Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di dalam proses pemeriksaan sengketa perdata dimungkinkan berperkara dengan lebih
dari satu pihak (kumulasi subyektif). Paling sedikit yang terlibat harus dua pihak yaitu pihak
penggugat dan tergugat. Tetapi kadang ada pihak ketiga yang ikut serta di dalam proses
pemeriksaan sengketa perdata. Ikut sertanya pihak ketiga tersebut dapat atas inisiatif sendiri,
dapat juga atas inisiatif dari masing-masing pihak. Ikut sertanya pihak ketiga atas inisiatif
sendiri dalam pemeriksaan sengketa perdata, disebut intervensi, hal ini diatur di dalam
Reglement Rechtsvordering (RV) dimana ikut sertanya pihak ketiga (intervensi) diatur didalam
pasal 279 sampai dengan pasal 282 Reglement Rechtsvordering (RV).
Di dalam intervensi yaitu ikut sertanya pihak ketiga di dalam proses pemeriksaan
sengketa perdata yang diatur di dalam reglement rechtsvordering (RV) terdapat beberapa
bentuk intervensi atau ikut sertanya pihak ketiga tersebut antara lain Voeging,Tussenkomst &
Vrijwaring . Pada makalah ini kami akan mencoba menjabarkan tentang gugatan Intervensi
tersebut, mulai dari pengertian hingga bentuk-bentuknya.

Rumusan Masalah
1. Apakah definisi atau pengertian dari gugatan intervensi?
2. Dimanakah diatur mengenai gugatan intervensi tersebut?
3. Apa saja bentuk-bentuk dari gugatan intervensi tersebut?

BAB II

1
Pembahasan
Pengertian Gugatan Intervensi
Gugatan adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan memberikan perlindungan
yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan main hakim sendiri
(eigenrichting).1 Sementara itu, menurut Darwin Prinst yang dikutip oleh Lilik Mulyadi
menyebutkan bahwa gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada ketua
Pengadilan Negeri yang berwenang, mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya, dan harus
diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan, serta kemudian diambil putusan terhadap
gugatan tersebut. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa gugatan adalah suatu
permohonan atau tuntutan hak yang disampaikan kepada Pengadilan yang berwenang oleh
pihak yang berkepentingan (bersengketa) guna mendapat kepastian hukum. Singkatnya
gugatan dapat diartikan sebagai tuntutan hak.
Sementara Intervensi ialah sementara pihak penggugat dan tergugat menyengketakan
sesuatu dimuka pengadilan, pihak ketiga atas kehendaknya sendiri mencampuri sengketa yang
sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat.2 Pihak ketiga yang mencampuri sengketa
yang sedang berlangsung disebut intervenient. 3 Dengan kata lain intervensi merupakan campur
tangan atau ikut sertanya pihak lain (Pihak Ketiga) diluar pihak yang bersengketa (Penggugat
dan Tergugat) terhadap sengketa yang sedang berlangsung di pengadilan atas dasar inisiatifnya
sendiri karena kepentingan yang di sengketakan merupakan kepentingannya juga.
Dari pengertian mengenai gugatan dan intervensi diatas dapat kita artikan bahwasannya
yang dimaksud dengan Gugatan Intervensi adalah Tuntutan hak yang diajukan oleh pihak
ketiga atas dasar inisiatifnya sendiri diluar pihak penggugat dan tergugat terhadap sengketa
yang sedang berlangsung dipengadilan dikarenakan kepentingan yang disengketakan tersebut
menyangkut kepentingannya juga.

Pengaturan Mengenai Gugatan Intervensi

Mengenai Gugatan intervensi tidak diatur dalam H.I.R/RBg namun pengaturannya


terdapat pada Reglement Rechtsvordering (RV) tepatnya pada pasal 279-282 RV.
 Pada Pasal 279 RV dikatakan bahwa : “Barangsiapa yang mempunyai
kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan antara pihak-
pihak lain dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau campur tangan.”.4
 Kemudian pada pasal 280 RV berisi mengenai cara pengajuan gugatan
intervensi tersebut, pada pasal 280 RV dikatakan bahwa: “Tindakan-tindakan
ini dilakukan dengan surat permohonan pada hari sidang yang telah ditetapkan
sebelum atau pada waktu kesimpulan terakhir diambil dalam perkara yang
sedang berjalan. Dalam perkara yang diperiksa berdasarkan surat-surat,
tindakan itu dilakukan dengan pemberitahuan kepada para pihak disertai
pemanggilan mereka untuk menghadap di siding pengadilan.”.5 Pada pasal ini
dijelaskan bahwa pengajuan gugatan intervensi dilakukan dengan surat
permohonan yang diberikan pada saat siding sedang berlangsung.

1
Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Ke Delapan(Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta,2009) hlm.52
2
Ibid., hlm.79
3
Ibid.
4
Ropaun Rambe,Hukum Acara Perdata Lengkap (Jakarta: Sinar Grafika,2002) hlm.64
5
Ibid.

2
 Lalu pada pasal 281 RV mengatur isi dari surat permohonan tersebut, pada pasal
281 RV dikatakan bahwa: “Surat Permohonan, yang sekaligus berisi
pengangkatan seorang pengacara, memuat nama kecil, nama dan tempat
tinggal yang mengajukan permohonan serta dasar alasan permohonan itu
diajukan , semua dengan ancaman batal. Ia dianggap telah memilih tempat
tinggal pada pengacaranya, kecuali jika dalam surat permohonannya ia
menyatakan memilih tempat tinggal lain.”6 Dapat diartikan bahwa pada surat
permohonan berisi mengenai pemberian kuasa, identitas diri,
posita/fundamentum petendi dan petitum.
 Pada Pasal 282 RV dikatakan bahwa : “Jika hakim yang memutus permohonan
itu memerintahkan para pihak untuk melanjutkan perkaranya, maka dalam
putusan yang sama itu ditentukan pula hari mereka harus menghadap dimuka
persidangan untuk melanjutkan perkaranya.”7 Hal ini berarti setelah surat
permohonan pihak ketiga tersebut diterima maka hakim akan menentukan hari
sidang bagi para pihak melalui putusan sela dalam hal ini putusan insidental.

Bentuk-Bentuk Gugatan Intervensi

1. Menyertai Salah Satu Pihak (Voeging)


Yang dimaksud dengan “Menyertai salah satu pihak” adalah ikut sertanya pihak
ketiga menjadi pihak dalam perkara dengan jalan menggabungkan diri dengan
salah satu pihak untuk membela kepentingannya. Dengan adanya perkara,
kepentingan pihak ketiga tersebut secara tidak langsung ikut disengketakan
sehingga akan menimbulkan kerugian baginya.8
Contoh: Amir Hasan dan Mustari bersama-sama secara tanggung renteng
berhutang kepada Mardi sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) untuk
membuka usaha dagang material bahan bangunan. Namun usaha tersebut
macet, lalu mereka tidak mampu membayar utangnya. Mula-mulanya Mustari
digugat oleh Mardi. Kemudian Amir Hasan mencampuri sebagai pihak ketiga
untuk menolong Mustari dalam menghadapi Mardi.9
2. Menengahi melawan kedua pihak (Tussenkomst)
Yang dimaksud “Menengahi Melawan Kedua Pihak” adalah ikut sertanya pihak
ketiga dalam perkara guna membela kepentingannya sendiri. Hal yang
disengketakan itu bukanlah hak penggugat ataupun tergugat melainkan hak dari
pihak ketiga. Dalam hal ini, terjadi gabungan dari beberapa perkara yang
bersifat prosesual, dimana pihak ketiga yang mencampuri menuntut haknya
dalam hubungan dengan pihak-pihak yang bersengketa.10 Dalam arti lain pihak
ketiga tidak memihak penggugat atau tergugat melainkan hanya
memperjuangkan kepentingannya sendiri.
Contoh : Dalam Jual Beli tanah. Rizal selaku penggugat menggugat bonar, oleh
karena Bonar telah menjual tanah kepadanya seluas 2 hektare akan tetapi Bonar
tidak mau menyerahkan tanah tersebut. Mendengar tentang adanya gugatan itu,

6
Ibid.
7
Ibid.
8
Prof.Abdulkadir Muhammad,S.H.,Hukum Acara Perdata Indonesia(Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2012)
hlm.118
9
Prof.Moh.Taufik Makarao,Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata(Jakarta: PT Rineka Cipta,2009) hlm.83-84
10
Prof.Abdulkadir Muhammad,S.H.,Hukum Acara Perdata Indonesia(Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2012)
hlm.120

3
Cornelis yang juga merasa telah membeli tanah tersebut datang ke persidangan
mencampuri perkara tersebut sebagai pihak ketiga.11

Selain 2 bentuk gugatan intervensi diatas ada juga bentuk yang mirip dengan intervensi,
tetapi tidak dapat digolongkan sebagai gugatan intervensi karena inisiatif untuk ikut perkara
itu bukanlah datang dari pihak ketiga, melainkan datang salah satu pihak yang berperkara.
Turut serta pihak ketiga itu karena terpaksa atas permintaan salah satu pihak , biasanya tergugat
untuk ikut menanggung atau membebaskan tergugat dari gugatan12. Bentuk tersebut adalah
Vrijwaring (Penanggungan). Dan ada satu bentuk lagi yang mirip dengan intervensi namun
bukanlah intervensi yaitu Exceptio Plurium Litis Consortium yaitu pihak yang berperkara tidak
lengkap sehingga pihak lawan mengajukan eksepsi bahwa pihak yang digugat tidak lengkap.
Karena tidak lengkap maka dimintakan agar pihak ketiga yang diluar perkara ditarik untuk
bergabung dengan pihak yang tidak lengkap itu. Arti sebenarnya dari Exceptio Plurium Litis
Consortium adalah tangkisan atas dasar tidak semua tergugat dipanggil ke muka sidang
pengadilan. Bentuk seperti ini dapat terjadi dalam perkara warisan.13

BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

1. Gugatan Intervensi adalah Tuntutan hak yang diajukan oleh pihak ketiga atas dasar
inisiatifnya sendiri diluar pihak penggugat dan tergugat terhadap sengketa yang sedang

11
Prof.Moh.Taufik Makarao,Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata(Jakarta: PT Rineka Cipta,2009) hlm.84-85
12
Ibid., hlm.83
13
Prof.Abdulkadir Muhammad,S.H.,Hukum Acara Perdata Indonesia(Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2012)
hlm.124

4
berlangsung dipengadilan dikarenakan kepentingan yang disengketakan tersebut
menyangkut kepentingannya juga.

2. Pengaturan Mengenai Gugatan Intervensi diatur pada pasal 279-282 RV

3. Bentuk-Bentuk Gugatan Intervensi ada 2 yaitu :

o Voeging (Penyertaan) : ikut sertanya pihak ketiga menjadi pihak dalam


perkara dengan jalan menggabungkan diri dengan salah satu pihak untuk
membela kepentingannya.
o Tussenkomst (Menengahi) : ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara guna
membela kepentingannya sendiri.

4. Bentuk lain yang menyerupai gugatan intervensi adalah


o Vrijwaring (Penanggungan) : Ikut sertanya pihak ketiga atas permintaan dari
pihak yang berperkara (tidak ada inisiatif sendiri).
o Exceptio Plurium Litis Consortium yaitu pihak yang berperkara tidak lengkap
sehingga pihak lawan mengajukan eksepsi bahwa pihak yang digugat tidak
lengkap. Karena tidak lengkap maka dimintakan agar pihak ketiga yang diluar
perkara ditarik untuk bergabung dengan pihak yang tidak lengkap itu.

DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, Sudikono. 2009. Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Ke Delapan.


Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.

Abdulkadir Muhammad, S.H. Prof. 2012. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti.

Moh.Taufik Makarao, Prof. 2009. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

Rambe, Ropaun. 2002. Hukum Acara Perdata Lengkap. Jakarta: Sinar Grafika.

5
http://eprints.walisongo.ac.id/393/3/072111021_Bab2.pdf. Diakses pada jam 21.00 tanggal
27 September 2018.

Anda mungkin juga menyukai