Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan Makalah tentang Kedisiplinan. Tak lupa
shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir zaman Muhammad SAW,
kepada keluarga para sahabat dan seluruh umatnya.
Kedua kalinya kami mengharap makalah tentang ketertiban siswa di sekolah
ini dapat memberikan sedikit pengetahuan bagi teman-teman dan bagi pembaca pada
umumnya. Dan ucapan terima kasih kepada pembimbing kami karena telah
mengarahkan kami pada hal-hal yang positif.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini
mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan nilai tambah kepada teman
maupun pembaca.
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna. oleh karena itu, kritik dan saran yang ada relevansinya
dengan penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan dari pembaca. Kritik dan
saran sekecil apapun akan kami perhatikan dan pertimbangkan guna perbaikan di
masa datang.

Banteng, September 2021


Penyusun

1
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL .........................................................................................................    i
KATA
PENGANTAR .......................................................................................................    ii
DAFTAR
ISI .....................................................................................................................    iii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................    1
1.1    Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2    Rumusan Masalah ...........................................................................................  2
1.3    Tujuan dan Manfaat .......................................................................................   3
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................  4
2.1    Pengertian Ketertiban ....................................................................................   4
2.2    Faktor Pendorong Dan Penghambat  Ketertiban Di Sekolah ........................   8
2.4    Upaya-Upaya Yang Bisa Di Lakukan Warga Sekolah Dalam Meningkatkan -
Penerapan ketertiban .............................................................................................   11
BAB III PENUTUP ...............................................................................................  14
A.      Kesimpulan ...................................................................................................   14
B.       Saran .............................................................................................................   14
Daftar Pustaka ......................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan
berkelompok. Hidup berkelompok ini merupakan kodrat manusia dalam memenuhi
kebutuhannya. Selain itu juga untuk mempertahankan hidupnya, baik terhadap
bahaya dari dalam maupun yang datang dari luar. Setiap manusia akan terdorong
melakukan berbagai usaha untuk menghindari atau melawan dan mengatasi bahaya-
bahaya itu. Dalam hidup berkelompok itu terjadilah interaksi antar manusia.
Sebagai manusia yang menuntut jaminan kelangsungan hidupnya, harus
diingat pula bahwa manusia adalah mahluk sosial. Menurut Aristoteles, manusia itu
adalah Zoon Politikon, yang dijelaskan lebih lanjut oleh Hans Kelsen “man is a social
and politcal being” artinya manusia itu adalah mahluk sosial yang dikodratkan hidup
dalam kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat, dan mahluk yang terbawa
oleh kodrat sebagai mahluk sosial itu selalu berorganisasi. Kehidupan dalam
kebersamaan (ko-eksistensi) berarti adanya hubungan antara manusia yang satu
dengan manusia yang lainnya. Hubungan yang dimaksud dengan hubungan sosial
(social relation) atau relasi sosial. Yang dimaksud hubungan sosial adalah hubungan
antar subjek yang saling menyadari kehadirannya masingmasing. Dalam hubungan
sosial itu selalu terjadi interaksi sosial yang mewujudkan jaringan relasi-relasi sosial
(a web of social relationship) yang disebut sebagai masyarakat. Dinamika kehidupan
masyarakat menuntut cara berperilaku antara satu dengan yang lainnya untuk
mencapai suatu ketertiban.
Ketertiban didukung oleh tatanan yang mempunyai sifat berlain-lainan karena
norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan mempunyai sifat yang tidak
sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur setiap manusia sebagai anggota
masyarakat harus  memperhatikan norma atau kaidah, atau peraturan hidup yang ada
dan hidup dalam masyarakat. Ketertiban dapat membuat seseorang
disiplin, Ketertiban dan Kedisiplinan sebagai Landasan Kemajuan. Tertib dan disiplin
adalah matra yang amat menentukan keberhasilan sebuah proses pencapaian tujuan.
Dengan ketertiban, seseorang  berusaha mengetahui dan mencermati aturan agar
perjalanan menjadi lebih lancar. Disiplin adalah sikap yang diperlukan untuk
menjalani proses tersebut.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang uraian diatas maka permasalahannya dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut:
1.      Apa itu ketertiban

3
2.      Bagaimana ketertiban dalam hidup
3.      Apakah ketertiban dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan
C.    Pembatasan masalah
Untuk  menghindari terjadinya kesalahan pemahaman rumusan masalah tersebut,
maka masalah ini dibatasi khusus pada pembahasan menyangkut dengan
ketertiban dalam kehidupan manusia.
D.    Tujuan penulisan
Dalam kesempatan penulisan ini akan dibahas mengenai ketertiban dan makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan senioritas.
E.     Manfaat penulisan
Dengan tercapainya tujuan di atas, maka manfaat yang diharapkanadalah sebagai
berikut
1.      Manfaat teoritis.
a.       Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang  ketertiban 
b.      Sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi yang ingin melakukan
pengkajian lebih lanjut berkaitan dengan hubungan ketertiban
2.      Manfaat praktis.
a.       Sebagai masukan bagi setiap individu khususnya dan masyarakat pada
umumnya tentang ketertiban
b.       Untuk menumbuhkaan kesadaran bagi individu dan masyarakat tentang
ketertiban

4
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ketertiban
Ketertiban asal kata tertib yang berarti teratur; menurut aturan; rapi. Sedangkan
ketertiban yaitu peraturan (dl masyarakat dsb); atau keadaan serba teratur
baik. Ketertiban adakalanya diartikan sebagai “ketertiban, Kesejahteraan, dan
Keamanan”, atau disamakan dengan ketertiban umum, atau synonym dari istilah
“keadilan”. Ketertiban umum Dalam bukunya “Pengantar Hukum Perdata
Internasional Indonesia” Prof.Dr S.Gautama mengibaratkan lembaga ketertiban
umum ini sebagai “rem darurat” yang kita ketemukan pada setiap kereta api.
Pemakainya harus secara hati-hati dan seirit mungkin karena apabila kita terlampau
lekas menarik rem darurat ini, maka “kereta HPI” tidak dapat berjalan dengan baik.
Lebih lanjut S.Gautama mengatakan bahwa lembaga ketertiban umum ini
digunakan jika pemakaian dari hukum asing berarti suatu pelanggaran yang sangat
daripada sendi-sendi azasi hukum nasional hakim. Maka dalam hal-hal pengecualian,
hakim dapat menyampingkan hukum asing ini.
Manusia adalah makhluk social yang selau berinteraksi dan membutuhkan
bantuan dengan sesamanya. Dengan adanya hubungan sesame seperti itulah perlu
adanya keteraturan sehingga individu dapat berhubungan secara harmoni dengan
individu lain sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan aturan yang disebut “Hukum”.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa
tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang
menyatakan kepastian hukum, dll.
Hukum yang ada kaitannya dengan masyarakat mempunyai tujuan utama yaitu
dapat direduksi untuk ketertiban (order). Menurut Mochtar Kusumaatmadja
“Ketertibaban” adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, Kebutuhan
terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok(fundamental)bagi adanya suatu
masyarakat manusia yang teratur, ketertiban sebagai tujuan hukum, merupakan fakta
objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknyauntuk
mencapai ketertiban ini diperlukan adnaya kepastian dalam pergaulan antar manusia
dalam masyarakat.
B.     Ketertiban Dalam Hidup
Di setiap aspek kehidupan sudah barang tentu terdapat sebuah aturan yang
mengatur. Baik di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, atau pun di bidang
sosial, politik maupun agama. Kenapa? Karena dengan adanya aturan akan

5
menciptakan ketertiban dan membuat keadaan menjadi lebih tenang, damai, aman,
dan sentosa. Bahkan, dengan  adanya ketertiban itulah terselenggaralah kehidupan di
dunia dan alam semesta ini.
Aturan merupakan sebuah kata yang mempunyai makna sesuatu yang harus
dipatuhi. Aturan juga disebut dengan norma. Sebuah norma adalah sebuah aturan,
patokan atau ukuran, taitu sesuatu yang bersifat pasti dan tidak berubah. Dengan
adanya norma kita dapat memperbandingkan sesuatu hal lain yang hakikatnya,
ukurannya, serta kualitasnya kita ragukan. Norma berguna untuk menilai baik-
buruknya tindakan masyarakat sehari-hari. Sebuah norma bisa bersifat objektif dan
bisa pula bersifat subjektif. BIla norma objektif adalah norma yang dapat diterapkan
diterapkan secara langsung apa adanya, maka norma subjektif adalah norma yang
bersifat moral dan tidak dapat emmberikuan ukuran atau patokan yang memadai.
Aturan bisa diterapakan dalam kehidupan keluarga agar tercipta kehidupan
rumah tangga yang berjalan tentram, indah, bersih, dan bahagia. Aturan juga terdapat
pada Negara yang disebut dengan undang-undang. Dalam kehidupan masyarakat,
sesuatu yang bersifat mengatur disebut hukum. Dengan adanya hukum itulah terjadi
ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Bila hukum tidak ada atau
tidak berfungsi, maka akan terjadi hukum rimba. Siapa kuat dialah yang berkuasa.
Tentunya, ini akan berbahaya. Bahaya dari hukum rimba itu adalah anarki, dan
kekacauan sosial akan terjadi dimana-mana. Sedikit lebih rendah dari norma, hukum
dalam masyarakat juga berlaku sebagai norma sopan-santun yang mencerminkan
etika seseorang.
Sesuatu yang bersifat aturan juga terdapat dalam alam semesta. Kita mengenal
hukum alam, itulah aturan yang bekerja di alam semesta. Ketertiban  alam semesta
dikenal di dalam agama Buddha sebagai Niyama artinya Hukum Tertib Kosmis.
Sesungguhnya, di dalam segenap bidang kehidupan berlaku aturan dan ketertiban.
Ketertiban itu pulalah yang dikuak oleh ilmu pengetahuan lewat teori. Sedangkan
hukum-hukum di dalamnya sebagai bidangnya.
Pada tingkat kehidupan materi an-organik berlaku hukum ketertiban fisika
yang disebut Utu-Niyama. Pada tingkat organik berlaku hukum ketertiban organik
yang disebut Bija-Niyama. Pada tingkat kesadaran dan batiniah berlaku hukum
ketertiban  jiwa yang disebut Citta-Niyama. Pada tingkat kehidupan dunia yang sulit
terinderakan, gaib, dan bersifat spiritual juga ada hukum ketertiban yang terangkum
dalam Dharma-Niyama. Dan dalam tingkat perilaku manusia pun memiliki hukum
ketertiban yang disebut Karma-Niyama.
Bila dunia semesta saja memiliki ketertiban dan aturan, maka bayangkanlah
bila hidup ini tidak ada aturan? Apa yang akan terjadi? Tentunya dunia ini akan kacau

6
dan chaos. Orang akan saling membunuh, saling mencerca, saling fitnah.
Perampokan, pencurian, penipuan akan merajalela. Tidak ada lagi jaminan dan
perlindungan terhadap hak asasi, tidak ada rasa aman, tidak ada lagi perlindungan
terhadap hak milik, tidak ada lagi kebenaran. Semua serba kacau dan orang akan
melakukan sesuatu dengan sesuka hatinya. Tidak ada bedanya antara benar dan salah,
tidak ada bedanya antara kebijaksanaan dan keegoisan, antara giat dan malas, antara
sukses dan gagal.
Oleh karena itu aturan sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena aturan
itu akan menciptakan kedamaian, ketentraman. Aturan juga harus jelas, sehingga
antara yang menjalankan maupan yang melanggarnya tahu akan akibat dari
pelanggaran aturan yang ia lakukan. Ketertiban pada prinsipnya dapat membuat
seseorang disiplin, sebab Ketertiban dan Kedisiplinan sebagai Landasan Kemajuan
tertib dan disiplin adalah matra yang amat menentukan keberhasilan sebuah proses
pencapaian tujuan. Dengan ketertiban, kita berusaha mengetahui dan mencermati
aturan agar perjalanan menjadi lebih lancar. Disiplin adalah sikap yang diperlukan
untuk menjalani proses tersebut.
C.    Ketertiban dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan
Sebelum kita masuk kepada bagaimana konsep ketertiban yang membawa
kedamaian dan kebahagiaan sekaligus, kita lihat dulu tujuan akhir dari konsep yang
hendak dicapai yakni kebahagiaan. Menurut Hans Kelsen kebahagiaan sosial
merupakan kedilan. Lalu lebih lanjut Kelsen menjelaskan bahwa konsep keadilan
merupakan sebuah konsep pertimbangan nilai yang bersifat subjektif.
Apa arti sesungguhnya dari pernyataan bahwa tatanan sosial tertentu
merupakan sebuah tatanan sosial yang adil? Pernyataan ini berarti bahwa tatanan
tersebut mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan bagi semua
orang sehingga mereka semua menemukan kebahagiaan di dalamnya. Kerinduan
akan kedilan merupakan kerinduan abadi manusia akan kebahagiaan.
Kebahagiaan ini tidak dapat ditemukan oleh manusia sebagai seorang individu
terisolasi dan oleh sebab itu ia berusaha mencarinya di dalam masyarakat. Roscoe
Pound berpendapat tatanan hukum yang adil adalah tatanan hukum yang
mengamankan dan melindungi berbagai kepentingan kodifikasi hukum tradisional
yang diwarisi sesuai kondisi sosial yang ada.
Namun menurut Kelsen bahwa jelaslah tidaklah mungkin ada ada tatanan yang
adil, yakni tatanan yang memberikan kebahagiaan bagi setiap individu, bila kita
mendefenisikan kebahagiaan dari pengertian aslinya yang sempit tentang
kebahagiaan perseorangan, mengartikan kebahagiaan sesorang sebagai apa yang
menurutnya memang demikian. Karena itu tidak dipungkiri bahwa pada suatu saat

7
kebahagiaan seseorang akan bertentangan secara langsung dengan kebahagiaan orang
lain. Jadi tidak mungkin pula ada suatu tatanan yang adil meskipun atas dasar
anggapan bahwa tatanan ini berusaha menciptakan kebahagiaan bukan atas kepada
setiap orang perorangan. Menurut Kelsen yang dapat dikatakan adil adalah sebuah
“legalitas” dari suatu aturan yang diterapkan terhadap semua kasus yang memang
menurut isinya aturan ini yang harus diterapkan.
Berdasar atas rasio berpikir tersebut jelaslah bahwa keadilan merupakan suatu
pandangan yang nisbi adanya dan hanya dapat dinilai dengan penilaian secara
emosional. Namun masihlah lebih baik jika pandangan yang subjektif dan nisbi itu
bertujuan dapat memberikan keadilan bagi sebanyak-banyaknya orang, daripada
menciptakan sebuah gagasan yang bersifat memaksa tanpa mempertimbangkan
perasaan hukum bagi sebanyak-banyaknya orang, maka justru akan membuat
keadaan menjadi tidak lebih baik. Hal tersebut merupakan pandangan Jeremi
Bentham “the aim of law is the greates happiness for the greates number”. Dan
dengan pandangan itu paling tidak tujuan akhir kebahagiaan yang hendak dicapai
dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya orang dari pada tidak sama sekali.
Akan tetapi menurut John Rawls keadilan yang diinginkan bagi sebanyak-
banyaknya orang belum tentu keadilan yang objektif dan diterima secara rasio. Rawls
memberi contoh apabila sebagian besar orang lebih menginginkan kondisi sosialnya
menghalalkan perbudakan apakah itu bisa dikatakan sbagai keadilan bagi sebanyak-
banyaknya orang dan apakah hal itu bisa diterima oleh rasio manusia yang beradab?.
Rawls lalu mengemukakan teori keadilan yang kemudian dikenal dengan teori
keadilan Rawls, menurutnya keadilan baru bisa didapatkan apabila orang dalam
keadaan bebas/ independen dan tidak mengetahui posisinya di dalam sosial. Dalam
teori ini kebahagiaan dapat diperoleh dengan prinsip kebebasan bertindak.
Menurut Imam Al-Gazali bahagia itu terdiri atas lima hal yaitu: 1.
kebahagiaan akherat, 2. kebahagiaan yang dikarenakan oleh taufiq atau tuntunan dari
yang Maha Kuasa (kedua jenis kebahagiaan itu merupakan kebahagiaan yang bersifat
transedental) 3. bahagia yang dikarenakan oleh kutamaan akal budi yaitu kecerdasan,
4 keutamaan dari tubuh yaitu kesehatan dan kerupawanan, 5. kesehatan dari luar
tubuh yaitu harta, keluarga, sosial dan keturunan (ketiga kebahagiaan itu merupakan
kebagiaan yang bersifat lahiriah). Jenis kebahagiaan transedental hanya dapat dicapai
pada kondisi sosial yang berkultur religius sementara yang bersifat lahiriah dapat
dicapai oleh kelompok masyarakat manapun. Kebahagiaan lahiriah dalam
pencapaiannya membutuhkan pola-pola yang tersusun secara sistemik oleh pemegang
kendali dalam masyarakat (dalam hal ini pemerintah). Seperti pemerintah harus
mengusahakan kesejahteraan bagi rakyatnya, mengusahakan pendidikan yang baik

8
bagi rakyatnya, mengusahakan pelayanan kesehatan yang baik bagi rakyatnya d.l.l.
Kebahagiaan yang bersifat transedental bukan berarti tidak dapat membawa
kebahagiaan sampai ke alam nyata malah justru kebahagiaan transedental terbukti
efektif membawa kebahagiaan itu. Kita sebut saja bagaimana konsep “kesabaran”
yang diajarkan dan menjadi dogma dalam penganut agama Islam menjadikan
penganutnya mampu untuk mengatasi berbagai hal yang selama ini menjadi masalah
sosial, contoh kemiskinan, dalam konsep “sabar” kemiskinan dipandang sebagai
cobaan dari yang Maha Kuasa yang mengharuskan orang yang mengalaminya untuk
dapat menerima keadaan tersebut dengan hati yang ikhlas sembari berusaha untuk
keluar dari kesulitan tersebut, sementara orang-orang mampu di sekitarnya
diwajibkan untuk senantiasa membantu orang yang tidak mampu ini. Pembantuan
tersebut dikenal dengan istilah Zakat, Infaq, dan sedekah. Kedua hal itu merupakan
keseimbangan hidup. Dengan menilik hal tersebut dapat dikatakan bahwa
keseimbangan hidup dapat diartikan saling memberi “manfaat”. Atau dengan kata
lain tujuan hukum Islam adalah bagaimana memperoleh kemanfaatan dan
kemaslahatan ummat.
Menurut F.K. von Savigny sebagai penganut mazhab sejarah keadilan hukum
itu tidak dibuat namun tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Pendapat ini mempergunakan dasar volkgiest (jiwa rakyat) yang berbeda-beda
menurut waktu dan tempat. Jadi menurut teori ini kebahagiaan itu tidak perlu dibuat
namun dibiarkan tumbuh dengan sendirinya berdasarkan jiwa rakyat
atau volkgiest itu.
Hal selanjutnya adalah persoalan “kedamaian”. Tatanan hukum yang seperti
apakah yang dapat menimbulkan kedamaian? Kedamaian dapat ditimbulkan oleh
tatanan hukum yang bukan untuk memuaskan kepentingan satu pihak dengan
mengorbankan kepentingan pihak yang lain, tetapi menghasilkan satu kompromi
antara kepentingan-kepentingan yang bertentangan untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya friksi. Hanya tatanan hukum yang seperti itulah yang memungkinkan untuk
menjamin perdamaian sosial bagi para subjeknya atas suatu dasar yang relatif
permanen.
Menurut kaum positivis cita-cita keadilan merupakan sesuatu yang sangat
berbeda dari cita-cita pardamaian, ada kecendrungan untuk menyamakan kedua cita-
cita tersebut, atau paling tidak menggantikan cita-cita keadilan dengan cita-cita
perdamaian. Perdamaian dapat tercapai bila tercipta keteraturan dalm masyarakat.
Dengan aturan yang dibuat oleh otoritas tertinggi dari suatu komunitas akan mampu
menciptakan kedamaian diantara angggota masyarakatnya, kedamaian ini paling tidak
muncul dari rasa takut terhadap sanksi yang mengikuti aturan tersebut. Seperti itulah

9
kaum positivis memaknai hukum dalam membawa perdamaian. Namun jika atas rasio
tersebut aturan dibuat maka tujuan untuk mencapai kebahagiaan akan sulit tercapai
Kedamaian dapat diciptakan dengan barbagai peraturan yang mana peraturan
itu tentunya tidak mengandung tendensi tertentu bagi kalangan tertentu pula. Lalu
bagaimana cara agar aturan yang dibuat tidak menimbulkan tendensi? Disinilah
mungkin peran Justice theory dari John Rawls dibutuhkan, pembuat aturan haruslah
bebas dan tidak mengetahui kepentingannya dalam aturan yang dibuatnya.
Ketertiban akan senantiasa membawa kedamaian, namun perlu juga digaris
bawahi bahwa kedamaian belum tentu membawa kebahagiaan. Lalu ketertiban yang
bagaimanakah yang mampu membawa kedamaian sekaligus kebahagiaan. Konsep
dasarnya adalah “peraturan”. Tujuan yang hendak dicapai adalah “aturan” yang
membawa ketertiban, “aturan” yang membawa kedamaian, “aturan yang membawa
kebahagiaan.
Sejak awal dikatakan biasanya peraturan dapat membawa ketertiban dan kita
ketahui bahwa ketertiban ini akan membawa kedamaian antar individu dalam
komunitas yang diatur tersebut, tak peduli apakah peraturan tersebut sesuai atau tidak
sesuai dengan keinginan intern komunitas yang diatur. Jadi yang terpenting adalah
bagaimana peraturan yang mampu membawa kebahagiaan. Sebagaimana yang telah
dipaparkan di atas bahwa kebahagiaan merupakan hal relatif dan bersifat subjektif.
Namun kita bisa mengombinasi teori-teori yang telah dipaparkan di atas untuk
menjawab permasalahan ini.  Jeremi Bentham dengan tujuan hukumnya yaitu untuk
kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang, namun perlu juga memperhatikan
kritikan dari John Rawls bahwa keinginan komunitas ini juga haruslah adil dan
beradab olehnya justice theory dari Rawls sepertinya tepat digunakan dalam
membuat peraturan. Selanjutnya peraturan yang akan dibuat sebaiknya sesuai dengan
keinginan masyarakat atau jiwa bangsa (volkgiest) dengan demikian apa yang
dikemukakan oleh Roscoe Pound bahwa tatanan hukum yang adil adalah tatanan
hukum yang mengamankan dan melindungi berbagai kepentingan kodifikasi hukum
tradisional yang diwarisi sesuai kondisi sosial yang ada akan dapat terpenuhi.
Namun di luar dari hal itu semua untuk membantu tugas hukum untuk
memgontrol kondisi sosial karena memang hukum hanyalah salah satu alat kontrol
sosial, diperlukan pranata lain seperti Pranata Agama. Hal ini diperlukan sebab
sebagaimana yang telah dikatakan oleh Hans Kelsen bahwa kebahagiaan itu adalah
hal yang bersifat subjektif dan Irrasional. Jika direnungkan apa yang dikemukakan
Kelsen tersebut adalah masalah yang membutuhkan solusi. olehnya menurut penulis
pencapaian kebahagiaan yang bersifat Subjektif dan Irrasional dapat dicapai dengan

10
pencapaian kebahagiaan yang bersifat transedental. Caranya yakni dengan
menggunakan peran ajaran agama.
      

 BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketertiban adalah keadaan yang serba teratur dengan prinsip, kesopanan,
kedisplinan, dengan maksud untuk mencapai suatu yang di inginkan bersama yaitu
terciptanya suasana yang tentram dan damai. Agar bias terciptanya keteriban maka
harus ada hukum yang mengatur dalm kehidupan masyarakat, Hukum yang ada
kaitannya dengan masyarakat mempunyai tujuan utama yaitu dapat direduksi untuk
ketertiban (order).
Ketertiban didukung oleh tatanan yang mempunyai sifat berlain-lainan karena
norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan mempunyai sifat yang tidak
sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur setiap manusia sebagai anggota
masyarakat harus  memperhatikan norma atau kaidah, atau peraturan hidup yang ada
dan hidup dalam masyarakat. Ketertiban dapat membuat seseorang
disiplin, Ketertiban dan Kedisiplinan sebagai Landasan Kemajuan. Tertib dan disiplin
adalah matra yang amat menentukan keberhasilan sebuah proses pencapaian tujuan.
B.  Saran
Kehidupan tertib adalah kehidupan yang menghargai setiap aturan yang berlaku
dilingkungan. Ketertiban perlu diterapkan dilingkungan, baik dilingkungan
Pendidikan, Perkantoran, maupun di Masyarakat agar selalu tercipta suasana rukun
dan damai. Untuk itu, ketertiban adalah kunci utama dari keberhasilan maka tertiblah
sebelum ditertibkan

11
DAFTAR PUSTAKA

http://mudamudimaut.blogspot.com
http://justitia1.wordpress.com
http://battle-of-speech.blogspot.com
http://www.bodhidharma.or.id
http://www.hukumonline.com
 

12

Anda mungkin juga menyukai