Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH HUKUM PERDATA

“HUKUM BENDA”
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah : Hukum Perdata

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Suryaningsih, M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok 6 B

1. Vivin Nur K 1905056040


2. Arya Bimantoro M 1905056042
3. Dina Rahmadani 1905056046
4. Eliana 1905056058
5. Dira Ramadani 1905056068
6. Yunialfi 1905056070
Kelas :

PPKn B 2019

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERTIAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Perdata ini
dengan baik tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Perdata dari Ibu Dr. Hj. Suryaningsih, M.Si Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang “Hukum benda” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih terkhusunya kepada Ibu Dr. Hj. Suryaningsih,
M.Si selaku dosen mata kuliah Hukum Perdata yang telah memberikan tugas ini serta telah
membina penulis dalam menulis makalah tersebut sehingga dapat menambah wawasan sesuai
dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
serta membagi sebagian pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak guna perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya semoga amal baik yang telah
diberikan oleh semua pihak kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Kuasa. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Samarinda, 2 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................4
A. Pengertian Benda & Hukum Benda..........................................................................................4
1. Pengertian Benda.....................................................................................................................4
2. Pengertian Hukum Benda.......................................................................................................5
B. Dasar Hukum Benda..................................................................................................................5
C. Klasifikasi Benda........................................................................................................................6
1. Benda Berwujud dan Tidak Berwujud..................................................................................6
2. Benda Bergerak dan Tidak Bergerak....................................................................................6
D. Pengertian Hak Kebendaan, Ciri-ciri Hak Kebendaan dan Pembedaan Hak kebendaan....8
1. Pengertian Hak Kebendaan....................................................................................................8
2. Ciri-ciri Hak Kebendaan.........................................................................................................9
3. Pembedaan Hak-hak Kebendaan.........................................................................................10
E. Macam-Macam Hak Kebendaan.............................................................................................10
F. Asas-Asas Hukum Benda..........................................................................................................19
G. Hak Kebendaan menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)...................................22
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................24
A. Kesimpulan...............................................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum perdata Indonesia Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah
dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan
pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai
dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum
perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika
hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum
(misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata
mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan
usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum
tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon
(yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika
Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan
sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di
Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.

Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di


Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau
dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan
wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansia.

Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan
mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di
Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat
KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:

1
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga,
yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum.
Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran,
kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk
bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan
di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda,
antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda
meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal
dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya
selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud
(misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-
ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun
1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut
juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu
hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan,
antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari
(ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat
dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-
undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan
KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajibanØsubyek


hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam
hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

B. Rumusan Masalah
Dari pembahasan diatas, penulis ingin menyampaikan beberapa inti permasalahan,
antara lain :

2
a) Apakah pengertian Benda & Hukum Benda ?

b) Apa yang Menjadi Dasar Hukum Benda ?

c) Bagaimana Klasifikasi Benda ?

d) Apa pengertian Hak Kebendaan, ciri-ciri Hak Kebendaan dan pembedaan Hak kebendaan
?

e) Apa saja macam-macam Hak Kebendaan ?

f) Apa saja Hak Kebendaan menurut Undang-undang pokok Agraria ?

g) Apa saja asas-asas hukum benda ?

C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui pengertian
dan syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam hukum benda. Dapat mengetahui macam-
macam hukum benda dan bisa mengetahui ciri-ciri hukum benda. Jadi dengan penulisan
makalah ini kita dapat melatih kita dalam mempelajiri apa itu hukum benda.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Benda & Hukum Benda


1. Pengertian Benda
Pengertian yang paling luas perkataan benda (zaak) adalah segala sesuatu yang dapat
dihaki oleh orang. Yang berarti benda sebagai obyek dalam hukum. Ada juga perkataan
benda dipakai dalam arti yang sempit, yaitu sebagai barang yang dapat dilihat saja, ada juga
dipakai jika yang dimaksud kekayaan seorang. Jika benda itu dipakai dalam arti kekayaan
seorang maka, benda itu meliputi barang – barang yang tak dapat dilihat yaitu hak – hak,
misalnya hak – hak piutang atau penagihan.sebagai mana seorang dapat menjual dan
menggadaikan hak – haknya. Begitu pula perkataan penghasilan telah mempunyai dua
macam pengertian yaitu selain berarti penghasilannya sendiri dari suatu benda, ia dapat
berarti juga hak untuk memungut penghasilan itu, misalnya hak memungut uang sewa atau
bunga dari suatu modal. Penghasilan semacam ini yang oleh undang – undang dinamakan
“burgerlijke vruchten” sebagai lawan dari “natuurlijke vrechten”.

Menurut Pasal 499 KUHPerdata, pengertian benda (zaak) adalah segala sesuatu yang
dapat menjadi obyek hak milik. Yang dapat menjadi obyek hak milik dapat berupa barang
dan dapat pula berupa hak, seperti hak cipta, hak paten, dan lain – lain. Namun pengertian
benda yang dimaksud oleh KUHPerdata adalah benda berwujud seperti kendaraan bermotor,
tanah, dan lain – lain. Sedangkan benda tak berwujud seperti hak cipta, paten, tdak diatur oleh
KUHPerdata, melainkan diatur dalam undang – undang tersendiri, yaitu Undang – Undang
Perlindungan HKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) (Djaja S. Meliala, 2015 : 4).

Menurut Prof.Soediman Kartohadiprodjo benda adalah semua barang yang berwujud


dan hak (kecuali hak milik. Menurut Prof.Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, pengertian benda
ialah barang yang berwujud yang dapat ditangkap dengan pancaindra, tapi barang yang tak
berwujud termasuk benda juga. Menurut prof. subekti, perkataan benda (zaak) dalam arti luas
ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang, dan perkataan dalam arti sempit ialah
sebagai barang yang dapat terlihat saja. Menurut Prof.L.J.van Apeldoorn, benda dalam arti

4
yuridis ialah sesuatu yang merupakan obyek hukum. Hakikat benda (zaak) adalah sesuatu
hakikat yang diberikan oleh hukum obyektif (P.N.H.Simanjuntak, 2015 : 176).

Jadi di dalam KUHPerdata, kata zaak mempunyai dua arti, yaitu barang berwujud dan
bagian dari pada harta kekayaan, yang termasuk zaak selain dari pada barang yang berwujud,
juga beberapa hak tertentu sbagai barang yang tak berwujud, juga beberapa hak tertentu
sebagai barang yang tak berwujud. Selain pengertian tersebut, benda (zaak) dapat berarti
bermacam – macam, yaitu :

a. Benda sebagai obyek hukum (Pasal 500KUHPerdata)

b. Benda sebagai kepentingan (Pasal 1354 KUHPerdata)

c. Benda sebagai kenyataan hukum (Pasal 1263 KUHPerdat)

d. Benda sebagai perbuatan hukum (Pasal 1792 KUHPerdata)

2. Pengertian Hukum Benda


Hukum benda adalah terjemahann dari istilah bahasa Belanda, yaitu “zakenrecht”.
Menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo, hukum kebendaan ialah semua kaidah hukum
yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak – hak atas benda. Adapun
menurut Prof. L.J.Apeldoorn, hukum kebendaan adalah peraturan mengenai hak – hak
kebendaan.

Menurut Prof. sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang diatur dalam Hukum Benda,
ialah pertama-tama mengatur pengertian dari benda, kemudian pembedaan macam-macam
benda, dan selanjutnya bagian yang terbesar mengatur mengenai macam-macam hak
kebendaan. Jadi hukum benda adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai
hak-hak kebendaan yang sifatnya mutlak (P.N.H.Simanjuntak, 2015 :177)

B. Dasar Hukum Benda


Pada masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam:

a) Undang Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak kebendaan yang
berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya.

b) Undang Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas penggunaan
merek perusahaan dan merek perniagaan. 

5
c) Undang Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta sebagai
benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik.

d) Undang Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hakatas
tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband .

C. Klasifikasi Benda
Definisi benda yang diberikan oleh Pasal 499 KUHPerd di atas menunjukkan bahwa
ada perbedaan terminologi antara benda dan barang. Benda memiliki pengertian yang lebih
luas dari pada pengertian barang yaitu selain mencakup barang itu sendiri. Benda juga dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut arti pentingnya dalam hubungan dan
perbuatan hukum terhadap benda, berikut ini bebrapa jenis klasifikasi benda, yaitu :

1. Benda Berwujud dan Tidak Berwujud


Benda berwujud adalah benda yang nyata dapat dirasakan oleh seluruh panca indra
manusia, sedangkan benda tidak berwujud adalah hak yang dilekatkan pada suatu benda
tertentu yang memiliki wujud.29 Benda tidak berwujud memiliki karakteriistik hanya bisa
dilekati hak saja.

Arti penting dalam pengertian ini terletak pada penyerahannya melalui perbuatan
hukum, contohnya jual beli, hibah, waris. Penyerahan benda berwujud bergerak dilakukan
dari tangan ke tangan. Penyerahan benda berwujud tidak bergerak dilakukan dengan balik
nama. Penyerahan benda tidak berwujud dilakukan berdasarkan Pasal 613 KUHPerd, piutang
atas nama (op naam, on name) dengan cara cessie, piutang atas tunjuk (aan toonder, on
bearer) dengan cara penyerahan suratnya dari tangan ke tangan, piutang atas pengganti (aan
order, on order) dengan cara endosemen dan penyerahan surat dari tangan ke tangan.

2. Benda Bergerak dan Tidak Bergerak


Arti penting pada klasifikasi ini terletak pada penguasaan (bezit, take hold) ,
penyerahan (levering), daluarsa (veryaring), dan pembebanan (bezwaring). Benda bergerak
dapat dibedakan menjadi 2 kelompok :

1) Berdasarkan sifatnya Pasal 509 KUHPerd menyebutkan bahwa benda bergerak berdarkan
sifatnya adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindah dan berpindah dari satu tempat ke
tempat lain, contohnya mobil, motor, kapal.

6
2) Berdasarkan ketentuan Undang-undang Benda bergerak berdasarkan ketentuan undang-
undang adalah benda-benda baik yang berwujud maupun tidak berwujud yang ditentukan
sebagai benda bergerak oleh ketentuan undang-undang. Contohnya surat utang, hak pakai
hasil, dan saham. Sedangkan benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu :

1) Menurut sifatnya

Menurut ketentuan Pasal 506 KUHPerd menyebutkan bahwa benda tidak bergerak menurut
sifatnya adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat dipindah atau berpindah dari satu
tempat ke tempat lain. Contohnya tanah, pohon, rumah.

2) Berdasarkan peruntukkannya atau tujuannya

Pasal 508 KUHPerd memuat ketentuan mengenai benda berdasarkan peruntukkannya atau
tujuannya, Pasal tersebut menyebutkan benda tidak bergerak ialah benda yang melekat
dengan tanah atau bangunan meskipun tidak bersifat permanen, dengan tujuan untuk
mengikuti tanah atau bangunan tersebut untuk waktu yang lama.

3) Berdasarkan ketentuan undang-undang

Benda tidak bergerak menurut ketentuan undang-undang adalah segala benda-benda baik
yang berwujud maupun tidak berwujud yang oleh ketentuan undang-undang disebut atau
dinyatakan sebagai benda tidak bergerak. Adapun perikatan yang lahir dari undang-undang,
pembentuk undang-undang tidak menentukan aturan umumnya karena perikatan ini sesuai
dengan namanya yaitu perikatan yang bersumber dari undang-undang, maka isinya lepas dari
kemauan para pihak.

a) Benda Dipakai Habis dan Tidak Dipakai

Habis Benda habis pakai merupakan perjanjian yang objeknya benda dipakai habis apabila
dibatalkan akan mengalami kesulitan dalam pemulihan pada keadaan semula.
Penyelesaiaannya adalah harus digantikan dengan benda lain yang sejenis dan senilai.

Benda tidak habis pakai adalah perjanjian yang objeknya benda habis pakai apabila
dibatalkan tidak begitu mengalami kesulitan pemulihan dalam keadaan semula karena
bendanya masih ada dan dapat diserahkan kembali, contohnya jual beli televise, kendaraan
bermotor, emas.

b) Benda Sudah Ada dan Akan Ada

7
Benda yang akan ada absolut, yaitu benda yang pada saat itu sama sekali belum ada,
misalnya hasil panen pada musim panen yang akan ada, benda yang aka nada relative, yaitu
benda yang pada saat itu sudah ada, tapi bagi orang-orang tertentu belum ada, misalnya
barang-barang yang sudah dibeli namun belum diterima.

Arti penting benda ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan utang atau pada pelaksaan
perjanjian. Benda yang sudah ada dapat dijadikan jaminan utang dan perjanjian objeknya
benda yang akan ada dapat menjadi batal jika pemenuhannya tidak mungkin dilakasanakan
sama sekali

c) Benda Dalam Perdagangan dan Luar Perdagangan

Arti penting dalam klasifikasi ini terdapat pada penyerahannya dan pemindahtangannya
karena jual beli atau pewarisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjualbelikan daengan
bebas dan dapat diwariskan. Benda diluar pedagangan tidak dapat diperjualbelikan dan tidak
dapat diwariskan.

d) Benda Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi

Pada perjanjian yang objeknya benda dapat dibagi, prestasi dapat dilakukan secara sebagian
demi sebagian, misalnya satu ton beras dapat dibagi tanpa mengubah arti dan sifatnya. Dalam
perjanjian yang objeknya tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasinya tidak bisa dilakukan
sebagian demi sebagian, tetap harus utuh. Misalnya prestasi seekor sapi.

e) Benda Terdaftar dan Tidak Terdaftar

Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda pendaftaran atau sertifikat atas nama pemiliknya
sehingga mudah dikontrol pemilikannya, pengaruhnya terhadap ketertiban umum, kewajiban
pemiliknya untuk membayar pajak, dan kewajiban masyarakat untuk menghorati kepemilikan
orang lain. Benda tidak terdaftar disebut juga benda tidak atas nama. Umumnya benda
bergerak yang tidak sulit pembuktian pemilikannya, karena berlaku asas ”yang menguasai
dianggap sebagai pemiliknya”. Selain itu, tidak berpengaruh atau berbahaya bagi ketertiban
umum bagi pemiliknya untuk membayar pajak.

8
D. Pengertian Hak Kebendaan, Ciri-ciri Hak Kebendaan dan Pembedaan Hak
kebendaan
1. Pengertian Hak Kebendaan
Hak kebendaan (zakelijk recht)  adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan
langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Menurut Prof. L.J.
van Apeldoorn, hak-hak kebendaan adalah hak-hak harta benda yang memberikan kekuasaan
langsung atas sesuatu benda. Kekuasaan langsung berarti bahwa ada terdapat sesuatu
hubungan yang langsung antara orang-orang yang berhak dan benda tersebut. Demikian juga
menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak
mutlak atas suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda
dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Menurut KUH Perdataa buku kedua tentang
kebendaan, pasal 499 kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat
dikuasai oleh hak milik.

Dari rumusan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, hak kebendaan merupakan suatu
hak mutlak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan
setiap orang dan mempunyai sifat melekat.

2. Ciri-ciri Hak Kebendaan


Pada dasarnya, ciri-ciri dari suatu hak kebendaan itu adalah sebagai berikut:
a. Merupakan hak mutlak
Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap
siapa pun juga.
b. Mempunyai zaaks gevolg atau droit de suite.   
Hak kebendaan mempunyai zaaks gevolg (hak yang mengikuti), artinya hak itu terus
mengikuti bendanya di mana pun juga (dalam tangan siapa pun juga) barang itu berada. Hak
itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya.
c. Mempunyai system
Sistem yang terdapat pada hak kebendaan ialah mana yang lebih dulu terjadinya,
tingkatnya adalah lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian. Misalnya: seorang pemilik
tanah menghipotikkan tanahnya, kemudian tanah tersebut diberikan kepada orang lain dengan
hak memungut hasil, maka dalam hal ini, hak hipotik mempunyai tingkat yang lebih tinggi
daripada hak memungut hasil yang baru terjadi kemudian
d. Mempunyai droit de preference

9
Hak kebendaan mempunyai droit de preference, yaitu hak yang lebih didahulukan
daripada hak lainnya.
e. Mempunyai macam-macam actie
Pada hak kebendaan ini, orang mempunyai macam-macam actie jika terdapat
gangguan atas haknya, yaitu berupa penuntutan kembali, gugatan untuk menghilangkan
gangguan-gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan dalam keadaan semula, gugatan
untuk penggantian kerugian dan sebagainya. Pada hak kebendaan, gugatnya itu disebut
dengan gugat kebendaan. Gugatan-gugatan ini dapat dilaksanakan terhadap siapapun yang
menganggu haknya.Mempunyai cara pemindahan yang berlainan Kemungkinan untuk
memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan.
Sedangkan menurut Prof. Subekti, hak-hak kebendaan mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut :
a. Memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda.
b. Dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
c. Mempunyai sifat "melekat", yaitu mengikuti benda bila inidipindahtangankan {"droit de
suite").
d. Hak yang lebih tua selalu dimenangkan terhadap yang lebih muda.
3. Pembedaan Hak-hak Kebendaan
Di dalam Buku II KUHPer diatur macam-macam hak kebendaan, akan tetapi dalam
membicarakan macam-macam hak kebendaan dalam Buku II KUHPdt harus diingat
berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria.
Dengan demikian, hak-hak kebendaan yang diatur dalam Buku II KUHPdt (yang sudah
disesuaikan dengan berlakunya UUPA No. 5/1960) dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
1. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan meliputi :
a) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri,
misalnya: hak eigendom, hak bezit.
b) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain, misalnya:
hak opstal,  hak erfpacht, hak memungut hasil, hak pakai, hak mendiami.
2. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrechf). Misalnya: hak
gadai (pand),  hipotik. Di samping itu, ada pula hak-hak yang diatur dalam Buku II KUHPdt,
tetapi bukan merupakan hak kebendaan, yaitu privilege dan hak retentie. Namun, hak-hak ini
dapat pula digolongkan dalam hak kebendaan.

10
E. Macam-Macam Hak Kebendaan
Hak kebendaan diatur dalam Buku II Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Namun dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), ketentuan
yang terdapat di Buku II KUH Perdata yang berkaitan dengan bumi, air dan segala kekayaan
alam yang ada di dalamnya kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik dicabut. Dengan
mengingat berlakunya UUPA, secara umum hak kebendaan dibedakan menjadi: 
1. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht), meliputi:
 Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri, misalnya
hak eigendom dan hak bezit.
 Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain, misalnya
hak pakai dan hak mendiami.
2. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht), misalnya
gadai dan hipotik.
Berbagai macam hak kebendaan yang diatur dalam Buku II KUH Perdata dan UUPA antara
lain :

1. Hak Bezit

Hak bezit atau kedudukan berkuasa adalah salah satu hak kebendaan yang diatur dalam Pasal
529 – 569 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH
Perdata). Menurut Pasal 529 KUH Perdata, kedudukan berkuasa adalah kedudukan seseorang
yang menguasai suatu kebendaan, baik dengan diri sendiri, maupun dengan perantaraan
orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki
kebendaan tersebut. Bezit kemudian dapat dibedakan menjadi:

1. Bezit yang beritikad baik, yakni apabila si pemegang kedudukan berkuasa


memperoleh kebendaan dengan cara memperoleh hak milik, di mana ia tidak
mengetahui adanya cacat atau kekurangan yang terdapat di dalamnya (Pasal 531 KUH
Perdata).
2. Bezit yang beritikad buruk, yakni apabila si pemegang kedudukan berkuasa
mengetahui bahwa benda yang ada padanya bukan miliknya (Pasal 532 KUH
Perdata).

11
Pasal 533 KUH Perdata menentukan bahwa setiap pemegang kedudukan berkuasa selalu
dianggap beritikad baik dan tuduhan bahwa si pemegang kedudukan berkuasa beritikad buruk
harus dibuktikan oleh orang yang menuduh. Dengan demikian selama tidak terbukti adanya
itikad buruk, maka setiap orang harus dianggap memegang kedudukan berkuasa untuk diri
sendiri.

Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk adanya bezit: 

1. Corpus, yaitu hubungan antara orang yang bersangkutan dengan bendanya.


2. Animus, yaitu hubungan antara orang dengan bendanya harus dikehendaki oleh yang
bersangkutan. Yang dimaksud dengan kehendak adalah kehendak yang sempurna,
yaitu bukan kehendak dari anak kecil atau orang gila.
Adapun fungsi dari bezit adalah sebagai berikut: 
1. Fungsi polisionil, yaitu bezit mendapat perlindungan dari hukum. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 533 KUH Perdata, setiap orang mendapat perlindungan hukum atas
suatu benda sampai terbukti di muka pengadilan bahwa ia sebenarnya tidak berhak.
2. Fungsi zakenrechtelijk, apabila bezit berlangsung terus selama jangka waktu tertentu
dan tidak ada protes dari pemilik sebelumnya, maka bezit akan berubah menjadi hak
milik. Pada keadaan ini dikenal lembaga verjaring, Namun fungsi ini hanya berlaku
pada burgerlijk bezit saja. Yang dimaksud dengan burgerlijk bezit adalah suatu bezit
yang si pemegang bezit memang berkehendak untuk mempunyai barang itu bagi
dirinya sendiri. Burgerlijk bezit berbeda dengan detentie, dimana si pemegang bezit
memperoleh kedudukannya berdasarkan pada suatu hubungan hukum dengan orang
lain.
Pada prinsipnya suatu bezit dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu: 
1. Dengan jalan occupatio (mendaku atau menduduki bendanya), yaitu memperoleh
bezit dengan cara yang mandiri, tanpa bantuan dari orang yang lebih dahulu
membezit. Misalnya nelayan yang memancing ikan di laut.
2. Dengan jalan traditio (penyerahan bendanya), yaitu memperoleh bezit dengan
bantuan dari orang yang terlebih dahulu membezit.
Selain melalui kedua cara tersebut, bezit juga dapat diperoleh melalui pewarisan. Pasal 541
KUH Perdata menentukan bahwa kedudukan berkuasa seseorang yang meninggal dunia, atas

12
segala apa yang sewaktu hidup dikuasainya, pada saat meninggalnya beralih ke tangan ahli
warisnya, dengan segala sifat dan aib celanya.
Seseorang dapat kehilangan bezit karena beberapa hal, yaitu: 
1. Binasanya benda
2. Hilangnya benda
3. Orang membuang benda itu
4. Orang lain memperoleh bezit itu dengan jalan traditio atau occupatio.
2. Hak Milik

Hak milik (eigendom) merupakan salah satu jenis hak kebendaan yang diatur dalam Buku II
Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata).
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (UUPA), hak milik atas tanah dicabut dari Buku II KUH Perdata dan diatur
dalam UUPA. Sehingga cara memperoleh, peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak milik
atas tanah berbeda dengan apa yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. 
Mengenai hak milik diatur dalam Bab Ketiga Pasal 570 – 624 KUH Perdata. Pasal 570 KUH
Perdata menerangkan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu
kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi
kemungkinan akan adanya pencabutan hak tersebut demi kepentingan umum berdasarkan
atas ketentuan undang-undang dengan disertai pembayaran ganti rugi.
Dengan demikian hak milik dapat dikatakan sebagai hak kebendaan yang paling utama
apabila dibandingkan dengan hak kebendaan yang lain. Adapun ciri-ciri hak milik menurut
Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan adalah: 
1. Hak milik merupakan hak induk terhadap hak kebendaan lainnya.
2. Hak milik merupakan hak yang selengkap-lengkapnya.
3. Hak milik bersifat tetap, artinya tidak akan  lenyap terhadap hak kebendaan yang lain.
4. Hak milik merupakan inti dari kebendaan yang lain.
Meskipun hak milik merupakan hak kebendaan yang paling utama, terhadap hak milik
terdapat beberapa pembatasan, yaitu: 
1. Undang-undang dan peraturan umum
2. Tidak menimbulkan gangguan
3. Kemungkinan adanya pencabutan hak (onteigening).

13
4. Hukum tetangga
5. Penyalahgunaan hak.
Secara umum cara memperoleh hak milik diatur dalam Pasal 584 KUH Perdata, yaitu: 
1. Pemilikan/pendakuan (toeeigening)
2. Perlekatan/ikutan (natrekking)
3. Daluwarsa/lampaunya waktu (verjaring)
4. Pewarisan (erfopvolging), baik menurut undang-undang maupun surat wasian.
5. Penunjukan/penyerahan (levering)
Selain diatur dalam Pasal 584 KUH Perdata, cara memperoleh hak milik juga diatur dalam
pasal-pasal diluar Pasal 584 KUH Perdata, yaitu: 
1. Penjadian benda (zaaksvorming)
2. Penarikan buahnya (vruchttrekking)
3. Persatuan benda (vereniging)
4. Pencabutan hak (onteigening)
5. Perampasan (verbeurdverklaring)
6. Pencampuran harta (boedelmenging)
7. Pembubaran dari sebuah badan hukum
8. Abandonnement
Sedangkan cara berakhirnya hak milik adalah sebagai berikut: 
1. Karena orang lain memperoleh hak milik itu dengan salah satu cara untuk
memperoleh hak milik di atas.
2. Karena binasanya benda.
3. Karena pemegang hak milik melepaskan hak milik atas benda tersebut.
3. Hak Pekarangan
Pengabdian pekarangan merupakan satu dari berbagai jenis hak kebendaan. Mengenai
pengabdian pekarangan diatur dalam Pasal 674 – Pasal 710 Burgerlijk Wetboek (Kutab
Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Pasal 674 KUH Perdata
menentukan bahwa pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diberikan kepada
pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan
milik orang yang lain.
Dapat dikatakan bahwa pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan di atas
suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain. 1 Pasal 675 KUH Perdata menentukan
kewajiban yang muncul dari adanya pengabdian pekarangan adalah berupa kewajiban untuk
membiarkan sesuatu atau akan tidak berbuat sesuatu.

14
Pasal 677 KUH Perdata membedakan pengabdian pekarangan menjadi pengabdian
pekarangan yang abadi dan yang tidak abadi. Pengabdian pekarangan abadi terjadi apabila
penggunaannya berlangsung atau dapat dilangsungkan terus menerus, dengan tidak
memerlukan suatu perbuatan manusia. Misalnya hak mengalirkan air, hak mengenai selokan,
hak atas pemandangan keluar, dan lain-lain. Sedangkan pengabdian pekarangan tidak abadi
terjadi apabila penggunaannya memerlukan keterlibatan manusia, misalnya hak melintas
pekarangan, hak mengambil air, hak menggembala ternak, dan lain-lain.
Selain itu, pengabdian pekarangan juga dapat dibedakan menjadi pengabdian pekarangan
yang tampak dan yang tidak tampak. Disebut pengabdian pekarangan tampak apabila ditandai
dengan suatu perbuatan manusia, misalnya sebuah pintu, jendela, pipa air, dan lain-lain.
Sedangkan pengabdian pekarangan yang tidak tampak apabila tidak terdapat suatu barang
yang menandainya, misalnya larangan untuk mendirikan bangunan di sebuah pekarangan
atau larangan untuk mendirikan bangunan lebih tinggi dari seuatu ketinggian tertentu.
Menurut C.S.T. Kansil, suatu pengabdian pekarangan atau servituut adalah sah apabila
memenuhi syarat-syarat berikut: 
1. Harus ada dua halaman yang letaknya saling berdekatan, dibangun atau tidak
dibangun dan yang dimiliki oleh berbagai pihak.
2. Kemanfaatan dari hak pekarangan itu harus dapat dinikmati atau dapat berguna bagi
berbagai pihak yang memiliki halaman tadi.
3. Hak pekarangan harus bertujuan untuk meninggalkan kemanfaatan dari halaman
penguasa.
4. Beban yang diberatkan itu harus senantiasa bersifat menanggung sesuatu.
5. Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hak pekarangan itu hanya dapat ada dalam
hal membolehkan sesuatu, atau tidak membolehkan sesuatu.
Menurut Pasal 695 KUH Perdata, ada dua hal yang menjadi penyebab lahirnya pengabdian
pekarangan, yaitu karena suatu perbuatan perdata dan karena daluwarsa. Sedangkan cara
berakhirnya suatu pengabdian pekarangan adalah:
1. Pekarangan pemberi beban dan penerima beban menjadi milik saatu orang.
2. Selama tiga puluh tahun berturut-turut tidak pernah digunakan.
4. Hak Numpang Karang
Hak numpang karang dan hak usaha tergolong ke dalam hak kebendaan. Hak numpang
karang diatur dalam Buku II Bab Ketujuh Pasal 711 – Pasal 719 Burgerlijk Wetboek (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Sedangkan hak usaha diatur
dalam Buku II bab Kedelapan Pasal 720 – 736 KUH Perdata.

15
Menurut ketentuan Pasal 711 KUH Perdata, hak numpang karang adalah suatu hak
kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman di atas
pekarangan orang lain. Sedangkan pengertian hak usaha menurut Pasal 720 KUH Perdata
adalah suatu hak kebendaan untuk menikmai sepeuhnya akan kegunaan suatu barang tidak
bergerak milik orang lain, dengan kewajiban untuk membaar upeti tahunan kepada pemilik
sebagai pengakuan atas kepemilikannya, baik berupa uang, berupa hasil atau pendapatan.
Kedua hak kebendaan ini lahir karena adanya suatu perbuatan perdata. Perbuatan perdata
tersebut harus diumumkan sesuai dengan ketentuan Pasal 620 KUH Perdata. Sedangkan cara
berakhirnya pun sama, yaitu:
1. Karena percampuran.
2. Karena musnahnya pekarangan.
3. Karena kadaluwarsa dengan tenggang waktu tiga puluh tahun.
4. Setelah lewatnya waktu yang diperjanjikan atau ditentukan pada saat lahirnya hak
numpang karang.
5. Hak Guna Usaha
Hak numpang karang dan hak usaha tergolong ke dalam hak kebendaan. Hak numpang
karang diatur dalam Buku II Bab Ketujuh Pasal 711 – Pasal 719 Burgerlijk Wetboek (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Sedangkan hak usaha diatur
dalam Buku II bab Kedelapan Pasal 720 – 736 KUH Perdata.
Menurut ketentuan Pasal 711 KUH Perdata, hak numpang karang adalah suatu hak
kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman di atas
pekarangan orang lain. Sedangkan pengertian hak usaha menurut Pasal 720 KUH Perdata
adalah suatu hak kebendaan untuk menikmai sepeuhnya akan kegunaan suatu barang tidak
bergerak milik orang lain, dengan kewajiban untuk membaar upeti tahunan kepada pemilik
sebagai pengakuan atas kepemilikannya, baik berupa uang, berupa hasil atau pendapatan.
Kedua hak kebendaan ini lahir karena adanya suatu perbuatan perdata. Perbuatan perdata
tersebut harus diumumkan sesuai dengan ketentuan Pasal 620 KUH Perdata. Sedangkan cara
berakhirnya pun sama, yaitu:
1. Karena percampuran.
2. Karena musnahnya pekarangan.
3. Karena kadaluwarsa dengan tenggang waktu tiga puluh tahun.
4. Setelah lewatnya waktu yang diperjanjikan atau ditentukan pada saat lahirnya hak
numpang karang.
6. Hak Pakai Hasil

16
Hak pakai hasil atau vruchtgebruik adalah salah satu bentuk hak kebendaan. Mengenai hak
pakai hasil diatur dalam Buku II Bab Kesepuluh Pasal 756 – 817 Burgerlijk Wetboek (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Menurut ketentuan Pasal 756
KUH Perdata, hak pakai hasil adalah suatu hak kebendaan, dengan mana seorang
diperbolehkan menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang lain, soleh-olah dia
sendiri pemilik kebendaan itu, dan dengan kewajiban memeliharanya sebaik-baiknya.
Hak pakai hasil lahir karena ditentukan oleh undang-undang atau oleh kehendak si pemilik.
Pasal 760 KUH Perdata menentukan bahwa perbuatan perdata yang melahirkan hak pakai
hasil mengenai kebendaan tak bergerak harus diumumkan sesuai dengan ketentuan Pasal 620
KUH Perdata. Sedangkan untuk benda bergerak hak kebenaan lahir melalui penyerahan
bendanya.
Atas hak pakai hasil yang diperolehnya, si pemakai hasil berhak untuk menikmati segala jenis
hasil dari kebendaan tersebut. Sedangkan kewajiban dari pemakai hasil menurut ketentuan
Pasal 783 – 754 KUH Perdata adalah: 1
1. Membuat catatan atau daftar pada saat ia menerima hak pakai hasil.
2. Menanggung semua biaya pemeliharaan dan perbaikan yang biasa.
3. Memelihara benda tersebut sebaik-baiknya dan menyerahkannya dalam keadaan yang
baik apabila hak pakai hasil berakhir.
Adapun penyebab hapusnya hak pakai hasil menurut ketentuan Pasal 807 KUH Perdata
adalah sebagai berikut:
1. Karena meninggalnya si pemakai hasil.
2. Apabila tenggang waktu atau syarat-syarat telah lewat atau telah terpenuhi.
3. Karena percampuran, yaitu apabila hak milik dan hak pakai hasil berada pada orang
yang sama.
4. Karena pelepasan hak oleh si pemakai kepada si pemilik.
5. Karena kedaluwarsa, yaitu apabila si pemakai selama tiga puluh tahun tidak
menggunakan haknya.
6. Karena musnahnya seluruh benda.
7. Hak Gadai

Menurut KUHPdt Gadai adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh seorang berpiutang atas
suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang
lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang

17
berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana
harus didahulukan (Pasal 1150 KUHPdt).

Sifat-sifat hak gadai, Hak gadai ini bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari
perjanjian pokok yang berupa perjanjian pinjaman uang. Ini dimaksudkan untuk menjaga
jangan sampai si ber-utang itu lalai membayar kembali utangnya. Menurut Pasal 1160
KUHPdt, hak gadai ini tidak dapat dibagi-bagi. Artinya, se-bagian hak gadai itu tidak
menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari utang. Gadai tetap meletak atas seluruh
benda-nya.

Syarat-syarat timbulnya hak gadai, Hak gadai lahir dengan penyerahan kekuasaan atas
barang yang dijadikan tanggungan pada pemegang gadai. Hak atas barang gadai ini dapat
pula ditaruh di bawah kekuasaan seorang pihak ketiga atas persetujuan kedua belah pihak
yang berkepentingan (Pasal 1152 ayat 1 KUHPdt). Selanjutnya menurut Pasal 1152 ayat (2)
KUHPdt, gadai tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si pemberi
gadai (si berutang).

Obyek hak gadai, Yang dapat dijadikan obyek dari hak gadai ialah semua benda yang
bergerak, yaitu: 1)      Benda bergerak yang berwujud. 2)      Benda bergerak yang tak
berwujud, yaitu berupa pelbagai hak untuk mendapatkan pembayaran utang, yaitu yang
berwujud: a)  Surat-surat piutang atas pembawa. b)  Surat-surat piutang atas tunjuk c)  Surat-
surat piutang atas nama.

8. Hak reklame
Hak reklame dan hak retentie diatur dalam Buku II Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata) karena memiliki kemiripan dengan hak
kebendaan. Hak reklame memiliki unsur yang sama dengan hak kebendaan, sedangkan hak
retentie memiliki kesamaan dengan gadai.
Menurut Pasal 1145 KUH Perdata, hak reklame adalah hak yang diberikan kepada penjual
untuk menuntut kembali barang-barangnya selama barang tersebut masih berada di tangan
pembeli. Penuntutan tersebut harus dilakukan paling lama 30 hari setelah penyerahan dan
barang tersebut belum disewakan atau dijual kepada pembeli yang beritikad baik. Kemiripan
antara hak reklame dan hak kebendaan terletak pada keberadaan hak tersebut yang melekat
pada bendanya dan dapat dipertahankan terhadap siapapun.

18
Hak retentie tidak diatur dalam suatu Pasal khusus, namun tercerai berai dalam berbagai
Pasal, misalnya Pasal 567, 575, 576, dan lain-lain. Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan hak retentie adalah hak untuk menahan suatu benda, sampai suatu piutang yang
berkaitan dengan benda tersebut dilunasi. 3 Adapun sifat-sifat dari hak retentie adalah: 4
1. Merupakan perjanjian accessoir, yaitu perjanjian yang mengikuti perjanjian pokok.
Sehingga benda yang menjadi obyek hak retentie haruslah berhubungan dengan
perjanjian pokoknya.
2. Tidak dapat dibagi-bagi. Sehingga apabila hutang hanya dibayar sebagian, tidak
bolehlah bendanya dikembalikan sebagian.
3. Tidak membawa serta hak memakai. Sehingga pemegang hak retentie hanya boleh
menahan benda, ia tidak boleh memakai benda yang ditahan.
9. Hak Retentie

Hak retentie ini juga diatur dalam Buku II KUHPdt, karena mengandung persamaan dengan
gadai. Hak retentie ini juga memberikan jaminan dan juga bersifat accessoir. Menurut Prof.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang dimaksud dengan hak retentie adalah hak untuk
menahan sesuatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian dengan benda itu dilunasi
Sedangkan menurut H.F.A. Vollmar, hak menahan (hak retentie) adalah hak untuk tetap
memegang benda milik orang lain sampai piutang si pemegang mengenai benda tersebuttelah
lunas. Hak retentie ini mempunyai sifat yang tak dapat dibagi-bagi. Artinya, pembayaran atas
sebagian utang saja, tidak berarti ha-pusnya hak retentie (harus mengembalikan sebagian dari
barang yang ditahan). Hak retentie hapus apabila seluruh utang telah dibayar lunas. 

F. Asas-Asas Hukum Benda


Menurut Prof.Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ada 10 asas-asas umum dari hukum benda,
yaitu : (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1981: 36-40)

a. Merupakan hukum memaksa (dwingendrecht)

Menurut asas ini, atas suatu benda itu hanya dapat diadakan hak kebendaan sebagaimana
yangntelah disebutkan dalam undang-undang. Hak-hak kebendaan tidakan akan memberikan
wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam undang-undang. Dengan kata
lain, kehendak para pihak tidak dapat memengaruhi isi hak kebendaan. Jadi, berlakunya
aturan-aturan itu tidak dapat disimpangi oleh para pihak

19
b. Dapat dipindahkan

Menurut asas ini, semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali hak pakai dan hak
mendiami. Jadi, orang yang berhak tidak dapat menentukan bahwa tidak dapat
dipindahtangankan. Namun orang yang berhak juga dapat menyanggupi bahwa ia tidak akan
memperlainkan barangnya. Akan tetapi, berlakunya itu dibatasi oleh Pasal 1337
KUHPerdata, yaitu tidak berlaku jika tujuannya bertentangan dengan kesusilaan.

c. Asas individualiteit

Menurut asas ini, obyek dari hak kebendaan adalah suatu barang yang dapat ditentukan
(individueel bepaald), artinya orang hanya dapat sebagai pemilik dari barang yang berwujud
yang merupakan kesatuan : rumah, mebel, hewan. Jadi orang tidak dapat mempunyai hak
kebendaan di atas barang-barang yang ditentukan jenis dan jumlahnya.

d. Asas totaliteit

Menurut asas ini, hak kebendaan selalu melekat atas keseluruhan daripada obyeknya. Dengan
kata lain, bahwa siapa yang mempunyai hak kebendaan atas suatu barang, ia mempunyai hak
kebendaan itu atas keseluruhan barang itu dan juga atas bagianbagiannyayang tidak
tersendiri. Jadi, jika suatu benda sudah terlebur dalam benda lain, maka hak kebendaan atas
benda yang pertama menjadi lenyap. Tetapi, terhadap konsekuensi ini terdapat perlunakan,
yaitu :

1. Adanya milik bersama atas barang yang baru (Pasal 607 KUHPerdata)

2. Lenyapnya benda itu oleh karena usaha pemilk benda itu sendiri, yaitu terleburnya
benda itu dalam benda lain (lihat Pasal 602, 606, 608 KUHPerdata)

3. Pada waktu terleburnya benda, sudah ada perhubungan hukum antara kedua pemilik
yang bersangkutan (lihat Pasal 714, 725, 1567 KUHPerdata

e. Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid)

Menurut asas ini, pemilik tidak dapat memindah-tangankan sebagian daripada wewenang
yang termasuk suatu hak kebendaan yang ada padanya, misalnya pemilik. Jadi, pemisahan
daripada hak kebendaan itu tidak diperkenankan. Namun pemilik dapat membebani hak
miliknya dengan iura in realiena, yaitu pembebasan hak atas benda orang lain. Ini
kelihatannya seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya, tetapi hak miliknya tetap utuh.

20
f. Asas prioriteit

Menurut asas ini, semua hak kebendaan memberikan wewenang yang sejenis dengan
wewenang-wewenang dari eigendom, sekalipun luasnya berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu
diatur urutannya, iura in realiena melekat sebagai beban atas eigendom. Sifat ini membawa
serta bahwa iura in realiena didahulukan (lihat Pasal 674, 711,
720, 756, 1150 KUHPerdata)

Sekarang timbul pertanyaan, antara iura in realiena yang satu dengan yang lain, mana yang
harus didahulukan? Dalam hal ini, urutannya menurut mana yang lebih dahulu diadakan.
Misalnya, atas sebuah rumah dibebani hipotek dan kemudian dibebani dengan hak sewa;
maka orang yang mempunyai hak sewa atas rumah itu harus mengalah dengan pemegang
hipotek, karena hipotek lebih dahulu diadakan baru timbul hak sewa. Asas prioriteit ini tidak
dikatakan dengan tegas, tetapi akibat dari asas nemoplus, yaitu bahwa seseorang itu hanya
dapat memberikan hak yang tidak melebihi apa yang dipunyai. Ada kalanya asas ini
diterobos. Akibatnya, urutan hak kebendaan terganggu.

g. Asas percampuran (vermenging)

Menurut asas ini, hak kebendaan terbatas wewenangnya. Jadi, hanya mungkin atas benda
orang lain, dan tidak mungkin atas hak miliknya sendiri. Tidak dapat orang itu untuk
kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai, hak memungut hasil atas barangnya sendiri.
Jika hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalan satu tangan, maka hak yang
membebani itu menjadi lenyap (lihat Pasal 706, 718, 736, 724, 807 KUHPerdata).

h. Asas perlakuan yang berlainan terhadap benda bergerak dan benda tak bergerak

Asas ini berhubungan dengan penyerahan, pembebanan, bezit dan verjaring (kedaluwarsa)
mengenai benda-benda bergerak (roerend) dan tak bergerak (onroerend) berlainan. Demikian
juga mengenai iura in realiena yang dapat diadakan. Untuk benda bergerak hak kebendaan
yang dapat diadakan adalah hak gadai (pand) dan hak memungut hasil (vruchtgebruik).
Sedang untuk benda tak bergerak adalah erfpacht, postal, vruchtgebruik, hipotek, dan
servituut.

i. Asas publiciteit

Menurut asas ini, benda-benda yang tidak bergerak mengenai penyerahan dan
pembebanannya berlaku kewajiban untuk didaftarkan dalam daftar (register) umum. Adapun

21
menganai benda yang bergerak, cukup dengan penyerahan nyata, tanpa pendaftaran dalam
register umum

j. Sifat perjanjian

Orang mengadakan hak kebendaan misalnya mengadakan hak memungut hasil, gadai,
hipotek dan lain-lain, itu sebetulnya mengadakan perjanjian, sifat perjanjiannya disini
merupakan perjanjian yang zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan.
Perjanjian yang zakelijk mengandung pengertian, bahwa dengan selesainya perjanjian, maka
tujuan pokok dari perjanjian itu sudah tercapai, yaitu adanya hak kebendaan. Perjanjian yang
zakelijk berbeda dengan perjanjian yang terdapat dalam Buku III KUHPerdata, yaitu bersifat
kausal dan merupakan perjanjian obligatoir. Pada perjanjian obligatoir, dengan selesainya
perjanjian, maka tujuan pokok dari perjanjian itu belum tercapai dan hak baru beralih jika ada
penyerahan lebih dahulu.

G. Hak Kebendaan menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)


Menurut Pasal 16 UUPA (UU No.5 Tahun 1960), hak-hak atas tanah adalah :

1. Hak milik adalah hakturun temurun, terkuat dan terpenuhyang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat semua hak atas tanah mempunyai fungsi social (Pasal 20 ayat 1
UUPA)

2. Hak guna usaha adalah hak untukmengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara, dalam
jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau
peternakan (Pasal 28 ayat 1 UUPA)

3. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunanbangunan atas
tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35
ayat 1 UUPA)

4. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang member wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberiknnya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini (Pasal 41 ayat 1
UUPA)

22
5. Hak sewa untuk bengunan adalah hak seseorang atau suatu badan hukum mempergunakan
tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya
sejumlah uang sebagai sewa (Pasal 44 ayat 1 UUPA)

6. Hak membukahutan dan memungut hasil hutan adalah hak membuka tanah dan memungut
hasil hutan yang hanya dapat dipunyai oleh warga Negara Indonesia. Dengan
mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah, tidak dengan sendirinya diperoleh
hak milik atas tanah itu (Pasal 46 UUPA)

7. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan adalah hak memperoleh air untuk
keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu diatas tanah orang lain (Pasal 47 ayat 1
UUPA)

8. Hak guna ruang angkasa adalah hak untuk mempergunakan tenaga dan unsure-unsur
dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan
bumi, air, serta kekayaan alam yang terkendung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang
bersangkutan dengan itu (Pasal 48 ayat 1 UUPA)

9. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan social adalah hak milik tanah badan-badan
keagamaan dan social sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan
social diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah
yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan social (Pasal 49
ayat 1 UUPA)

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian yang paling luas perkataan benda (zaak) adalah segala sesuatu yang dapat
dihaki oleh orang. Yang berarti benda sebagai obyek dalam hukum. Hukum benda adalah
terjemahann dari istilah bahasa Belanda, yaitu “zakenrecht”. Menurut Prof. Soediman
Kartohadiprodjo, hukum kebendaan ialah semua kaidah hukum yang mengatur apa yang
diartikan dengan benda dan mengatur hak – hak atas benda.

Hak Kebendaan bersifat mutlak, berlangsung lama, bersifat tertutup,yang lebih tua
kedudukannya lebih tinggi / didahulukan, mengikuti benda dimana hak itu melekat. Hak atas
Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu hak kebendaaan yang member kenikmatan
(misalnya Bezit ; Hak Milik /eigendom; Hak Memungut Hasil; Hak Pakai) dan hak
kebendaan yang bersifat memberi jaminan (misalnya Gadai, Hipotik,).

Benda juga dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut arti pentingnya
dalam hubungan dan perbuatan hukum terhadap benda, berikut ini beberapa jenis klasifikasi
benda, yaitu : 1) benda berujud dan tidak berujud. 2) benda bergerak dan tidak bergerak.

B. Saran
Berdasarkan makalah di atas, kami sebagai penyusun makalah mengharap agar para
pembaca bisa mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan hukum benda dan bisa

24
mengaplikasikannya. Kami juga menyarankan agar pembaca juga bisa mencari referensi yang
lain.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.jurnalhukum.com/macam-macam-hak-kebendaan/

http://febrirei.blogspot.com/2013/05/makalah-hukum-benda.html

https://www.academia.edu/34830502/Makalah_Hukum_Benda

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132232817/pendidikan/hukum-benda.pdf
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/16249/05.2%20bab%202.pdf?
sequence=7&isAllowed=y

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/e3e052b3f4ef47971bef9be05daad0fa.p
df

25

Anda mungkin juga menyukai