TENTANG
PEMILIHAN KEPUTUSAN DALAM ASUMSI RASIONALITAS YANG
MASUK AKAL SESUAI KAIDAH ISLAM
OLEH
DOSEN PENGAMPU:
TEZI ASMADIA, M. E. Sy
Assalamu’alaikum Wr.
Puji syukur penulis sampaikan kepada kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Pemilihan Keputusan Dalam Asumsi
Rasionalitas Yang Masuk Akal Sesuai Kaidah Islam”. Penulis juga mengucapkan terimakasih
yang sebesar – besarnya kepada Ibu Tezi Asmadia,M. E. Sy selaku dosen pengampu mata kulia
ilmu Ekonomi Mikro Islam yang sudah memberikan bimbingan dalam pelajaran dan Dalam
membuat makalah ini.
Penulis pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak Kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan dibuat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah – mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami menjadi semangat bagi penulis agar
lebih meningkatkan kualitas makalah ini dimasa yang akan atang. Penulis mohon maaf yang
sebesar – besarnya jika terdapat kata – kata yang kurang berkenan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Rasionalitas (rationality) adalah istilah yang berkaitan dengan gagasan akal
yang berkonotasi pada proses berpikir dalam memberikan laporan atau keterangan.
Iamenyangkut dua aspek, yaitu (1). Aspek yang berkaitan dengan
pemahaman,kecerdasan dan pengambilan keputusan, (2) kemasuk akalan dari
penjelasan, pemahaman atau pembenaran. Ilmu ekonomi merupakan suatu studi yang
mempelajaritentang perilaku manusia. Dalam kapitalisme, studi yang dimaksud disini
bukanlahmanusia secara umum. Tetapi tentang manusia ekonomi yang memiliki
perilaku untukmemenuhi segala kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer maupun
kebutuhansekunder. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka manusia harus
melakukan pilihan.Cara melakukan pilihan tersebut hanya dapat dilakukan oleh
manusia ekonomi secararasionalitas ekonomi.
B. Rumusan Masalah
1. Ketetapan menjelaskan asumsi rasionalitas ?
2. Ketetapan menjelaskan aksioma aksioma pilihan rasional ?
3. Ketetapan menjelaskan asumsi asumsi lainya tentang preferensi ?
4. Ketetapan menjelaskan perseptif islam tentang asumsi rasionalitas ?
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan asumsi rasionalitas
2. Mampu menjelaskan aksioma pilihan rasional
3. Mampu menjelaskan asumsi asumsi lainya tentang preferensi
4. Mampu menjelaskan perseptif islam tentang asumsi rasionalitas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asumsi Rasionalitas
Rasionalitas menjadi membingungkan apabila memiliki makna atau arti yang
banyak, seperti tidak memihak, beralasan, logis, dan mempunyai maksud tertentu. Serta
lebih lanjut keputusan rasional yang dibuat terkadang tidak selalu sesuai dengan yang
diharapkan. Rasionalitas merupakan pola pikir dalam bertindak sesuai dengan nalar dan
logika manusia. Secara spesifik rasionalitas juga dapat dikatakan sebagai tendensi yang
dilakukan untuk memenuhi rencana jangka panjang, dengan mempertimbangkan segala
resiko dan manfaat dari tindakan yang dilakukan. Rasionalitas adalah suatu konsekuensi
atas dasar faktor ekonomi dan agama, dimana faktor utama menjadi landasan dasar dalam
pembahasan mengenai perkembangan kapitalis. 1 Rasionalitas memliki arti dan maksud
yang berbeda-beda pada setiap orang, dimana seseorang membuat keputusan sendiri
berdasarkan pada rasional masing-masing. Perbedaan pengertian rasional ini pun juga
terjadi antara sesama ilmuwan sosial, Dimana rasionalitas menjadi topik yang kontroversial
dan tidak ada definisi yang jelas, lugas, serta yang bisa diterima secara umum oleh semua
pihak. Dalam literature teori ekonomi modern, seorang pelaku ekonomi diasumsikan
rasional berdasarkan kriteria berikut:
1. Setiap orang selalu tahu apa yang mereka mau dan inginkan.
2. Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan tradisi, nilai nilai dan mempunyai
alasan dan argumentasi yang lugas.
3. Setiap keputusan yang diambil oleh individu harus menuju pada pengkuantifikasian
keputusan akhir dalam satuan unit moneter.
4. Dalam model produksi dari kapitalisme, rasionalitas berarti kepuasan yang dapat
dicapai dengan prinsip efisiensi dan tujuan ekonomi itu sendiri. Perilaku seorang
1 Herlan Firmansyah, “Teori Rasionalitas Dalam Pandangan ilmu Ekonomi Islam,” El-Ecosy: Jurnal Keuangan
Islam 1, no. 1 (2021): 34.
individu yang rasional dalam mencapai kepuasan berdasarkan kepentingan sendiri yang
bersifat material akan menuntun pada perbuatan barang-barang sosial yang berguna
bagi kemaslahatan umat. 2
5. Pilihan dapat dikatan rasional jika pilihannya secara keseluruhan dapat dijelaskan oleh
syarat-syarat hubungan konsisten pilihan yang lebih disukai.
Menurut ekonomi Islam, konsumsi yang dilakukan oleh konsumen tidak serta merta
tentang kesukaan dan kebutuhannya, tetapi juga harus memperhatikan syarat sesuai syariat.
Asumsi yang harus dipenuhi dalam konsumsi dalam Islam adalah:
2. Lebih banyak tidak selalu baik (the more isn’t always better)
Hal ini terjadi pada barang-barang yang dapat menimbulkan kemafsadatan dan
kemudharatan bagi individu yang mengkonsumsinya. Bila produk-produk ini
dikonsumsi semakin banyak justru akan menyebabkan individu dan masyarakat
menjadi buruk kondisinya. Misalkan mengkonsumsi alkohol sedikit atau banyak akan
memberikan kepuasan (utility) bagi individu yang mengkonsumsinya.
2. Transitivitas (Transitivity)
2 Dita Afrina, “Rasionalitas Muslim Terhadap Perilaku Israf Dalam Konsumsi Perspektif Ekonomi Jurnal Ekonomi
dan Bisnis 2, no. 1 (2019): 23.
3 Jennifer Brier and lia dwi jayanti, “No 21, no. 1 (2020): 1-9, Surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203.
Asumsi ini menyatakan bersifakonsisten secara internal. Bahwa pilihan individu
3. Kontinuitas (Continuity)
Jika bagi seseorang “A lebih disukai daripada B”, maka situasi- situasi yang secara
cocok “mendekati A”, harus juga lebih disukai daripada B.
2. Local Nonsatiation
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang dapat selalu berbuat lebih baik, sekecil
apapun, bahkan bila ia hanya menikmati sedikt perubahan saja dalam “keranjang
konsumsinya”.
3. Konveksitas Ketat
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang lebih menyukai yang rata-rata daripada
yang ekstrem.
4 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII dan BI. Hal 28-31
Untuk mewujudkan kesejahteraan falah maka kegiatan ekonomi harus
diarahkan untuk mencukupi kebutuhan guna menghasilkan mashlahah. Oleh
karenanya, pada dasarnya setiap pelaku ekonomi akan berorientasi untuk mencapai
mashlahah ini. Berkaitan dengan perilaku mencari mashlahah ini, seseorang akan
selalu:
1) Mashlahah yang lebih besar lebih disukai daripada yang lebih sedikit.
Mashlahah yang lebih tinggi jumlah atau tingkatannya lebih disukai
daripada mashlahah yang lebih rendah jumlah atau tingkatannya atau
monotonicity mashlahah yang lebih besar akan memberikan kebahagiaan yang
lebih tinggi, karenanya lebih disukai daripada mashlahah yang lebih kecil.
2. Setiap Pelaku Ekonomi Selalu Berusaha untuk Tidak Melakukan Kemubaziran (non-
Wasting)
Dapat dipahami bahwa untuk mencapai suatu tujuan, maka diperlukan suatu
pengorbanan. Namun, jika pengorbanan tersebut lebih besar dari hasil yang diharapkan,
maka dapat dipastikan bahwa telah terjadi pemubaziran atas suatu sumber daya.
Perilaku mencegah wasting ini diinginkan oleh setap pelaku karena dengan terjadinya
kemubaziran berarti telah terjadi pengurangan dari sumber daya yang dimiliki tanpa
konpensasi berupa hasil yang sebanding.
3. Setiap Pelaku Ekonomi Selalu Berusaha untuk Meminimumkan Risiko (Risk Aversion)
Risiko adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan oleh karenanya
menyebabkan menurunnya mashlahah yang diterima. Hal ini merupakan konsekuensi
dari aksioma monotonicity dan qusi concavity. Namun, tidak semua risiko dapat
dihindari atau diminimumkan. Hanya risiko yang dapat diantisipasi (anticipated risk)
saja yang dapat dihindari atau diminimumkan. Ada juga risiko-risiko yang setiap orang
bersedia untuk menanggungnya, karena pertimbangan mashlahah yang lebih besar.
Untuk itu dalam pembahasan aksioma ini, risiko dibedakan menjadi:
1) Risiko yang bernilai (Worthed Risk)
Risiko ini mengandung dua elemen yaitu risiko (risk) dan hasil
(return). Kedua istilah ini nuncul karena dalam hal-hal tertentu hasil
selalu terkait dengan risiko, dimana keduanya dapat sepenuhnya
diantisipasi dan dikalkulasi seberapa besar peluang dan nilainya.
Dengan membandingkan risiko dan hasil maka suatu risiko akan dapat
ditentukan apakah risiko tersebut worthed atau tidak. Suatu risiko dapat
dianggap worthed atau tidak. Suatu risiko dapat dianggap worthed jika
dan hanya jika risiko yang dihadapi nilainya lebih kecil daripada hasil
yang akan diperoleh. Kemunculan fenomena worthed risk ini tidak
menyimpang dari aksioma-aksioma yang dikemukakan di depan. Dalam
konteks tersebut risiko dapat dianggap sebagai pengorbanan bagi
seseorang yang memikulnya, sedangkan hasil dapat dianggap sebagai
bagian dari mashlahah yang diterima sebagai konpensasi kesediaannya
memikul risiko. Jika mashlahah yang diterima lebih besar dari risiko,
yaitu engorbanan, maka pengorbanan tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai hal yang sia-sia dan karenanya tidak bertentangan dengan
aksoma non-wasting. Dalam hal ini mashlahah yang positif berarti juga
tidak bertentangan dengan aksioma monotonicity.
2) Risiko yang tak bernilai (Unworthed Risk)
Meskipun worthed risk telah menjadi fenomena di banyak
kegiatan ekonomi saat ini, namun terdapat pula risiko-risiko yang
unworthed, yaitu ketika nilai hasil yang diarapkan lebih kecil dari risiko
yang ditanggung ataupun ketika risiko dan hasil tersebut tidak dapat
diantisipasi dan dikalkulasi. Objek pembahasan dalam paparan ini
dibatasi pada unworthed risk. Dengan kata lain, hanya jenis risiko inilah
yang setiap pelaku berusaha untuk menghindarinya.
A. Kesimpulan
Asumsi rasionalitas dalam ekonomi mikro konvensional dan ekonomi
mikro Islam berlainan sudut pandang. Ekonomi mikro konvensional selalu
berasumsi memaksimumkan utility (kegunaan) untuk konsumen dengan
mengambil keuntungan untuk produsen yang lebih dominan, sedangkan asumsi
rasionalitas dalam ekonomi mikro Islam lebih dominan pada perspektif
konsumen. Sifat konsumen menjadi perhatian sebab bahaya buruknya jika
konsumen boros, mendahulukan prestise dan rakus. Hal-hal seperti ini
ditekankan dan dilarang dalam Islam sebab hidup boros dapat mendekatkan
seseorang pada kemubaziran. Orang yang demikian merupakan orang yang
termasuk menjadi saudara atau pengikut setan. Islam menggarisbawahi sifat-
sifat manusia yang seperti ini. Aspek kondisi rasionalitas dalam ekonomi mikro
Islam lebih mengutamakan dimensi konsumen daripada pandangan ekonomi
mikro konvensional yang dimensinya adalah produsen.
B. Saran
Dalam makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
memiliki kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan
saran yang bersifat untuk membangun dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
DAFTAR PUSTAKA