DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
FAKULTAS EKONOMI
PRODI MANAJEMEN
UNIVERSITAS ASAHAN
TA 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Perilaku Konsumsi Prefektif ekonomi
islam" sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah Ekonomi Islam.
Makalah yang kami susun ini menjelaskankan tentang perilaku konsumsi prefektif yang
terdiri dari berbagai bahasan. Harapan penulis semoga tugas ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca
Penulis menyadari makalah ini banyak sekali kesalahan dan kekuran untuk itu penulis
memerlukan kritik dan saran yang bermanfaat untuk lebih baiknya pembuatan makalah di
masa mendatang. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Ekonomi Islam dan semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah Swt. Senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Penulis
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
2.5 Kesimpulan...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................12
BAB l
PENDAHULIAN
Rasionalitas ekonomi pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari sistem ekonomi
yang mendasarinya. Sistem ekonomi merupakan oraganisasi yang terdiri dari bagian-
bagian yang saling terkait dan bekerja sama untuk mencapai tujuan ekonomi. . Islam
adalah ajaran yang mengatur kehidupan manusia dari berbagai unsur, baik dari segi
aqidah, ibadah dan muamalah. Berdasarkan Mazhab Baqir as-Sadr ilmu ekonomi tidak
pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi dan islam adalah dua hal yang berbeda,
keduanya tidak dapat disatukan karena berbeda filosofi yang saling kontradiktif.
Selama ini perbedaan-perbedaan yang mendasari ekonomi konvensional dengan
ekonomi islam terletak pada orientasinya. Ilmu ekonomi konvensional menjadi bebas
nilai (posivistik), sedangkan ekonomi islam dibangun atas dasar religius ( tauhid,
keimanan, keadilan, kenabian dan khilafah) (Kambali, M. 2018).
Islam melarang umatnya untuk melakukan konsumsi secara berlebih-lebihan, namun
islam mengajarkan bagaimana cara berprilaku dalam berkonsumsi secara proposional.
Prilaku konsumsi yang berlebihan merugikan diri sendiri dan orang lain, karena
pengeluaran pada pendapatan melebihi batas kemampuan. Di Indonesia presentase
pengeluaran pangan masih sangat dominasi berada pada 49,14% (BPS, Susenas Maret
2019). Berdasarkan data terlihat dapat bahwa masyarakat pada umumnya masih
mementingkan pengeluaran untuk makanan.
Dalam presfektif rasionalitas konsumsi islam,pada saat rasionalitas konsumsi
seseorang tinggi,maka keputusa untuk membeli berdasarkan keinginan bukan
kebutuhan maka cenderung menurun, di karenakan orang tersebut berpikir rasional
sehingga lebih mementingkan kebutuhan dari pada keinginan ( Muhammad, 2004:152).
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin menganalisis Rasionalitas Muslim: Perilaku
Konsumsi Dalam Prespektif Ekonomi Islam.
Rasionalitas dalam perilaku konsumsi secara perspektif islam sebagai berikut, (Dita Afrina &
Siti Achiria. 2019):
a. Perilaku konsumsi dikatakan rasional apabila dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan, sebagaimana dalam Al-Quran Surat Al-Israa ayat 29: ا ُک َّل َ ہ ِق َک َو َل ۡتَب
\ط ٰی ُعنُ ًۃ اِل ۡو َل ُ ۡل َی \ َد َک َمۡ غ\\ل َب ۡس ِط َو َل ۡتَج\\ َع ۡ ال ۡو ًم\\ا َّمۡ ح ُۡس\\و ًرا ُ َم\\ل عُ\\ َد ۡ فَتَق
ۡ \ ُسArtinya: Dan
jamganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannnya karena itu kami menjadi tercela dan menyesal.
b. . Perilaku konsumsi dapat dikatakan rasional apabila tidak hanya dunia semata namun
ۡ ب ۡس ِط ۡ ا ُک َّل ال َ ہ ِق َک َو َل ۡتَب
juga untuk keperluan akhirat, QS. Al- Israa ayat 26: َ ُسط
ۡول ُ ۡل َی َد َک َمۡ غل َو َل ۡتَج َع ۡو ًما َّمۡ ح ُۡسو ًرا ُ َمل ُع َد ۡ فَتَق
َ ٰی ُعنُ ًۃ اِلArtinya: Dan berikanlah kepada
keluargakeluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros.
c. Perilaku konsumsi dikatakan rasional karena memiliki tingkat konsumsi yang lebih
kecil karena terkait pada kehalalan, umat muslim hanya diperbolehkan mengkonsumsi
ِ ۖ \َّلy َر
hal-hal yang bersifat halal dan thayib. Qs. Al- Baqarah ayat 173: ِال ِ ِه ِل َغ ْي ِه َّل ب ُ ِر َو
ِ َ\َّلالَ َغفُ\\و ٌر َر فy ََما أ ِزي ِْخن ْ ال َ ْحم َ َو َل َوال َّدم َ ْميتَةَ ْ ْي ُ ُكم ال َ َع َل َح َّرم َما َّن ِ إ ٍ َر َباغ َم ِن ا ْض ُط َّر َ ْغي َّن
\ل م ْ ِث َل َع\\اٍد فَ َل إ َو ٌ ِحيم
َ \ ْي ِ ۚه إ َ َعArtinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan
bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
d. Perilaku konsumsi dikatakan rasional apabila seseorang tidak menimbun hartanya
dalam bentuk kekayaan namun melakukan ivestasi dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Islam adalah agama yang syarat terhadap etika, etika dalam islam dapat
dikelompokkan menjadi 6 aksioma yaitu, tauhid, keadilan, kebebasan, berkehendak dan
pertanggungjawaban halal dan sederhana (Naqvi, 1985). Manusia harus bertidak rasional
karena manusia memiliki kelebihan dibandingkan makhluk lain ciptaan Allah Swt. Allah
Swt memberikan manusia akal agar dapat digunakan untuk berfikir secara rasional.
Manusia dianggap berlaku rasional apabila perilaku dalam mencapai kepuasan maksimal
(utility maximization) sesuai dengan syariat islam.
d. Rasionalitas Konsumsi dalam Prespektif Ekonomi Islam Perilaku manusia dalam konsumsi
pada pemahaman konvensional dianggap rasional namun belum tentu dianggap rasional
dalam pandangan islam. Konsumsi dianggap rasional dalam islam apabila pembelajaan yang
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki, sesuai dengan Qs.
Al.Israa, yang artinya: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
dan janganlah kamu terlalu mengulurkan karena itu kami menjadi tercela dan menyesal”.
Perilaku konsumsi yang lain seperti membelanjakan hartanya di jalan Allah, membelanjakan
sesuatu sesuai dengan kebutuhannya dengan memperhatikan syariat islam. Kegiatan
konsumsi yang dilakukan manusia merupakan kegiatan pokok yang harus di lakukan dalam
sendi kehidupan manusia. Kegiatan tersebut tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan pokok
saja namun juga terkait dengan sandang dan papan. Manusia harus bersikap rasional dalam
berkonsumsi, jangan menjadi konsumen yang konsumtif. Secara umum konsumsi adalah
sebagai penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi
islam, konsumsi memilik arti yang hampir sama dengan ekonomi konvensional. Konsumsi
adalah bagian aktivitas ekonomi selain produksi dan distribusi. konsumsi lahir karena adanya
permintaan akan barang dan jasa. Namum, permintaan akan muncil karena adanya keinginan
dan kebutuhan oleh konsumen rill ataupun konsumen potensial (Masykuroh, 2008).
Menurut para pakar maqashid kebutuhan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu
(Jenita & Rustam, 2017):
Pertama, Kebutuhan Dharuriyat (Primer) Adalah kebutuhan yang menjadi dasar kehidupan
manusia yang baik dengan agama maupun dunia. Kebutuhan ini harus terpenuhi agara
manusia bisa hidup layak. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan menggangu
kehidupan manusia.
BAB ll
Kelangkaan juga membuat seseorang bijak dalam menentukan alokasi sumber daya
yang dimilikinya. Teori perilaku konsumen rasional dalam paradigm ekonomi konvensional
didasari pada prinsip-prinsip dasar utilitarianisme. Diprakarsai oleh Bentham yang
mengatakan bahwa secara umum tidak seorang pun dapat mengetahui apa yang baik untuk
kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Dengan demikian pembatasan terhadap
kebebasan individu, baik oleh individu lain maupun oleh penguasa, adalah kejahatan dan
harus ada alas an yang kuat untuk melakukannya.
Menurut John Stuart Mill campur tangan Negara di dalam masyarakat mana pun harus
diusahakan seminimum mungkin dan campur tangan yang merintangi kemajuan manusia
merupakan campur tangan terhadap kebebasan-kebebasan dasar manusia, dank arena itu
harus dihentikan. Lebih jauh Mill berpendapat bahwa setiap orang di dalam masya rakat
harus bebas untuk mengejar kepentingannya dengan cara yang dipilihnya sendiri, namun
kebebasan seseorang untuk bertindak itu dibatasi oleh kebebasan orang lain; artinya
kebebasan untuk bertindak itu tidak boleh mendatangkan kerugian bagi orang lain.
Menurut Imam Shatibi, maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang
mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini (Khan
dan Ghifari, 1992). Ada lima elemen dasar menurut beliau, yakni: kehidupan atau jiwa (al
nafs), properti atan harta benda (al-mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga
atau keturunan (al-nasl). Semua barang dan jasa yang mendukung tercapainya dan
terpeliharanya kelima elemen tersebut di atas pada setiap individu, itulah yang disebut
maslahah. Kegiatan-kegiatan ekonomi meliputi produksi, konsumsi, dan pertukaran yang
menyangkut maslahah tersebut harus dikerjakan sebagai suatu religious duty' atau ibadah.
Tujuannya bukan hanyakepuasan di dunia tapi juga kesejahteraan di akhirat. Semua aktivitas
tersebut, yang memiliki maslahah bagi umat manusia, disebut 'needs' atau kebutuhan. Dan
semua kebutuhan ini harus dipenuhi.
Mencukupi kebutuhan-dan bukan memenuhi kepuasan/ke inginan adalah tujuan dari aktivitas
ekonomi Islami, dan usaha pen capaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam
beragama.
Sebagaimana kita pahami dalam pengertian ilmu ekonomi konven sional, bahwa ilmu
ekonomi pada dasarnya mempelajari upaya manusia baik sebagai individu maupun
masyarakat dalam rangka melakukan pilihan penggunaan sumber daya yang terbatas guna
memenuhi kebutuhan (yang pada dasarnya tidak terbatas) akan barang dan jasa. Kelangkaan
akan barang dan jasa timbul bila kebutuhan (keinginan) seseorang atau masyarakat ternyata
lebih besar daripada tersedianya barang dan jasa tersebut. Jadi kelangkaan ini muncul apabila
tidak cukup barang dan jasauntuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut.
2.5 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Dewi Maharani dan Taufiq Hidayat.2020.Perilaku Konsumsi dalam Prespektif Ekonomi
Islam Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534