Anda di halaman 1dari 7

PERTEMUAN 14

KETERTIBAN UMUM
A. IDENTITAS MATA KULIAH

1. PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

2. NAMA MATA KULIAH : HUKUM ANTAR TATA HUKUM

3. JUMLAH SKS : 2 SKS

4. MATA KULIAH PRASYARAT :

5. DESKRIPSI MATA KULIAH :

Mata Kuliah ini membahas tentang HATAH INTERN dan HATAH EXTERN
(Hukum Perdata Internasional), beserta dengan masing-masing kasus dan
penyelesainnya baik dalam maupun HATAH INTERN maupun Hukum Perdata
Internasional (HPI) / HATAH EXTERN.

6. CAPAIAN PEMBELAJARAN :

Setelah mahasiswa mempelajari mata kuliah HATAH, diharapkan dapat


memahami perumusan HATAH INTERN beserta bagian-bagaiannya, memahami
HPI bererta kasus-kasusnya, dan bagaimana cara memahami dalam penyelesaian
kasus-kasus yang berkaitan dengan HATAH INTERN dan HPI (Hukum Perdata
Internasional).

7. PENYUSUN : DADANG GANDHI. S.H.,M.H.

B. KATA PENGANTAR

Setiap mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Hukum sebelum menyelesaikan


pendidikan S1 wajib menyelesaikan tugas penyusunan skripsi salah satu mata kuliah
pada Program Studi S1 Ilmu Hukum yaitu Hukum Antar Tata Hukum (HATAH) dan
Mata Kuliah HATAH ini merupakan salah satu makalah wajib yang diberikan atau
diajarkan pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang pada semester
ganjil yaitu semester V (Lima).

Mata Kuliah HATAH ini pembagiannya terdiri atas HATAH INTERN yang
berlaku secara intern dilingkungan hukum di Indonesia beserta contoh-contoh
kasusnya dan HATAH EXTERN atau lebih dikenal sebagai Hukum Perdata
Internaisonal (HPI) beserta contoh-contoh kasus-kasusnya dan HPI ini sebenarnya
merupakan hukum nasionalnya masing-masing Negara karena adanya titik pertalian
antara hukum nasionalnya masing-masing warga Negara ( ) dinamakan HPI. Semoga
mahasiswa dapat memahami Mata Kuliah Hukum Antar Tata Hukum ini.

Terima Kasih

Tangerang Selatan

Penyusun

Dadang Gandhi. S.H.,M.H.

C. DAFTAR ISI

a. Identitas Mata Kuliah

b. Kata Pengantar

c. Daftar Isi

d. Pertemuan 14 : Ketertiban Umum

a) Tujuan Pembelajaran
b) Uraian Materi
c) Latihan Soal/Tugas
d) Daftar Pustaka

PERTEMUAN 14
KETERTIBAN UMUM
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai ketertiban umum dalam perkara yang
berkaitan dengan HPI, sehingga mahasiswa mampu:
1. Memahami konsep ketertiban umum dalam HPI.
2. perkara-perkara yang berkaitan dengan HPI tetapi perkara tersebut tidak dapat di
selesaikan karena berkaitan dengan ketertiban umum suatu negara.

B. URAIAN MATERI
1. PENGERTIAN
Persoalan ketertiban umum (public order) pemberlakuan kaidah-kaidah hukum
yang bersifat memaksa (mandatory laws), dan persoalan pengakuan atas hak-hak
yang diperoleh (vested rights) adalah beberapa dari persoalan pokok HPI,
khususnya berkaitan dengan pertanyaan tentang sejauh mana suatu forum harus
mengakui atau dapat mengesampingkan sistem hukum, kaidah hukum asing, atau
hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum asing. Artinya, ke tiga masalah itu
dapat dianggap sebagai pendekatan-pendekatan yang berbeda terhadap persoalan
yang sama dalam HPI, yaitu persoalan sejauh mana sebuah pengadilan
yang sama dalam HPI, yaitu persoalan sejauh mana sebuah pengadilan
berkewajiban untuk memerhatikan, menaati, dan mengakui keberlakuan
suatu hukum asing sebagai akibat dari adanya unsur-unsur asing dalam suatu
perkara.
Perbedaan diantara ketiga masalah tersebut sebenarnya hanya terletak pada tujuan
yang hendak dicapai karena teori tentang ketertiban umum berupaya membentuk
Landas bijak bagi Hakim untuk mengesampingkan berlakunya hukum/kaidah
hukum asing di dalam perkara HPI yang seharusnya tunduk pada suatu sistem
hukum asing. Sementara asas-asas dalam pemberlakuan mandatory laws
dilakukan untuk membatasi hukum asingyang tetap akan diberlakukan.
sedangkan teori tentang hak-hak diperoleh hendak memberikan Landas bijak bagi
forum untuk mengakui berlakunya kaidah-kaidah atau hak-hak yang terbit
berdasarkan hukum asing.

2. KONSEP KETERTIBAN UMUM DALAM HPI


Pemikiran tentang ketertiban umum (public order) dalam HPI pada dasarnya
bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa sebuah pengadilan adalah bagian dari
struktur kenegaraan yang berdaulat dan karena itu pengadilan berwenang untuk
memberlakukan hukumnya sendiri dalam perkara-perkara yang diajukan
kepadanya. Masalahnya, apakah dalam perkara-perkara yang mengandung unsur
asing-sejalan dengan kaida petunjuk didalam sitem HPI-nya-pengadilan ini harus
selalu memberlakukan hukum asing yang seharusnya menjadi lex causaedi dalam
wilayah yurisdiksinya? Jawabannya adalah tidak selalu demikian ,dalam arti
bahwa pengadilan atau para pihak dalam perkara mungkin akan berhadapan
dengan hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk mengesampingkan
pemberlakuan hukum asing di wilayah lex fori. Salah satu alasan untuk itu
adalah ketertiban umum.
Prinsip yang digunakan untuk menetapkan hal itu adalah:
Jika pemberlakuan hukum asing menimbulkan akibat-akibat berupa
pelanggaran terhadap sendi-sendi pokok hukum setempat (lex fori), maka hukum
asing itu dapat dikesampingkan dengan dasar demi kepentingan umum atau
demi ketertiban umum.
Yang masih menjadi persoalan dalam penegakan prinsip di atas adalah sejauh
mana orang dapat menggunakan dasar demi ketertiban umum itu untuk
mengesampingkan kaidah-kaidah hukum asing yang seharusnya berlaku atau apa
ukuran-ukuran yang dapat digunakan sebagai landasan pemberlakuan asas
ketertiban umum ini.
Dalam tradisi hukum Eropa Kontinental, Konsep ketertiban umum dikembangkan
berdasarkan prinsip bahwa:
Semua kaidah hukum setempat yang dibuat untuk melindungi
kesejahteraan umum (public welfare) harus didahulukan dari ketentuan-
ketentuan hukum asing yang isinya dianggap bertentangan dengan kaidah
hukum tersebut.
Prof. Sunaryati Hartono berpendapat bahwa:
Apa yang merupakan ketertiban umum itu sulit di rumuskan dengan jelas karena
pengertian ini sangat dipengaruhi oleh waktu, tempat, serta falsafah bangsa/negara
dan sebagainya yang bersangkutan dengan masyarakat hukum yang bersangkutan.
Sejalan dengan itu, David D. Siegel juga berpendapat bahwa:
It is impossible to define a states public policy. Presumably it is the entirety of the states
law, whether embodied in statutes, rules, decisions. ... [if] that is the definition, then it could
be argued that any foreign claim of rule of law not having precise counterpart in forum law
would violate forum policy, and that would mean in turn that a state would never enforce
different laws of another state.... [this] is of course not the case.
Kegel berpendapat bahwa konsep ketertiban umum pada dasarnya berkenanan dengan
bagian yang tidak dapat disentuh dari sistem hukum setempat. Karena itu, hukum asing
(yang seharusnya berlaku)dapat dikesampingkan jika dianggap bertentangan denganthe
untouchable part darilex fori itu.
Martin wolff beranggapan bahwa masalah ordre public merupakanexeption to the
application of foreign law(pengecualian terhadap berlakunya kaidah hukum asing).
Dari segi penggunaan lembaga ketertiban hukum ini, Prof. Sudargo Gautama berpendapat
bahwa lembaga ini haruslah berfungsi seperti rem darurat pada sebuah kereta api dan hanya
bahwa lembaga ini haruslah berfungsi seperti rem darurat pada sebuah kereta api dan hanya
digunakan apabila benar benar dibutuhkan saja.
Ada pendapat bahwa yang beranggapan bahwa kaidah-kaidah HPI yg sering Kali bersifat
terlalu umum (overgeneralized), khususnya di dalam tradisi hukum Eropa Kontinental yang
mengutamakan sumber sumber hukum tertulis. Kaidah-kaidah HPI tertulis adakalanya
bersifat sangat umum dan hanya mengatur suatu masalah secara garis besar atau menerapkan
sutu kaidah HPI tertulis untuk digunakan secara umum dalam perkara-perkara HPI sejenis.
Oleh sebab itu, hakim tidak terlalu leluasa untuk ikut mempertimbangkan hal-hal khususyang
mungkin ada di dalam setiapperkara.
Ahli HPI lain (di Amerika Serikat) beranggapan bahwa public policy merupakan teknik
yang dapat digunakan untuk membenarkan hakim dalam menolak suatu klaim yang
didasarkan pada suatu kaidah hukum asing. Sebagai suatu teknik,ketertiban umum
menunjukkan pada situasi di mana pengadilan tidak mengakui suatu tuntutan yang
seharusnya tunduk pada suatu hukum negara (bagian) lain karena hakikat dari tuntutan itu
yang ditinjau dari yuridiksi forum, jika diakui akan menyebabkan:
Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan yang mendasar sifatnya; atau
Bertentangan dengan konsepsi yang berlaku mengenai kesusilaan yang baik; atau
Bertentangan dengan suatu tradisi yang sudah mengakar.
Dalam situasi-situasi seperti yang disebut di ataslah maka lembaga ketertiban umum
dapat menjadi dasar pembenar bagi hakimuntuk menyimpang dari kaidah HPI yang
seharusnya berlaku menunjuk ke arah berlakunya suatu sistem hukum asing.
Contoh:
Hakim menghadapi suatu perkara HPI yang menyangkut kontrak jual beli dan para pihak
telah melakukan pilihan hukum ke arah suatu sistem hukum yang asing.
Ketika dihadapkan pada masalah hukum manakah yang harus diberlakukan sebagai the
applicable law yang akan digunakan untuk menentukan sah tidaknya kontrak, Hakim
harus melihat pada kaidah HPI yang relevan di dalam Lex Fori.
Anggaplah kaidah HPI forum menetapkan bahwa apabila para pihak dalam suatu
perjanjian telah melakukan tindakan pilihan hukum yang sah ke arah suatu sistem hukum
asing, keabsahan kontrak harus ditetapkan berdasarkan sistem hukum asing tersebut.
Sesuai pendekatan HPI tradisional, maka Hakim dalam hal ini harus memberlakukan
sistem hukum asing tersebut untuk menentukan validitas kontrak. Namun, adakalanya
hakim beranggapan bahwa pemberlakuan hukum asing akan dapat mengganggu
kepastian nasional Lex Fori(atau kepentingan umum) sehingga berdasarkan alasan
ketertiban umum, hakim dapat mengesampingkan sistem/kaidah hukum asing (yang telah
dipilih oleh para pihak dan ditunjuk oleh kaidah HPI-nya sendiri) dalam memberlakukan
hukum Intern Lex Fori.
Dari ilustrasi di atas, tampak bahwa lembaga ketertiban umum dapat berfungsi positif
untuk mendukung kepentingan Lex Fori dan dapat dianggap sebagai salah satu pranata
untuk mengesampingkan berlakunya hukum asing(seperti pranata-pranata HPI lain,
misalnya, renvoi, kualifikasi, subtansial/prosedural). Akan tetapi, penggunaannya secara
berlebihan dapat pula menghambat Pergaulan internasional, menghambat perkembangan
Lex Fori sendiri, dan bahkan mungkin menimbulkan ketidakadilan.
Secara tradisional, doktrin-doktrin HPI membedakan dua fungsi lembaga ketertiban
umum, yaitu:
Fungsi positif
Yaitumenjamin agar aturan-aturan tertentu dari Lex Foritetap di
berlakukan(tidak dikesampingkan) sebagai akibat dari pemberlakuan hukum
asing yang ditunjukkan oleh kaidah HPI atau melalui proses pendekatan HPI,
terlepas dari persoalan hukum mana yang seharusnya berlaku, atau apapun isi
kaidah/aturan Lex Fori yang bersangkutan.
Fungsi negatif
Yaitu untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah-kaidah hukum asing jika
pemberlakuan itu akan menyebabkan pelanggaran terhadap konsep-konsep dasar
Lex Fori.
Di dalam sistem HPI Inggris, lembaga public order digunakan oleh hakim dalam
perkara-perkara hukum yang menyangkut persoalan-persoalan:
Hubungan-hubungan internasional hubungan(antarnegara) (international
relations).
Hubungan perdagangan dengan musuh(tranding with the enemy).
Kontrak-kontrak yang memengaruhi kebebasan kompetisidalam perdagangan
(contract in restraint of trade).
Penyeludupan hukum (evasion of law).
Di bawah ini akan disinggung secara singkat sebagaimana hal-hal di atas dalam
hukum Inggris dikaitkan dengan lembaga public order.
Ad 1 . Hubungan Internasional (International Relation)
Prinsip:
Hukum Inggris tidak dapat diberlakukan untuk mengesahkan hubungan-hubungan
hukum keperdataan yang karena tujuan dan akibat-akibat hukumnya tidak sah (illegal
purpose) dapat mengakibatkan gangguan terhadap persahabatan antara negara
forum dan negara lain.
Contoh:
a. pengadilan Inggris menolak pelaksanaan (enforcement) suatu kontrak pinjam-
meminjam uang yang dimaksudkan untuk mendukung upaya pemberontakan
terhadap pemerintahan yang sah dari sebuah negara sahabat Inggris.
b. Kontrak pembelian kapal laut di antara beberapa pihak Inggris, yang akan
digunakan untuk mengangkut minuman keras dari Inggris ke Amerika Serikat
pada tahun 1929, di masa pemerintah federal Amerika Serikat melarang segala
bentuk peredaran minuman beralkohol di seluruh Amerika Serikat. Mengingat
bahwa pelaksanaan kontrak semacam itu akan merusak hubungan kenegaraan
antara Inggris dan Amerika Serikat, maka Hakim Inggris menolak pelaksanaan
kontrak itu dengan dasar kepentingan umum.
Ad 2. Hubungan Perdagangan dengan Musuh (Trading with the enemy)
Alasan ketertiban umum untuk dapat digunakan untuk menolak pengesahan terhadap
perbuatan atau transaksi-transaksi hukum yang akibat, hasil, atau tujuannya akan
menguntungkan pihak asing yang sedang berada dalam status berperang dengan
negara forum (Inggris). Yang menjadi ukuran dalam hal ini adalah akibat/hasil-nyata
atau hasil yang diperkirakan akan timbul dari perbuatan transaksi itu dan tidak diukur
dari maksud (intention) para pihak.
Contoh:
Akibat pecahnya perang di Timur Tengah antara negara Arab dan Israel pada tahun
1950-an, maka semua transaksi kontraktual yang dilaksanakan sesuai kontrak antara
bank Arab dan bank Inggris (yang memiliki cabang di Israel)dianggap batal.
Pembatalan itu dapat dilakukan dengan alasan ketertiban umum. Akan tetapi,
pembatalan itu tidak berlaku untuk transaksi-transaksi sebelum pecah perang yang
menyebabkan terbitnya utang-utang bank Arab kepada bank Inggris (di Jerusalem).
Transaksi-transaksi ini dianggap sebagai dasar dari adanya utang bank-bank negara
Arab yang harus tetap dibayar.
Ad 3. Kontrak-kontrak yang Mempengaruhi Keabsahan Kompetisi dalam
Perdagangan (Contracts in Restraint of the Trade)
Prinsip:
Suatu transaksi perdagangan (atau perbuatan hukum lain) yang walaupun dibuat
secara sah di luar negeri, dapat dinyatakanunenforceable(tidak dapat dilaksanakan) di
Inggris jika terdapat cukup alasan bawah perjanjian semacam itu akan mencegah atau
mengurangi kesempatan bagi para pelaku pasar untuk bersaing secara bebas dalam
perdagangan (in restraint of trade) berdasarkan ukuran Lex Fori.
Ad 4. Penyeludupan Hukum (evasion of law)
Ukuran ini bertitik tolak dari doktrin evasion of law yang pada dasarnya berarti bahwa
berarti bahwa suatu perbuatan dilakukan di suatu negara asing dan di akui sah di
negara asing itu, akan dapat dibatalkan oleh forum atau tidak di akui oleh forum
jika perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan dengan tujuan
untuk menghindarkan diri dari aturan-aturan Lex Fori yang akan melarang
perbuatan semacam itu dilaksanakan di wilayah forum.
Yang dimaksud dengan perbuatan di sini dapat diartikan perbuatan untuk memilih
hukum yang seharusnya berlaku atau pilihan pengadilan mana yang akan
ditunjukkan untuk memutus perkara. Fungsi dari doktrin ini terutamaadalah untuk
melindungi sistem hukum yang seharusnya berlaku, seandainya pilihan hukum
atau pilihan forum itu tidak ada.
Contoh:
Fakta-fakta:
Seorang wanita warga negara Spanyol dan seorang pria warga negara Italia,
berdomisili di Swiss.
Mereka berminat untuk menikah di Inggris.
Pria Italia pernah menikah di Italia dan bercerai dari perkawinan pertama di
Swiss.
Permohonan perkawinan kedua ini diajukan di Inggris.
Pokok perkara:
Para pihak berniat untuk melangsungkan pernikahan di Inggris karena alasan-alasan
berikut:
a. Seandainya mereka menikah di Swiss (Domicilie/Pria), berdasarkan kaidah
HPISwis kemanapun hukum dan hak para pihak untuk menikah harus ditetapkan
berdasarkan hukum Italia(sebagai Lex Patriae pihak pria). Kaidah HPI Swiss
dalam hal ini menganut asas nasionalitas.
b. Seandainya hukum Intern Italia yang digunakan, para pihak tidak akan diizinkan
untuk menikah sebab perceraian antara pihak pria dan istri pertamanya dianggap
tidak sah. Hukum perkawinan Italia mengarut asas perkawinan monogami mutlak
dan menutup kemungkinan perceraian antara suami-istri yang telah menikah
dengan sah. Karena itu, tertutup kemungkinan bagi pihak pria untuk menikahi
wanita Spanyol tersebut.
c. Memperhatikan ketentuan hukum Italia itu, maka hukum Swiss akan menganggap
pihak pria tidak dapat menikah dengan wanita Spanyol itu.
d. Memerhatikan situasi ini, para pihak berniat untuk menikah berdasarkan hukum
Inggris dan melangsungkan pernikahan keduanya di Inggris. Jika permohonan
pernikahan diajukan di Inggris, kaidah HPI Inggris dianggap akan menunjuk ke
arah hukum Swiss (karena HPI Inggris menggunakan asas domicilie) untuk
menentukan kemampuan hukum pihak pria untuk menikah.
e. Para pihak menyadari bahwa seandainya kaidah HPI menunjuk ke arah hukum
Intern Swiss, kewenangan pihak suami untuk menikah akan di akui, mengingat
perceraian pihak suami dari istri pertamanya telah dilakukan dengan sah
berdasarkan hukum Swiss.
Putusan perkara:
Memperhatikan Latarbelakang perkara serta niat para pihak itu hakim Inggris
menetapkan sikap sebagai berikut:
...Mengingat kenyataan bahwa para pihak telah datang ke Inggris untuk sementara
waktu demi satu tujuan yang hendak dicapai, yaitu untuk menghindarkan diri dari (to
evade) hukum (HPI) tempat mereka ber-domicilie, maka pengadilan Inggris tidak
mengabulkan permohonan mereka untuk menikah berdasarkan hukum Inggris.
Cara berfikir hakim Inggris di atas menggambarkan penggunaan the doctrine of
eyasion of the law yang pada dasarnya dapat disetarakan dengan penggunaan alasan
public order untuk mengesampingkan hukum yang seharusnya berlaku.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS
1. Menurut saudara sejauh mana suatu forum harus mengakui atau mengesampingkan
suatu sistem hukum asing dalam hubungannya dengan ketertiban umum?
2. Apa yang saudara pahami tentang konsep ketertiban umum dalam pelaksanaan
kasus-kasus yang berkaitan dengan HPI?
3. Bagaimana menurut pendapat saudara fungsi negatif dan positifnya dalam
memberlakukan konsep ketertiban umum dalam hubungannya dengan
perkembangan HPI?

D. DAFTAR PUSTAKA
SetoHardjowahono.Dasar-
dasarHukumPerdataInternasional.EdisiKelima.CitraAdityaBukti,Bandung.2013.

Anda mungkin juga menyukai