Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASUMSI RASIONALITAS DALAM EKONOMI ISLAM

Disususun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Ekonomi Mikro Islam


Dosen Pengampu : Bidah Sariyati, S.E, M.E

Oleh :
1. Ima Fila (63030210083)
2. Ikhsan Atmaja Tri W (63030210084)
3. Lalang Ardi Arta (63030210085)

KELAS 4 C
AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
inayahnya kepada kita semua, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini, sholawat serta
salam kami curahkan kepada junjungan nabi agung nabi Muhammad SAW.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini dengan judul ‘’Asumsi
Rasionalitas Dalam Ekonomi Islami’’ untuk itu kami sampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dalam
segi susunan kalimat maupun dari segi bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini, kami berharap semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan serta pemahaman bagi pembaca dan memberikan
manfaat kepada para pembaca.

Salatiga, 18 Maret 2023

Tim penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 3
A. Asumsi Rasionalitas Dalam Ekonomi Islam ................................................................................. 3
1. Definisi Rasionalitas .................................................................................................................... 3
2. Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam ................................................................................. 6
B. Teori-Teori Asumsi Rasionalitas Dalam Ekonomi Islam .............................................................. 6
1. Teori Konsumsi Individu .............................................................................................................. 6
2. Teori Konsimsi Dengan Ketidakpastian ....................................................................................... 7
3. Teori konsumsi dengan informasi lengkap ............................................................................... 11
BAB III .................................................................................................................................................... 11
PENUTUP ............................................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 11
B. Saran ......................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rasionalitas (rationality) adalah istilah yang berkaitan dengan gagasan akal yang
berkonotasi pada proses berpikir dalam memberikan laporan atau keterangan. Ia
menyangkut dua aspek, yaitu (1). Aspek yang berkaitan dengan pemahaman,
kecerdasan dan pengambilan keputusan, (2) kemasuk akalan dari penjelasan,
pemahaman atau pembenaran. Ilmu ekonomi merupakan suatu studi yang mempelajari
tentang perilaku manusia. Dalam kapitalisme, studi yang dimaksud disini bukanlah
manusia secara umum. Tetapi tentang manusia ekonomi yang memiliki perilaku untuk
memenuhi segala kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan
sekunder. untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka manusia harus melakukan pilihan.
Cara melakukan pilihan tersebut hanya dapat dilakukan oleh manusia ekonomi secara
rasionalitas ekonomi.
Pelaku ekonomi yang memiliki perilaku rasional islami akan memaknai mashlahah
dan mengupayakannya dengan pentunjuk yang diberikan oleh Alquran dan Sunnah.
Dalam hal ini Islam menjelaskan bahwa mashlahah adalah segala bentuk keadaan
ataupun perilaku yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk
yang paling mulia. Terdapat lima mashlahah mendasar yang diperlukan oleh manusia,
yaitu mashlahah fisik, mashlahah agama, mashlahah intelektual, mashlahah antar
generasi dan waktu, dan mashlahah materi/kekayaan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asumsi rasionalitas ekonomi islam?
2. Apa saja teori asumsi rasionalitas dalam ekonomi islam?

C. Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui pengertian asumsi rasionalitas ekonomi islam
2. untuk mengetahui teori asumsi rasionalitas dalam ekonomi islam

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Asumsi Rasionalitas Dalam Ekonomi Islam
1. Definisi Rasionalitas
Rasionalitas menjadi membingungkan apabila memiliki makna atau arti yang
banyak, seperti tidak memihak, beralasan, logis, dan mempunyai maksud tertentu. Serta
lebih lanjut keputusan rasional yang dibuat terkadang tidak selalu sesuai dengan yang
diharapkan. Rasionalitas merupakan pola pikir dalam bertindak sesuai dengan nalar dan
logika manusia. Secara spesifik rasionalitas juga dapat dikatakan sebagai tendensi yang
dilakukan untuk memenuhi rencana jangka panjang, dengan mempertimbangkan segala
resiko dan manfaat dari tindakan yang dilakukan. Rasionalitas adalah suatu
konsekuensi atas dasar faktor ekonomi dan agama, dimana faktor utama menjadi
landasan dasar dalam pembahasan mengenai perkembangan kapitalis. 1 Rasionalitas
memliki arti dan maksud yang berbeda-beda pada setiap orang, dimana seseorang
membuat keputusan sendiri berdasarkan pada rasional masing-masing. Perbedaan
pengertian rasional ini pun juga terjadi antara sesama ilmuwan sosial, Dimana
rasionalitas menjadi topik yang kontroversial dan tidak ada definisi yang jelas, lugas,
serta yang bisa diterima secara umum oleh semua pihak. Dalam literature teori ekonomi
modern, seorang pelaku ekonomi diasumsikan rasional berdasarkan kriteria berikut :
1. Setiap orang selalu tahu apa yang mereka mau dan inginkan.
2. Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan tradisi, nilai nilai dan
mempunyai alasan dan argumentasi yang lugas.
3. Setiap keputusan yang diambil oleh individu harus menuju pada
pengkuantifikasian keputusan akhir dalam satuan unit moneter.
4. Dalam model produksi dari kapitalisme, rasionalitas berarti kepuasan yang
dapat dicapai dengan prinsip efisiensi dan tujuan ekonomi itu sendiri
Perilaku seorang individu yang rasional dalam mencapai kepuasan
berdasarkan kepentingan sendiri yang bersifat material akan menuntun pada
perbuatan barang-barang sosial yang berguna bagi kemaslahatan umat. 2

1
Herlan Firmansyah, “Teori Rasionalitas Dalam Pandangan Ilmu Ekonomi Islam,” El-Ecosy : Jurnal Ekonomi dan
Keuangan Islam 1, no. 1 (2021): 34.
2
Dita Afrina, “Rasionalitas Muslim Terhadap Perilaku Israf Dalam Konsumsi Perspektif Ekonomi Islam,” EkBis:
Jurnal Ekonomi dan Bisnis 2, no. 1 (2019): 23.

3
5. Pilihan dapat dikatan rasional jika pilihannya secara keseluruhan dapat
dijelaskan oleh syarat-syarat hubungan konsisten pilihan yang lebih disukai.

Dari penjelasan diatas dapat digambarkan bahwa rasionalitas dalam ekonomi literatur
berarti kepentingan sendiri dan pada saat bersamaan konsisten pada pilihan berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai.

Rasionalitas ekonomi syariah dapat dilihat pada asas-asas Ekonomi Syariah dan
prinsip dasar sistem yang dipakai. Pengaruh kepentingan pribadi dan dukungan kaum
agamawan menjadi jastifikasi untuk memperkaya diri sendiri dan mengabaikan
kepentingan sosial. kenyataan yang kaya terus memperkaya diri dan yang miskin
semakin diekspolitasi dan dibui mimpi yang terus merambah ke semua lini
perekonomian alih-alih berbicara kesejahteraan masyarakat, yang menjadi target
ekonominya adalah monopoli gaya baru. Jika dalam ekonomi konvensional menusia
disebut rasional secara ekonomi jika mereka selalu memaksimumkan utility untuk
konsumen dengan keuntungan untuk produsen, maka dalam ekonomi islam seorang
pelaku ekonomi, produsen, konsumen akan berusaha untuk memaksimalkan maslahah.

Islam adalah agama yang sarat dengan etika, mengungkapkan bahwa etika
dalam Islam dapat dikelompokkan menjadi 6 aksioma pokok yaitu: tauhid, keadilan,
kebebasan berkehendak dan pertanggungjawaban, halal, dan sederhana. Komitmen
Islam pada persaudaraan dan keadilan menuntut semua sumber daya yang tersedia bagi
ummat manusia. Amanat suci tersebut harus diarahkan untuk mewujudkan maqashid
syariah, yakni :

1. Pemenuhan kebutuhan
2. Penghasilan yang diperoleh dari sumber yang baik
3. Distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan
4. pertumbuhan dan stabilitas.

Beberapa pakar ekonomi islam membuat batasan terhadap rasionalitas dalam


ekonomi islam Konsep asas rasionalisme Islam antara lain yaitu :

1. Konsep kesuksesan
Islam membenarkan individu untuk mencapai kesuksesan di dalam hidupnya melalui
Tindakan-tindakan ekonomi, namun kesuksesan dalam Islam bukan hanya kesuksesan
materi akan tetapi juga kesuksesan di hari akhirat dengan mendapatkan keridhaan dari

4
Allah SWT. Kesuksesan dalam kehidupan muslim diukur dengan moral agama Islam,
bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas seseorang,
semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketakwaan
kepada Allah SWT merupakan kunci dalam moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran
dapat dicapai dengan perilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta
menjauhkan diri dari kejahatan. Ketakwaan kepada Allah dicapai dengan
menyandarkan seluruh kehidupan hanya karena (niyat), dan hanya untuk (tujuan) Allah,
dan dengan cara yang telah ditentukan oleh Allah.

2. Konsep kekayaan
Kekayaan dalam konsep Islam adalah amanah dari Allah SWT dan sebagai alat bagi
individu untuk mencapai kesuksesan di hari akhirat nanti, sedangkan menurut
pandangan konvensional kekayaan adalah hak individu dan merupakan pengukur tahap
pencapaian mereka di dunia. Konsep barang Konsep barang dalam pandangan Islam
selalu berkaitan dengan nilai-nilai moral. Dalam alQuran dinyatakan dua bentuk barang
yaitu, al-tayyibat (barangan yang baik, bersih, dan suci serta berfaedah) dan barangan
al-rizq (pemberian Allah, hadiah, atau anugerah dari langit) yang bisa mengandung
halal dan haram. Menurut ekonomi Islam, barang bisa dibagi pada tiga kategori yaitu,
barang keperluan primer (daruriyyat) dan barang sekunder (hajiyyah) dan barang tersier
(tahsiniyyat). Barang haram tidak diakui sebagai barang dalam konsep Islam. Dalam
menggunakan barang senantiasa memperhatikan maqasid syariah (tujuan syariah).

3. Etika konsumen
Islam tidak melarang individu dalam menggunakan barang untuk mencapai
kepuasan selama individu tersebut tidak mengkonsumsi barang yang haram dan
berbahaya atau merusak. Islam melarang mengkonsumsi barang untuk israf
(pembaziran) dan tabzir (spending in the wrong way) seperti suap, berjudi dan lainnya
Siddiqi terkonsentrasi pada bidang ekonomi konsumsi terkonsentrasi pada bidang
konsumsi menyatakan bahwa hal pertama yang harus disadari konsumen adalah bahwa
dirinya sekarang sebagai muslim tentunya standar hidup yang digunakan adalah standar
Islam, salah satunya bahwa untuk mencapai kepuasan, konsumen tidak lagi hanya
mengejar maksimasi kepuasan semata secara ekonomi, inilah yang disebut Islamic
Rasionality. (FSEI; 2008, Sidiqqi; 1972). Dengan demikian economic rationality from
Islamic view bermakna:

5
1. konsisten dalam pilihan ekonomi
2. Content pilihan tidak mengandungi haram, israf, tabdzir, mudarat kepada
masyarakat (jadi senantiasa taat kepada rules Allah)
3. Memperhatikan faktor eksternal seperti kebaikan hati yang sesungguhnya.

2. Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam


Menurut ekonomi Islam, konsumsi yang dilakukan oleh konsumen tidak serta merta
tentang kesukaan dan kebutuhannya, tetapi juga harus memperhatikan syarat sesuai
syariat. Asumsi yang harus dipenuhi dalam konsumsi dalam Islam adalah:

1. Objek yang halal dan thayib ( halal dan thayib things)


Dalam Islam individu dibatasi oleh aturan-aturan syariat Islam, dimana ada
beberapa barang yang tidak boleh dikonsumsi karena ada sesuatu alasan
tertentu, barang ini hukumnya haram, sehingga konsumen muslim hanya bisa
mengkonsumsi barang yang halal.3
2. Lebih banyak tidak selalu baik ( the more isn’t always better)
Hal ini terjadi pada barang-barang yang dapat menimbulkan kemafsadatan dan
kemudharatan bagi individu yang mengkonsumsinya. Bila produk-produk ini
dikonsumsi semakin banyak justru akan menyebabkan individu dan masyarakat
menjadi buruk kondisinya. Misalkan mengkonsumsi alkohol sedikit atau
banyak akan memberikan kepuasan (utility) bagi individu yang
mengkonsumsinya.

B. Teori-Teori Asumsi Rasionalitas Dalam Ekonomi Islam


1. Teori Konsumsi Individu
 Kelengkapan ( completeness )
Sifat ini bermakna seseorang selalu “kutahu yang kumau”. Dalam situasi
apapun individu salelu dapat menentukan secara pasti apa yang
diinginkan.misalnya ia dihadapkan pada situasi A dan B, maka ia selalu
dapat menentukan pilihannya salah satu dari tiga kemungkinan.
 A lebih disukai daripada B
 B lebih disukai daripada A

3
Jennifer Brier and lia dwi jayanti, “No 21, no. 1 (2020): 1–9, http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203.

6
 A dan B keduanya sama-sama disukai.
 Transitivitas ( transitivity )
Aksioma ini menjelaskan tentang kosistensi seseorang dalam menentukan
pilihannya. Ketika seseorang dihadapkan dengan beberapa pilihan produk
makai ia akan memilih produk yang paling disukainya. Hal ini menunjukan
bahwa setiap alternatif pilihan seorang individu akan selalu konsisten dalam
nenentukan preferensi atas suatu pilihan.
 Kontiunitas ( continuity )
Asumsi ini menyatakan bahwa situasi-situasi yang mendekati pilihan,maka
situasi tersebut harus menjadi prioritas.kencenderungan tersebut
menggiring manusia secara naluri dan naluriah preferensinya.contoh jika
seseorang menganggap” a lebih disukai daripada b “ maka situasi yang
secara cocok “ mendekati a “, harus juga lebih disukai dari pada b.

2. Teori Konsimsi Dengan Ketidakpastian


Uncertainty adalah sebuah kondisi dimana terdapat kemungkinan munculnya
hasil yang lebih dari satu, tetapi probabilitas masing-masing hasil tersebut tidak
diketahui besarnya. Ada perbedaan antara uncertainty dengan risiko, karena risiko
mengacu pada situasi dimana kita dapat merinci semua hasil yang akan muncul
beserta masing-masing probabilitasnya, sementara dalam uncertainty probabilitas
dari hasil tersebut tidak diketahui besarnya. Namun dalam beberapa hal, istilah
uncertainty dan risiko secara bergantian digunakan untuk maksud yang sama.
Istilah uncertainty sering diterjemahkan dari kata Bahasa Arab taghrir (‫تغرير – غرر‬
,(yang berarti: akibat, bencana, bahaya, risiko, dan ketidakpastian. Dalam istilah
Fiqih Mu`amalat, taghrir berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa
pengetahuan yang mencukupi, atau mengambil risiko sendiri dari suatu perbuatan
yang mengandung risiko, tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya, atau
memasuki kancah risiko tanpa memikirkan konsekuensinya.
Secara umum, ketidakpastian dapat terjadi pada empat hal, yaitu: dalam
pertukaran, dalam hasil permainan, dalam bisnis atau investasi, dan dalam risiko
murni.19
1. Ketidakpastian dalam Pertukaran Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang
diperolehnya, akad/ kontrak dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 20

7
a. Natural Certainty Contracs
Natural Certainty Contracs adalah akad dalam bisnis yang memberikan
kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-
nya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati
oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini secara
sunnatullah` (by their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti, jadi sifatnya
fixed and predetermined. Obyek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun
harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik dari segi kuantitasnya, kualitasnya,
harganya dan waktu penyerahannya. Yang termasuk dalam kategori ini adalah:
kontrak jual beli, upah mengupah, sewa menyewa dan lain-lain. Dalam kontrak
jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling bertukar asetnya (baik real asets
maupun financial asets). Jadi masing-masing pihak tetap berdiri sendiri dan tidak
saling bercampur membentuk usaha baru, sehingga tidak terjadi penanggungan
risiko bersama. Misalnya A memberikan barang ke B, kemudian sebagai gantinya
B menyerahkan uang ke A, di sini barang ditukar dengan uang, sehingga terjadi
kontrak jual-beli.

Kontrak-kontrak natural certainty ini dapat dijelaskan dengan sebuah teori


umum yang diberi nama teori pertukaran (the theory of exchange).
Di lain pihak, natural uncertainty contracs adalah akad dalam bisnis yang tidak
memberikan kepastian return (pendapatan), baik dari segi jumlah maupun
waktunya. Tingkat return-nya bisa positif, negatif, atau nol. Yang termasuk dalam
kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi, karena kontrak-kontrak investasi
secara sunnatullah (by their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti,
maka sifatnya tidak fixed and predetermined. Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak
yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real asets maupun financial
asets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama
untuk mendapatkan keuantungan. Di sini keuntungan dan kerugian ditanggung
bersama.

8
b. Natural Uncertainty Contracs.
Natural uncertainty contracs ini juga dapat dijelaskan oleh teori umum yang
disebut teori percampuran (the theory of venture). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa karakter kontrak pertukaran adalah memberikan kepastian, baik
dari segi jumlah maupun waktu. Maka jika di dalamnya mengandung aksi
spekulasi, suatu pertukaran akan menghasilkan ketidakpastian, karena akan
menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu: untung, rugi, dan tidak untung dan tidak
rugi (impas). Ketidakpastian yang timbul dari aksi spekulasi dalam suatu pertukaran
inilah yang disebut dengan taghrir (gharar) dan dilarang dalam Islam.

2. Ketidakpastian dalam permainan.


Permainan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hal, yaitu: permainan peluang,
permainan ketangkasan dan permainan atas suatu peristiwa alamiah. Dalam ketiga
permainan tersebut, faktor ketidakpastian merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari, dengan kata lain, pada dasarnya suatu permainan akan selalu memberikan
ketidakpastian: menang, kalah, atau bahkan seri (draw).4 Jika mengandung zero
sum game, yaitu salah satu pihak harus menanggung kerugian material, sementara
pihak yang lainnya memperoleh keuntungan, permainan tersebut dikategorikan
sebagai tindakan perjudian (maysir), yang dilarang dalam Islam. Adapun jika tidak
ada satu pihak yang dirugikan secara material (non-zero sum game), permainan
tersebut diperbolehkan dalam Islam, dan pemberian yang diberikan kepada
pemenang dikategorikan sebagai hadiah.

3. Ketidakpastian dalam bisnis atau investasi.


Bisnis atau investasi pada dasarnya merupakan sebuah aktivitas yang tidak bisa
terlepas dari suatu ketidakpastian (uncertainty contracs). Dalam kerja sama bisnis
atau investasi, para pelaku pasti akan menghadapi salah satu dari tiga kemungkinan
yang ada, yaitu: untung, rugi dan tidak untung dan tidak rugi. Jika keuntungaan atau
kerugian dari aktivitas bisnis atau investasi ini sejak awal ditetapkan hanya
ditanggung oleh salah satu pihak, aktivitas ini dapat dikategorikan sebagai aktivitas
ribawi, karena memperlakukan suatu kontrak yang berkarakter tidak pasti

4
Setiawan Bin Lahuri, “Teori Uncertainty (Ketidakpastian) Dalam Keuangan Islam,” Islamic Economics Journal
1, no. 1 (2012): 31–48.

9
(uncertainty contracs) menjadi pasti (certainty contracs), dan dilarang oleh Islam.
Namun jika kedua belah pihak bersepakat sejak awal untuk melakukan sharing
terhadap risiko dan keuntungan, maka aktivitas bisnis ini sah dan diperbolehkan
oleh Islam.

4. Ketidakpastian dalam risiko murni.


Dalam kehidupan sehari-hari, manusia akan menghadapi berbagai risiko murni.
Risiko-risiko tersebut bersifat tidak pasti, bisa menimpa manusia, bisa juga tidak.
Dengan demikian, outcome dari ketidakpastian risiko ini adalah hanya loss atau no
loss, dan tidak ada profit. Orang yang bepergian ke suatu daerah misalnya, hanya
akan menghadapi dua kemungkinan risiko: selamat sampai tujuan atau tidak. Jika
selamat, dia tidak memperoleh keuntungan, tetapi hanya terhindar dari musibah (no
loss). Sebaliknya, jika tidak bisa berhasil selamat sampai tujuan atau tertimpa
kecelakaan, berarti dia menderita kerugian (loss). Dalam menghadapi risiko ini,
manusia dapat menanggungnya secara individual dan dapat pula secara bersama-
sama. Dalam hal menanggung risiko secara bersama-sama, mereka dapat
melakukan kerjasama yang bersifat saling menolong (non-komersial), yaitu
setiap individu mendonasikan dananya (tabarru`) digunakan untuk membantu
diantara mereka yang tertimpa musibah.

Kepastian dan Ketidakpastian dalam Akad-Akad Bank Syariah Telah


disebutkan sebelumnya, bahwa dalam Natural Certainty Contracs (NCC), kedua
belah pihak saling mempertukarkan aset yang dimilikinya, karena itu obyek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) harus ditetapkan di awal akad dengan
pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu
penyerahannya (time of delivery). Dengan demikian kontrak-kontrak ini secara
alamiah (sunnatullah) menawarkan return yang tetap dan pasti.

10
3. Teori konsumsi dengan informasi lengkap
Banker dan pengusaha sering kali memiliki cara pandang yang berbeda dalam
sebuah bisnis yang sama karena memiliki informasi yang berbeda.adverse selection
dan moral hazard dua bentuk yang timbul akibat adanya asymmetric information
(ketidaksamaan informasi).5
 Adverse selection
Adverse selection merupakan permasalahan asymmetric information
yang terjadi ex ante, yakni sebelum disalurkannya kredit/pembiayaan.
Adverse selection merupakan permasalahan yang timbul ketika pemilik
dana memilih entrepreneur yang akan diberikan kredit/pembiayaan Tarsid.
Hal ini dikarenakan pemilik dana/shahibul maal tidak mengetahui dengan
pasti karakteristik mudharib. Adverse selectiondalam pasar keuangan terjadi
ketika peminjam potensial yang kemungkinan besar membuahkan hasil
yang tidak diinginkan (adverse) yaitu risiko kredit yang buruk.
 Moral hazard
dalam moral hazard Bila adverse selection (salah pilih) timbul akibat
adanya informasi yang tersembunyi (hiden information) maka moral hazard
timbul akibat adanya perbuatan yang tersembunyi (hidden actions).
Katakana vaja seorang pengusaha baik dan jujur, mendapat kucuran kredit
dari bank Selama bertahun tahun nasabah menjagare putasinya sebagana
sabah baik Begitu percayanya banker terhadap nasabah ini, membuatbanker
terfena dalam melakukan monitoring yang seharusnya tetap di lakukan.
Bank merasa nyaman dengan ketetapan pembayaran angumn kreditnya.
Memahami beberapa tindakannya tidak dimonitor dengan seharusnya oleh
bank, nasabah mulai menggunakan kredit yang diterima untuk kegiatan lain
yang tidak sesuai dengan permohonan kreditnya. Perlahan tapi pasti sejalan
dengan semakin lemahnya monitoring bank, pengusaha ini menggunakan
kredit yang diterimanya untuk kegiatan bisnis yang baru yang risikonya
lebih besar. Sub- prime crisis merupakan salah satucontoh teranyar moral
hazard.

5
Imahda Khoiri Furqon, “TEORI KONSUMSI Dalam ISLAM,” Adzkiya : Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah 6, no.
1 (2018): 1–18.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara spesifik rasionalitas juga dapat dikatakan sebagai tendensi yang
dilakukan untuk memenuhi rencana jangka panjang, dengan mempertimbangkan segala
resiko dan manfaat dari tindakan yang dilakukan. Perbedaan pengertian rasional ini pun
juga terjadi antara sesama ilmuwan sosial, Dimana rasionalitas menjadi topik yang
kontroversial dan tidak ada definisi yang jelas, lugas, serta yang bisa diterima secara
umum oleh semua pihak. Dalam model produksi dari kapitalisme, rasionalitas berarti
kepuasan yang dapat dicapai dengan prinsip efisiensi dan tujuan ekonomi itu sendiri
Perilaku seorang individu yang rasional dalam mencapai kepuasan berdasarkan
kepentingan sendiri yang bersifat material akan menuntun pada perbuatan barang-
barang sosial yang berguna bagi kemaslahatan umat.

Islam adalah agama yang sarat dengan etika, mengungkapkan bahwa etika
dalam Islam dapat dikelompokkan menjadi 6 aksioma pokok yaitu: tauhid, keadilan,
kebebasan berkehendak dan pertanggungjawaban, halal, dan sederhana. Islam
melarang mengkonsumsi barang untuk israf (pembaziran) dan tabzir (spending in the
wrong way) seperti suap, berjudi dan lainnya Siddiqi terkonsentrasi pada bidang
ekonomi konsumsi terkonsentrasi pada bidang konsumsi menyatakan bahwa hal
pertama yang harus disadari konsumen adalah bahwa dirinya sekarang sebagai muslim
tentunya standar hidup yang digunakan adalah standar Islam, salah satunya bahwa
untuk mencapai kepuasan, konsumen tidak lagi hanya mengejar maksimasi kepuasan
semata secara ekonomi, inilah yang disebut Islamic Rasionality. Teori konsumsi
dengan informasi lengkap Banker dan pengusaha sering kali memiliki cara pandang
yang berbeda dalam sebuah bisnis yang sama karena memiliki informasi yang berbeda.
adverse selection dan moral hazard dua bentuk yang timbul akibat adanya asymmetric
information (ketidaksamaan informasi).

11
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Masih
banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang kami
sengaja maupun yang tidak kami sengaja. Maka dari itu sangat kami harapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
dengan berbagai kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan manfaat
dari mempelajari Ilmu Ekonomi Mikro Islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Afrina, Dita. “Rasionalitas Muslim Terhadap Perilaku Israf Dalam Konsumsi Perspektif
Ekonomi Islam.” EkBis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis 2, no. 1 (2019): 23.

Brier, Jennifer, and lia dwi jayanti. “No 21, no. 1 (2020): 1–9. http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203.

Firmansyah, Herlan. “Teori Rasionalitas Dalam Pandangan Ilmu Ekonomi Islam.” El-Ecosy :
Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam 1, no. 1 (2021): 34.

Furqon, Imahda Khoiri. “TEORI KONSUMSI Dalam ISLAM.” Adzkiya : Jurnal Hukum dan
Ekonomi Syariah 6, no. 1 (2018): 1–18.

Lahuri, Setiawan Bin. “Teori Uncertainty (Ketidakpastian) Dalam Keuangan Islam.” Islamic
Economics Journal 1, no. 1 (2012): 31–48.

Monzer Khaf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam,
Penerjemah Machnun Husein (yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1995) h. 21

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), h. 199-200.

13

Anda mungkin juga menyukai