Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HUKUM PERDATA

TENTANG ”perkembangan hukum perdata di indonesia”

DISUSUN OLEH:

Nama : Ernawati
Nim : 190510047
Kelas : llb

DOSEN PEMBIMBING : Dr.Marlia Sastro,S.H, M.Hum.


PRODI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2020
DAFTAR ISI
Hal
Daftar
Isi ………………………………………………………………………………… i
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………….. 1

a. Latar belakang
…………………………………………………………….…….. 1

b. Rumusan masalah
………………………………………………………………….. 2

c. Tujuan ………………………………………………………………….
2
Bab II Pembahasan ……………………………………………………….. 3

a. Sejarah perkembangan hukum perdata Indonesia …………….. 3

b. Pembagian dan Sistematika Hukum Perdata …….….……….  6

i. Hukum Perorangan …………………………………….. 6

ii. Hukum Keluarga ………………………………………. 6

iii. Hukum Kekayaan …………………………………….. 8

iv. Sistematika Hukum Perdata ………………………….. 7

c. Contoh masalah Hukum Perdata di Indonesia ………………. 11


Bab III Kesimpulan …………………………………………………….. 15
3.1 Simpulan …………………………………………………………….. 15
3.2 Saran ………………………………………………………………… 15
Daftar Pustaka ………………………………………………………… 16
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Sumber pokok Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah kitab Undang-Undang
Hukum Sipil (Burgerlijk Wetboek), disingkat KUHS (B.W.).
KUHS sebagian besar adalah hukum perdata Perancis, yaitu Code
Napoleon Tahun 1811 – 1838, akibat pendudukan Perancis di Belanda,
berlaku di Negeri Belanda sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang
resmi. Sebagian dari Code Napoleon ini adalah Code Civil, yang dalam
penyusunannya mengambil karangan-karangan pengarang-pengarang
bangsa Perancis tentang Hukum Romawi (Corpus Juris Civilis), yang pada
jaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Juga unsur-
unsur Hukum Kanoniek (Hukum Agama Katholik) dan hukum kebiasaan
setempat yang mempengaruhinya.
Peraturan-peraturan yang belum ada pada jaman Romawi, tidak dimasukkan
dalam Code Civil, tetapi dalam kitab tersendiri ialah Code de Commerce.
Setelah pendudukan Perancis berakhir, oleh pemerintah Belanda dibentuk
suatu panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat
rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai
sumber sebagian besar “Code Napoleon” dan sebagian kecil hukum Belanda
kuno.
Meskipun penyusunan tersebut sudah selesai sebelumnya (5 Juli 1830) tetapi
Hukum Perdata Belanda baru diresmikan pada 1 Oktober 1838. Pada Tahun
itu dikeluarkan :
1. Burgerlijk Wetboek (KUH Sipil)

2. Wetboek van Koophandel (KUH Dagang)


Berdasarkan asas konkordinasi, kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi
contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropah di Indonesia. Kodifikasi ini
diumumkan pada tanggal 30 April 1847 Staatsblad No. 23 dan mulai berlaku
pada 1 Mei 1848 di Indonesia.

b.Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Hukum Perdata dan Sejarah perkembangan Hukum Perdata di
Indonesia?
2. Bagaimana pembagian dan sistematika Hukum Perdata di Indonesia?
3. Contoh masalah Hukum Perdata di Indonesia.

c.Tujuan Rumusan Masalah


Makalah ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Hukum Perdata dan sejarah perkembangan Hukum Perdata di
Indonesia
2. Pembagian dan sistematika Hukum Perdata di Indonesia.
3. Contoh masalah Hukum Perdata di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Sejarah perkembangan Hukum Perdata di
Indonesia
Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain,
dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata
diatur dalam (bersumber pokok pada) Kitab Undang-Undang Hukum Sipil
yang disingkat KUHS (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.). KUHS itu terdiri
atas 4 buku, yaitu:
1. Buku I, yang berjudul Perihal Orang (Van Personen), yang memuat
Hukum Perorangan dan Hukum Kekeluargaan;
2. Buku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat
Hukum Benda dan Hukum Waris;
3. Buku III, yang berjudul Perihal Perikatan (Van Verbintennissen), yang
memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan
kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu;
4. Buku IV, yang berjudul Perihal Pembuktian dan Kadaluwarsa atau Liwat
Waktu (Van Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat
pembuktian dan akibat-akibat liwat waktu terhadap hubungan-hubungan
hukum.
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam
KUHS) dapat dibagi dalam 4 bagian, yaitu:
1. Hukum Perorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:
a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum;
b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak
dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
2. Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain:
a. Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan
antara suami/istri;
b. Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang
tua – Ouderlijke macht);
c. Perwalian (Voogdij);
d. Pengampunan (Curatele).
3. Hukum harta kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang
hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang.
Hubungan Harta Kekayaan meliputi:
a. Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;
b. Hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap
seorang atau suatu pihak tertentu saja.
4. Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau kekayaan
seseorang jika ia meninggal dunia(mengatur akibat-akibat dari hubungan
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).
Hukum perdata di Indonesia bersumber dari:
1. Undang-undang. Ini adalah sumber sangat penting dari hukum perdata
di Indonesia, yang antara lain terdiri dari:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (sebagai sumber utama).
b. Berbagai Undang-Undang lainnya, seperti:
1. Undang-Undang pokok Agraria.
2. Undang-Undang Perkawinan.
3. Undang-Undang Hak Tanggungan.
4. Undang-Undang Tenaga Kerja.

c. Berbagai peraturan perundang-undangan yang tingkatannya


dibawah Undang-Undang, seperti:

i. Hukum Adat

ii. Hukum Islam

iii. Hukum Agama lain selain Islam.

iv. Yurisprudensi.

v. Perjanjian yang dibuat antara para pihak.

vi. Doktrin

vii. Traktat (Khususnya yang berkenaan dengan perdata


Internasional).
Hukum Perdata atau B.W Belanda yang berlaku di Indonesia adalah Hukum
Perdata atau B.W Belanda, karena Belanda pernah menjajah Indonesia maka
KUHP di Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hinda-
Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia-Belanda yang susunan dan
isinya serupa dengan B.W Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt di Indonesia
dibentuk sebuah panitia yang diketuai oelh Mr. C.J Scholten Van Oud
Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara
hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri
Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda
mengangkat pula Mr. C.C Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di
Hindia-Belanda (Hoggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut
mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam ini tidak
berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda.
Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.
C.J. Scholten Van Oud Haarlem.
Pada tanggal 31 Oktober 1837, Mr. C.J. Scholten Van Ould Haarlem diangkat
menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A Van Vloten dan Mr. Meyer
yang masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.
Akhinya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. Scholten Van Oud
Haarlem lagi, tetapi anggotanta diganti yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. A.J.
Van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHP
Indonesia maka KUHP Belanda banyak menjiwai KUHP Indonesia karena,
KUHP Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHP Indonesia. Adapun B.W Hinda
Belanda (Indonesia) ini disahkan oleh raja pada tanggal 16 Mei 1846, yang
diundangkan melalui staatsblad Nomor 23 tahun 1847, dan dinyatakan
berlaku pada tanggal 1 mei 1848. 
Setelah Indonesia merdeka, maka B.W Hindia Belanda tetap dinyatakan
berlaku. Hal tersebut berdasarkan Pasal II aturan peralihan Undang-Undang
Dasar 1945 sebelum diamandemen yang berbunyi “segala badan negara dan
peraturan yang ada, masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang
baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Atau Pasal 1 aturan peralihan
Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang berbunyi: “segala
peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang ini”. Oleh karena itu, B.W
Hindia Belnda ini disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia, sebagai induk hukum perdata Indonesia.
b. Pembagian dan Sistematika Hukum Perdata
Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain,
dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Adapun
pembagian lingkup Hukum Perdata sebagai berikut:
2.1.1 Hukum Perorangan
Hukum perkataan “orang” atau “person” berarti pembawa hak, yaitu segala
sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut subyek hukum yang
terdiri dari:
1. Manusia (naturlijke persoon),
2. Badan hokum (rechtspersoon).
Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subyek hukum) ialah
mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Hukum
perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak ia belum lahir dan
masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia. Hal itu diatur dalam
KUHS pasal 2 ayat 1: “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan
dianggap sebagai telah dilahirkan, apabila kepentingan si anak
menghendakinya. Dengan demikian seorang anak yang masih dalam
kandungan ibunya sudah dijamin untuk emndapat warisan jika ayahnya
meninggal dunia. Selanjutnya pasal 2 ayat 2 KUHS menyatakan, bahwa
apabila ia dilahirkan mati, maka ia dianggap tidak pernah ada. Suatu
perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hokum dengan
cara:
1. Didirikan dengan Akte Notaris.
2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negeri setempat.
3. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasarnya kepada Menteri
Kehakiman.
4. Diumumkan dalam berita Negara.
ii. Hukum Keluarga
Hukum keluarga memuat rangkaian peraturan hukum yang timbul dari
pergaulan hidup kekeluargaan. Termasuk hukum keluarga antara lain adalah:
1. Kekuasaan orang tua (Ouderlijke macht: KUHS Pasal 198). Setiap anak
wajib hormat dan patuh kepada orang tuanya, sebaliknya orang tua wajib
memelihara dan member bimbingan anak-anaknya yang belum cukup
umur sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Kekuasaan orang
tua ini berlaku selama ayah dan ibunya masih hidup dalam perkawinan;
mereka mempunyai hak menikmati hasil harta benda anak-anaknya.
Kekuasaan orang tua itu berhenti apabila;
1. Anak tersebut telah dewasa (sudah 21 tahun).
2. Perkawinan orang tua putus.
3. Kekuasaan orang tua dipecat oleh Hakim, misalnya karena
pendidikannya buruk sekali.
4. Pembebasan dari kekuasaan orang tua, misalnya kelakuan si anak luar
biasa sekali nakalnya hingga orang tuanya tidak berdaya lagi.
2. Perwalian (Voogdij; KUHS Pasal 331). Anak yaitm piatu atau anak-anak
yang belum cukup umur dan tidak dalam kekuasaan orang tua
memerlukan pemeliharaan dan bimbingan dan oleh karena itu harus
ditunjuk wali yaitu orang atau perkumpulan-perkumpulan yang akan
menyelengarakan keperluan-keperluan hidup anak tersebut. Wali
ditetapkan oleh hakim atau dapat pula karena wasiat orang tua sebelum
meninggal.
3. Pengampunan (Curatele; KUHS Pasal 433). Orang yang telah dewasa
akan tetapi (1) sakit ingatan (2) pemboros (3) lemah daya (4) tidak
sanggup mengurus kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan
kelakuan buruk diluar batas atau mengganggu keamanan, ememrlukan
pengampunan. Oleh sebab itu diperlukan adanya Pengampu (Kurator);
yang biasanya suami jadi pengampu atas istrinya atau sebaliknya, akan
tetapi mungkin juga Hakim mengangkat orang lain atau perkumpulan-
perkumpulan sedangkan sebagai Pengampu Pengawas ialah Balai Harta
Peninggalan.
4. Hukum Perkawinan (KUHS Pasal 26). Hukum perkawinan ialah
peraturan hukum yang mengatur perbuatan hukum serta akibat antara dua
pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup
bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan yang ditetapkan dalam
undang-undang. Syarat yang pokok yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu perkawinan menurut Hukum Perdata Barat antara lain:
1. Pihak calon mempelai dalam keadaan tidak kawin.
2. Laki-laki berumur 18 tahun, perempuan 15 tahun.
3. Dilakukan dimuka Pegawai Catatan Sippil (Burgerlijke Stand).
4. Tidak ada pertalian darah yang terlarang.
5. Dengan kemauan yang bebas dan sebagainya.
Adapun hak dan kewajiban suami istri yaitu:
1. Kekuasaan marital dari suami.
2. Wajib nafkah.
3. Istri mengikuti kewarganegaraan suaminya.
4. Istri mengikuti tempat tinggal (domisili) suaminya.
5. Istri menjadi tidak cakap bertindak dalam segala perbuatan.
5. Hukum Perceraian
Perceraian adalah perpisahan (putusnya) hubungan suami-istri yang sah
yang dilakukan oleh seorang suami kepada istri, atau pengajuan istri kepada
suami untuk dilaksanakan perceraian melalui Kantor Urusan Agama (KUA).
1. Cerai Gugat
Yaitu cerai yang diajukan oleh penggugat (istri) kepada suami, karena
beberapa hal yang tidak dapat dipenuhi oleh sang suami pada sang istri,
kemudian sang istri menuntutnya dan sang suami tidak mampu untuk
melakukannya. Maka sang istri boleh mengajukan gugatan. Atau perkara lain
seperti kekerasan dalam rumah tangga, atau sang suami pergi tak kembali.
Cerai gugat adalah cerai yang diajukan oleh penggugat di pengadilan agama
tempat tinggal penggugat,
Perceraian tipe ini masih jarang terjadi, karena kebanyakan istri tidak cukup
berani untuk melakukan gugatan pada sang suami, dan istri cenderung
pasrah menerima suaminya apa adanya.
2. Cerai talak
Cerai talak yaitu perceraian yang diajukan oleh suami pada istri. Kasus ini
terjadi karena beberapa hal, seperti sang istri tidak bisa memuaskan jasmani
suami, istri tidak menuruti suami hingga dalam hal baik, atau bias juga karena
perselingkuhan yang dilakukan oleh istri. Banyak hal yang menyebabkan
perceraian, baik cerai gugat maupun cerai talak. Karena normalnya manusia
seperti apapun yang dia punya masih merasa kurang, punya satu ingin dua,
punya dua ingin tiga dan seterusnya. Dalam setiap pertemuan pasti ada
perpisahan, sama halnya dengen perkawinan. Jika ada perkawinan, maka
tidak menutup kemungkinan terjadinya perceraian, perpisahan dan sejenisnya
yang merusak ikatan suami istri.
2.1.3 Hukum Kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hokum yang dapat dinilai dengan
uang. Jika kita mengatakan kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan
ialah jumlaj dan segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap
orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku
terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya dinamakan hak
perseorangan. Hak mutlak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang
dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat
terlihat yaitu:
 Hak seorang pengarang atas karangannya
 Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Ilmu Pengetahuan
atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak
saja.
2.2.3 Sistematika Hukum Perdata
Sistem hukum Eropa Kontinental yang sering disebut sebagai “Civil Law” ini
merupakan suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-
ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan
ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Sebenarnya, sistem
hukum ini semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran
Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus abad VI sebelum
masehi. Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan
seperti: Jerman, Belanda, Prancis, dan Italia. Dan hampir 60% dari populasi
dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini, termasuk Indonesia.
Dalam penerapannya, sistem hukum Eropa Kontinental ini memiliki kelebihan
dan kelemahan seperti:
Kelebihan:
1. Sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi, sehingga ketentuan yang
berlaku dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk
menyelesaikan setiap terjadi peristiwa hukum (kepastian hukum yang lebih
ditonjolkan). Contoh tata hukum pidana yang sudah dikodifikasikan
(KUHP), jika terjadi pelanggaran tehadap hukum pidana maka dapat dilihat
dalam KUHP yang sudah dikodifikasikan tersebut.
2. Prinsisp utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Komtinental itu
adalah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam
peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara
sistemik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu.” Prinsip dasar ini
dianut karena ingin mencapai tujuan hukum yaitu ”kepastian hukum.”
Sehingga kepastiam hukum di sistem hukum Eropa Kontinental ini sangat
diperhatikan dan dijamin.
3. Sumber hukum yang digunakan adalah undang-undang. Undang-
undang ini dibentuk oleh kekuasaan legislatif yang disahkan eksekutif.
Sehingga, ada kerja sama yang baik antar pemegang kekuasaan dalam
pembentukan undang-undang.
4. Adanya penggolongan sistem hukum Eropa Kontinental dalam 2
bidang, yaitu hukum privat dan hukum publik. Sehingga lebih mudah untuk
menyelesaikan sebuah perkara. Jika perkara antara masyarakat dan
negara maka termasuk hukum publik. Dan jika pertentangan antar individu
di masyarakat, maka termasuk dalam bidang hukum privat.
5. Adanya pembuatan undang-undang baru yang menyesuaikan
perkembangan masyarakat. Suatu contoh adalh undang-undang tipikor
(tindak pidana korupsi) di Indonesia. Dengan adanya undang-undang yang
baru akan lebih memudahkan penyelesaian perkara yang bersangkutan.
6. Penyelesaian sebuah perkara akan selalu berpegang teguh pada
undang-undang. Sehingga putusan-putusan diharapkan bersifat obyektif.
Kelemahan:

1. Sistemnya terlalu kaku, tidak bisa mengikuti perkembangan zaman


karena hakim harus tunduk terhadap perundang-undang yang sudah
berlaku (hukum positif). Padahal untuk mencapai keadilan masyarakat
hukum harus dinamis, menyesuaikan perkembangan masyarakat

2. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-


peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim
dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja.
Sehingga dalam penyelesaian perkara yang sama di lain waktu, seorang
hakim harus menetapkan dan menafsirkan perundang-undaangan kembali.
Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika KUHPdt.
Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt.
Berdasarkan ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan terjadi, karena latar
belakang penyusunnya. Penyusunan KUHPdt. didasarkan pada sistem
individualisme sebagai pengaruh revolusi Perancis. Hak milik adalah hak
sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak dan kebebasan
setiap individu harus dijamin, sedangkan sistematika berdasarlam ilmu
pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan
manusia yang selalu melalui proses lahir-dewasa-kawin-cari harta/nafkah –
hidup/mati (terjadi pewarisan). Berlakunya Hukum Perdata artinya diterima
untuk dilakasanakan. Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah
ketentuan Undang-Undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan
Hakim. Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu
melaksanakan perintah dan menjahui larang yang ditetapkan oleh hukum.
Kewajiban selalu diimbangi dengan hak. Akibat Berlakunya Hukum Perdata.
Sebagai akibat berlakunya hukum perdata, yaitu adanya pelaksanaan
pemenuhan [prestasi] dan realisasi kewajiban hukum perdata. Ada 3
kemungkinan hasilnya yaitu [1] tercapainya tujuan apabila kedua belah pihak
memenuhi kewajiban dan hak timbal balik secara penuh [2] tidak tercapai
tujuan, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban [3] terjadi keadaan
yang bukan tujuan yaitu kerugian akibat perbuatan melanggar hukum. Apabila
kedua belah pihak tidak memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan
dalam perjanjian tidak akan menimbulkan kewajiban. Sebab kewajiban hukum
pada hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Jadi belum
dilaksanakan kedua belah pihak . Tetapi apabila salah satu pihak telah
melaksanakan kewajiban hukum sedang pihak lainnya belum/tidak
melaksanakan kewajiban hukum barulah ada masalah wanprestasi yang
mengakibatkan tujuan tidak tercapai, sehingga menimbulkan sanksi hukum
BAB III
PENUTUP
a. Simpulan
Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain,
dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata
diatur dalam (bersumber pokok pada) Kitab Undang-Undang Hukum Sipil
yang disingkat KUHS (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.). KUHS. Hukum
Perdata atau B.W Belanda yang berlaku di Indonesia adalah Hukum Perdata
atau B.W Belanda, karena Belanda pernah menjajah Indonesia. Adapun
pembagian lingkup Hukum Perdata yaitu Hukum Perorangan & Hukum
Keluarga. Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika
KUHPdt. Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt.
Berdasarkan ilmu pengetahuan hukum. Berlakunya Hukum Perdata artinya
diterima untuk dilakasanakan. Adapun dasar berlakunya hukum perdata
adalah ketentuan Undang-Undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan
keputusan Hakim. Contoh kasus Hukum Perdata yaitu mengenai ahli waris,
sengketa tanah, hak asuh anak dan lainnya.
b. Saran
Saran dari tim penyusun adalah semoga setelah melihat, membaca, dan
mempelajari makalah ini kita semua dapat mengerti dan menjahui tindakan-
tindakan dengan hukum yang berlaku, khusunya hukum yang ada di negara
kita Indonesia. Penyusun juga berharap semoga masyarakat di Indonesia
mengetahui apa saja yang termasuk lingkup kasus atau bagian dan akibat
apabila terlibat di dalam kasus Hukum Perdata. Penyusun juga berharap
Pemerintah bias mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai Hukum
Perdata.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Yahya, M. 2005. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang


Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Hidayah, Yayah. 2015. Contoh Kasus Perdata Sengketa Tanah Di
Meruya. http://www.
academia.edu/contoh_kasus_perdata_sengketa_tanah_di_meruya. Diunduh
tanggal 09 Desember 2015.
Kansil, C.S.T. SH. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Pyonk,Pyonk. 2015. Perbedaan Hukum Perdata dan
Hukum. http://pyonk2pyonk.blogspot.co.id 2013/03/perbedaan-hukum-
perdata-dan-hukum.html, Diunduh tanggal 08 Desember 2015.
Soeroso, R. 1992. Perbandingan Hukum Perdata. Bandung: Sinar Grafika.
Wetboek, Burgerlijk. 2003. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bandung:
Citra Umbara.

Anda mungkin juga menyukai