Anda di halaman 1dari 5

b.

Study Task- Problem Task

Arthur Brian, pencipta lagu “My Love” dari Amerika Serikat merasa kesal dan marah karena lagu yang
diciptakan dan dinyanyikannya sendiri dan sangat terkenal di tahun 2008 ternyata digunakan dan
hampir selalu diperdengarkan di sebuah Café & Music House, sebuah bisnis Restourant dan Music yang
sangat terkenal di Jakarta yaitu “The Ngawur Café & House of Music”. Arthur Brian setelah melakukan
pengecekan ke lapangan secara teliti diawal Agustus 2009, pihaknya memperoleh data yang sangat
akurat bahwa lagunya secara terus-menerus telah diperdengarkan di Café tersebut sejak 3 bulan yang
lalu. Arthur Brian mendatangi kantor Law Firm saudara dan meminta legal advice, tindakan apa yang
dapat ia lakukan untuk mendapatkan perlindungan hak cipta atas karya lagu “My Love” tersebut. Arthur
Brian meng-claim bahwa pihak The Ngawur Café & House of Music” telah melakukan pelanggaran Hak
Cipta dan ingin menyelesaikan kasus pelanggaran tersebut melalui jalur hukum. Untuk mengantisipasi
kerugian yang lebih banyak atas hak ekonominya, ia mengkonsultasikan tentang Penetapan Sementara
Pengadilan ( Provision measures – Interlocutory Injunction ). Sementara itu pihak pengusaha The
Ngawur Café berargumentasi bahwa pihaknya telah membeli CD lagu tersebut secara sah di Toko.

Pengertian hak cipta dan

hak cipta meupakan salah satu objek yang dilindungi oleh Hak kekayaan intelektual, berdasarkan
Undang- Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelanggaran hak cipta

Undang- undang mengatur mengenai pelanggaran atas hak cipta. Di dalam UU No. 19 Tahun 2002
ditegaskan bahwa suatu perbuatan dianggap pelanggaran hak cipta jika melakukan pelanggaran
terhadap hak eksklusif yang merupakan hak Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak dan untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya
membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya ciptanya. Sehingga berdasarkan ketentuan undang-
undang ini, maka pihak yang melanggar dapat digugat secara keperdataan ke pengadilan niaga. Hal ini
sebagaimana dibunyikan pada ketentuan Pasal 95 sebagai berikut:

(1) Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase,
atau pengadilan.

(2) Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Pengadilan Niaga.

(3) Pengadilan lainnya selain Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak berwenang
menangani penyelesaian sengketa Hak Cipta.
(4) Selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak
yang bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan
tuntutan pidana.

Sementara itu dari sisi pidana pihak yang melakukan pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi pidana
berupa pidana penjara dan/atau pidana denda. Maksimal pidana penjara selama 7 tahun dan minimal 2
tahun, sedangkan pidana dendanya maksimal Rp. 5 miliar rupiah dan minimal Rp. 150 juta rupiah.

Dari masalah diatas dapat dilihat bahwa Arthur Brian sebagai pencipta lagu “My Love” telah melakukan
pengecekan kelapangan secara teliti di awal Agustus 2009, pihaknya memperoleh data yang sangat
akurat bahwa lagunya secara terus-menerus telah diperdengarkan di Café tersebut sejak 3 bulan yang
lalu. Dan untuk mengantisipasi kerugian yang lebih banyak atas hak ekonominya, ia mengkonsultasikan
tentang Penetapan Sementara Pengadilan.

Ada beberapa tujuan tatkala ada pihak yang merasa dirugikan meminta untuk dilakukan penetapan
sementara, sesuai dengan Pasal 106 UU No. 28 th 2014. Isinya adalah:

Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan karena pelaksanaan Hak Cipta atau Hak Terkait,
Pengadilan Niaga dapat mengeluarkan penetapan sementara untuk:

a. Mencegah masuknya barang yang diduga hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait ke jalur
perdagangan;

b. Menarik dari peredaran dan menyita serta menyimpan sebagai alat bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tersebut;

c. Mengamankan barang bukti dan penghilangannya oleh pelanggar; dan/atau mencegah

d. Menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar.

Maka jika Arthur Brian melakukan penuntutan terhadap hak ekonominya, ia harus mengajukan tuntutan
ke Pengadilan Niaga karena Pengailan Niagalah yang berwenang dalam menangani penyelesaian
sengketa hak cipta sesuai pasal 95 ayat (1) uu no 28 th 2014.

Dan jika terbukti bahwa memang benar adanya kegiatan pembajakan lagu “My Love” yang dilakukan
oleh Tergugat The Ngawur Café & House Music maka Tergugat wajib harus mengganti kerugian yang
telah diajukan oleh Penggugat dalam hal ini Arthur Brian sebagai pencipta lagu.

Dan pihak Tergugat jika terbukti telah melakukan pembajakan maka harus melakukan apasaja hal yang
sudah di ajukan oleh pihak Penggugat hal ini sudah diatur didalam pasal 95 – 99 UU No 28 th 2014
tentang hak cipta.
Namun jika pihak Tergugat benar adanya telah membeli CD lagu secara sah di toko maka harus ada
pembuktian keaslian bahwa CD lagu yang telah dibeli itu memang benar CD asli yang diperjual belikan
ditoko yang telah mendapatkan ijin resmi dari pemerintah.
KETENTUAN PIDANA DAN PENYELESAIAN SENGKETA HAK CIPTA MENURUT UU
HAK CIPTA NO. 28 TAHUN 2014

Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum baik itu secara pidana maupun perdata yang diatur
oleh UUHC No. 28 Tahun 2014?. Bahwa berdasarkan pada BAB XIV tentang Penyelesaian
Sengketa didalam Pasal 95 ayat 1 disebutkan bahwa: "Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat
dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan". Berdasarkan
pada Pasal 95 ayat 1 tersebut, bahwa upaya penyelesaian sengketa Hak Cipta bisa dilakukan
melalui alternatif penyelesaian sengketa dan arbritase sebelum ke Pengadilan, Pasal ini
merupakan terobosan baru didalam UUHC No. 28 Tahun 2014. Selain itu juga bahwa untuk
penyelesaian hak cipta yang salah satu pihaknya berada di luar negeri, diakomodir ketentuan
penyelesainnya didalam Pasal 95 ayat 4, yang berbunyi: "Selain pelanggaran Hak Cipta
dan/atau Hak Terkait dalam bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa
diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan
tuntutan pidana".

Ketentuan Pidana merupakan ketentuan yang selalu dicantumkan didalam setiap Undang-undang
yang ada di Indonesia, ketentuan Pidana ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada
para pelaku pelanggaran terhadap Undang-undang tersebut. Ketentuan Pidana yang dicantumkan
didalam sebuah Undang-undang merupakan sebagai suatu Ultimum remedium, apa itu
Ultimum remedium?, Ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat di dalam
hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya
terakhir dalam hal penegakan hukum. Hal ini memiliki makna apabila suatu perkara dapat
diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, ataupun hukum
administrasi) hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui.

Lalu, bagaimanakah UUHC No. 28 Tahun 2014 mengatur tentang Ketentuan Pidana,
berdasarkan pada Bab XVII UUHC, setidaknya ada sekitar 8 Pasal yang mengatur tentang
Ketentuan Pidana, sedangkan didalam UUHC No 19 Tahun 2002 (UUHC lama) Pasal yang
mengatur tentang ketentuan Pidana hanya terdapat 1 (satu) Pasal saja, yaitu Pasal 72. Ke 8
(delapan) Pasal yang mengatur tentang Pidana diatur didalam Pasal 112 s.d Pasal 119. Didalam
ke 8 (delapan) Pasal tersebut diatur tentang Pidana Penjara dan Pidana Denda. Pidana Penjara
menurut UUHC No. 28 Tahun 2014 disebutkan; pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun. Sedangkan didalam UUHC yang lama (UUHC No.19 Tahun 2002) disebutkan bahwa
pidana penjaranya paling lama 7 (tujuh) tahun. Sedangkan untuk Pidana Denda menurut
UUHC No. 28 Tahun 2014 ditentukan; paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah), sedangkan didalam UUHC yang lama (UUHC No.19 Tahun 2002) ketentuan pidana
dendanya paling banyak 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Dan selain itu juga UUHC No. 28 Tahun 2014 juga secara tegas menyebutkan didalam Pasal 120
bahwa Tindak Pidana Hak Cipta merupakan delik aduan. Istilah delik aduan (klacht delict),
ditinjau dari arti kata klacht atau pengaduan berarti tindak pidana yang hanya dapat dilakukan
penuntutan setelah adanya laporan dengan permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap
orang atau terhadap orang tertentu. Pada delik aduan, jaksa hanya akan melakukan penuntutan
apabila telah ada pengaduan dari orang yang menderita, dirugikan oleh kejahatan tersebut.
Sedangkan UUHC No. 19 Tahun 2002 tidak menerangkan secara tegas pasal yang menyebutkan
tentang delik aduan.

Bahwa mendasarkan pada keterangan diatas, maka bisa dikatakan bahwa UUHC No. 28 Tahun
2014 lebih secara rinci dan detail memberikan perlindungan hukum baik secara pidana dan
perdata terhadap Pencipta, Pemilik Hak Cipta dan Pemilik Hak Terkait. Dan UUHC No. 28
Tahun 2014 telah lebih baik, dengan memberikan ruang untuk menyelesaikan sengketa dengan
jalur Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase. Tentunya kemajuan-
kemajuan yang ada didalam UUHC No. 28 Tahun 2014 membawa dampak positif bagi Pencipta,
Pemegang Hak Cipta dan Pemilik Hak Terkait untuk selalu berkarya dan berkreasi serta
produktif dalam menciptakan karya ciptanya yang baru.

Anda mungkin juga menyukai