Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERBANDINGAN HUKUM PERDATA

“ANALISA PERBANDINGAN HUKUM WARIS ISLAM


KUH PERDATA (BW) & HUKUM WARIS ADAT”

Disusun oleh :

SUHIRMAN
LALU WIRABAKTI
NASRI
NOVITA TRISMAWATI HERLINA
HERI PRIHATIN SEPTAHADI

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM, FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI

LOMBOK TIMUR

2020
KATA PENGANTAR

Segala puja hanya bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan karunia nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Analisa
Perbandingan Hukum Waris Islam, KUHPerdata & Hukum Adat" dengan lancar. Penyusunan
makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Hukum Perdata dengan
Dosen Pengampu, Bapak Masyhur SH, MH

Dalam proses penyusunannya, tak lepas dari bantuan, arahan, dan masukan dari berbagai
pihak. Untuk itu, saya ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam
menyelesaikan makalah ini.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam
penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi sehingga penulis
secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.

Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
masyarakat, umumnya, dan untuk saya sendiri, khususnya.
BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Di negara kita RI ini, hukum waris yang berlaku secara nasioal belum terbentuk, dan

hingga kini ada 3 (tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat

Indonesia, yakni hukum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum

Perdata Eropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum yang dibuat oleh pemerintah

kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu.

Kita sebagai negara yang telah lama merdeka dan berdaulat sudah tentu

mendambakan adanya hukum waris sendiri yang berlaku secara nasional (seperti halnya

hukum perkawinan dengan UU Nomor 2 Tahun1974, yang sesuai dengan bangsa Indonesia

yang berfalsafah Pancasila dan sesuai pula dengan aspirasi yang benar-benar hidup di

masyarakat.Karena itu mengingat bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku ras dan

agama, dalam masalah pewarisan ada yang menggunakan hukum waris islam, hukum waris

BW, dan hukum waris adat . Tapi banyak perbedaan dalam ketiga hukum waris ini baik

dalam pembagian harta siapa yang berhak menerima waris dan siapa yang tidak, dengan

memperhatikan pula pola budaya atau adat yang hidup di masyarakat yang bersangkutan.

Rumusan Masalah

1. Pengertian Hukum Waris Islam, KUHPerdata/ BW, dan Adat ?

2. Bagaimana Analisa Sistem Perbandingan Hukum antara Hukum Waris Islam, BW,
dan Adat?

3. Dimana Ciri-Ciri Perbandingan Hukum antara Pewarisan Hukum Islam, BW dan


adat?

 
BAB  II

PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Hukum Waris Islam, KUHPerdata / BW dan Adat

1. Pengertian Ilmu Mawaris

Mawaris adalah bentuk jamak dari “mirats” yang artinya “harta yang ditinggalkan

oleh orang yang meninggal dunia”. Sedangkan menurut istilah ialah:

“Ilmu untuk mengetahui orang-orang yang berhak menerima warisan,orang-orang

yang tidak berhak menerimanya,bagian masing-masing ahli waris dan cara

pembagiannya”.

Atau juga didefinisikan dengan:

“Pengetahuan yang berkaitan dengan harta warisan dan perhitungan utuk mengetahui

kadar harta pusaka yang wajib diberikan kepada tiap orang yang berhak”.Ilmu

mawaris disebut juga dengan “faraidh”,bentuk jamak dari “faridhah” yang artinya

“bagian tertentu”,atau ”ketentuan”.

Disebut dengan ilmu mawaris karena dalam ilmu ini dibicarakan hal-hal yang

berkenaan dengan harta yang ditinggalkan oleh orang-orang yang meninggal dunia.

Dinamakan ilmu faraidh karena dalam ilm ini dibicarakan bagian-bagian tertentu yang

telah ditetapkan besarnya bagi masing-masing ahli waris. Kedua istilah tersebut

prinsipnya sama yaitu ilmu yang membicrakan tentang segala sesuatu yang berkenaan

dengan tirkah (harta peninggalan) orang yang meninggal.

2. Pengertian Hukum Waris Menurut Hukum Waris Adat


Istilah waris di dalam kelengkapan istilah hukum waris adat diambil alih dari

bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia, dengan pengertian bahwa di dalam

hukum waris adat tidak semata-mata hanya akan menguraikan tentang waris dalam

hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu.

Menurut Wirjono “ pengertian warisan ialah, bahwa warisan itu adalah soal apakah

dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan

seorang pada waktu ia meninggal dunia akan  beralih kepada orang lain yang masih

hidup.

Dalam hukum adat istilah waris lebih luas artinya dari arti asalnya, sebab terjadinya

waris tidak saja setelah adanya yang meninggal dunia tetapi selagi masih hidupnya

orang yang akan meninggalkan hartanya dapat mewariskan kepada warisnya.

Hukum waris adat atau ada yang menyebutnya dengan hukum adat waris adalah

hukum adat yang pada pokoknya mengatur tentang orang yang

meninggalkan harta atau memberikan hartanya (Pewaris), harta waris (Warisan),

waris (Ahli waris dan bukan ahli waris) serta pengoperan dan penerusan harta waris

dari pewaris kepada warisnya.

Untuk mengetahui secara mendalam, berikut ini kemukakan pendapat dari para ahli

hukum adat :

1. Abdullah Syah, 1994

Pengertian hukum waris ditinjau dari Hukum Adat adalah : aturan-aturan yang

mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan & peralihan dari harta

kekayaan yang berwujud & tidak berwujud dari generasi pada generasi.

2. Hilman Hadikusuma, 1983

Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang
sistim dan azas-azas hukum waris tentang warisan, pewaris dan waris serta cara
bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris
kepada waris. Hukum waris adat itu mempunyai corak dan sifat-sifat yang khas
Indonesia, yang berbeda dari hukum islam maupun hukum barat. Sebab
perbedaannya terletak dari latar belakang alam pikiran bangsa Indonesia yang
berfalsafah Pancasila dengan masyarakat yang bhineka tunggal ika. Latar
belakang itu pada dasarnya adalah kehidupan bersama yang bersifat tolong-
menolong guna mewujudkan dan kedamaian di dalam hidup.

3. Soepomo, 1980

Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses

meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang

yang tidak terwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia

(generatie) kepada turunannya

4. Soerojo Wignyodpoero, 1985

Hukum adat waris meliputi norma-norma hukum yang menetapkan harta

kekayaan baik yang materiil yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan

kepada keturunannya serta sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses

peralihannya

5. Iman Sudiyat

Hukum waris adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang

bertalian dengan proses penerus / pengoperan dan peralihan /perpindahan harta

kekayaan materiil dan immateriil dari generasi ke generasi.

3. Pengertian Hukum Waris Menurut KUHPerdata / BW

Beberapa penulis dan ahli hukum Indonesia telah mencoba memberikan rumusan

mengenai pengertian hukum waris yang disusun dalam bentuk batasan (definisi). Sebagai

pedoman dalam upaya memahami pengertian hukum waris secara utuh, beberapa difinisi

di antaranya penulis sajikan sebagai berikut:

1. Wirjono Prodjodikoro
Mengemukakan: Hukum Waris adalah soal apakah dan bagaimanakah pembagian hak-

hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal

dunia akan beralih kepada orang yang masih hidup”.

2. Soepomo

“Hukum waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta

mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud

benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada

turunannya. Proses ini telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut

tidak menjadi “akuut” oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang meninggalnya

bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi

sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengoperan

harta benda dan harta bukan benda tersebut.

3. Santoso Pudjosubroto,

Mengemukakan, “Yang dimaksud dengan hukum warisan adalah hukum yang

mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang harta

benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang

masih hidup”. Seperti halnya Wirjono Prodjodikoro yang menggunakan istilah “hukum

warisan”, R. Santoso Pudjosubroto juga memakai istilah serupa di dalam rumusannya,

yakni menggunakan istilah “hukum warisan” untuk menyebut “hukum waris”.

Selanjutnya beliau menguraikan bahwa sengketa pewarisan timbul apabila ada orang

yang meninggal, kemudian terdapat harta benda yang ditinggalkan, dan selanjutnya

terdapat orang-orang yang berhak menerima harta yang ditinggalkan itu; kemudian

lagi tidak ada kesepakatan dalam pembagian harta warisan itu.

4. Ter Haar Bzn

Dalam bukunya “Azas-azas dan Susunan Hukum Adat” yang dialih bahasakan

oleh K.Ng. Soebakti Poesponoto memberikan rumusan hukum waris sebagai berikut :

“Hukum waris adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad
ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak

berwujud dari generasi ke generasi”.

Analisa Sistem Perbandingan Hukum Waris Islam, KUHPerdata / BW, dan Adat.

Berbeda dengan sistem pewarisaan hukum BW, sistem pewarisaan hukum adat menganut

sistem dengan garis keturunaan dimana terdapat patrilitial, matrilitial, parental dan bilateral

yang menjadi garis utama dalam pewarisaan dalam sistem pewarisaan hukum adat, didalam

BW sistem diatur setelah ahli waris meninggal dengan mendapat harta warisaan mulai dari

istri yang ditinggalkan sampai anak, sedangkan dalam sistem pewarisaan hukum adat,

pewarisan menganut garis keturunaan setiap suku yang berbeda beda disetiap wilayah.

1. Sistem Pewarisan Hukum Islam

Dalam pewarisaan hukum islam, terdapat 5 golongan pembagiaan pewarisaan setiap

pewarisaan tersebut terdapat tingkatan yang berbeda-beda dengan perbandingan hukum

waris BW dan perbandingan hukum waris adat, dimana dalam hukum waris islam, anak

laki-laki mendapat bagiaan yang lebih besar dari anak perempuaan yang sudah diatur

didalam Al-qur’an, sebagaimana terdapat 5 ciri sistem pembagiaan dalam hukum waris

islam yang terdiri dari :

A. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Setengah

Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separo dari harta waris peninggalan

pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan.

Kelima ashhabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan

keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan

seayah.
B. Ashhabul furudh yang berhak Mendapat Seperempat

Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta

peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri.


C. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan

Dari sederetan ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8)

yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari

harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau cucu, baik anak

tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yang lain
D. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga

Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan

pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:

 Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.


 Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
 Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.

 Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih


E. Ashhabul furudh yang berhak mendapat bagian Sepertiga Masalah’Umariyyatan

Adapun ashhabul furudh yang berhak mendapatkan warisan sepertiga bagian hanya

dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan) yang seibu.

Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat:

 Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
 Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki maupun
perempuan), baik saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu Asbhabul
Furudh  yangMendapat Bagian Separoe.

Adapun asbhabul furudh yang berhak mendapat bagian seperenam (1/6) ada tujuh

orang. Mereka adalah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4) cucu

perempuaan keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan seayah, (6) nenek asli,

(7) saudara laki-laki dan perempuan seibu.

Perbedaan dengan hukum waris BW dan Adat, hukum waris islam membagi harta

warisannya dengan apa yang sudah ada didalam Al’qur’an yang mana bagiaan laki

laki mendapat bagiaan yang lebih besar dari bagiaan perempuaan.


2. Sistem Pewarisaan KUHPerdata / BW

Sistem kewarisaan dalam KUHPerdata menganut pada Hukum BW, dimana Hukum BW

menganut hukum barat yang bersifat parental dan mandiri. Dimana harta warisan jika

pewaris wafat harus selekas mungkin diadakan pembagian yang merupakan ahli waris

dalam hukum BW dapat digolongkan menjadi 2 bagian:

 Ahli waris menurut Undang Undang


 Ahli Waris menurut Testament (Wasiat)

Dalam KUHPPerdata sistem keturunaan yang dianut merupakan adalah sistem parental

atau bilateral terbatas, dimana setiap anggota keluarga menghubungkan dirinya pada

keturunan ayah dan ibunya. Kemudian sistem kewarisan yang dianut KUHPerdata

adalah sisitem individual, artinya setiap ahli waris berhak menuntut pembagian harta

warisan dan memperoleh bagian yang menjadi haknya, baik harta warisan dan ibunya

maupun harta dari ayahnya.

 Pembagian ahli waris menurut BW terdapat 4 golongan:

1. Golongan I

Merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu anak, suami /

duda, istri / janda dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama mendapatkan hak

mewaris menyampingkan ahli waris golongan kedua, maksudnya, sepanjang ahli

waris golongan pertama masih ada, maka, ahli waris golongan kedua tidak bisa

tampil. (Pasal 852 BW)

2. Golongan II,

Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak, ibu dan

saudara-saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris jika ahli waris

golongan pertama tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan

ketiga dan keempat. (Pasal 854 BW)

3. Golongan III
Merupakan, keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek, nenek baik

pancer bapak atau ibu dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris golongan ketiga baru

mempunyai hak mewaris, jika ahli waris golongan pertama dan kedua tidak ada sama

sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan keempat.( Pasal 853:858 BW)

4. Golongan IV

Merupakan, sanak keluarga dalam garis ke samping dari si pewaris, yaitu paman, bibi.

(Pasal 858 ayat 2 BW)

3. Sistem Pewarisaan Hukum Adat

Yang membedakan dengan pewarisaan BW dengan sistem pewarisaan adat dengan

terbaginya sistem pewarisaan hukum adat terdiri dari :

1. Sistem Keturunan ;

Dilhat dari segi garis keturunan maka perbedaan lingkungan hukum adat itu dapat di
bagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
2. Sistem Patrilinial (kelompok garis kebapakan)
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih
menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan. Suku-suku yang
bergaris keturunan kebapakan antara lain adalah Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung,
Buru, Seram, Nusa tenggara, Irian
3. Sistem Matrilinial (kelompok garis keibuan)
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih
menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan. Suku-suku yang
bergaris keturunan ini adalah minangkabau, enggano.
4. Sistem Parental atau Bilateral (kelompok garis ibu-bapak)
Sistem yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu),
dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan. Adapun suku
yang bergaris keturunan ini adalah Jawa, Sunda, Madura, dan Melayu

5. Sistem Pewarisan Individual


Sistem pewarisan setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan

atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Setelah harta warisan

itu diadakan pembagian maka masing-masing waris dapat menguasai dan memiliki

bagian harta warisannya untuk diusahakan dan dinikmati.

6. Sistem Pewarisan Kolektif

Pengalihan kepemilikan harta peninggalan dari pewaris kepada waris sebagai

kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemilikannya, melainkan setiap

waris berhak untuk mengusahakan menggunakan atau mendapat hasil dari harta

peninggalan itu. Sedangkan cara pemakaiannya diatur bersama atas dasar

musyawarah dan mufakat oleh semua anggota kerabat yang berhak atas harta

peninggalan dibawah bimbingan kepala kerabat.

7. Sistem Pewarisan Mayorat

Sistem pewarisan mayorat sesungguhnya adalah juga merupakan sistem kewarisan

kolektif, hanya saja pengalihan harta yang tidak terbagi itu dilimpaahkan kepada anak

tertua yang bertugas sebagai pemimpin keluarga menggantikan kedudukan ayah atau

ibu sebagai kepala keluarga.

Sistem mayorat ini ada dua macam dikarenakan perbedaan sistem keturunan yang

dianut. Pertama mayoret lelaki yaitu kepemimpinan yang dipegang oleh anak laki-laki

tertua seperti berlaku dilingkungan masyarakat adat Lampung. Sedangkan mayorat

perempuan yaitu anak tertua perempuan sebagai penunggu harta orang tua seperti

berlaku dilingkungan masyarakat adat Semendo Sumatra Selatan.

Ciri-Ciri Perbandingan Hukum Antara Hukum Waris Islam, KUHPerdata/ BW dan

Adat

1. Hukum Waris Islam :


a. Sumber hukum : Al-Qur’an, Hadist dan Ijtihad

b. Sistem kewarisan : Bilateral, Individual

c. Terjadinya pewarisan karena : adanya hubungan darah, adanya perkawinan

d. Perbedaan agama tidak mendapat warisan

e. Ahli waris hanya bertanggung jawab sampai batas harta peninggalan

f. Bagian anak laki-laki dan perempuan berbeda, 2:1

g. Anak (cucu) dan orang tua tidak saling menutup

h. Wasiat maksimum 1/3, dari harta peninggalan

2. Hukum Waris KUHPerdata (BW)

a. Sumber Hukum : KUHPerdata

b. Sistem kewarisan : Bilateral, Individual

c. Terjadinya pewarisan karena : AB Intestato, Testamenter

d. Berbeda agama mendapat warisan

e. Sistem golongan ahli waris I, II, III, IV

f. Ahli waris mempunyai tanggung jawab kebendaan.

g. Bagian laki-laki dan perempuan adalah sama

h. Anak, suami dan istri menutup orang tua (golongan II)

i. Anak angkat mendapat warisan

j. Wasiat dibatasi oleh laki-laki dan wanita (bagian mutlak)

k. Jenis harta dalam perkawinan :Harta campur, harta pisah dan perjanjian kawin

3. Hukum Waris Adat

a. Sumber Hukum : adat/kebiasaan, yurisprudensi

b. Sistem kewarisan : bervariasi


c. Terjadinya pewarisan karna : adanya hubungan darah, adanya perkawinan,
adanya pengangkatan anak

d. Berbeda agama mendapat warisan

e. Ahli waris hanya bertanggung jawab sampai batas harta peninggalan

f. Bagian laki-laki dan perempuan adalah sama

g. Tidak ada bagian tertentu

h. Anak angkat mendapat warisan

i. Wasiat dibatasi jangan sampai menggangu kehidupan anak

j. Jenis harta dalam perkawinan :Harta bawaan, harta gono-gini/ harta


pencarian/harta bersama.

 
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Harta warisan menurut Hukum Islam, Hukum Perdata, dan Adat itu berbeda, Harta warisan

menurut islam adalah bawaan ditambah dengan bagian dari harta bersama sesudah di

gunakan keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah,

dan pembayaran utang serta wasiat pewaris.

Harta warisan menurut hukum perdata atau BW adalah seluruh harta benda beserta hak dan

kewajiban pewaris dalam lapangan hukum serta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.

Sedangkan harta warisan menurut hukum adat adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh

seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya, harta warisan itu terdiri atas ;

 Harta bawaan atau harta asal

 Harta perkawinan

 Harta pusaka

 Harta yang menunggu

 
Daftar Pustaka

Buku-Buku :

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015.

Internet :

http://iusyusephukum.blogspot.co.id/2015/10/makalah-hukum-waris-imenurut-hukum-

slam.html

http://gadjaonline.blogspot.co.id/2014/01/perbandingan-pembagian-harta-warisan.html

http://syauqinurul07.blogspot.co.id/2015/02/tabel-perbandingan-sistem-pewarisaan.html

http://pengayaan.com/perbandingan-hukum-waris-islam-barat-dan-adat/

 [1] http://iusyusephukum.blogspot.co.id/2015/10/makalah-hukum-waris-imenurut-hukum-

slam.html

[2] Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015. h 7-8

[3] http://gadjaonline.blogspot.co.id/2014/01/perbandingan-pembagian-harta-warisan.html  

[4] http://gadjaonline.blogspot.co.id/2014/01/perbandingan-pembagian-harta-warisan.html 

[5] http://syauqinurul07.blogspot.co.id/2015/02/tabel-perbandingan-sistem-pewarisaan.html 

[6] http://syauqinurul07.blogspot.co.id/2015/02/tabel-perbandingan-sistem-pewarisaan.html 

[7] http://syauqinurul07.blogspot.co.id/2015/02/tabel-perbandingan-sistem-pewarisaan.html 

[8] http://pengayaan.com/perbandingan-hukum-waris-islam-barat-dan-adat/

Anda mungkin juga menyukai