Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERIHAL KAIDAH

DOSEN : MIRDEDI, SH.MH

Disusun oleh :
NAMA : MIRANTI WULANDARI
NIM : 1111190051
KELAS 1 A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kita kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini dengan judul “PERIHAL KAIDAH”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah PENGANTAR ILMU HUKUM. Dalam
makalah ini mengulas tentang pengertian dan macam macam kaidah.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala
kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dari para
pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Serang, 15 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 1
C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
A. ARTI HUKUM ............................................................................................ 2
B. DISIPLIN HUKUM ..................................................................................... 2
C. ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KAIDAH ............................................. 3
D. PROSES TERJADINYA KAIDAH ............................................................ 3
E. MACAM-MACAM KAIDAH. ................................................................... 5
F. ISI DAN SIFAT KAIDAH HUKUM .......................................................... 9
G. TUGAS KAIDAH HUKUM...................................................................... 11
H. KAIDAH HUKUM ABSTRAK DAN KONKRET .................................. 12
I. PERUMUSAN KAIDAH HUKUM .......................................................... 12
J. ESSENSIALIA KAIDAH HUKUM ......................................................... 14
K. WUJUD DAN TANDA KAIDAH HUKUM ............................................ 14
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 16
B. SARAN ...................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kebudayaan
manusia mengalami perkembangan pula. Termasuk perkembangan Hukum.
Peradaban yang semakin berkembang membuat kehidupan manusia sangat
membutuhkan aturan yang dapat membatasi prilaku manusia sendiri yang
telah banyak menyimpang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia
yang semakin maju.
turan atau hukum tersebut mengalami perubahan dan terus mengalami
perubahan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Untuk itu, suatu
negara hukum sangat perlu mengadakan pembangunan terutama di bidang
hukum. Mengenai pembangunan hukum ini tidaklah mudah dilakukan. Hal
ini disebabkan pembangunan hukum tersebut tidak boleh bertentangan
dengan tertib hukum yang lain.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hukum?
2. Bagaimana ilmu hukum sebagai ilmu kaidah?
3. Bagaimana kaidah hukum abstrak dan kaidah hukum konkret?
4. Apa saja yang termasuk dari isi, sifat dari kaidah hukum?
5. Bagaimana perumusan kaidah hukum?
6. Apa tugas dari kaidah hukum?
7. Bagaimana esensi kaidah hukum?
8. Apa tanda dan wujud dari kaidah hukum?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar kita semua dapat mengetahui
dan memahami bagaimana pengertian ilmu hukum tentang ilmu pendekatan,
kaidah, dan pengertian, sehingga kita dapat mengambil kesimpulan juga
menerapkan ilmunya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. ARTI HUKUM
Arti hukum dapat ditujukan pada cara-cara untuk merealisasikan hukum
tersebut dan juga pada pengertian yang diberikan oleh masyarakat. Pengertian
yang diberikan oleh masyarakat yaitu :
1. Hukum sebagai Ilmu Pengetahuan
2. Hukum sebagai Disiplin
3. Hukum sebagai Kaidah
4. Hukum sebagai Tata Hukum
5. Hukum sebagai Petugas (hukum)
6. Hukum sebagai Keputusan Penguasa
7. Hukum sebagai Proses Pemerintahan
8. Hukum sebagai Perikelakuan yang ajeg atau sikap tindak yang teratur
9. Hukum sebagai jalinan nilai nilai
Arti hukum pada penguasa biasanya menekankan pada ketertiban, yaitu
karena hukum diartikannya sebagai tata hukum. Tetapi pihak-pihak tertentu
yang telah mendapatkan pendidikan (hukum) dinegara-negara Anglo Saxon
akan menekankan hukum sebagai proses, oleh karena hukum terutama
dilihatnya sebagai rangkaian keputusan-keputusan penguasa (Hakim).

B. DISIPLIN HUKUM
Hukum dalam arti disiplin hukum yaitu melihat hukum sebagai gejala dan
kenyataan yang ada ditengah masyarakat. Secara umum disiplin hukum hanya
menyangkut ilmu hukum, politik hukum, dan filsafat hukum.
 Ilmu hukum adalah ilmu tentang kaidah atau normwissenchaft atau
sollenwissenchaft, yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah, atau
sistim kaidah dengan dogmatic hukum dan sistematik hokum
 Politik hukum, mencakup kegiatan mencari dan memilih nilai-nilai dan
menerapkan nilai-nilai tersebut bagi hukum dalam mencapai tujuannya

2
 Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, misalnya
penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, dan antara
kelanggengan dan pembaruan

C. ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KAIDAH


Ilmu hukum dalam ilmu tentang kaidah hukum ialah suatu cabang atau
bagian dari ilmu hukum yang khusus mengajarkan pada kita perihal kaidah
hukum dan segala seluk-beluk yang bertalian di dalamnya. Misalkan
perumusan, pembagian menurut macam, wujud, sifat, esensi, eksistensi, tujuan
dan sebagainya.
Manusia adalah makhluk sosial atau zoon Politicon, kata Aristoteles.
Sebagai makhluk sosial selalu ingin hidup berkelompok, hidup bermasyarakat.
Keinginan itu didorong oleh kebutuhan biologis. Dalam kehidupan
bermasyarakat tersebut manusia mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan. Untuk itu diperlukan hubungan atau kontak antara anggota
masyarakat dalam rangka mencapai tujuannya dan melindungi
kepentingannya. Sebagai pribadi manusia yang pada dasarnya dapat bebuat
menurut kehendaknya secara bebas. Akan tetapi dalam kehidupan masyarakat,
kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang
mengatur tingkah laku dan sikap tindak mereka. Dengan demikian kaidah atau
norma adalah ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat. Kaidah
sendiri berasal dar bahasa Arab dan norma berasal dari bahasa Latin yang
berarti ukuran.

D. PROSES TERJADINYA KAIDAH


Kaidah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk
berperikelakuan atau bersikap tindak dalam hidup. Apabila ditinjau bentuk
hakekatnya, maka kaidah merupakan perumusan suatu pandangan (“oordeel”)
mengenai perikelakuan atau sikap tindak, misalnya siapa meminjam sesuatu
harus mengembalikannya. Ada yang menganggap bahwa kaeda datangnya dari
luar manusia, misalnya dari Tuhan Yang Maha Esa. Ada pula yang

3
beranggapan bahwa kaidah datangnya dari manusia itu sendiri, yaitu melalui
pikiran dan perasaannya sendiri. Ditinjau dari kenyataan kehidupan, maka
sumbernya adalah hasrat untuk hidup pantas (sayogya; “behoorlijk”). Artinya,
diberi patokan atau pedoman, agar banyaknya pandangan-pandangan dan cara-
cara tersebut tidak menyebabkan hidup ini mwnjadi tidak pantas atau menjadi
tidak sayogya. Patokan-patokan itulah yang tadi disebut sebagai kaidah atau
norma (“norm”) atau standard. Secara umum, hidup mempunyai beberapa
aspek, yaitu:
1. Hidup Pribadi
2. Hidup antar pribadi ( “Transpersonal” atau “Interpersonal”)
Dalam masing-masing aspek terdapat pembedaan dalam 2 macam kaidah,
yakni :
1. Yang termasuk golongan aspek pribadi meliputi :
 Kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau
kehidupan beriman (“Devout Life”).
 Kaidah kesusilaan (“sitttlichkeit” atau moral/etika dalam arti
sempit)yang tertuju pada kebaikan hidup pribadi atau kebersihan hati
nuranidan akhlak.
2. Yang termasuk golongan aspek hidup antar-pribadi meliputi :
 Kaidah sopan santun (“sitte”) maksudnya adalah untuk kenyamanan
hidup bersama (“Pleasant Living Together”).
 Kaidah hukum yang tertuju pada kedamaian hidup bersama (“Peaceful
Living Together”).
Perbedaan antara kaidah hidup pribadi dengan kaidah hidup antar-pribadi
adalah :
1. Kaidah hidup pribadi tujuannya adalah untuk kesayogyaan diri sendiri.
2. Sedangkan kaidah hidup antar pribadi gunanya adalah untuk kepentingan
diri sendiri dan kepentingan bersama.

4
E. MACAM-MACAM KAIDAH.
1. Kaidah Kepercayaan.
Kaidah kepercayaan termasuk tata kaidah dalam salah satu aspek hidup
pribadi manusia, yang tujuannya hanya untuk menguasai atau mengatur
kehidupan pribadi didalam mempercayai atau meyakini kekuasaan gaib,
Tuhan Yang Maha Esa, Dewa-Dewa, dan lain sebagainya. Dengan kata lain
kaidah tersebut hanya untuk kehidupan beriman. Kaidah fundamentil atau
“Grundnorm” kehidupan beriman dapat dirumuskan sebagai berikut, misal :
“Manusia harus yakin dan mengabdi kepada keuasaan Tuhan Yang Maha Esa”
Kaidah fundamentil tersebut bersifat universal dan menjadi dasar dari setiap
kehidupan beriman, dinyatakan atau tidak secara eksplisit. Akan tetapi yang
dapat berbeda adalah konkretisasi dari kaidah fundamentil tersebut menurut
agama masing-masing.
Apabila diambil contoh dari agama Islam yang mengenai, arkanal iman,
arkanal islam atau kaidah-kaidah ibadat (sikap tindak dalam mengabdi kepada
Allah) dan dibedakan dari kaidah mu’amalat (sikap tindak antar pribadi).
Arkanal Iman meliputi 6 hal, yaitu :
1. Mengakui adanya Allah
2. Mengakui Rasul-rasul Allah
3. Mengakui kebenaran kitab suci
4. Mengakui adanya Hari Kiamat
5. Mengakui adanya Malaikat
6. Mengakui adanya qada/qadar

Selain Arkanal Iman, juga dikenal Arkanal Islam yang terdiri dari :
1. Kewajiban mengucap syahadat
2. Kewajiban melakukan shalat
3. Kewajiban menjalankan puasa
4. Kewajiban memberi zakat
5. Kewajian naik haji

5
Pada intinya kaidah kepercayaan adalah suatu aturan yang datangnya dari
Tuhan yang berisikan kewajiban yang harus dilakukan oleh
manusia/penganutnya, larangan yang tidak boleh dilakukan yang apabila
dilanggar akan mendapatkan sanksi dari tuhan.
Secara rinci dapat dikemukakan bahwa :
 Kaidah kepercayaan ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada
Tuhan dan kepada dirinya sendiri
 Sumber atau asal kaidah ini adalah ajaran agama yang oleh
pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan
 Kaidah kepercayaan tidak ditujukan kepada sikap lahiriah manusia,
tetapi lebih condong kepada sikap batiniah
 Kaidah kepercayaan hanya membebani manusia dengan kewajiban
 Tuhan yang mengancam pelanggaran kaidah kepercayaan dengan
suatu sanksi

2. TATA KAIDAH KESUSILAAN


Kaidah kesusilaan yang dipakai dalam arti etika dalam arti sempit
(“sittlichkeit” atau moral) dapat dimengerti sebagai kaidah kehidupan pribadi.
Setiap orang mempunyai hasrat untuk hidup pantas, tetapi pandangan
mengenai hidup pantas dan cara memenuhi kehidupan tersebut mungkin
berbeda. Perbedaan tersebut menimbulkan pandangan yang berbeda dan
bertentangan. Hal-hal itu mengakibatkan orang yang mengalaminya menjadi
bimbang ataupun bingung, maka dalam keadaan demikian biasanya seseorang
mencari pedoman (“steunpilaren” atau patokan), yaitu kaidah yang dapat
melenyapkan ketidakseimbangan hidup pribadi, mencegah kegelisahan diri
sendiri, dan sebagainya. Maka pedoman itulah didalam hal ini disebut kaidah
kesusilaan, yang termasuk aspek hidup pribadi karena kegunaannya adalah
untuk kehidupan pribadi seseorang.
Kaidah kesusilaan tersebut termasuk golongan tata kaidah kepribadian,
hanya belum dikemukakan adanya pembedaan antara kaidah fundamentil
dengan kaidah kaidah aktuil dalam bidang kesusilaan. Sebagai kaidah

6
fundamentil yang menjadi dasar bagi kaidah tersebut dapat dikemukakan suatu
pandangan tentang perikelakuan atau sikap tindak bahwa seseorang harus baik
akhlaknya.
Uraian rinci tentang kaidah kesusilaan adalah sebagai berikut :
 Kaidah kesusilaan ditujukan kepada manusia agar terbentuk kebaikan
akhlak pribadi guna penyempurnaan manusia dan melarang manusia
melakukan perbuatan jahat
 Sumbernya adalah manusia itu sendiri sehinggan kaidah ini disebut
kaidah yang bersifat otonom
 Tidak ditujukan pada sikap lahiriah manusia, tetapi lebih condong
kepada sikap batiniah

3. TATA KAIDAH SOPAN SANTUN


Kaidah sopan santun adalah kenyamanan hidup bersama (dalam Bahasa
Inggris “a pleasant living together” dalam Bahasa Belanda “het uitwendig
verkeer onder de mensen te verfijnen te veraangenamen”) . Dikatakan bahwa
kaidah sopan santun berasal dari masyarakat untuk mengatur hubungan antar
warganya, agar warganya tersebut saling menghormati satu sama lain.
Didalam kaidah sopan santun terdapat kaidah fundamentil yang
perumusannya sebagai berikut : “Orang harus memelihara kesedapan hidup
bersama”
Begitupun yang dikenal sebagai kaidah sopan santun aktuil, yaitu :
1. Seseorang tidak boleh memasuki suatu ruangan melalui jendela.
2. Orang yang lebih muda harus memberi salam lebih dulu kepada yang
lebih tua.
3. Seorang murid harus memberi salam lebih dulu kepada gurunya.

Rincian kaidah sopan santun yaitu sebagai berikut :


 Kaidah sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatutan atau
kepantasan yang berlaku dalam masyarakat

7
 Kaidah ini ditujukan kepada sikap lahir yang konkret demi ketertiban
masyarakat
 Kaidah sopan santun hanya membebani manusia dengan kewajiban
 Kekuasaan masyarakat secara tidak resmi diberikan untuk mengancam
dengan sanksi apabila kaidah sopan santun dilanggar

4. KAIDAH HUKUM
Kaidah hukum tertuju kepada kedamaian hidup antar pribadi atau seperti
yang dikatakan Van Apeldoorn “Het recht wil de vrede” . sehubungan dengan
itu, maka seringkali dikatakan bahwa penegak hukum tujuan dan
kewajibannya adalah menegakkan dan memelihara kedamaian atau “to
preserve peace”.
Kedamaian adalah suatu keadaan sebagai pengertian mencakup dua hal,
yaitu ketertiban atau keamanan dan ketentramanatau ketenangan (“rust”).
Ketertiban menunjuk pada hubungan atau komunikasi zahiriah, jadi melihat
pada proses interaksi para pribadi dalam kelompok. Ketentraman atau
ketenangan menunjuk pada keadaan batiniyah, jadi melihat pada kehidupan
batiniyah (“internal life”) masing masing pribadi dalam kelompok.
Mengenai Grundnorm yang fundamentil dan abadi, yaitu kaidah pokok
atau dasar yang boleh dikatakan menjadi inti (“kern”) dari setiap tata kaidah
yang aktuil dan temporal. Secara teoritis “Grundnorm” tersebut dapat
menimbulkan kesimpulan, bahwa kalau suatu tata kaidah hukum tidak lagi
menjamin kedamaian hidup bersama, maka tidak seharusnya marsyarakat
bersikap sesuai dengan tata kaidah hukum tersebut. Sedangkan kaeda aktuil
tidak selalu identik dengan pasal-pasal, undang-undang. Suatu kaidah aktuil
memberikan patokan tentang sikap tindak, sedangkan suatu pasal undang-
undang tidak selalu memuat patokan prilaku, misalnya pasal-pasal yang
merumuskan suatu definisi atau yang isinya bersifat penjelasan belaka.
Rincian kaidah hukum yaitu sebagai berikut :
 Kaidah hukum hanya ditujukan kepada sikap lahir, konkret, nyata dari
manusia

8
 Kaidah hukum ditujukan kepada pelaku yang konkret, yaitu si pelaku
pelanggaran yang nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan
masyarakat tetapi untuk kepentingan masyarakat
 Masyarakat secara resmi diberikan kekuasaan untuk memberikan
sanksi atau menjatuhkan hukuman melalui pengadilan sebagai
wakilnya
 Kaidah hukum membebani kewajiban kepada manusia namun juga
memberikan hak

F. ISI DAN SIFAT KAIDAH HUKUM


Apabila ditinjau dari sudut isinya terdapat 3 macam kaidah hukum, yaitu :
1. Kaidah hukum yang berisikan suruhan (“Gebod”). Artinya kaidah hukum
tersebut mau tidak mau harus dijalankan atau ditaati.
 Contoh dari kaidah hukum yang berisikan suruhan dan berasal dari
bidang hokum tantra, misalnya pasal 22 ayat 1, 2 dan 3 Undang-
Undang dasar 1945, yaitu :
1. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
2. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
3. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus
dicabut.
 Contoh lainnya adalah dari bidang hukum perdata, misalnya pasal 45
ayat 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu
bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya.
2. Kaidah hukum yang berisikan larangan (“Verbod”). Yaitu ketentuan yang
menghendaki suatu perbuatan tidak boleh dilakukan.
 Contohnya pasal 8 dari undang-undang yang sama secara tegas
berisikan larangan, karena didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa
perkawinan dilarang antara dua orang yang :

9
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun
keatas
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
dengan saudara neneknya
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak
tiri
4. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara
susuan, dan bibi/paman susuan
5. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan
dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari satu
6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku dilarang kawin

3. Kaidah hukum yang berisikan kebolehan (“Mogen”). Yaitu ketentuan yang


tidak mengandung perintah dan larangan melainkan suatu pilihan boleh
digunakan atau tidak, namun bila digunakan akan mengikat bagi yang
menggunakannya
 Contoh dari kaidah hukum yang berisikan kebolehan antara lain, dapat
dijumpai pada pasal 29 ayat 1 dari undang undang yang sama. Pasal
tersebut menyatakan bahwa pihak pihak yang menikah dapat
mengadakan perjanjian tertulis pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan, asalkan tidak melanggar batas-batas hukum, agama,
dan kesusilaan.
Apabila isi kaidah hukum dihubungkan dengan sifat kaidah hukum, maka
kaidah-kaidah yang berisikan suruhan dan larangan adalah imperative,
sedangkan kaidah hukum yang berisikan kebolehan adalah fakultatif. Yang
dimaksudkan dengan kaidah hukum imperatif adalah kaidah hukum yang
harus ditaati, artinya kaidah hukum imperatif secara tidak bersyarat tidak
boleh menyimpang dari pedoman atau patokan, selain adanya pengecualian.
Sedangkan hukum fakultatif tidaklah mengikat atau wajib dipatuhi, artinya

10
kaidah hukum fakultatif masih diperbolehkan untuk berperikelakuan atau
bersikap tindak diluar pedoman atau patokan tersebut, yang bukan merupakan
pengecualian ataupun pelanggaran. Biasanya untuk kaidah hukum imperatif
dipergunakan istilah hukum memaksa (“dwingend-recht”), sedangkan untuk
kaidah hukum fakultatif dipakai istilah hukum mengatur atau hukum
menambah (“regelend-recht”, “aanvullend-recht”).

G. TUGAS KAIDAH HUKUM


Tujuan kaidah hukum yakni kedamaian hidup antar pribadi, kedamaian
tersebut meliputi dua hal, yaitu :
a. Ketertiban ekstern antar pribadi
b. Ketenangan intern pribadi
Kedua hal tersebut ada hubungannya dengan kaidah hukum yang bersifat dwi
tunggal yang merupakan sepasang nilai yang tidak jarang bersitegang, yaitu :
a. Memberikan kepastian dalam hukum (“certainty”, “zekerheid”)
b. Memberikan kesebandingan dalam hukum (“equity”, “billijkheid”,
“evenredigheid”)
Pasangan nilai yang berperanan dalam hukum, masih ada dua pasang lagi,
yakni :
a. Nilai kepentingan rohaniah/keakhlakan (spiritualisem) dan nilai
kepentingan jasmaniah/kebendaan (materialisem)
b. Nilai kebaruan (inovatisem) dan nilai kelanggengan (konservatisem)
Hubungan antara tujuan kaidah hukum dengan tugasnya adalah, pemberian
kepastian hukum tertuju kepada ketertiban, dan kesebandingan hukum tertuju
pada ketenangan atau ketentraman. Artinya, kehidupan bersama dapat tertib
hanya jika ada kepastian dalam hubungan sesama manusia dan pribadi akan
tenang jikalau dapat menerima apa yang sebanding dengan segala
perikelakuan atau sikap tindaknya.

11
H. KAIDAH HUKUM ABSTRAK DAN KONKRET
Kaidah hukum abstrak adalah kaidah hukum yang melihat pada perbuatan
seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak konkret. Kaidah hukum
abstrak ini merumuskan suatu perbuatan itu secara abstrak. Sedangkan, kaidah
hukum konkret adalah suatu kaidah hukum yang melihat perbuatan seseorang
itu lebih nyata (konkret).
Dari sifat-sifat kaidah hukum umum-individual dan kaidah hukum yang
abstrak-konkret, terdapat empat paduan kombinasi kaidah tersebut, yaitu:
 Kaidah hukum umum-abstrak.
Adalah suatu kaidah hukum yang ditujukan untuk umum dan
perbuatannya masih bersifat abstrak. Dapat dirumuskan sebgai berikut:
- Setiap warga negara dilarang mencuri
- Setiap orang dilarang membunuh sesamanya
 Kaidah hukum umum-konkret.
Adalah suatu Kaidah hukum yang ditujukan untuk umum dan
perbuatannya sudah tertentu.
 Kaidah hukum individual-abstrak.
Adalah kaidah hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang
tertentu dan perbuatannya bersifat abstrak (belum konkret).
 Norma hukum individual-konkret.
Adalah norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang
tertentu dan perbuatannya bersifat konkret.

I. PERUMUSAN KAIDAH HUKUM


Kaidah hukum sebagai bagian dari tata kaidah yang mengatur aspek hidup
antar pribadi bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama. Seperti
halnya dengan kaidah-kaidah yang lain, kaidah hukum juga mematoki atau
memberi pedoman, di samping sifat membatasi, perilaku/sikap tindak pribadi
dalam hubungannya dengan pribadi lain. Supaya pedoman tersebut dapat
dimengerti, maka kaidah hukum perlu dirumuskan sedemikian rupa sehingga

12
dengan rumusan-rumusan tersebut selanjutnya dapat dijadikan pedoman
bersama.
Perumusan kaidah hukum dapat digolongkan ke dalam dua pandangan
yakni:
a. Pandangan hipotetis atau bersyarat, (“hypothetical judment”')
Suatu kaidah hukum digolongkan ke dalam pandangan hipotetis
bilamana perumusan kaidah tersebut menunjuk adanya hubungan antara
suatu kondisi tertentu dengan konsekuensi tertentu. Berbagai ketentuan
dalam undang-undang pidana menunjukkan adanya hubungan tersebut.
Sebagai contoh dapat dibaca bunyi pasal-pasal, dalam KUHP, misalnya :
Pasal 362.
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
b. Pandangan katagoris (“catagorical judment”).
Dari berbagai pasal undang-undang dapat ditemukan adanya pasal-
pasal yang tidak menunjukkan hubungan kondisi dan konsekuensi. Pasal-
pasal seperti itu termasuk dalam pandangan kategoris contohnya seperti :
 Pasal 10 KUHP, Pidana terdiri dari :
a. Pidana pokok.
- Pidana mati
- Pidana penjara
- Pidana kurungan
- Pidana denda
b. Pidana Tambahan.
- Pencabutan hak-hak tertentu
- Perampasan barang-barang tertentu
- Pengumuman putusan hakim.
 Pasal 3 ayat(1) Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

13
“Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai
seorang suami”.
J. ESSENSIALIA KAIDAH HUKUM
Esensialia kaidah hukum adalah membatasi atau mematoki bukan
memaksa, sebab hukum itu sendiri dapat dilanggar dan tidak dapat melakukan
paksaan. Yang mengadakan paksaan itu adalah diri sendiri (karena adanya
kesadaran hukum) dan orang lain (petugas hukum).
Tidak ada kaidah hukum yang memaksa. Melainkan kaidah hukum
tersebut dapat menimbulkan adanya paksaan, dengan kata lain sifat memaksa
bukan esensil dari kaidah hukum.

K. WUJUD DAN TANDA KAIDAH HUKUM


Kaidah hukum merupakan pandangan hukum tentang bagaimana
seharusnya orang berprilaku dan bersikap tindak menurut hukum. Jadi sifatnya
abstrak dan ideal ( das sollen = apa yang seharusnya). Pernyataan kaidah
hukum telah menyangkur kaidah hukum didalam kenyataan riel, yang
merupakan perwujudan hukum. Disini kita berbicara masalah kenyataan
hukum jadi sifatnya riel ( das sein = apa yang senyatanya). Tentang hubungan
antara kedua macam pernyataan kaidah hukum ( saat terjadinya pernyataan
kaidah hukum):
a. HANS KELSEN : Penyataan kaidah hukum umum mendahului
pernyataan kaidah hukum individual.
b. TER HAAR : Penyataan kaidah individuil menyimpulkan penyataan
kaidah hukum umum.

Tentang hubungan antara penyataan kaidah hukum dengan kebiasaan.

a. LOGEMAN : Penyataan kaidah hukum diikuti oleh kebiasaan.


b. TER HAAR : kebiasaan mendahului penyataan kaidah hukum

14
Tentang sifat penyataan kaidah hukum, ada 2 yaitu:

a. Konstruktif/ kreatif, yaitu penyataan kaidah hukum yang langsung


maupun tidak langsung, merupakan penyataan kaidah hukum
individuil sekaligus penyataan kaidah hukum umum
b. Eksekutif, yaitu penyataan kaidah hukum dimana pentataan kaidah
hukum individual yang berdasarkan kaidah hukum umum.

Tanda-Tanda Penyataan Kaidah Hukum

 Berwujud :
a. Bahan-bahan resmi tertulis ( Per-UU-an, vonis, akta/surat otentik,dsb)
b. Rambu-rambu lalu lintas
c. Benda-benda
d. Kebiasaan ( kebiasaan memberi tip)
 Tidak berwujud :
a. Bunyi suara
b. Hikmat kata-kata
c. Perintah-perintah lisan

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa ilmu hukum adalah suatu
pengetahuan yang obyeknya adalah hukum dan yang khusus mengajarkan
perihal hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya. Ilmu hukum sebagai
ilmu kaidah, ilmu hukum sebagai ilmu pengertian dan ilmu hukum sebagai
ilmu kenyataan.
Ilmu hukum sebagai ilmu kaidah yang di dalamnya mencakup kaidah
sosial, kaidah kesopanan, kaidah agama, dan kaidah hukum. Ilmu hukum
sebagai ilmu kenyataan yang di dalamnya mencakup antropologi hukum,
sosiologi hukum, psikologi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum.
Sedangkan ilmu hukum sebagai ilmu pengertian yang di dalamnya
mencakup subyek hukum, obyek hukum, peristiwa hukum, hubungan hukum,
perbuatan hukum atau bukan perbuatan hukum dan akibat hukum, dan yang
terakhir adalah masyarakat hukum.

B. SARAN
Pada dasarnya manusia itu membutuhkan peraturan hidup dan ingin ditata
antara satu dengan yang lain supaya tidak ada perselisihan serta agar
kehidupannya menjadi aman, tentram dan damai. Dan manusia kalau bersifat
individualistis maka malah akan menimbulkan perselisihan selamanya, oleh
karena itu kita harus menyesuaikan diri supaya tidak terjadi pertikaian sesama
dalam masyarakat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto.1993.Perihal Kaidah Hukum.


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Ashyadie, Zaeni dan Arief Rahman.2017.Pengantar Ilmu Hukum.Depok: PT Raja
Grafindo
http://up-date09.blogspot.com/2012/02/makalah-norma-hukum.html?m=1
http://fadhlurrahmanhasan.blogspot.com/2016/05/makalah-ilmu-hukum_16.html?m=1

17

Anda mungkin juga menyukai