Anda di halaman 1dari 36

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................ i

Daftar Isi…...................................................................................................................... ii

Bab 1 Pendahuluan........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................... 3

Bab II Pembahasan........................................................................................................ 4

2.1 Pengertian Advokat...................................................................................... 4

2.2 Kode Etik Advokat........................................................................................ 8

2.2.1 Sejarah Kode Etik Advokat........................................................... 8

2.2.2 Pengangkatan Advokat dan Syarat-syarat Menjadi Advokat. 10

2.2.3 Undang-Undang Advokat............................................................ 16

2.2.4 Pelaksanaan Kode Etik Advokat.................................................. 19

2.2.5 Penindakan, Sanksi dan Pemberhentian terhadap Advokat... 19

2.2.6 Honorarium dan Bantuan Hukum Cuma-Cuma...................... 22

2.3 Kasus Pelanggaran Kode Etik Advokat..................................................... 24

2.3.1 Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Advokat….................... 24

2.3.2 Menganalisa Kasus Pelanggaran Kode Etik Advokat............... 26

Bab III Penutup............................................................................................................... 33

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………............. 33

3.2 Saran…............................................................................................................ 34

Daftar Pustaka…............................................................................................................. 36

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kita sebagai mahasiswa wajib mengetahui tentang apa yang dimaksud

dengan kode etik, khususnya kode etik pada Advokat karena Advokat adalah salah

satu profesi yang akan ditekuni oleh Mahasiswa Fakultas Hukum. Kode Etik

dibutuhkan untuk menciptakan kehidupan yang tentram dan harmonis. Kehidupan

akan menjadi lebih nyaman jika kita menjadi seseorang yang memiliki kode etik

yang baik dalam menjalankan profesi sehari-hari. Orang lain pun akan lebih

menghargai seseorang yang memiliki etika dan kode etik yang baik.

Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan ethikos,

ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik. Ethikos berarti

susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata “etika” dibedakan

dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik berarti kumpulan asas atau nilai yang

berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu

golongan atau masyarakat. Adapun kata etiket berarti tata cara atau adat, sopan

santun dan lain sebagainya dalam masyarakat beradaban dalam memelihara

hubungan baik sesama manusia. Etika adalah suatu komponen penting yang harus

dijaga dengan baik oleh seluruh manusia, khususnya bagi seseorang yang bergerak

dalam bidang keprofesionalan dan pekerjaan sosial lah salah satunya.

1
Kode etik merupakan salah satu pedoman bagi para pekerja sosial dalam

menjalankan langkah keprofesionalan dalam praktiknya. Maka dari itu, dalam

menjalankan profesinya kode etik memiliki peran vital dalam peran kerja antara

pekerja sosial dengan klien, maupun antara pekerja sosial dengan supervisor pekerja

sosial. Dengan demikian setiap seseorang yang memiliki profesi baik itu seorang

advokat dan lain sebagainya dapat menjalankan profesinya dengan tetap

mengutamakan kode etik yang merupakan salah satu pedoman untuk menjalankan

keprofesionalan dalam praktiknya agar dapat berjalan dengan baik.

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam

maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Jasa yang diberikan

Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan

kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain

untuk kepentingan hukum klien (jasa hukum). Advokat adalah pengacara yang

diangkat oleh Menteri Kehakiman setelah mendapat nasihat dari Mahkamah Agung.

Batas wilayah hukum tugas dari seorang advokat adalah seluruh provinsi di

Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan advokat?

2. Bagaimana kode etik seorang advokat?

3. Seperti apakah kasus pelanggaran kode etik advokat?


1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan advokat

2. Untuk mengetahui bagaimana kode etik pada seorang Advokat

3. Untuk mengetahui seperti apa kasus pelanggaran kode etik advokat


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Advokat

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam

maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan

undang-undang ini (Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

advokat). Menurut Balck’s Law Dictionary pengertian advokat adalah To speak in

favour of or defend by argument (berbicara untuk keuntungan dari atau membela

dengan argumentasi untuk seseorang), sedangkan orang yang berprofesi sebagai

advokat adalah one who assists, defend, or pleads for another. Who renders legal edvice and

aid, plead the cause of another before a court or a tribunal, a counselor (seseorang yang

membantu, mempertahankan, atau membela untuk orang lain. Seseorang yang

memberikan nasehat hukum dan bantuan membela kepentingan orang lain di muka

pengadilan atau sidang, seorang konsultan).1

Dalam kamus hukum, pengertian advokat diartikan sebagai pembela,

seorang (ahli hukum) yang pekerjaannya mengajukan dan membela perkara di

dalam atau di luar sidang pengadilan. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 18

Tahun 2003 tentang Advokat, Advokat Indonesia pasal 1 ayat 1 menerangkan

bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam

maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-

undang ini.

1
Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 3
Istilah advokat sesungguhnya telah dikenal semenjak zaman Romawi yang

jabatannya atau profesinya disebut dengan nama officium nobile (profesi yang mulia),

karena mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat dan bukan kepada

dirinya sendiri, serta berkewajiban untuk turut menegakkan hak-hak asasi manusia,

serta bergerak di bidang moral, khususnya untuk menolong orang-orang tanpa

mengharapkan imbalan atau menerima imbalan (honorarium). Hal ini dijelaskan

oleh Abdul Hakim G. Nusantara yang mengatakan, bahwa bantuan hukum sebagai

kegiatan pelayanan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin dan buta

hukum.2

Pemberian jasa advokat khususnya bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan

buta hukum tampaknya merupakan hal yang dapat dikatakan relatif baru di negara

berkembang, demikian juga di Indonesia. Bantuan hukum sebagai suatu legal

institution (lembaga hukum) semula tidak dikenal dalam sistem hukum tradisional,

dan baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya sistem hukum

barat di Indonesia.3 Hubungan antara advokat dengan kliennya harus dalam kondisi

saling mempercayai, sehingga tidak ada kendala psikologis dalam proses

penyampaian tujuan luhur mencari nilai kebenaran dan keadilan hukum. Advokat

tidak boleh menerima kuasa untuk menyelesaikan perkara dalam suasana terpaksa. 4

Advokat dapat menolak menangani perkara yang diyakini tidak ada dasar

hukumnya. Dalam menjalankan professionalnya advokat harus dengan 3 kesadaran

untuk menjalankan tugas sebagai kuasa hukum yang didalamnya terkandung misi

2
Abdul Hakim G. Nusantara, Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Ke arah Bantuan
Hukum Struktural, Bandung: Alumni, 1981, hlm. 16, dalam Ishaq, S.H., M.Hum. , 2012, Pendidikan
Keadvokatan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.12
3
Ishaq, S.H., M.Hum., 2012, Pendidikan Keadvokatan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 13.
4
Dr. Artijo Alkostar, S.H, LLM,2010, Peran dan Tantangan advokat dalam Era Globalisasi,Yogyakarta
: UII Press, hlm.74.
yang luhur yaitu tegaknya kebenaran dan keadilan. Semua warga masyarakat yang

menghadapi masalah hukum, mengharapakan adanya advokat. Akan tetapi di

dalam kenyataannya, tidak semua orang yang menghadapi masalah hukum,

memperoleh advokat/penasihat hukum. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa

kebutuhan advokat/penasihat hukum lebih bersifat subjektif, kekurangan advokat

lebih bersifat institusional. Maksudnya ada kekurangan-kekurangan pada

penyelenggaran proses penasihat hukum (dari sudut pihak yang berfungsi untuk

menyelenggarakannya).5

Perkembangan kebutuhan advokat pada saat ini semakin pesat oleh warga

masyarakat yang mempunyai masalah hukum, tetapi tidak jarang terjadi adanya

tindakan atau perilaku yang tidak baik seorang advokat dalam memberikan bantuan

hukum. Banyak di temukan bahwa advokat juga melakukan penyimpangan

perilaku seperti contohnya dalam memilih klien, di dalam praktek bermasyakarat

tidak jarang ada beberapa advokat yang memilih-milih klien dalam arti lebih

megutamakan klien yang membayar dengan jumlah besar. Hal ini tentu saja

bertentangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 tentang advokat pada Bab VI

pasal 22 ayat 1 yaitu advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma

kepada pencari keadilan yang tidak mampu.6 Juga bertentangan dengan kode etik

advokat pada Bab III hubungan dengan klien pada pasal 4 ayat f yaitu advokat

dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama

seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.7

5
Ishaq S.H.,M.Hum.,Op. Cit.,hlm. 19
6
Ishaq, S.H., M.Hum., .,Op. Cit.,hlm.236
7
Dr.Artijo Alkostar, S.H, LLM, .,Op. Cit., hlm.192
Adapun tugas dan tanggung jawab yang diemban advokat dan harus

diperhatikan dalam menangani suatu perkara adalah sebagai berikut :

1) Menjunjung tinggi kode etik profesinya;

2) Membimbing dan melindungi kliennya dari petaka duniawi dan ukhrawi agar

dapat menemukan kebenaran dan keadilan yang memuaskan semua pihak, sesuai

dengan nilai-nilai hukum, moral dan agama;

3) Membantu terciptanya proses peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan,

serta tercapainya penyelesaian perkara secara final;

4) Menghormati lembaga peradilan dan proses peradilan sesuai dengan norma

hukum, agama, dan moral;

5) Melindungi kliennya dari kedzaliman pihak lain dan melindunginya pula dari

berbuat dzalim kepada pihak lain;

6) Memegang teguh amanah yang diberikan kliennya dengan penuh

tanggungjawab baik terhadap kliennya, diri sendiri, hukum dan moral, maupun

terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

7) Memberikan laporan dan penjelasan secara periodik kepada kliennya mengenai

tugas yang dipercayakan padanya;

8) Menghindarkan diri dari berbagai bentuk pemerasan terselubung terhadap

kliennya; 9) Bersikap simpatik dan turut merasakan apa yang diderita oleh kliennya

bahkan mengutamakan kepentingan kliennya daripada kepentingan pribadinya;

10) Antara kuasa hukum atau advokat dengan kliennya haruslah terjalin hubungan

saling percaya dan dapat dipercaya sehingga tidak saling merugikan dan dirugikan;
11) Melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum bertindak jujur, adil,

dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;

12) Advokat juga berkewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma

bagi klien yang tidak mampu, hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung No.

5/KMA/1972 tentang golongan yang wajib memberikan bantuan hukum.

2.2 Kode Etik Advokat

2.2.1 Sejarah Kode Etik Advokat

Sejarah terbentuknya Kode Etik Advokat UU No. 18 Tahun 2003 bermula dari

keinginan advokat agar hak-hak dan kewajibannya mendapatkan perlindungan

hukum. Kode etik advokat dibentuk oleh para advokat yang bergabung dalam

organisasi advokat. Organisasi advokat di Indonesia bermula dari masa

kolonialisme dan pada masa itu jumlah advokat masih terbatas.

Advokat hanya ditemukan di kota-kota yang memiliki landraad (pengadilan

negeri) dan raad van justitie (dewan pengadilan). Para advokat yang tergabung

dalam organisasi advokat yang disebut Balie van Advocaten. Dari penelusuran

sejarah, wadah advokat di Indonesia baru dibentuk sekitar 47 tahun yang lalu,

tepatnya pada tanggal 4 Maret 1963, di Jakarta, pada saat dilakukan Seminar

Hukum Nasional di Universitas Indonesia. Wadah advokat tersebut adalah

Persatuan Advokat Indonesia, yang disingkat PAI, yang disusul dengan

pembentukan organisasi PAI di daerah-daerah.8

8
DR. H. Sunarno Edy Wibowo, SH., M.Hum “Etika Profesi, Kode Etik Advokat Indonesia” hal. 148
Kemudian, dalam Musyawarah I/ Kongres Advokat yang berlangsung di

Hotel Danau Toba di Solo, pada tanggal 30 Agustus 1964, secara aklamasi

diresmikan pendirian Persatuan Advokat Indonesia, yang disingkat dengan Peradin,

sebagai pengganti PAI. Keanggotan Peradin bersifat sukarela dan tidak ada paksaan

untuk memasuki Peradin. Tidak mengherankan kalau pada akhirnya wadah-wadah

profesi advokat tumbuh di Jakarta, seperti:

1. PUSBADHI (Pusat Bantuan dan Pengabdian Hukum);

2. FOSKO ADVOKAT (Forum Studi dan Komunikasi Advokat);

3. HPHI (Himpunan Penasihat Hukum Indonesia);

4. BHH (Bina Bantuan Hukum);

5. PERNAJA;

6. LBH KOSGORO

Kembali ke sejarah organisasi advokat, pada tahun 1980-an, pemerintah

melakukan strategi lain, yaitu meleburkan Peradin dan organisasi-organisasi

advokat lain ke dalam wadah tunggal yang dikontrol pemerintah. Pada tahun 1981,

Ketua Mahkamah Agung Mudjono, S.H., Menteri Kehakiman Ali Said, S.H., dan

Jaksa Agung Ismael Saleh, S.H. dalam Kongres Peradin di Bandung sepakat untuk

mengusulkan bahwa advokat memerlukan satu wadah tunggal. Kemudian, pada

tahun 1982 berdiri juga Kesatuan Advokat Indonesia. Pada tanggal 15 September

1984, Peradin mengeluarkan edaran (sirkuler) yang berjudul Peradin Menyongsong

Musyawarah Nasional Advokat.

Tuntutan yang paling menonjol dalam edaran tersebut adalah pembentukan

wadah tunggal advokat dan diinstruksikan juga untuk menggiatkan hubungan


dengan para anggota dengan memperbanyak pertemuan satu dengan yang lainnya

agar anggota dapat mengikuti perkembangan.

2.2.2 Pengangkatan Advokat dan Syarat-syarat Menjadi Advokat

Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang

pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat

yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat. Pengangkatan advokat dilakukan oleh

Organisasi Advokat. Salinan edaran keputusan pengangkatan advokat sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.

Untuk dapat diangkat menjadi advokat harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut: 9

1. Warga negara Republik Indonesia;

2. Bertempat tinggal di Indonesia;

3. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;

4. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;

5. Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);

6. Lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;

7. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor

Advokat;

8. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang

diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

9
Pasal 3 point 1 UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
9. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai

integritas yang tinggi.

Dalam persyaratan untuk menjadi advokat dalam point 9 yakni berprilaku baik,

jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi mengandung

nilai-nilai dasar. Nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip dasar yang terdapat dalam

Kode Etik Advokat hampir serupa dengan prinsip-prinsip dasar peradilan yang

mengandung nilai karena prinsip-prinsip peradilan merupakan pedoman pelaksaan

peradilan. Berikut ini nilai-nilai dasar yang terdapat dalam Kode etik yang juga

merupakan nilai etika:

1. Keadilan

Keadilan dapat diwujudkan dengan menyampaikan setiap hak kepada yang

berhak dan dengan melaksanakan hukum-hukum yang telah disyariatkan Tuhan

Yang Maha Esa serta dengan menjaga hawa nafsu. Sebagai penegak hukum,

advokat harus memiliki nilai keadilan dalam menjalankan tugas yang

diamanahkan kepadanya. Karena dengan menegakkan keadilan juga

menegakkan kebenaran.

Pendorong keadilan:

a. Tidak berlaku berat sebelah. Maksudnya tidak melihat sesuatu dengan

memakai kaca mata nafsu.10

b. Memperluas pandangan dan dan melihat soalnya dari beberapa sudut.

c. Yang dijadikan sandi hukum ialah pendorongnya orang melakukan

perbuatannya bukan strata sosial.

10
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 239-240
Beberapa pendorong keadilan tersebut membantu para penegak hukum

terutama hakim dan advokat untuk berbuat adil. Nilai dasar keadilan ini juga

terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2003 dalam pasal 18 dan pasal 4 point 2 angka 3

yakni:

“Bahwa saya dalam melaksana-kan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan

bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan.”

2. Kejujuran

Nilai kejujuran ini berkaitan erat dengan nilai kebenaran karena nilai kejujuran

merupakan unsur dari nilai kebenaran. Selain itu, Kejujuran berkaitan erat dengan

keadilan, kepatutan yang semuanya itu menyatakan sikap bersih dan ketulusan

pribadi seseorang yang sadar dengan pengendalian diri terhadap sesuatu yang

seharusnya tidak boleh dilakukan yang membawa menuju kebenaran.

Dalam konteks etika profesi advokat jujur yang harus dilakukan adalah dalam

hal sikap dan prilaku yang benar yang meliputi proses memberikan bantuan hukum

dalam persidangan. Advokat dalam menjalankan kewajibannya harus dengan cara-

cara yang baik agar perkara yang ditangani terselesaikan dengan baik hal ini juga

dijelaskan dalam pasal 4 point 2 angka 4 yakni:

“Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak

akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat

lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan

saya tangani”.

3. Pertanggungjawaban
Untuk memenuhi keadilan, kebenaran, dan kejujuran maka perlu adanya

pertanggungjawaban dalam menjalankan profesinya. Nilai tanggung jawab Kode

Etik Advokat UU No. 18 Tahun 2003 berkaitan erat dengan hubungan dengan

perilaku manusia diantaranya mengenai prilaku sopan santun baik perbuatan

maupun perkataan, kedisiplinan, profesional, kerahasiaan. Hal ini telah dijelaskan

dalam UU No. 18 Tahun 2003 pasal 4 point 2 angka 3 dan angka 5, Pasal 19. Karena

manusia yang hidup sebagai mahkluk sosial, tidak bisa bebas, dan semua

tindakannya harus dipertanggungjawabkan.

Tanggung jawab secara umum menurut Joko Tri Prasetyo dan kawan-kawan

adalah kesadaran manusia dengan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja

maupun yang tidak disengaja.11 Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai

perwujudan kesadaran dengan kewajibannya. Berdasarkan pengertian di atas, maka

dapatlah dijelaskan bahwa tanggung jawab profesi advokat adalah suatu kesadaran

seorang advokat dengan ingkah lakunya atau perbuatannya yang disengaja maupun

yang tidak disengaja di dalam menjalankan profesi keadvokatan atau

kepengacaraan. Pada hakikatnya bahwa seorang advokat itu adalah termasuk

makhluk bermoral, dan juga seorang pribadi. Karena merupakan seorang pribadi

maka seorang advokat mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, yang dengan

itu seorang advokat berbuat atau bertindak. Dalam hal ini seorang advokat tidak

luput dari kesalahan, kekeliruan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Oleh

karena itu, seorang advokat didalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab

kepada Negara, masyarakat, pengadilan, klien dan tuhan dan pihak lawan.

a. Tanggungjawab kepada Negara

11
Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar cetakan keketiga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 154. 36
Seorang advokat sebagai manusia dan individu adalah warga Negara suatu

Negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, dan bertingkah laku, seorang advokat

senantiasan terikat oleh norma-norma atau aturan-aturan yang dibuat oleh Negara.

Seorang tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Jika perbuatan seorang advokat itu

salah, maka harus bertanggung jawab kepada Negara.

b. Tanggungjawab kepada masyarakat

Suatu kenyataan bahwa seorang advokat adalah mahkluk sosial. Seorang

advokat merupakan anggota masyarakat. Disamping itu juga mendapat

kepercayaan publik, bahwa advokat tersebut selalu berprilaku jujur dan bermoral

tinggi. Oleh karena itu di dalam berfikir, bertingkah laku, dan berbicara seorang

advokat terikat oleh masyarakat. Dengan demikian, segala tingkah laku dan

perbuatan seorang advokat harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

c. Tanggungjawab kepada pengadilan

Suatu kenyataan bahwa seorang advokat adalah berstatus sebagai penegak

hukum. Dengan demikian advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses

peradilan, yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya

dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, seorang advokat dalam

berfikir, bertingkah laku, dan berbicara di persidangan wajib mematuhi prinsip-

prinsip persidangan sebagaimana yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan yang berlaku.12 Disamping itu juga seorang advokat harus mendukung

kewenangan pengadilan dan menjaga kewibawaan sidang.

d. Tanggungjawab kepada klien

12
Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 45
Advokat yang mendampingi klien di muka pengadilan harus menempatkan

diri sebagai agen of service, yakni pelayan yang mengabdi kepada keadilan, serta

berkewajiban untuk membela kepentingan klien yang senantiasa ditimpa dengan

nilai-nilai kebenaran dalam menegakkan hukum dan hak-hak asasi klien. 13

Disamping itu seorang advokat wajib berusaha memperoleh pengetahuan

yang sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya tentang kasus kliennya sebelum

memberikan nasihat dan bantuan hukum. Seorang advokat wajib memberikan

pendapatnya secara terus terang tentang untung ruginya perkara yang dilitigasi dan

kemungkinan hasilnya. Dengan demikian segala tindakan dan perbuatan seorang

advokat harus dipertanggungjawabkan kepada klien.

e. Tanggungjawab kepada Tuhan

Advokat merupakan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai

ciptaan Tuhan, advokat dapat mengembangkan diri sendiri dengan sarana-sarana

pada dirinya yakni pikiran, perasaan, seluruh anggota tubuhnya, dan alam

sekitarnya. Dalam mengembangkan dirinya advokat bertingkah laku dan berbuat.

Sudah tentu dalam perbuatannya advokat melakukan kesalahan baik yang disengaja

maupun yang tidak disengaja.

2.2.3 Undang-Undang Advokat

Berkaitan dengan UU Advokat No. 18 tahun 2003 maka disusun Kode Etik

Advokat Indonesia, hal ini bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan

profesi Advokat (Pasal 26 Bab IX ayat 1). UU tersebut juga mengatur bagaimana

13
Ibid
seorang Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan

ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (ayat 2). Kode etik

profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada:

- ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

- ayat (3) “Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat

dilakukan oleh Organisasi Advokat”

- ayat (4) “Kode etik juga mengatur tentang susunan, tugas, dan

kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.”

Pada dasarnya, Kode Etik Advokat dan Undang-Undang Advokat mengatur

tentang hubungan Advokat dengan Klien dan Hubungan Advokat dengan teman

sejawat.

a. Hubungan Advokat dengan Klien

- Advokat dalam mengurus perkara mendahulukan kepentingan klien dari

pada kepentingan pribadinya.14

- Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan

penyelesaian dengan jalan damai.15

- Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat

menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.

- Advokat tidak dibenarkan menjamin terhadap kliennya bahwa

perkaranya dimenangkan.

- Advokat harus menentukan besarnya uang jasa dalam batas-batas yang

layak dengan mengingat kemampuan klien.16


14
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum Norma-norma Bagi Penegak Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),
hlm.238
15
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hlm. 97
16
Pasal 21 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
- Advokat tidak dibenarkan membebankan klien dengan biaya-biaya yang

tidak perlu.

- Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan

perhatian yang adil dan rata seperti terhadap perkara untuk mana seorang

advokat menerima uang.17

- Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih

harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-

kepentingan tersebut, apabila kemudian timbul pertentangan kepentingan

antara pihak-pihak yang bersengkutan.

b. Hubungan Advokat dengan Teman Sejawat

- Antara advokat harus ada hubungan sejawat berdasarkan sikap saling

meng-hargai dan mempercayai.18

- Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu

sama lain dalam persidangan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata

yang tidak sopan atau menyakiti hati, baik secara lisan maupun tertulis.

- Advokat tidak diperkenankan menarik seorang klien dari teman sejawat. 19

- Jika klien hendak berganti advokat, maka advokat yang baru dipilih tadi

dapat menerima perkara itu, setelah mendapat keterangan dari advokat

yang lama bahwa klien telah memenuhi semua kewajiban keuangan.

- Apabila suatu perkara diserahkan oleh kien kepada teman sejawat lain,

maka advokat semula wajib memberikan kepadanya semua berkas dan

17
Supriyadi, Etika dan Tanggumg Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 92.
18
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),
hlm. 239.
19
Oemar Seno Adji, Etika Profesional dan Hukum Profesi Advokat, (Jakarta: Erlangga, t.t), hlm. 82
keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan

memperhatikan hak retensi advokat terhadap klien tersebut.

2.2.4 Pelaksanaan Kode Etik Advokat

a. Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Advokat ini oleh setiap advokat

dilakukan oleh Dewan Kehormatan, dan sanksi atas pelanggaran yang

ditentukan sendiri.20

b. Selain Dewan Kehormatan tidak ada badan lain yang berhak menghukum

pelanggaran atas pasal-pasal dalam Kode Etik Advokat ini oleh seorang

advokat.

c. Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk menyempurnakan Kode Etik

Advokat ini dan/atau menentukan hal-hal yang belum diatur di

dalamnya, dengan kewajiban melaporkan perubahan-perubahan tersebut

kepada Dewan Pimpinan Pusat agar diumumkan kepada setiap anggota.21

2.2.5 Penindakan, Sanksi dan Pemberhentian terhadap Advokat

Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:

1. Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya; 22

2. Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan

seprofesinya

20
C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003). Hlm. 77. 51
21
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum Norma-norma Bagi Penegak Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm.
242.
22
Pasal 6 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
3. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan

yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan

perundang-undangan, atau pengadilan; 23

4. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau

harkat dan martabat profesinya;

5. Melakukan pelanggaran terhadap peratur-an perundang-undangan dan

atau perbuatan tercela;

6. Melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.

Berdasarkan PERADI No. 2 Tahun 2007 Pasal 2 Poin tentang memeriksa dan

mengadili pelanggaran kode etik advokat Indonesia penindakan tersebut dapat

diajukan oleh yaitu:

1. Klien;

2. Teman sejawat;

3. Pejabat Pemerintah;

4. Anggota Masyarakat;

5. Komisi Pengawas;

6. Dewan Pimpinan Nasional PERADI;

7. Dewan Pimpinan Daerah PERADI di lingkungan mana berada Dewan

Pimpinan Cabang dimana terdaftar sebagai anggota; 24

8. Dewan Pimpinan Cabang PERADI dimana Teradu terdaftar sebagai

anggota. Sanksi-sanksi atas pelanggaran kode etik profesi ini dapat

dikenakan hukuman berupa:25


23
Supriyadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 63-
64.
24
PERADI No. 2 Tahun 2007 Tentang Tata Cara memeriksa dan Mengadili Pelanggaran Advokat Indonesia.
25
Caray, “Etika Profesi (Kode Etik Advokat/ Pengacara dan Dewan Kehormatan)”, 15 Juni 2014.
a. Teguran;

b. Peringatan;

c. Peringatan keras;

d. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu;

e. Pemberhentian selamanya;

f. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

Sedangkan menurut undang-undang No. 18 tahun 2003 pasal 7 ayat 1

hukuman atau sanksi yang dijatuhkan kepada advokat dapat berupa:

1. Teguran lisan.

2. Teguran tertulis.

3. Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 sampai 12 bulan.

4. Pemberhentian tetap dari profesinya.

Dengan pertimbangan atas berat dan ringannya sifat pelanggaran kode etik

dapat dikenakan sanksi-sanksi dengan hukuman:

1. Berupa teguran atau berupa peringatan biasa jika sifat pelanggarannya

tidak berat;

2. Berupa peringatan keras jika sifat pelanggarannya berat atau karena

mengulangi berbuat melanggar kode etik dan atau tidak

mengindahkan sanksi teguran/peringatan yang diberikan;

3. Berupa pemberhentian sementara untuk waktu tertentu jika sifat

pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati

ketentuan kode etik profesi atau bilamana setelah mendapatkan sanksi


berupa peringatan keras masih mengulangi melalukan pelanggaran

kode etik profesi.

4. Pemecatan dari keanggotaan profesi jika melakukan pelanggaran kode

etik dengan maksud dan tujuan untuk merusak citra dan martabat

kehormatan 26
profesi advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai

profesi yang mulia dan terhormat.

Sanksi putusan dengan hukuman pemberhentian sementara untuk waktu

tertentu dan dengan hukuman pemberhentian selamanya, dalam keputusannya

dinyatakan bahwa yang bersangkutan dilarang dan tidak boleh menjalankan

praktek profesi advokat/penasehat hukum baik di luar maupun di muka

pengadilan.

2.2.6 Honorarium dan Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Profesi advokat sebagai pemberi jasa dalam menjalankan tugasnya terutama

dalam melakukan pemberian jasa layanan hukum kepada klien, tentunya

mendapatkan imbalan jasa. Sebab sudah menjadi ketentuan bahwa orang yang

member jasa layanan apapun namanya, mesti mendapatkan imbalan jasa berupa

honorarium.

Dalam pasal 21 UU No. 18 Tahun 2003 dinyatakan bahwa:

“Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan kepada

kliennya. Besarnya honorarium atas jasa hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1

ditetapkan secara wajar berdasarkan per-setujuan kedua belah pihak.”

26
Ibid
Berkaitan dengan masalah jasa hukum yang berakibat pada timbulnya biaya

berupa honora-rium, maka advokat harus memperhatikan pula klien yang tidak

mampu dalam pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003 dinyatakan bahwa “Advokat wajib

memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak

mampu. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata laksana pemberi bantuan hukum

secara cuma-cuma, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”

Sejalan dengan ketentuan Pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003 di dalam pasal 237

HIR atau Pasal 273 R. Bg telah dijelaskan bahwa:

“Barang siapa hendak berpekara, baik sebagai penggugat maupun tergugat, tetapi

tidak mampu membayar ongkos perkara, dapat mengajukan perkara dengan izin tidak

membayar ongkos.” 27

Permintaan berpekara secara cuma-cuma ini harus dimintakan sebelum

perkara pokok diperiksa oleh pengadilan. Permintaan untuk berperkara secara

cuma-cuma ini harus melampirkan berkas keterangan tidak mampu dari instansi

yang berwenang yang dikeluarkan oleh kepala desa dan diketahui oleh camat.

Ketentuan mengenai bantuan hukum cuma-Cuma dalam Pasal 22 UU No. 18 Tahun

2003 dapat dimaknai sebagai sebuah sentuhan moral kepada advokat, agar dalam

menjalankan profesinya harus tetap memperhatikan kepentingan orang-orang yang

tidak mampu.

2.3 Kasus Pelanggaran Kode Etik Advokat

2.3.1 Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Advokat

27
Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 140. 56
Jumat, 12 Juli :45 WIB SURABAYA (WIN): Advokat senior Tonny Gunawan diputus

bersalah dan diberhentikan sementara selama 12 bulan sebagai pengacara. Majelis

Dewan Kehormatan Perhimpunan Adokat Indonesia (Peradi) Jatim, menyatakan

Tonny terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Putusan ini sebagai buntut dari

pelaporan H. Yahya (pengadu I) dan Zainal Arifin (pengadu II) terkait pertemuan

keduanya yang merupakan lawan hukum dalam sebuah perkara. Dalam sidang

kode etik yang digelar di kantor Peradi Jatim, itu, Toni disebut melakukan

pelanggaran berat dengan menemui lawan kliennya dalam berperkara. Tak hanya

itu, pria keturunan itu juga disebut melakukan pemaksaan dalam pertemuan yang

terjadi pada 4 Mei 2012 tersebut.

Dalam putusan yang dibacakan Majelis Dewan Kehormatan Peradi Jatim yang

diketuai Trimoelja D. Sorjadi, disebutkan jika Tony sebagai teradu telah melanggar

UU No. 18/2003 tentang advokat pasal 6 huruf b dan d, KEAI pasal 2 dan pasal 7

huruf f. Ia terbukti melakukan tindakan menyalahi etik dengan memaksa pengadu I,

yakni H. Yahya untuk menandatangani pernyataan tertanggal 25 Mei 2012.

“Menyatakan teradu telah melakukan pelanggaran kode etik. Menghukum teradu

dengan pemberhentian sementara selama 12 bulan dan membebankan biaya perkara

sebesar Rp 3,5 juta,” ujar Trimoelja bacakan surat putusannya. Menurut Tri,

sebagaimana advokat itu biasa disapa, Tony Gunawan merupakan advokat senior

yang telah paham kode etik, namun memberikan keterangan tidak jujur selama

proses persidangan sejak 26 April, 10 Mei dan 31 Mei 2013.

Teradu juga disebut melakukan tindakan tidak terpuji sebagai advokat, dengan

memanfaatkan keterbatasan fisik dan kesehatan Pengadu I yang berusia 81 tahun

untuk memaksa menandatangani surat pernyataan yang tidak dibenarkan. “Sebagai


pertimbangan yang meringankan, teradu bersikap sopan selama persidangan,” jelas

Tri.

Peristiwa pelanggaran kode etik bermula saat Tony Gunawan menjadi kuasa hukum

Domiri, yang terlibat kasus gugatan pengosongan tanah berupa tambak seluas meter

persegi di Desa Sawahan, Buduran Sidoarjo, 4 Mei 2012 lalu. Saat itu, Domiri

diketahui memiliki tanah di lokasi yang sama, namun menumpang sertifikat milik

H. Yahya dan Zainal Arifin sebagai Pengadu I dan II. Singkat cerita, Tony

dilaporkan menemui Pengadu II di rumahnya dengan dugaan hendak melakukan

pemaksaan agar yang bersangkutan mengakui Awal Lestari sebagai kuasa hukum

pengadu. Tindakan inilah, yang dianggap melanggar kode etik advokat dan

dilaporkan kepada dewan kehormatan Peradi Jatim. Sementara itu, Tonny yang

ditemui usai sidang, menyatakan mengajukan banding atas putusan itu. Ia mengaku

jika kedatangannya ke Pengadu II tak lain untuk menyelesaikan perkara lain yang

menjerat kliennya, Arief Rahman.

“Saya ini tidak sengaja bertemu dengan H. Yahya, “Saya ini tidak sengaja bertemu

dengan H. Yahya. Saya datang ke sana karena ada keperluan lain terkait kasus

penipuan yang menyeret nama klien saya. Jadi bukan untuk kasus gugatan

pengosongan tanah,” jelasnya. Lebih lanjut, Ia akan segera ajukan banding terkait

putusannya. Ia merasa jika kasus yang membelitnya tidak diputus sesuai unsur

keadilan dan kebijakan. Ia bahkan menuding Ketua Dewan Kehormatan Peradi

Jatim, Trimoelja kurang mengetahui duduk persoalan yang melatarbelakangi

kasusnya. “Yang pasti saya ajukan banding,” tutupnya.


2.3.2 Menganalisa Kasus Pelanggaran Kode Etik Advokat

Melihat kronologis dari contoh kasus yang telah di paparkan diatas secara

singkat dapat disimpulkan termasuk dalam pelanggaran dalam kasus profesi

advokat. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam

maupun di luar pengadilan yang memenuhi syarat menurut undang-undang”.

Tonny Gunawan sebenarnya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai advokat

harus pemberi jasa hukum harus bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab

berdasarkan hukum dan keadilan; suatu hal yang telah dilakukan oleh Tonny

merupakan pelanggaran dalam kode etik advokat.

 Dalam pasal 6 UU No 18 tahun 2003 menjelaskan Advokat dapat dikenai

tindakan dengan alasan :28

a) Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;

b) Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan

seprofesinya;

c) bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang

menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-

undangan, atau pengadilan;

d) Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat

dan martabat profesinya;

e) Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau

perbuatan tercela;

28
UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat
f) Melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.

 Dalam KEAI (Kode Etik Advokad Indonesia) Pasal 2 Menjelaskan:

“Advokat Indonesia adalah29 warga negara Indonesia yang bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan

kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam

melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-undang Dasar Republik

Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.” Dalam pasal 7 huruf (F)

KEAI menjelaskan juga: “Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah

menunjuk Advokat mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang

itu mengenai perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui Advokat

tersebut.”

 Menurut Pasal 7 UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat:

1) Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa: 30

a. Teguran lisan;

b. Teguran tertulis;

c. Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas)

bulan;

d. Pemberhentian tetap dari profesinya.

2) Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan tindakan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan

Kehormatan Organisasi Advokat.


29
Kode Etik Advokat Indonesia
30
UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat
3) Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada

yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.

 Menurut Kode Etik Advokat Pasal 4 Bab III Hubungan dengan Klien :

a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian

dengan jalan damai.

b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan

klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.

c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang

ditanganinya akan menang.

d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan

kemampuan klien.

e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.

f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang

sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.

g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak

ada dasar hukumnya.

h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan

oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah

berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.


i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada

saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat

menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang

bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 3 huruf a.

j. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus

mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan

tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-

pihak yang bersangkutan.

k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan

kerugian kepentingan klien

 Menurut Kode Etik Advokat BAB VI Pasal 7 mengenai cara bertindak

menangani perkara :

a. Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu

perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat

yang bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan “Sans Prejudice “.

b. Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar

Advokat akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti

dimuka pengadilan.

c. Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi

hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia


menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat “ad informandum” maka

hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau

dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.

d. Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi

hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.

e. Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang

diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum

dalam perkara pidana.

f. Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat

mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai

perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.

g. Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang

dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu

perkara yang menjadi tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun

dalam sidang tertutup yang dikemukakan secara proporsional dan tidak

berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas hukum baik perdata maupun pidana.

h. Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-

Cuma (pro deo) bagi orang yang tidak mampu.

i. Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan

mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.

 Menurut Pasal 10 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat :


(1) Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya secara tetap karena

alasan:31

1. permohonan sendiri;

2. dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena

melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun

atau lebih; atau

3. berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.

(2) Advokat yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), tidak berhak menjalankan profesi Advokat.

 Kesimpulan Kasus Pelanggaran Kode Etik Advokat

Kami sebagai mahasiswa Fakultas Hukum dan sebagai warga Negara Indonesia

berharap agar hukum dijunjung tinggi di Indonesia, karena Indonesia merupakan

Negara Hukum (tercantum dalam Undang-Undang Dasar Pasal 1 Ayat 3). Aparat

penegak hukum wajib mentaati kode etik sesuai dengan bidangnya masing-masing

serta memberikan pelayanan yang terbaik untuk kliennya sebagai bentuk

tanggungjawab profesi. Salah satu contoh profesi yang dapat kita ambil yaitu

advokat, seorang advokat yang baik wajib memberikan jasa hukum dengan

bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan.

Menjalankan profesi sebagai advokat harus memperhatikan kode etik advokat agar

dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan pelanggaran terhadap kode etik dapat

diminimalisir. Peran masyarakat juga sangat dibutuhkan, dalam hal ini seluruh
31
UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat
masyarakat Indonesia memiliki kewajiban untuk mentaati aturan yang berlaku dan

meningkatkan kesadaran agar selalu menjunjung tinggi Persatuan dan Kesatuan

NKRI. Jika semua dapat diwujudkan maka kehidupan berbangsa dan bernegara

dapat aman, damai dan sejahtera.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas yaitu Kode Etik

merupakan salah satu pedoman bagi para pekerja sosial dalam menjalankan

langkah keprofesionalan dalam praktiknya. Setiap profesi diharapkan

mengutamakan kode etik yaitu berpedoman pada profesionalan dalam praktiknya

agar dapat berjalan dengan baik. Advokat, sebagai profesi terhormat (officium nobile)

yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-

undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan

dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran,

Kerahasiaan dan Keterbukaan. Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak

hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu

sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para

penegak hukum lainnya.

Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat

kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah

Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu


lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat

dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat

mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap

Kode Etik Advokat yang berlaku. Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia

adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan

melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur

dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien,

pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.

Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar

Kode Etik Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-

alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada dewan

Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi

anggota. Pernyataan tersebut tercantum dalam BAB IX Bagian Ketiga Tata Cara

Pengaduan Pasal 12 Ayat 1.

3.2 Saran

Etika merupakan bagian yang penting dalam kehidupan bermasyarakat,

karena dengan adanya etika jadi masyarakat menjadi lebih saling menghargai dan

menjadi lebih dekat satu sama lain. Jika tidak ada etika maka setiap orang dengan

orang yang lain akan bersikap saling acuh, tidak peduli satu sama lain dan tidak aka

nada keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan kode etik juga

merupakan bagian yang penting dalam keprofesionalan seseorang. Dengan adanya

kode etik maka setiap jabatan atau profesi memiliki pedoman untuk menjalankan

profesinya tersebut agar menjadi baik. Sangat diharapkan untuk setiap orang
menggunakan kode etik yang baik dalam profesinya, karena dengan begitu maka

setiap kewajiban atau tanggung jawab yang dimiliki menjadi lebih terstruktur dan

tujuan yang diinginkan akan tercapai.

Jika kode etik yang digunakan tidak baik, maka tujuan yang akan dicita-

citakan tidak akan tercapai. Diharapkan semua masyarakat dapat menjalankan kode

etik dengan baik sesuai dengan profesinya masing-masing, jika semua masyarakat

dapat mewujudkan hal tersebut maka masyarakat dapat terhindar dari kasus

pelanggaran kode etik. Pelanggaran kode etik Advokat juga diharapkan dapat

diminimalisir karena Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam

mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan

mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-

undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah jabatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat

PERADI No. 2 Tahun 2007 (https://www.peradi.or.id/index.php/profil/detail/41)

PERADI No. 1 Tahun 2015 (https://www.peradi.or.id/index.php/profil/detail/29)

Kode Etik Advokat (https://www.kai.or.id/kode-etik-advokat)

Buku

Ishaq, 2010, Pendidikan Keadvokatan, Jakarta: Sinar Grafika.

DR. H. Sunarno Edy Wibowo, SH., M.Hum, 2016, Etika Profesi, Kode Etik Advokat

Indonesia, Surabaya: Narotama University Press

Dr. Artijo Alkostar, S.H, LLM,2010, Peran dan tantangan advokat dalam era globalisasi,

Yogyakarta: FH UII Press.

Amin, Ahmad, 1988, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: PT Bulan Bintang

Joko Tri Prasetya, 2004, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Rineka Cipta.

E. Sumaryono, 1995, Etika Profesi Hukum Norma-norma Bagi Penegak Hukum,

Yogyakarta: Kanisius.

Suhrawardi K. Lubis, 1994, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.


Supriyadi, 2006, Etika dan Tanggumg Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika.

Oemar Seno Adji, 1991, Etika Profesional dan Hukum Profesi Advokat, Jakarta: Erlangga,

t.t.

C.S.T. Kansil, 2003, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita.

Jurnal

Nusantara, Abdul Hakim G., dan Mulyana W. Kusuma. "Beberapa Pemikiraan

Mengenai Bantuan Hukum." Alumni, Bandung (1981).

Sumber Online

Caray, “Etika Profesi (Kode Etik Advokat/ Pengacara dan Dewan Kehormatan)”,

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/etika-profesi-kode-etik.html

Anda mungkin juga menyukai