M. B. Holbrook


(Ed.), Consumer Value: A Framework for Analysis and Research, 1-
28. New York: Routledge.

Kotler, Philip. (2002). Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Edisi Milenium. Jakarta:


PT. Prehalindo.

Kotler, P dan Amstrong, G. (2001). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1. Edisi 12.


Jakarta: Erlangga.

Kotler, P and Keller, Kevin L. (2016). Marketing Management. 15th Edition. New
Jersey: Pearson Pretice Hall, Inc.

Loundon, D.L, dan Della Bitta, A.J. (1993). Consumer Behaviour: Concepts and
Application. Singapore: Mc.Grow-Hill, Inc.

Setiadi, J. Nugroho. (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk


Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media.

Jurnal :

Apriliya, Shinta. (2013). Analisis Strategi Online Marketing dan Pengaruhnya


Terhadap Purchase Intentions Konsumen Produk “Clean & Clear”.
Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen. 2(9). 1-22.

Levy, S. (1959). Symbols for Sale. Harvard Business Review. 37(4). 117-124.

39
Susanti, N. (2018). Perancangan E-Marketing UMKM Kerajinan Tas. Jurnal
SIMETRIS. 9(1). 717-722.

Whittington, R. and Whipp, R. (1992). Marketing Ideology and Implementation.


Journal of Marketing. 26(1). 52-63.

Witkowski, T. H. (2005). Sources of Immoderation and Proportion in Marketing


Thought: Commentary. Marketing Theory. 5(2). 221-231.

Tesis dan Disertasi :

Fazri, A. (2018). Pengaruh Penataan dan Jumlah Produk Terhadap Intensi


Membeli, Peran Kesukaan pada Kerapian dan Efek Kelangkaan:
Why Disorganized Shelf Display Causes Low Buying Intention? The
Role og Liking Tidiness and Scarcity Effects on Food Products.
(Disertasi Doktor tidak dipublikasikan, Universitas Indonesia).
Diakses pada tanggal 24 September 2023. Melalui link
https://lib.ui.ac.id/detail?id=9999920521042&lokasi=lokal.

Nadia, M. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Brand


Switching Konsumen Jasa Operator Telekomunikasi. (Tesis Master
tidak dipublikasikan, Universitas Indonesia). Diakses pada tanggal
24 September 2023. Melalui link
https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20298620-T29957- Meilida
%20Nadia.pdf.

Website :

Bank Syariah Indonesia. (2023). Buka Weekend Banking di 170 Cabang,


BSI Tingkatkan Layanan Setoran Tunai. Diakses pada tanggal 29
September 2023. Melalui link https://www.bankbsi.co.id/news-
update/berita/buka-weekend-banking-di-170-cabang-bsi-tingkatkan-
layanan-setoran-tunai.

40
Bank Syariah Indonesia. (2021). Sejarah Perseroan. Diakses pada tanggal 29
September 2023. Melalui link
https://ir.bankbsi.co.id/corporate_history.html.

Bank Syariah Indonesia. (2021). Visi dan Misi Bank Syariah Indonesia. Diakses
pada tanggal 29 September 2023. Melalui link
https://ir.bankbsi.co.id/vision_mission.html.

Unilever Indonesia. (2023). Unilever Indonesia Raih Dua Penghargaan LPPOM


MUI Halal Award 2023. Diakses pada tanggal 29 September 2023.
Melalui link https://www.unilever.co.id/news/press-
releases/2023/unilever-indonesia-raih-dua-penghargaan-lppom-mui-
halal-award-2023/.

41

Anda mungkin juga menyukai