Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“SIKAP EGALITERIANISME (KAJIAN Q.S AN NAHL AYAT 97)

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kajian Islam Profesi yang diampu Oleh

Drs. H. Munaseh, M.Pd

Disusun Oleh :

Karnengsih

(190711029)

KELAS 19-E1A-R1

PRODI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMUKESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
memahami “SikapEgaliteranisme”.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca,sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki masih kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Cirebon, 21 Desember 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................1
DAFTARISI.............................................................................................................................2
BAB I........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN....................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................3
1.2 RumusanMasalah.......................................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................................5
2.1 PengertianEgaliteranisme................................................................................................5
2.2 Egalitarianisme Ilmu YangPenting.................................................................................6
2.3 Hubungan EgalitarianismeDengan Tauhid.....................................................................7
BAB III...............................................................................................................................10
PENUTUP..........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Dewasa ini, mayoritas masyarakat islam masih belum memahami arti Tauhid secara
mendalam, sehingga mereka sesungguhnya masih belum merdeka dan belum mencari
status manusiawinya. Dapat dikatakan bahwa keterbelakangan ekonomi, ketimpangan
sosial, dan berbagai macam kemunduran lainya yang di derita oleh mayoritas muslim di
Indonesia saat ini, semua fenomena tersebut terjadi karena masyarakat belum
memahami tauhid secara mendalam. Oleh karena itu untuk membangun manusia
muslim yang baik dan bermoral tinggi maka harus di perhatikan tauhidnya. Tauhid
merupakan masalah pertama dan terpenting untuk segera di utamakan dan diluruskan.

Maka dari itu fungsi tauhid dalam kehidupan muslim perlu untuk di ketahui sehingga
manusia akan lebih termotifasi untuk memahami arti tauhid dan akan berusaha
semaksimal mungkin untuk menerapkanya dalam kehidupan bermasyarakat. Kedudukan
tauhid dalam Dunia islam sangatlah penting, karena dari pemahaman tentang tauhid
itulah keimanan seorang muslim mulai tumbuh. Konsep tauhid dalam islam merupakan
salah satu pokok ajaran yang tidak dapat di ganggu gugat dan sangat berpengaruh
terhadap keislaman seseorang. Apabila pemahaman tentang tauhid seorang tidak kuat
maka akan goyah pula keislamanya secara menyeluruh.

Tidak bisa di pungkiri lagi, Indonesia tidak bisa terlepas dari permasalahan
egalitarianisme, karena kesetaraan menjadi tolak ukur keberadaan seseorang agar bisa di
perlakukan secara adil. Egalitarianisme adalah satu pemahaman mengenai persamaan
derajat. Tetapi, persamaan derajat yang dimaksud dalam paham ini berbeda dengan apa
yang disebutkan dalam Hak Asasi Manusia. Letak perbedaan antara kedua adalah pada
objek sasarannya. Hak Asasi Manusia lebih menekankan kepada hak-hak tiap individu,
Egalitarianisme mengacu pada hak-hak tiap kelompok atau sekumpulan individu. Dan
mencakup pula kemerdekaan semu.

Kemudian, ada kata tauhid, secara garis besar, Tauhid merupakan konsep ketuhanan
yang wajib dipegang oleh tiap-tiap umat yang menyatakan dirinya beragama. Tauhid
mencakup pada keyakinan dan kepercayaan terhadap adanya Dzat yang Maha Segala.

Pada makalah ini, penulis akan mengedepankan mengenai hakikat dari


egalitarianisme. Juga hubungannya dengan konsep tauhid yang menjadi pedoman hidup
bagi seluruh umat muslim. Bagaimana pandangan penulis serta pandangan para ahli
mengenai hubungan antara keduanya. Apakah saling berkaitan ataukah saling
bertentangan. Dalam makalah ini, sebisa mungkin penulis akan menyajikannya Dengan

3
rinci serta sistematis. Tak lupa, mengedepankan sikap ilmiah. Makalah ini di harapkan
mampu menjawab persoalan yang terdapat dalam masyarakat Indonesia khususnya
masalah Egalitarianisme dan dapat berguna untuk semua kalangan.

1.2 RumusanMasalah
a) Apa yang dimaksud dengan Egalitarianisme?
b) Mengapa Egalitarianisme perlu untuk dipelajari?
c) Bagaimana hubungan Egalitarianisme dengan tauhid?

1.3 Tujuan
a) Menjelaskan Apa yang dimaksud denganEgalitarianisme.
b) Menjelaskan Egalitarianisme perlu untukdipelajari.
c) Menjelaskan Apakah ada keterkaitan antara egalitarianism dengantauhid?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Egaliteranisme

Egalitarianisme (berasal dari bahasa Perancis égal yang berarti "sama"), adalah
kecenderungan cara berpikir bahwa penikmatan atas kesetaraan dari beberapa macam
premis umum misalkan bahwa seseorang harus diperlakukan dan mendapatkan
perlakuan yang sama pada dimensi seperti agama, politik, ekonomi, sosial, atau budaya.
Dalam pengertian doktrin Egalitas ini mempertahankan bahwa pada hakikatnya semua
orang manusia adalah sama dalam status nilai atau moral secara fundamental Sebagian
besar, pengertian ini merupakan respon terhadap pelanggaran pembangunan statis dan
memiliki dua definisi yang berbeda dalam bahasa Inggris modern dapat didefinisikan
secara baik sebagai doktrin politik yang menyatakan bahwa semua orang harus
diperlakukan secara setara dan memiliki hak-hak politik, ekonomi, sosial, dan sipil yang
sama atau dalam pengertian filsafat sosial penganjuran penghapusan kesenjangan
ekonomi antara orang-orang atau adanya semacam redistribusi/desentralisasi kekuasaan.
Dalam hal demikian ini dianggap oleh beberapa pihak dianggap sebagai keadaan alami
dari sebuah masyarakat.Kesetaran ini mempunyai beberapa aspek yaitu dalam aspek
sosial, aspek politik, dan aspek ekonomi.

Terdapat beberapa prinsip yang harus dipegang oleh faham Egalitarianisme yang
dipopulerkan oleh David Cooper diantaranya :
a) Prinsip kegunaan : Prinsip ini menekankan kegunaan atau manfaat sebagai tolak
ukur untuk menilai dan mengambil keputusan. Suatu tindakan atau keputusan
dikatakan berguna bila semakin banyak orang yang mendapat keuntungan dari
tindakantersebut.
b) Prinsip akal murni : Prinsip ini menekankan bahwa suatu tindakan hanya
dilakukan berdasarkan pertimbangan yang rasional. Artinya, A tidak akan
diperlakukan dengan cara yang berbeda atau sama dengan B kecuali bila
ditemukan adanya perbedaan dan persamaan antara keduanya. Prinsip ini kerap
digunakan untuk menentang perlakuan diskriminatif, perlakuan sewenang-
wenang atau prasangkaburuk.
c) Prinsip keadilan : Ciri khas prinsip ini adalah mnentang ketidakadilan.
Ketidakadilan dapat berupa pelanggaran hukum atau kebijakan yang salah
sehingga ada pihak yangdirugikan.
d) Prinsip perbedaan : Dari semua prinsip yang telah dibahas prinsip inilah yang
memenuhi syarat sebagai prinsip egalitarianism. Prinsip ini dikutip dari
pemikiran John Rawls tentang teori keadilan. Salah satu syarat keadilan menurut
Rawls adalah terpenuhinya prinsip perbedaan. Prinsip inimengandung

5
pengertian bahwa ketidaksetaraan social-ekonomi dalam masyarakat harus ditata
sedemikian rupa sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil pada akhirnya akan
memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi mereka yang paling tidak
beruntung.

Berbicara masalah Egalitarianisme tentu tidak bisa terlepas dari Hak asasi manusia,
ibarat makanan seperti sayuran yang kurang lengkap tanpa di kasih garam. Begitupun
sebaliknya hubungan antara Egalitarianisme dengan Hak asasi manusia yang sangat erat.
Inti dari HAM sendiri adalah Egalitarianisme. Di era modern ini tuntutan atas Hak asasi
manusia terus berlangsung. Sebagaimana jerit tangis untuk mencari keadilan dalam
makna apapun, tuntutan-tuntutan itu bermuara dari adanya rasa tertekan dan
ketidakpuasan yang turut mendorong keputusan bahwa segala sesuatu bisa, dan memang
seharusnya, menjadi lebih baik dari keadaan sekarang ini. Maka dari itu HAM perlu di
tegakkan secara tegas di era modern ini. Ketika HAM di tegakkan dengan baik maka
otomatis Egalitarianisme akan terwujud, karena HAM masuk dalam komponentersebut.

2.2 Egalitarianisme Ilmu YangPenting


Egalitarianisme sesungguhnya adalah satu paham yang sedikit banyak diserap oleh
bangsa Indonesia. Seperti yang tertera pada slogan bangsa. „Bhineka Tunggal Ika‟yang
artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Slogan ini terlihat jelas mengunakan
Egalitarianisme sebagai dasarnya. Indonesia adalah negara kepulauan dengan keaneka
ragaman yang luar biasa, tetapi kita semua dipersatukan dalam satu „wadah‟ yakni
Indonesia. Semua dari kita adalah sama, warga negara Indonesia. berangkat dari
pengertian tersebut terdapat beberapa pokok hal yang membuat Egalitarianisme penting
untuk di pelajari, diantaranya :

a. Menjadikan kita dapat bersikap lebih objektif dalam menanggapi suatu masalah
Bersikapobjektifadalahtidakmemihakpadasuatugolongantertentusaat
menyatakan pendapat, menilai, maupun memberikan solusi pada suatu masalah.
Dengan mengatahui dan memahami hakikat Egalitarianisme, kita dapat bersiap
lebih bijak dan tidak memihak.
b. Bersikapadil
Bersikap adalah satu sikap yang haruslah dimiliki. Terlebih bagi mereka yang
berkecimoung dalam dunia kehakiman. Dengan bersikap adil, tak akan ada lagi
yang namanya suap, penyongokan atau semacamnya. Karena segala keputusan
yang diambil adalah keputusan yang berdasarkan pada kesamaan derajat. Tidakada
yang namanya pembenaran untukkesalahan.
c. Salingmenghargai
Manusia yang pada hakikatnya sama akan menjadi saling menghargai satu
sama lain berkat Egalitarianisme yang diaplikasikan dengan tepat. Pluralisme dan
akulturasi bisa saja tercipta dengan mudah. Hingga kekacauan atau kerusuhan
dapatdiminimalisir.

6
d. Kesejahteraan dan kehidupan yangdamai
Kesadaran akan persamaan derajat dan hak, manusia akhirnya akan mencapai
hidup yang damai, aman, dan gtentram. Kesejahteraan pun dapat ditingkatkan.
Karena setiap individu sadar bahwa setiap orang punya hak yang sama, kesepatan
yang sama, dan tidak ada sekat diantara mereka.
e. Terciptanya toleransi
Dengan memahami konsep Egalitarianisme, rasa toleransi akan lahir dalam
diri kita. Karena adanya kesadaran bahwa tidak satupun dari kita yang „lebih‟
ketimbang yang lain.
Begitu banyak manfaat yang di dapat dengan mempelajari Egalitarianisme.
Tidak di pungkiri di zaman sekarang Egalitarianisme sangat di butuhkan oleh
semua kalangan karena dalam faham Egalitarianisme tidak adanya stratifikasi,
entah itu sosial, politik ataupun budaya. Semua orang jika di lihat dari perspektif
egaliter sama, yang membedakan hanyalah keimanan mereka kepada Allah SWT.
Maka dari itu kecil kemungkinan terjadi penindasan oleh penguasa kepada
masyarakatnya, jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dan masih
banyak contoh lagi. Dengan demikian ketika Egalitarianisme di praktekkan dalam
realitas sosial harapanya kesejahteraan sosial dalam masyarakat dapat terlaksana
dengan baik.

2.3 Hubungan Egalitarianisme DenganTauhid


Tauhid berarti bahwa Tuhan yang maha esa adalah pencipta ,pemelihara, dan pemilik
dari alam semesta dengan segenap isinya,baik organik maupun non organik. Dia-lah
yang memiliki hak untuk memberikan perintah atau melarang. Hanya dia yang patut di
sembah dan di taati. Tidak ada satu aspek pun dari segala bentuk kehidupan, organ-
organ dan panca indra kita, kendali atas benda-benda fisik atau benda-benda itu sendiri
tercipta atau di peroleh atas kemauan kita sendiri. Semuanya itu adalah bagian dari
karunia tuhan dan di limpahkan oleh-Nya. Jadi tidak ada mahluk yang lebih agung atau
lebih mulia dari pada Allah. Manusia mempunyai derajat yang sama dimata Allah,
hanya saja yang membedakan derajat manusia adalah ketaqwaan kepada-Nya. Artinya
tidak ada manusia yang lebih mulia dari manusia lain melainkan dengan ketaqwaan
kepada-Nya. Sudah sewajarnya sebagai manusia itu menyetarakan derajatnya dengan
manusia lain. Kesetaraan derajat inilah yang harus ada dalam kehidupan sehari-hari agar
tercipta kehidupan yang harmoni tanpa ada stratifikasisosial.

Kajian Q.S An Nahl ayat 97 :

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan

7
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. ( QS. Annahl ayat 97).

Pada masa penjajahan Belanda Kartini dinilai memperjuangkan agar kaum


perempuan memperoleh hak berpendidikan sebagaimana laki-laki. Karenanya
Kartini dinobatkan sebagai salah satu dari Pahlawan emansipasi atau kesetaraan
gender. Agar ide kesetaraan gender ini diterima kaum muslimin, maka para feminis
memberi stempel bahwa ide kesetaraaan gender tidak bertentangan dengan Islam.
Mereka mengklaim bahwa QS An Nahl ayat 97 adalah ayat kesetaraan gender, yaitu
ayat yang menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan, menyamakan hak dan
kewajiban laki-laki dan perempuan. Dalam ayat tersebut Allah akan memberi
balasan yang sama kepada orang-orang yang beriman baik laki-laki maupun
perempuan. Padahal memahami hukum tidak bisa hanya mengambil satu ayat dan
mengesampingkan ayat yanglain.
Dengan mencermati secara rinci dan mendalam terhadap seluruh nash
Alquran, maka terdapat nash yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang
berlaku sama untuk perempuan dan laki-laki. Pada sebagian nash yang lain, terdapat
pula hak dan kewajiban yang hanya untuk perempuan saja atau laki-laki saja. Tentu
saja adanya kesamaan dan perbedaan di dalam sejumlah hak dan kewajiban di antara
laki-laki dan perempuan bukan didasarkan pada ada atau tidak adanya aspek
kesetaraan. Karena Islam hanya memandang masyarakat secara utuh, baik laki-laki
ataupun perempuan, dengan menganggapnya sebagai suatu komunitas manusia
bukan komunitas laki-laki saja atau komunitas perempuan saja. Dari sinilah justru
hanya pemecahan masalah dengan hukum Islam yang mampu menyelesaikan
permasalahan manusia secara tuntas dan memberi maslahat kepada manusia. Dalam
Islam kedudukan laki-laki dan perempuan sederajat, bukan setara (Hak dan
kewajiban sama antara laki-laki dan perempuan). Tidak ada yang lebih mulia
kecuali karena takwanya. Firman Allah QS. al Hujurat (49) ayat 1 yang
artinya:”Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa diantarakalian.
QS An Nahl ayat 97 bukan ayat kesetaraan gender. Perhatikan penafsiran
yang benar terhadap QS Annahl ayat 97, Imam Ath Thabari dalam TafsirAth
Thabari menafsirkan ” ” Barangsiapa yang mengerjakan amalkarena
ketaatan kepada Allah, maka Allah akan memenuhi janjiNya kepada orang-orang
yang beriman baik laki-laki maupun perempuan. Allah benar benar akan memberi
balasan kepada orang yang mengerjakan ketaaatan atas ketaannya. Amal shalih
adalah melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya,
menunaikan semua kewajibannya baik yang sama antara laki-laki dan perempuan
semisal shalat, shaum, puasa, haji, berdakwa dan mendidik putra putrinya. Begitu
pula kewajiban yangyang berbeda laki-laki dan perempuan misalnya perempuan

8
diharamkan untuk menjadi Khalifah (Pemimpin negara), Muawin (Pembantu
Khalifah, Wali (Gubernur); Suami sebagai pemimpin rumah tangga yang
mempunyai kewajiban memimpin, memberi nafkah, mendidik dan melindungi
keluarga. Dan isteri sebagai ibu, pengatur rumah yang mempunyai kewajiban
mengurus rumah, mengasuh/mendidikanak-anaknya.
Senada dengan Imam Ath Thabari, Imam Ibn Katsir dalam Tafsir Ibn Katsir
menafsirkan QS Annahl ayat 97: ” ” Barangsiapa yang mengerjakan amal
shalih yaitu amal yang mengikuti Alquran dan Hadis. Dan dia adalah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya baik laki-laki maupun perempuan.
Sungguh amal shalih ini adalah amal yang sesuai yang diperintahkan dan
disyariatkan oleh Allah. Dengan demikian jelas mencakup semua amal yang sesuai
yang diperintahkan dan disyariatkan oleh Allah. Syariat Islam ini baik yang sama
laki-laki dan perempuan, maupun yang berbeda antara laki-laki danperempuan.
Selanjutnya Ibnu Abbas dalam Tanwir Miqbas dan Imam Jalaludin dalam
Tafsir Jalalain menafsirkan sama tentang “ ” maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” berupa ketaatan dan qonaah dalam
kehidupan di dunia dan kehidupan yang baik di Surga. Artinya baik laki-laki
maupun perempuan akan dibalas oleh Allah dengan menjadikannya sebagai orang-
orang yang taat terhadap hukum-hukum Alloh. Tentu saja baik hukum yang sama
antara laki-laki dan perempuan, maupun hukum yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan. Disamping itu Alloh juga menjadikannya sifat qonaah, yaitu menerima
apa adanya rizki yang halal dari Allah, ridlo terhadap qodlo Nya dan bersyukur
terhadap pemberian Nya, termasuk ketetapan Allah bahwa dia dilahirkan sebagai
laki-laki atau perempuan. Ajaran Islam membangun relasi laki-laki dan perempuan
itu saling bekerjasama, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa untuk
meraih kemuliaan hidup, bukan untuk bersaing diantaramereka.

9
BAB

IIIPENUT

UP

A. Kesimpulan
Egalitarianisme tidak bisa terlepas dari Hak asasi manusia. Begitupun
sebaliknya hubungan antara Egalitarianisme dengan Hak asasi manusia yang sangat
erat. Inti dari HAM sendiri adalah Egalitarianisme. Di era modern tuntutan atas Hak
asasi manusia terus berlangsung. Sebagaimana jerit tangis untuk mencari keadilan
dalam makna apapun, tuntutan-tuntutan itu bermuara dari adanya rasa tertekan dan
ketidakpuasan yang turut mendorong keputusan bahwa segala sesuatu bisa, dan
memang seharusnya, menjadi lebih baik dari keadaan sekarang ini. Maka dari itu
HAM perlu di tegakkan secara tegas di era modern ini. Ketika HAM di tegakkan
dengan baik maka otomatis Egalitarianisme akan terwujud, karena HAM masuk
dalam komponen tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun., Bachtiar Efendi. “Hak azasi manusia dalam islam”. Jakarta : Pustaka
firdaus. 1987.

Maududi, Maulana Abul. 2005. “Hak-hak asasi manusia dalam islam”. Jakarta : Bumi
Aksara.

Khasuga, Rieska. ”Egalitarianisme”. Dalam agusbudipendidikanips.blogspot.co.id. di akses


pada 24 Februari 2017

Wahid, Ali Abdul. 1991. “Prinsip Hak Asasi Dalam Islam”. Solo : CV Pustaka Mantiq.

Wikipedia. “Egalitarianisme”. Dalam id.wikipedia.org/wiki/Egalitarianisme. Di akses pada


23 Februari 2017.

Suara Mubalighah Penggerak Perubahan Rohmah Rpdhiyah.2020


https://suaramubalighah.com/2020/04/08/qs-an-nahl-ayat-97-bukan-ayat-tentang-
kesetaraan-gender/

DR. Siti Musdah Mulia, MA, Gerakan Feminisme diIndonesia, makalah


tersebut disampaikan pada Lokakarya dan Silaturohmi Kader NU Luar Negri yang
diselenggakan oleh PCINU Mesir, ( 30 Juni s/d 1 Juli 2003 , di Kairo.)

Syekh Muhammad al Madani , al Mujtama’ al Islamy kama tunadhimuhu surat an Nisa’


( Kairo : Kementrian Wakaf, Majlis A‟la li syuuni Islamiyah , 1991 ) cet.. I , hlm. 13-
14.

11
12

Anda mungkin juga menyukai