Anda di halaman 1dari 6

KETERTIBAN UMUM DAN PENYELUDUPAN HUKUM

Persoalan ketertiban hukum dan penyeludupan hukum telah menjadi salah satu pokok bahasan
Hukum Perdata Internasional dari waktu ke waktu, khususnya yang berkaitan dengan
pertanyaan tentang sejauh mana suatu forum harus mengakui atau dapat mengesampingkan
sistem hukum, atau kaidah hukum asing, atau hak hak dan kewajiban hukum asing. Artinya,
masalah masalah ini dapat dianggap sebagai pendekatan – pendekatan yang berbeda terhadap
persoalan yang sama dalam Hukum Perdata Internasional, yaitu sejauh mana sebuah
pengadilan berkewajiban untuk memperhatikan, menaati, dan mengakui keberlakuan hukum
asing sebagai akibat dai adanya unsur unsur asing dalam suatu perkara Hukum Perdata
Internasional sendiri.
Perbedaan diantar kedua masalah ini seenarnya hanya terletak pada tujuan yang hendak dicapai
karena teori tentang ketertiban hukum berupaya membentuk landas pijak bagi hakim
mengesampingkan berlakunya hukum/kaidah hukum asing dalam perkara Hukum Perdata
Internasional yang seharusnya tunduk pada suatu sitem hukum asing. Sementara,
penyeludupan hukum dalam Hukum Perdata Internasional berupaya menjaga sektor sektor
hukum yang sudah diatur agar tidak dapat dilanggar oleh pengguna hukum.
I. KETERTIBAN UMUM
a. Pengertian Ketertiban Umum dan Ruang Lingkup nya
Ketertiban umum memiliki makna luas dan bisa dianggap mengandung arti
mendua (ambigu). Dalam arti sempit yaitu dengan demikian yang dimaksud
dengan pelanggar/bertentangan dengan ketertiban umum hanya terbatas pada
pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang undangan saja oleh karen
itu, putusan arbitrase yang bertentangan dengan ketertiban umum, ialah putusan
yang melanggar dengan ketentuan peraturan perundang undangan Indonesia.
Sedangkan dalam arti luas adalah penafiran tidak membatasi lingkup dan makna
ketertiban umum pada ketentuan hukum positif saja, tetapi meliputi segala nilai
nilai dan prinsip prinsip hukum yang hidup dan tumbuh dalam kesadaran
masyarakat.
Berpedoman kepada Bab V KUHP (Pasal 1540 – Pasal 181), menjabarkan
bahwa dalam bab V KUHP yang terdiri dari pasal 154 – pasal 181 diatur
berbagai bentuk tindakan kejahatan terhadap ketertiban umum. Namun, tanpa
mengurangi berbagaibentuk kejahatan terhadap ketertiban umum yang diatur
dalam Bab V KUHP tersebut, tidak seluruhnya bahkan kurang relevan
diterapkan dalam domain hukum perdagangan.

Ketertiban umum merupakan suatu asas dan standar yang dibentuk oleh badan
pembuat Undang – Undang atau oleh Pengadilan sebagai suatu dasar atau asas
yang penting bagi suatu negara dan semua masyarakat. Pengadilan terkadang
menggunakan istilah ini untuk mmbenarkan keputusannya, pada saat
menyatakan suatu kontrak adalah batal karena bertentangan dengan ketertiban
umum dan juga diartikan sebagai suatu kebijakan hukum.

Definisi tersebut mencoba menjelaskan bahwa asas ketertiban umum pada


awalnya merupakan asas yang dikenal dalam ruang lingkup hukum perjanjian
atau hukum kontrak. Asas ketertiban umum menjadi batasan dalam berlakuna
asas kebebasan berkontrak. Yang telah diatur oleh setiap hukum baik common
law maupun civil law. Unsur pokoknya adalah ketertiban kesejahteraan dan
keamanan.

Dalam praktiknya asas ketertiban umum terbagi menjadi ketertiban umum


intern dan ketertiban umum ekstern. Ketertiban umum intern adalah ketentuan
ketentuan yang hanya membatasi perseorangan, sedangkan ketertiban umum
ekstern adalah kaidah kaidah yang bertujuan untuk melindungi kesejahteraan
negara dalam keseluruhan.

Ruang lingkup ketertiban umum adalah segala bentuk kegiatan dan/atau


perbuatan yang berhubungan dengan ketentraman dan ketertiban umum dapat
meliputi aspek:
1. Tertib pemerintah, segala tindakan dan urusan masyarakat yang
berhubungan dengan ke-pemerintahan, dimana jika segala ketertiban tidak
dilaksanakan maka akan sulit pemerintah dalam menjalankan administrasi
dan perizinan di suatu negara.
2. Adapun yang menjadi ruang lingkup tertib pemerintahan mengatur tentang
:
a. Tertib kependudukan
b. Administrasi dalam kewajiban warga negara dan pengaturan dan
pengawasan
c. Tertib K3 umum
d. Kewajiban masyarakat dalam menjaga ketentraman, ketertiban dan
keindahan umum dalam kehidupan sehari hari
e. Tertib bangunan
f. Hak dan kewajiban dalam proses mendirikan bangunan yang baik dan
sesuai dengan pola ruang yang telah ditetapkan pemerintah.
g. Tertib kesehatan
h. Upaya pencegahan danperlindungan masyarakat terhadap segala bentuk
pengobatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan serta kesehatan
peredaran makanan dan minuman sehari hari.
i. Tertib keramaian
j. Tertib jalan
k. Tertib usaha
l. Tertib ketenagakerjaan
3. Tertib lingkungan, kewajiban masyarakat untuk menjaga lingkungan dari
sgi yang dapat merusak ekosistem lingkungan.
4. Tertib sosial, hak dan kewajiban masyarakat dalam upaya ketertiban
bermasyarakat diatur norma kesopanan dan kesusilaan.
5. Pencegahan dan pemberantasan hal menyimpang, hak dan kewajiban dalam
menjalan norma agama agar terciptanya masyarakat yang terhindar dari
segala penyipangan.
6. Perlindungan masyarakat.
b. Faktor Tempat dan Waktu Ketertiban Umum
Konsep ketertiban umum tertikat pada faktor tempat dan waktu. Jika situasi dan
kondisi berlainan , paham paham ketertiban umum juga dapat berubah. Public
Policy ini mempunyai hubungan erat dengan pertimbangan pertimbangan
politis. Filsafah kenegaraan yang dianut oleh masyarakat hukum yang
bersangkutan, sistem perekonomian dan pola kebudayaan dan politiknya,
semuanya mempengaruhi pendapat mengenai ketertiban umum.
Contoh nya dalam masalah perbudakan, Indonesia memakai prinsip nasionalitas
untuk status personil. Kecuali, timbul masalah hukum di hadapan Pengadilan
Negeri mengenai hubungan budak-majikan yang dianut oleh negara lain, hakim
tidak akan mempergunakan hukum ini. Hal ini dianggap bertentangan dengan
sendi sendi asas daripada sistem hukum kita dan falsafah negara Pancasila yang
bersila kemanusiaan.

Para sarjana Jerman menyebut faktor ini apa yang mereka pandang sebagai
“inlandsbeziehungen”
Contohnya
 Perceraian
 Konsepsi Hak Milik Pribadi
 Yurispudensi tentang pencabutan hak milik
 Pernikahan beda agama
 Cakap hukum bagi perempuan yang telah menikah

c. Fungsi Lembaga Ketertiban Umum


Persoalan ketertiban umum/public order, pemberlakuan kaidah kaidah hukum
yang bersifat memaksa (mandatory laws) dan persoalan persoalan atas hak hak
yang diperoleh (vested rights) adalah beberapa dari persoalan pokok pokok
Hukum Perdata Internasional, khusunya yang berkaitan dengan pernyataan
tentang sejauh mana suatu forum harus mengakui atau dapat mengesampingkan
sistem hukum, kaidah hukum asing. Jika oleh Hukum Perdata Internasional
telah ditentukan bahwa hukum asing harus diperlakukan, hal ini tidak berarti
bahwa selalu dan dalam semua hal harus dipergunakan hukum asing ini. Jika
pemakaian hukum asing ini berarti pelanggaran yang sangat berat daripada
sendi sendi asasi hukum nasional Hakim sendiri, maka dalam hal hal
pengecualian, hakim dapat mengesampingkan hukum asing ini.
Fungsi daripada lembaga ketertiban umum adalah seolah olah suatu “rem
darurat”. Pemakaian “rem darurat” ini juga harus berhati hati dan seirit
mungkin. Karena apabila kita menarik “rem” ini maka Hukum Perdata
Internasional ini tidak dapat berjalan dengan baik. Penyalahgunaan rem ini juga
diancam dengan hukuman. Jika kita terlalu banyak menggunakan lembaga
ketertiban umum berarti kita akan selalu memakan hukum nasional kita sendiri
daripada hal Hukum Perdata Internasional sudah menentukan dipakainya
hukum asing.dengan demikian Hukum Perdata Internasional pun tidak dapat
berkembang.
Secara tradisional doktrin doktrin Hukum Perdata Internasional membedakan
dua fungsi lembaga ketertiba umum, yaitu:
 Fungsi Positif
Yaitu menjamin agar aturan aturan tertentu dari lex fori tetap
diberlakukan (tidak dikesampingkan) sebagai akibat dari pembelakuan
hukum asing yang ditunjuk oleh Kaidah Hukum Perdata Internasional
atau melalui proses pendekatan Hukum Perdata Internasioanl, terlepas
dari persoalan hukum mana yang harus berlaku, atau apa pun isi
kaidah/aturan lex fori yang bersangkutan.
 Fungsi Negatif
Yaitu untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah kaidah hukum aisng
jika pemberlakuan itu akan menyebabkan pelanggaran terhadap konsep
konsep dasar lex fori.
d. Konsep Ketertiban Umum dalam Hukum Perdata Internasional.
Pemikiran tentang ketertiban umum (public order) dalam Hukum Perdata
Internasioanl pada dasarnya bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa “sebuah
pengadilan adalah bagian dari struktur kenegaraan yang berdaulat” dan karena
itu penghasilan berwenang untuk memberlakukan hukumnya snediri dalam
perkara perkara yang diajukan kepadanya. Dalam tradisi hukum eropa
kontinental, konsep ketertiban umum dikembangkan berdasarkan prinsip,
bahwa:

“semua kaidah hukum setempat yang dibuat untuk melindungi


kesejahteraan umum (public welfare) harus didahulukan dari ketentuan
ketentuan hukum asing yang isinya dianggap bertentangan dengan kaidah
hukum tersebut”

Martin Wolff beranggapan bahwa masalah “public order” merupakan exception


to the application of foreign law. Ada juga yang beranggapan bahwa “public
policy” merupakan teknik yang digunakan untuk membenarkan hakim dalam
menolak suatu klaim didasarkan pada suatu kaidah hukum asing menunjuk pada
situasi dimana pengadilan tidak mengakui suatu tuntutan yang seharusnya
tunduk pada suatu hukum negara bagian lain karena hakikat dari tuntutan itu
ditinjau dari yuridiksi forum, jika diakui akan menyebabkan:
 Pelanggaran terhadap prinsip prinsip keadilan yang mendasar
 Bertentangan dengan konsepsi yang berlaku mengenai kesusilaan yang
baik
 Bertentangan dengan suatu tradisi yang sudah mengakar.

Dengan situasi seperti diatas maka lembaga ketertiban umum dapat menjadi
dasar pembenar bagi hakim untuk menyimpang atau mengesampingkan kaidah
Hukum Perdata Internasional yang seharusnya berlaku dan menunjuk ke arah
berlakunya suatu sistem hukum asing.

e. Konsep Kaidah Hukum Memaksa (Mandatory Laws)


Van Brakel dalam buku Sudargo Gutama yang berjudul Hukum Perdata
Internasional buku ke – 5 berpendapat bahwa Kaidah Hukum memaksa
termasuk dalam pilihan hukum yang berarti tidak dapat seorang yang bisa
menyimpang dari ketentuan ketentuan untuk hubungan internasional yang
bersifat memaksa. Asas ketertiban umum dan asas pemberlakuan mandatory
laws disatu pihak dan asas yang diperoleh di lain hak, sebenarnya merupakan
dua sisi dari satu persoalan Hukum Perdata Internasional yang sama, yaitu
pemberlakuan dan/atau pengakuan oleh lex fori terhadap hukum asing yang
seharusnya diberlakukan, baik karena dipilih oleh para pihak maupun secara
objektif ditunjuk oleh kaidah kaidah Hukum Perdata Internasional lex fori
sendiri. Status hukum atau hak hak yang diperoleh berdasakan hukum asing itu
akan diakui selama dianggap tidak bertentang atau melawan kepentingan
hukum dan kepentingan masyarakat nasional dari forum atau selama tidak
mengabaikan kaidah kaidah hukum yang bersifat memaksa.
Jika asas “ketertiban umum” merupakan pengecualian terhadap kewajiban
untuk memberlakukan kaidah hukum asing yang seharusnya berlaku
berdasarkan proses penentuan lex cause berdasakan pendekatan Hukum Perdata
Internasional, pemberlakuan Mandatory Laws merupakan pemberlakuan aturan
– aturan hukum yang tidak dapat disimpangi oleh para pihak melalui perjanjian,
tetapi pemberlakuannya tidak mengesampingkan berlakunya sistem hukum
asing yang seharusnya berlaku. Lebih jauh lagi, di lain pihak, hak hak yang
diperoleh merupakan pengakuan terhadap berlakunya suatu kaidah hukum
intern asing atau hak hak yang terbit darinya.
II. PENUTUP

a. Kesimpulan
Dalam pasal 23 A.B. “ketertiban umum” dipakai sebagai “batas seseorang boleh
mengadakan pilihan hukum”. Seringkali pula “ketertiban umum” dipakai dalam
arti “ketertiban dan kesejahteraan “atau” keamanan”. Kadang-kadang
“ketertiban umum” juga dipakai dalam arti “ketertiban umum”. Jika perkara
yang bersangkutan menyangkut pengertian “keadilan”, maka lex feri juga akan
mempergunakan konsepsinya sendiri mengenai “keadilan” itu dsn bukan
konsepsi yang berdasarkan suatu hukum asing yang bersangkutan. Inipun
merupakan suatu akibat dari “ketertiban umum” pula. “Ketertban umum” yang
menyangkut Hukum Pidana berarti, bahwa Hukum Pidana asing tidak pernah
dianggap berlaku oleh lex fori.

b. Daftar Pustaka
Onibala, Imelda. 2013. Vol.I/No.2/April-Juni/2014 Edisi Khusus. Onibala I :
Ketertiban Umum dalam Perspektif Hukum.
Gautama, Sudargo, 1998. Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku
Kelima, Jilid Kedua (bagian Keempat), Bandung: Penerbit Alumni.
Hardjowahono, Bayu. 2006. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku
Kesatu, Edisi ke-4, Bandung: Citra Aditya.
SKRIPSI. Siahaan, Fajar Riduan. 2013. Tinjauan Hukum Perdata Internasional
dalam Perjanjian Kerja Antara Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum
Asing untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab dan Belanda.
SKRIPSI. Fermi,Benrico. 2017. Tinjauan Hukum Perdata Internasional
Khususnya Terkait Permasalahan Pengakuan dan Pelaksanaan atas Putusan
Pnegadilan Asing (Recognition and Enforcement of Foreign Judgments)
terhadap Kontrak – Kontrak dalam transaksi Pembiiayaan Pesawat Terbang
dengan Mekanisme Sale and Leaseback
Sunaryati Hartono, Pokok Pokok Hukum Perdata Internasional. Bina Cipta
Bandung, 1976.
https://annisawally0208.blogspot.com/2016/04/ketertiban-umum-dalam-
hukum-perdata.html?m=1 (diakses pada tanggal 08 Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai