Anda di halaman 1dari 6

Soal MK 2017

1. A. Alasan/Latar Belakang dibentuknya MK

Ada 2 sisi :

1. Sisi Politik

a.untuk mengimbangi kekuasaan pembentukan UU yang dimiliki ileh DPR dan Presiden. Hal ini
diperlukan agar UU tidak menjadi legitimasi bagi tirani mayoritas wakil rakyat di DPR dan Presiden yang
dipilih langsung oleh mayoritas rakyat

b.menempatkan lembaga-lembaga Negara pada posisi yang sejajar. Hal ini terjadi karena terjadi
perubahan system ketatanegaraan yang tidak lagi menganut supremasi MPR. Perubahan ini sangat
memungkinkan dalam praktik terjadi sengketa kewenangan antara LN yang membutuhkan forum
hokum untuk menyelesaikannya. MK dianggap lembaga paling tepat untuk penyelesaian permasalah
tsb.

2. Sisi Hukum

a.Salah satu konsekuensi perubahan dari supremasi MPR menjadi supremasi Konstitusi.Prinsip
supremasi konstitusi terdapat pada pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.

b.dapat dijadikan sebagai semangat dan kekuatan kedaulatan rakyat yang mutlak pada Negara dimana
setiap warga Negara akan mendapatkan jaminan rasa aman, tentram, dijaga dan akan selalu dilindungi
agar segala bentuk dari penyimpangan yang dilakukan penguasa dapat dihindari.

c.negara dapat mengakui dan menjamin bahwa bentuk konstitusi yang sudah ditetapkan UU dapat
dijadikan hokum yang paling tinggi.

d. sebagai aktivitas dan bentuk ketatanegaraan harus dari konsekuensi pemerintahan Negara
demokrasi, alasannya agar segala sesuatu yang terkait dengan kenegaraan dan kerakyatan hendaknya
keputusannya diambil secara demokrasi dan relative diketahui seluruh rakyat Indonesia.

e. mendapatkan tujuan pemberian perlindungan pada hak-hak konstitusional semua lapisan masyarakat
yang menjadi warga Negara sesuai dengan UU yang berlaku dan berdasarkan pancasila.

B. Kewenangan MK dalam UUD 1945

 Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mengatur tentang 4 (empat) kewenangan konstitusional
Mahkamah Konstitusi, meliputi : (1) menguji undang-undang terhadap UUD 1945; (2) memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar; (3) memutus pembubaran partai politik; dan (4) memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum

 Pasal 7B ayat (1) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang mengatur 2 (dua) kewajiban
konstitusional, yaitu: (1) memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar; dan (2)
memberi putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

C. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final,
maksudnya adalah untuk:

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
c. memutus pembubaran partai politik
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

Yang dimaksud putusan MK bersifat final, yakni putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum
tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK
ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding). Jadi, akibat hukumnya secara umum,
tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh terhadap putusan tersebut.

2. A. LN mana yang berhak mengajukan pencalonan Hakim MK Tercantum pada pasal 18 UU no 24


tahun 2003 tentang MK

Pasal 18
(1) Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh
DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pengajuan calon diterima Presiden.

B. pertimbangan calon hakim MK dilakukan oleh 3 LN adalah karena Dengan adanya keterlibatan
ketiga lembaga negara yang mencakup cabang kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudikatif
tersebut dalam rekruitmen hakim konstitusi dapat dijamin adanya keseimbangan kekuatan antar
cabang-cabang kekuasaan negara tersebut dan sekaligus pula menjamin netralitas dan imparsialitas
MK dalam hubungan antar lembaga negara.

C.pencalonan hakim MK harus bersifat Transparan dan Partisipatif

Transparan, artinya semua informasi dalam prosesrekrutmen calon hakim konstitusi dari awal sampai
akhir hendaknya terbuka dan diketahui publik melalui media massa berupa media cetak maupun laman
DPR untuk memelihara kepercayaan publik. Partisipatif, artinya semua proses rekrutmen calon hakim
konstitusi hendaknya melibatkan publik sebagai masukan bagi rekam jejak calon hakim konstitusi.

3. A. Alasan MK dapat disebut Pengadilan Konstitusi

Pertama, perkara-perkara yang menjadi wewenang MK adalah perkara-perkara konstitusional, yaitu


perkara yang menyangkut konsistensi pelaksanaan norma-norma konstitusi.

Kedua, sebagai konsekuensinya, dasar utama yang digunakan oleh MK dalam memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara adalah konstitusi itu sendiri.
B. Asas-Asas

 Asas Putusan Final :MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir.
 Asas Praduga Rechmatig: Putusan MK merupakan putusan akhir, berkekuatan hukum tetap
sejak dibacakan dan tidak berlaku surut
 Asas Pembuktian Bebas: Hakim MK bebas menentukan apa yang harus dibuktikan, beban
pembuktian, serta penilaian atas alat bukti berdasarkan keyakinannya
 Asas Keaktifan Hakim MK :Hakim MK aktif dalam melakukan penelusuran dan eksplorasi untuk
mendapatkan kebenaran melalui alat bukti yang ada
 Asas Erga Omnes: Putusan MK bersifat mengikat para pihak dan harus ditaati oleh siapa pun
 Asas Non Interfentif / Independensi /Imparsial :MK merdeka dan bebas dari segala campur
tangan kekuasaan lain, baik langsung maupun tidak langsung
 Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan :Hukum Acara mudah dipahami dan tidak
berbelit-belit, sehingga peradilan berjalan relatif cepat dan berbiaya ringan
 Asas Sidang Terbuka Untuk Umum: Putusan Mahkamah sah dan berkekuatan hukum tetap
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
 Asas Obyektivitas: Hakim dan panitera wajib mengundurkan diri apabila memiliki hubungan
kerabat atau kepentingan langsung maupun tidak langsung.
 Asas Sosialisasi: Putusan MK wajib diumumkan dan dilaporkan secara berkala kepada
masyarakat secara terbuka.
 Ius Curia Novit: Tidak boleh menolak memeriksa,mengadili,memutus suatu perkara dengan
dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas
 Audi et Alteram Partem: Hak didengar secara seimbang
 Praesumptio Iustae Causa : Praduga Keabsahan

C. Sumber Hukum MK

 Materiil : yaitu hukum yang mengatur dan menegakkan hukum materiil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7B ayat (1) dan 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945.

 Formil : yaitu hukum acara (=hukum formil) yang berkaitan langsung dengan kewenangan-
kewenangan dan kewajiban-kewajiban konstitusional Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu
pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia, di samping Mahkamah Agung.

Sumber HUKUM :

 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

 UU No. 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU no. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi

 Peraturan Mahakamah Konstitusi (PMK)

 Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi RI

 Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, dan Hukum
Acara Pidana Indonesia

 Pendapat Sarjana (doktrin)


 Hukum Acara dan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Negara lain

Tambahan :

 Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, yaitu ilmu hukum acara (=hukum formil) yang berkaitan
langsung dengan kewenangan-kewenangan dan kewajiban-kewajiban konstitusional Mahkamah
Konstitusi sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia, di samping
Mahkamah Agung.
 Dasar Hukum:
1.Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (Pasal 7B);
2.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Pasal 28 - Pasal 85);
3.Peraturan Mahkamah Konstitusi RI (PMK Nomor 16/PMK/2009 Tentang Pedoman Beracara
dalam PHPU;
4.Nomor 05/PMK/2004 tentang Prosedur Pengajuan Keberatan Atas Penetapan Hasil Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004;
5.2004Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-
Undang;
6.Nomor 08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional
Lembaga Negara);
7.Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
8.Nomor16 Tahun 2009 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah;
9.Nomor 17 /PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden;
10.No. 19/PMK/2009 tentang Pengajuan Permohonan Elektronik (Electronic Filing) dan
Pemeriksaan Persidangan Jarak Jauh (Video Conference);
11. No. 19/PMK/2009 tentang Tata Tertib Persidangan
 Pengujian UU :
1. Materiil : pengujian atas materi muatannya.
2. Formil:
a. Pengujian atas pelaksanaan tata cara atau prosedur pembentukan uu, baik dalam
pembahasan maupun pengambilan keputusan atas rancangan suatu uu menjadi uu;
b. pengujian atas bentuk, format, atau struktur UU.
c. pengujian yang berkenaan dengan keberwenangan lembaga yang mengambil keputusan
dalam proses pembentukan UU
d. pengujian atas hal-hal lain yang tiadk termasuk pengujian materiil.

 Karakter Khusus hukum acara MK:


1. Perselisihan yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi sesungguhnya memiliki karakter tersendiri
dan berbeda dengan perselisihan yang dihadapai sehari-hari oleh peradilan biasa
2.Putusan yang diminta oleh pemohon dan diberikan oleh Mahkamah Konstitusi akan membawa
akibat hukum yang tidak hanya mengenai orang seorang, tetapi juga orang lain, lembaga negara
dan aparatur pemerintah atau masyarakat pada umumnya, terutama sekali dalam hal pengujian
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (Judicial review)
3.Nuansa public interest yang melekat pada perkara-perkara semacam itu akan menjadi
pembeda yang jelas dengan perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara yang pada
umumnya menyangkut kepentingan pribadi dan individu berhadapan dengan individu lain
ataupun dengan pemerintah. Ciri inilah yang akan membedakan penerapan hukum acara di
Mahkamah Konstitusi dengan hukum acara di pengadilan-pengadilan lainnya
4. Praktek hukum acara yang merujuk pada undang-undang hukum acara yang lain timbul
karena kebutuhan yang kadang-kadang dihadapkan kepada Mahkamah Konstitusi, maka
ketentuan yang memberlakukan aturan Hukum Acara Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara
secara mutatis mutandis dapat diberlakukan dengan menyesuaikan aturan dimaksud dalam
praktek hukum acaranya
5. Jika terjadi pertentangan dalam praktek hukum acara pidana, acara TUN dan acara perdata
maka secara mutatis mutandis tidak akan diberlakukan
6. Aturan ini meskipun tidak dimuat dalam UU Mahkamah Konstitusi, akan tetapi telah diadopsi
dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), baik sebelum maupun sesudah praktek yang
merujuk undang-undang hukum acara lain itu digunakan dalam praktek.

 Syarat Pengajuan Permohonan


1.Ditulis dalam bahasa Indonesia
2.Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya
3.Diajukan dalam 12 rangkap
4.Jenis perkara
4.Sistematika:
-Identitas (nama & alamat pemohon) serta legal standing pemohon
- Posita (uraian mengenai perihal yg menjadi dasar permohonan)
 Kewenangan MK
 Kedudukan Hukum
 Pokok Permohonan
- Petitum (hal-hal yg diminta utk diputus)
5.Disertai bukti pendukung (terutama bukti diri Pemohon dan daftar ahli dan/atau saksi yg akan
didengar)
 Syarat Subjek
1.Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya
dirugikan oleh berlakunya
undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b.kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.
2. Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau
kewenangan konstitusionalnya
3.pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
a. pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
b. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Ps 51 UU 24 th 2003 ttg
MK)
 Nebis In Idem : Pasal 60 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi :
“Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji
tidak dapat dimohonkan pengujian kembali”.

Anda mungkin juga menyukai