Anda di halaman 1dari 10

I.

Latar Belakang Sejarah Arbitrase Di Indonesia

Pada Dasarnya Keberadaan Arbritase internasional telah di akui sejak


indonesia meratifikasi konvensi ICSD (internasional centre for the
setllement of infestment Disputes), melalui undang-undang Nomor 5 tahun
1968 tentang persetujun atas kovensi akibat persilisihan antar negara dan
warga negara asing mengenai penanaman modal.

Selanjut nya Indonesia juga telah meratifikasi, New York Contion 1958
(convention on the recognition and enforcement of foreign Arbrital
Award ) tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan arbritase luar negeri,
melalui keputusan presiden , Nomor 34 tahun 1981, keberadaan lembaga
arbritase semakin diperkuat, dengan lahir nya undang-undang nomor 30
tahun 1999 tentang arbritas i dan alternatif penyelesaian sengketa
(UU AAPS) pada tanggal 12 agustus 1999, yang di muat dalam lembaran
negara RI tahun 1999 nomor 138.

Kebradaan arbritase sebagai pranata hukum telah di akui dan diperkuat


dengan lahirnya undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbritase
dan alternatif peneyelesaian sengketa. Hal ini sajalan pula dengan pasal 58
nundang-undang 48 tahun 2009, tentang kekuasaan kehakiman yang
menyatakan bahwa penyelesaian perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbritase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Secara garis besar, berkaitan dengan arbritase perlu pula di jelaskan bahwa
sebelum diberlakukan nya UU AAPS. Keberadaan arbitrase di indonesia
sebenar nya sudah di akui sejak zaman pejajahan belanda, yang pengaturan
nya tertuang dalam pasal 377 reglement indonesia, dan diperbaharui (het
Herziene indonesisch reglement HIR , staatsblad 1941 : 44) dan pasal 705
rglement untuk daerah luar jawa dan madura (rechtstreglement
Buetingewesment RBG, staatsblaad 1927:227)

Hanya saja pada waktu itu, belum ada suatu badan arbritase yang
melembaga. sehingga penyelengaraan arbritase masih berlansung secara
ad hoc barulah pada tahun 1977, lahir lembaga Arbritase BANI (Badan
Arbritase Nasional Indonesia) “the indosian of board arbitration” dan pada
tahun selanjut nya 1993 disusul pula dengan berdiri nya badan arbritase
MUAMALAT INDONESIA ( BAMUI ) dan badan arbritase pasar modal
indonesia ( BAPMI ) pada tahun 2002.

II. Sumber Hukum Dan Landasan Arbitrase Umum

Teori Arbritase Dari Jerzy Jakubuwski, pemikiran tersebut sebagaimana di


kutip oleh Huala adolf, lahir dari hasil pengamatan, terhadap proses atau
praktek arbitrase, yang tertuang dalam tulisan nya, sehingga berdasarkan
pemikiran Jerzy, Huala adolf mengfokuskan pembahasan yang
menggambarkan bentuk-bentuk umum , yang dalam arbitrase komersial
internasional yang sekaligus merupakan filsafat hukum tentang arbitrase
komersial internasional, dalam kaitan nya sebagai berikut :
1. Internasional menurut arbitrase
Menggambarkan ciri internasional badan arbitrase yakni “Convention on
the settlement of investment Disputes between Nationals of others states”
Menurut konvensi ini para peserta membentuk the international center for
the settlement of investment Disputes. (ICISID)

III. Prinsip Umum Arbritase


IV. Jenis Arbritase

Di dalam konvensi internasional di kenal dengan dua jenis arbitrase


yaitu :

 Arbritase Ad Hoc, atau di sebut juga dengan arbritase volunter atau


arbritase perorangan. dalam pasal 1 angka 2 konvensi New York 1958,
penyebutan arbritase ade hoc ini disebut dengan istilah (arbiters appointed
for each case) yang artinya, para arbiter yang di tunjuk untuk kasus
tertentu, dalam satu kali penunjukan yang di lakukan kasus demi kasus.

Untuk mengetahui dan menentukan apakah arbritase yang dipekati para


pihak adalah jenis arbritase ad hoc, dapat di lihat dari rumusan klausul nya,
apabila klausul nya menyebutkan bahwa arbritase yang akan menyelesaikan
perselisihan terdiri atas arbiter perorangan, (penunjukan nya secara
perorangan, maka jenis arbritase tersebut adalah arbritase ad hoc) sebagai
contoh para pihak sepakat menyerahkan penyelesaian sengketa kepada
arbitrase ad hoc dengan menggunakan UNCITRAL Arbritation Rules.
Dalam contoh seperti, arbritase nya adalah arbitrase ad hoc, Namun aturan
tata cara dan penunjukan arbiter maupun proses pemeriksaan nya tunduk
pada aturan UNCITRAL tersebut.

 Arbritase Institusional, Merupakan lembaga atau badan arbitrase yang


bersifat permanen, dalam pasal 1 angka 2 kovensi New York 1958
dinamakan dengan permanent arbitral bodies .
Arbritase institusional tersebut dapat berupa arbritase dalam negeri (bersifat
nasional), regional atau pun yang bersifat internasional, yang masing-
masing maksudnya adalah sebagai berikut :
1. Arbitrase Institusional bersifat nasional, yakni arbitrase yang ruang
lingkup keberadaan dan yurisdiksi nya hanya meliputi kawasan negara
yang bersangkutan , misal nya :
a. The Indonesian National Board Of Arbritation atau badan arbitrase
Nasional Indonesia BANI.
b. Nedherlands Arbitrage institut
c. The Japan Commercial Arbitration Asisociatons

V. Klausula Dan Perjanjian Arbritasi


Dalam cara pembuatan perjanjian Arbitrase , maka terlihat pula adanya
beberapa sifat dari perjanjian arbitrase itu sendiri. Antara lain sebagai
berikut :
1. Perjanjian arbitrase harus di buat secara tertulis
Dalam pasal 4 ayat (2) UU AAPS dijelaskan bahwa persetujuan untuk
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sebagaimana dimaksudkan dalam
ayat (1) dimuat dalam dokumen yang di tandatangani oleh para pihak.
Selanjutnya dalam pasal 6 ayat (2) dijelaskan penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana di
maksud dala (1) di selesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak
dalam waktu paling lama 14 hari (empat belas hari) dan hasil nya di
tuangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
Penegasan semacam ini terdapat dalam pasal 2 ayat (1) konvensi New York
1958 yang menggunakan terminologi “an garement in writing” dari
ketentuan ini terlihat bahwa perjanjian arbitrase berdasarkan konvensi New
york 1958 harus berupa perjanjian tertulis sehingga perjanjian arbitrase
secara lisan yang di akui dalam beberapa hukum arbitrase, seperti mesal nya
di negara belanda, tidak dapat di terima.

2. Perjanjian Arbitrase termasuk bagian darin keseluruhan perjanjian


(single agreement)
Pada hakekat nya perjanjian arbitrase bersifat berdiri sendiri, yang tidak
turut hapus, dengan hapus nya perjanjian pokok hal ini di mungkinkan
berdasarkan asas survivability dalam hukum kontrak.
Dengan demikian, apabila kerja sama komersial antara para pihak di hapus,
perjanjian arbitrase masih dapat di lanjutkan, hal ini di kenal dengan doktrin
the autonomy of the arbitral clause (kemandirian atau keterpisahan klausul
arbitrase).
Arti dari doktrin ini adalah bahwa klausul-klausul tertentu di dalam kontrak
akan tetap hidup walaupun kontrak telah berakhir atau di akhiri.
Mangenai hal ini juga di tegaskan oleh R. Subekti yang berpendapat
bahwa oleh salah satu pihak diajukan perjanjian yang memuat klausul
arbitrase batal, apakah majelis arbitrase berwenang untuk tetap memeriksa
sengketa ?, apabila benar perjanjian itu batal, apakah dengan demikian
klausul arbitrase yang terkandung di dalam nya ikut menjadi batal dengan
akibat bahwa majelis arbritase menjadi tidak berwenang untuk memberikan
putusan ? kesimpulan nya adalah, majelis arbitrase tetap berwenang untuk
memeriksa dan memberikan putusan. Dalam hal ini klausul arbitrase, harus
di anggap berdiri sendiri dan terlepas dari perjanjian induk ( main
contract)
Dengan demikian batal nya perjanjian induk tidak secara otomatis
mengakibatkan batal nya klausul arbitrase.
Penegasan lebih lanjut juga terlihat pada pasal 10 huruf h UU AAPS yang
mengatakan bahwa klausul arbritase selalu mengkat para pihak, dan tidak
menjadi batal sekalipun perjanjian pokok nya berakhir atau menjadi batal.

 Klausul Arbitrase

Secara garis beras, suatu klausul arbitrase akan mencakup hal-hal antara lain
komitmen maupun kesepakatan para pihak untuk melaksanakan arbitrase.
Ruang lingkup arbitrase, apakah arbritase akan berbentuk arbitrase
institusional atau Ad Hoc aturan prosudal nya yang berlaku bagi arbitrase,
Pilihan terhadap hukum substantif yang berlaku bagi arbitrase.
Sesuao dengan jenis arbitrase seperti yang telah di kemukakan sebelum
nya, berikut akan di kemukakan contoh-contoh rumusan klausul arbitrase
dari beberapa lembaga arbritase.

1. BANI (BADAN ARBRITASE NASIONAL INDONESIA)


Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan di selesaikan dalam
tingkat pertama dan terakhir menurut peraturan dan prosuder BANI oleh
arbiter-arbiter yang di tunjuk oleh aturan menurut peraturan BANI.
2. International Chamber Of Commerce
3. UNCITRAL arbitration rules
4. Regional Arbitration Centre Kuala Lumpur.

Lembaga-Lembaga di atas masing-masing mempunyai aturan prosedural


tersindiri di dalam penyelesaian perselesihan. Dengan demikian, apabila
para pihak mencatumkan klausul pilihan arbitrase dalam perjanjian para
pihak sebagaimana dikemukakan di atas, maka apabila terjadi perselesihan
di antara para pihak, mereka telah sepakat untuk memilih arbitrase yang
telah di tentukan dalam perjanjian itu untuk menyelesaikan perselisihan
mereka, dan para pihak wajib tunduk kepada aturan prosedural yang
berlaku pada lembaga arbitrase.

VI. Kewenagnan Absolut Arbritasi

Anda mungkin juga menyukai