Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MODUL 8

MEMAHAMI MATERI DAN MAMPU MEMPELAJARKAN HUKUM


DAN PENEGAK HUKUM

Dosen pengampu : Intan Rahmawati S.Pd., M.Pd.

Kelompok 8 :

1. Kusuma Dewi Ervina 22120423


2. Sarah Nur Hilda 22120432
3. Laela Afrida 22120433
4. Virgiawan Widy Suratman 22120447

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat
dan karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah tentang “Memahami Materi
Dan Mampu Mempelajarkan Hukum Dan Penegak Hukum” dapat selesai dengan baik dan
tepat waktu. Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pembelajaran PPKn SD. Adapun yang kami bahas di sini mengenai Hukum Dan Penegak
Hukum.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen kami Ibu Intan Rahmawati S.Pd.,
M.Pd. Selaku Dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran PPKn SD yang membimbing kami
dalam penugasan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan
makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, tentunya tak sedikit hambatan yang kami temui.
Semua karena keterbatasan kami, baik dalam hal pengetahuan maupun hal lainnya yang
berkaitan dengan materi makalah ini. Untuk itu kami sangat bersyukur karena pada akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Namun. kami menyadari pastilah
masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah kami. Untuk itu kami membuka diri dan
berharap akan adanya kritik dan saran yang dapat membantu kami menjadi lebih baik di masa
yang akan datang.
Akhir kata, sekalipun masih jauh dari sempurna kami tetap berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat positif bagi orang lain. Bila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Semarang, 6 Desember 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................................1
C. Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum .........................................................................................................3
B. Tujuan Hukum ...............................................................................................................3
C. Penggolongan Atau Klasifikasi Hukum ........................................................................4
D. Peraturan Hukum ...........................................................................................................6
E. Pengertian Penegak Hukum .......................................................................................... 9
F. Lembaga Penegak Hukum ............................................................................................. 9
G. Materi Pembelajaran Hukum dan Penegakan Hukum ...................................................14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................................18
B. Saran .............................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai makhluk pribadi mempunyai sifat, watak, kehendak, dan
kepentingannya masing-masing. Kehendak dan kepentingan setiap individu
mungkin sejalan atau mungkin berbeda bahkan bertentangan dengan kehendak dan
kepentingan individu lainnya. Perbedaan kepentingan antar individu ini
mengakibatkan terganggunya pemenuhan kepentingan para individu itu sendiri.
Kebutuhan inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya tata kehidupan bersama
yang di kenal dengan tata kehidupan bermasyarakat. Pergaulan hidup manusia
dalam masyarakat di atur oleh berbagai macam kaidah atau norma, yang hakikatnya
bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan tenteram, di
dalam pergaulan hidup tersebut manusia mendapat pengalaman-pengalaman
tentang bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, baik kebutuhan pokok
maupun kebutuhan-kebutuhan bersifat sekunder atau tersier.Kaidah atau norma
merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah laku yang
diharapkan (Winataputra, 2006:8.4). Berkenaan dengan kaidah- kaidah atau norma
tersebut, kita mengenal berbagai kaidah atau norma yang meliputi norma agama,
norma kesusilaan, norma kesopanan, norma adat, dan norma hukum Diantara
keempat norma tersebut, norma hukum merupakan norma yang paling tegas. Norma
hukum dapat melahirkan sistem hukum dan penegakan hukum yang berlaku di
masyarakat suatu bangsa dan negara.
Kemampuan memahami materi hukum dan penegakan hukum sangat
penting bagi guru, sebab pendidikan hukum merupakan salah satu komponen dari
Pendidikan Kewarganegaraan. Mengenali norma-norma hukum, aparat penegak
hukum, serta penegakan hukum di masyarakat merupakan salah satu bagian penting
yang dijalani setiap individu dalam proses sosialisasinya. Warga masyarakat yang
baik adalah warga yang mampu menjunjung tinggi dan menaati norma-norma yang
berlaku dalam masyarakatnya. Dengan demikian, sebagai seorang guru kita harus
bisa membelajarkan materi hukum dan penegakan hukum kepada anak didik, agar
anak didik kita kelak bisa menjadi warga masyarakat yang baik dalam menaati
hukum yang berlaku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hukum?
2. Apa Tujuan Hukum?
3. Bagaimana Penggolongan Atau Klasifikasi Hukum?
4. Bagaimana Peraturan Hukum?
5. Apa Pengertian Penegak Hukum?
6. Apa Saja Lembaga Penegak Hukum?
7. Bagaimana Materi Pembelajaran Hukum dan Penegakan Hukum?

1
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hukum
2. Untuk Mengetahui Apa Tujuan Hukum
3. Untuk Mengetahui Penggolongan Atau Klasifikasi Hukum
4. Untuk Mengetahui Peraturan Hukum
5. Untuk Mengetahui Pengertian Penegak Hukum
6. Untuk Mengetahui Saja Lembaga Penegak Hukum
7. Untuk Mengetahui Materi Pembelajaran Hukum dan Penegakan Hukum

2
BAB II
PEMBAHASAN

HUKUM DAN PENEGAK HUKUM


A. Pengertian Hukum
Menurut Kelsen (1995), hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa.
Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para individu sesuai dengan yang
diharapkan melalui pengundangan tindakan-tindakan paksaan. Disebut demikian karena
peraturan itu mengancam perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat dengan
tindakan-tindakan paksaan, yaitu menetapkan tindakan paksaan tersebut di dalam
undang-undang. Tindakan paksaan ini memberikan suatu perbedaan dari semua tata
sosial lainnya - yaitu tata sosial yang memberikan ganjaran sebagai sanksinya, dan lebih
utama lagi tata sosial yang tidak mengundangkan sanksi sama sekali, yang mendasarkan
pada teknik motivasi langsung. Efektivitas dari tata sosial ini terletak bukan pada
paksaan melainkan pada kepatuhan sukarela.
Hukum adalah suatu organisasi paksaan. Sebab hukum melekatkan kondisi-
kondisi tertentu terhadap penggunaan paksaan di dalam hubungan-hubungan antara
manusia, pengesahan penggunaan paksaan hanya oleh individu- individu tertentu dan
hanya di bawah kondisi-kondisi tertentu. Hukum menyebabkan penggunaan paksaan
sebagai monopoli masyarakat. Sungguh karena monopoli penggunaan tindakan paksaan
bahwa hukum menciptakan ketenteraman masyarakat. Perdamaian adalah suatu kondisi
di mana tidak dapat penggunaan paksaan menurut pengertian ini, hukum hanya
memberikan perdamaian relatif bukan absolut ,di mana hukum mencabut hak para
individu untuk menggunakan paksaan tetapi mencadangkannya kepada masyarakat
perdamaian hukum bukan suatu kondisi dari ketiadaan paksa mutlak, suatu keadaan
anarkis; perdamaian hukum adalah suatu kondisi monopoli paksaan oleh masyarakat.
B. Tujuan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto (1993), norma atau kaidah hukum bertujuan
untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan bersama. Kedamaian tersebut akan
tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat lahiriah)
dengan ketenteraman (yang bersifat batiniah).

Tujuan dari hukum adalah mencapai suatu kedamaian di dalam masyarakat.


Kedamaian berarti adanya tingkat keserasian tertentu antara ketertiban dan ketentraman.
Ketertiban diperlukan bagi kepentingan umum, sehingga merupakan suatu prinsip yang
diperlukan, sedangkan ketentraman diperlukan bagi kepentingan pribadi yang
mempunyai prinsip kenikmatan. Apabila ketertiban mencerminkan keterikatan atau
disiplin, maka ketentraman merupakan pencerminan dari kebebasan, sehingga di dalam
kehidupan bersama kedua nilai tersebut berpasangan dan selalu harus diserasikan,
supaya tidak mengganggu masyarakat maupun pribadi-pribadi yang menjadi bagiannya
(Soekanto, 1986:13).

3
Ketenteraman akan terjadi apabila warga masyarakat tidak mengalami
kekhawatiran. Juga tidak ada perasaan terjadinya ancaman dari luar serta tidak adanya
konflik batiniah di dalam diri pribadi. Hal itu hanya mungkin terwujud apabila tidak ada
hambatan dari pihak lain, yaitu bahwa pribadi dipaksa oleh pihak lain tersebut. Di
samping itu, maka pribadi perlu diberikan pilihan-pilihan tertentu, sehingga dia tidak di
dalam keadaan terpaksa. Ketertiban akan dapat dicapai apabila hukum menerapkan
tugas kepastian (hukum), sedangkan ketenteraman akan dapat dicapai kalau hukum
menerapkan tugas kesebandingan (hukum). Landasan dari kepastian hukum adalah
kesamaan; artinya, untuk siapa saja, kapan dan di mana saja. Kalau yang dikehendaki
adalah kepastian hukum yang bermanfaat, maka kepastian hukum harus senantiasa
diserasikan dengan kesebandingan hukum yang dasarnya atau landasannya adalah
kebedaan. Apabila tidak, maka kepastian hukum hanyalah berarti kepastian undang-
undang belaka yang biasanya akan menjurus ke arah kepastian dari ketidaksesuaian
hukum (Soekanto, 1986:14).
Dengan demikian dapat disebutkan tujuan hukum adalah sebagai berikut:
1. Mendatangkan kemakmuran masyarakat yang mempunyai tujuan
2. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai
3. Memberikan petunjuk bagi orang-orang dalam pergaulan masyarakat
4. Menjamin kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada semua orang
5. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
6. Sebagai sarana penggerak pembangunan

C. Penggolongan atau Klasifikasi hukum


Menurut Achmad Sanusi (1977), hukum dapat digolongkan menurut hal-hal
berikut :
A. Sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya.
B. Kepentingan yang diatur atau dilindunginya.
C. Hubungan aturan-aturan hukum itu satu sama lain.
D. Pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum.
E. Hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya.
Di tinjau dari sumber-sumbernya hukum dapat kita golongkan ke dalam
klasifikasi berikut:
1. Hukum undang-undang
2. Hukum persetujuan
3. Hukum traktat (perjanjian antar negara)
4. Hukum kebiasaan dan hukum adat.
5. Hukum yurifrudensi
Di tinjau dari bentuknya hukum dapat dibedakan menjadi 2 , yaitu :
1. Hukum tertulis, meliputi hukum undang-undang, hukum perjanjian, hukum traktat. Di
dalam hukum undang-undang, terdapat perbedaan lebih lanjut antara hukum yang
dikodifikasikan dengan hukum yang tidak dikodifikasikan.
2. Hukum tidak tertulis, meliputi hukum kebiasaan dan hukum adat.

4
Ditinjau dari sudut kepentingan yang diaturnya, hukum dapat digolongkan ke
dalam hukum privat dan hukum publik. Hukum privat adalah hukum yang mengatur
kepentingan-kepentingan orang perseorangan dan juga kepentingan-kepentingan negara
dalam kedudukannya bukan sebagai penguasa. Hukum publik adalah hukum yang
mengatur/melindungi kepentingan-kepentingan negara sebagai penguasa. Mengikuti
susunan tradisional, terdapat penggolongan hukum sebagai berikut:
I. Hukum Privat :
a. Hukum Perdata.
b. Hukum Dagang.
c. Hukum Privat Internasional.
II. Hukum Publik :
a. Hukum Tata Negara.
b. Hukum Tata Usaha Negara.
c. Hukum Antarnegara.
d. Hukum Pidana.
e. Hukum Acara Pidana.
f. Hukum Acara Perdata.
g. Hukum (Acara) Pengadilan Tata Usaha Negara.
Dilihat dari hubungan antara aturan-aturan hukum satu sama lain, hukum dapat
digolongkan menjadi 2 macam, yaitu hukum seragam dan hukum beraneka ragam. Hukum
seragam dimaksudkan sebagai hukum kesatuan dan hukum beraneka ragam dimaksudkan
sebagai hukum antar tata hukum. Dengan kata lain, hukum seragam mengandung pengertian
bahwa hanya ada dan berlaku satu macam hukum, baik dilihat dari faktor waktunya, tempat
atau wilayah berlakunya, dan orang-orang terhadap siapa aturan hukum itu berlaku.
Sementara itu, dengan hukum beraneka ragam mengandung pengertian terdapat lebih dari
satu macam aturan, mungkin yang berlaku secara susul-menyusul, mungkin karena
perbedaan tempat dan orang. Cabang-cabang dari hukum ini, antara lain sebagai berikut
1. Hukum antar waktu
2. Hukum antar tempat
3. Hukum antar golongan
4. Hukum antar agama
5. Hukum privat internasional
Penggolongan hukum berikutnya adalah penggolongan hukum formal dengan
hukum meteriel. Hukum formal sering di samakan dengan hukum acara yakni hukum yang
mengatur tentang tata cara bagaimana kaidah-kaidah hukum (meteriel) di pertahankan atau
di laksanakan. Yang di maksud dengan hukum meteriel ialah ketentuan-ketentuan hukum
yang mengatur wujud dari hubungan-hubungan hukum itu sendiri dengan kata lain hukum
meteriel adalah hukum yang mengatur tentang isi dari hubungan-hubungan hukum. Atas
dasar tinjauan apa dalam suatu cabang hukum diutamakan tentang keharusan/larangan atau
tentang sanksinya maka kita dapat membedakan: 1) Hukum kaidah ; 2) Hukum sanksi.

5
D. Peraturan Hukum
Konsep-konsep penting berkenaan dengan peraturan hukum yang meliputi
norma, saksi, delik (tindakan pidana), kewajiban hukum, tanggung jawab hukum, dan hak
hukum. Peraturan hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah atau norma perilaku yang
dibuat oleh pejabat yang berwenang. Norma perilaku yang di atur dalam peraturan hukum
memuat keharusan-keharusan (gobod) dan atau larangan-larangan (Verbod). Sanksi
merupakan konsekuensi dari perbuatan yang dianggap merugikan masyarakat dan yang
harus dihindarkan. Sanksi diberikan oleh tata hukum dengan maksud untuk menimbulkan
perbuatan tertentu yang dianggap dikehendaki oleh pembuat undang-undang. Sanksi
merupakan tindakan memaksa untuk menjamin perbuatan manusia yang dikehendak oleh
peraturan hukum. Pada hukum pidana kita kenal sanksi pidana. Berkenaan dengan
hukuman pidana, terdapat dua jenis hukuman, yaitu hukuman pokok dan hukuman
tambahan. Pasal 10 KUHP menyebutkan Hukuman-hukuman itu adalah berikut ini.
1. Hukum-hukuman pokok
• Hukum mati
• Hukum penjara
• Hukum kurungan
• Hukum denda
2. Hukum-hukuman tambahan
• Pencabutan dari hak-hak tertentu
• Penyitaan dari benda-benda tertentu
• Pengumuman dari putusan hakim
Untuk memahami lebih lanjut tentang norma dan sanksi, perhatikanlah kutipan
pasal-pasal dari peraturan hukum berikut. Pasal 362 KUHP “Barang siapa mengambil
sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum karena salah telah melakukan
pencurian dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau dengan
hukuman denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah”. Pasal 1365 KUHP Perdata
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”. Konsep hukum berikutnya adalah "delik". Dalam hukum pidana istilah delik
atau "strafbaar feit" lazim diterjemahkan sebagai tindak pidana, yaitu suatu perbuatan
yang bersifat melawan hukum (wederrechtelijk atau on rechtmatige). Dalam hukum
perdata istilah delik tidak lazim digunakan. Untuk menyebut seseorang melakukan delik,
biasanya digunakan istilah seseorang telah. melakukan wanprestasi. Namun demikian,
perbuatan yang tergolong bersifat wanprestasi pada dasarnya merupakan perbuatan yang
bersifat melawan hukum, bertentangan dengan undang-undang (onrechtmatige). Sebagai
contoh dalam kasus utang-piutang. Seorang debitur (orang yang berutang) dikatakan
melakukan wanprestasi apabila ia tidak memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan
sejumlah uang yang telah diterimanya dari pihak kreditor (orang yang berpiutang) atau
terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.
Menurut pengertian umum, delik-baik dalam lapangan hukum pidana maupun hukum

6
perdata, dapat didefinisikan sebagai perbuatan seseorang terhadap siapa sanksi sebagai
konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan. Fakta tentang delik bukan hanya terletak
pada suatu perbuatan tertentu saja, melainkan juga pada akibat-akibat dari perbuatan
tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, dikenal beberapa macam jenis delik
(Lamintang, 1984), antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Delik formal, delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan dilakukannya
suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
Contohnya Pasal 209, 210, 242, 362 KUHP.
b. Delik material, delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan di
timbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-
undang. Contohnya Pasal 149, 187, 338, 378 KUHP.
c. Delik komisi, delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan (verbod) menurut
undang- undang, yang terjadi karena melakukan suatu. Contohnya, Pasal 212,263,
285, 362 KUHP.
d. Delik omisi, delik yang berupa pelanggaran terhadap keharusan (gebod) menurut
undang- undang, yang terjadi karena dilalaikannya suatu perbuatan yang diharuskan.
Contohnya, Pasal 217, 218, 224, 397 angka 4 KUHP.
e. Delik kesengajaan, delik yang mengandung unsur kesengajaan. Contohnya Pasal
338 KUHP
f. Delik kelalaian, delik yang mengandung unsur kelalaian. Contoh Pasal 359 KUHP.
g. Delik aduan, delik yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang
dirugikan. Contoh Pasal 72-75, 284 ayat (2), 287 ayat (2) KUHP.
h. Delik biasa, delik yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan.
Contoh Pasal 362, 338 KUHP.
i. Delik umum, delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang.
j. Delik khusus, delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja.
Hal-hal yang berkaitan erat dengan konsep delik ialah konsep kewajiban
hukum. Konsep kewajiban hukum merupakan pasangan dari konsep norma hukum.
Konsep kewajiban hukum menunjuk hanya kepada individu terhadap siapa sanksi
ditujukan dalam hal dia melakukan delik. Menurut hukum dia diwajibkan menghindari
delik jika delik itu berupa tindakan positif maka dia diwajibkan untuk tidak melakukan
tindakan tersebut jika delik itu berupa kelainan untuk melakukan suatu tindakan tertentu
(delik omisi) maka diwajibkan untuk melakukan tindakan tersebut. dengan demikian,
kewajiban hukum adalah kewajiban untuk menghindari delik adalah kewajiban si subjek
untuk “mematuhi” norma hukum.
Satu konsep yang di hubungkan dengan konsep kewajiban hukum adalah
konsep tanggung jawab hukum, berati seseorang bertanggung jawab atas suatu saksi
dalam hal melakukan suatu perbuatan yang bertentangan. Perlu untuk membedakan
istilah kewajiban hukum dari tanggung jawab hukum tatkala sanksi tidak atau tidak hanya
ditujukan kepada pelaku delik langsung, melainkan juga kepada para individu lain yang
menurut hukum mempunyai hubungan dengan pelaku langsung. Dalam hukum
masyarakat beradab, individu yang diwajibkan kepada perbuatan tertentu, dalam keadaan

7
normal adalah juga orang yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut. Biasanya
orang bertanggung jawab hanya terhadap perbuatannya sendiri, bertanggung jawab
terhadap delik yang dilakukannya sendiri. Tetapi ada kasus-kasus kekecualian di mana
seseorang menjadi bertanggung jawab terhadap perbuatan yang merupakan kewajiban
dari seseorang lainnya, menjadi bertanggung jawab terhadap suatu delik yang dilakukan
oleh orang lain. Tanggung jawab dan juga kewajiban menunjuk kepada delik itu juga,
tetapi kewajiban selalu menunjuk kepada delik dari pelaku itu sendiri, sementara
tanggung jawab seseorang dapat menunjuk kepada suatu delik yang dilakukan oleh orang
lain. Norma hukum mengandung kewajiban dan tanggung jawab.
Norma hukum mengandung arti kewajiban dalam hubungan dengan orang yang
berpotensi sebagai pelaku delik; pelaku delik, tetapi juga terhadap individu-individu
lainnya yang mempunyai suatu hubungan yang ditentukan menurut hukum dengan si
pelaku delik. Pelaku delik adalah seseorang yang perbuatannya karena telah ditentukan
oleh tata hukum, merupakan kondisi dari suatu sanksi yang ditujukan terhadapnya atau
terhadap individu lainnya yang mempunyai suatu hubungan yang ditentukan menurut
hukum dengan pelaku delik Subjek. Konsep kewajiban biasanya dibedakan dari konsep
hak, kita hanya berkepentingan dengan istilah hak hukum. Orang lazim membuat
perbedaan antara 2 hak macam hak yaitu:
1. jus is rem, yaitu hak atau suatu barang.
2. jus is personam, yaitu hak untuk menuntut seorang untuk menurut sesuatu cara
tertentu yakni hak atas perbuatan seorang lainya.
Jika hak itu adalah hukum maka hak tersebut harus merupakan hak atas
perbuatan seseorang lainnya atas perbuatan yang menurut hukum merupakan kewajiban
dari seorang lainnya. Hak hukum mensyaratkan kewajiban hukum dari seseorang
lainnya. Kewajiban ini ada dengan sendirinya tatkala kita berbicara tentang suatu hak
atas perbuatan diri seseorang lainya. Keberadaan atau ketiadaan hak mensyaratkan suatu
norma umum yang mengatur perbuatan manusia. Oleh sebab itu jika ada suatu
pernyataan tentang hak hukum maka suatu peraturan hukum harus di syaratkan. Tidak
mungkin ada hak hukum sebelum ada hukum itu sendiri. Selama suatu hak tidak
“dijamin” oleh peraturan hukum maka hak itu belum merupakan hak hukum. Hak ini
dibuat menjadi hak hukum pertama-tama oleh jaminan dan peraturan hukum. Ini berarti
bahwa hukum mendahului atau bersamaan dengan hak tersebut. Berkenaan dengan hak
dan kewajiban tersebut di atas, lazim dibedakan dua karakter yang berbeda, yaitu hak
dan kewajiban mutlak di satu pihak dan hak dan kewajiban relatif di pihak lainnya.
Kewajiban relatif adalah kewajiban yang dimiliki seseorang relatif terhadap seseorang
individu yang di tunjuk, sementara kewajiban mutlak adalah kewajiban yang dimiliki
orang terhadap sejumlah individu tak terbatas atau terhadap semua individu lainnya.

8
E. Pengertian Penegak Hukum
Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah
yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup (Soekanto, 1993:3). Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut
memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih konkrit. Penegakan
hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang
menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan
tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi (Soekanto, 1993:4). Dengan mengutip
pendapat Roscoe Pound, maka Soerjono Soekanto menyatakan, bahwa pada hakikat-nya
diskresi berada diantara hukum dan moral (etika dalam arti sempit).
Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hukum bukanlah semata-
mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di
Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian “law enforcement”
begitu populer. Selain dari itu, maka ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan
penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.
F. Lembaga Penegak Hukum
Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk lembaga
Penegakan hukum (law enforcers), antara lain Kepolisian, yang berfungsi utama sebagai
lembaga penyidik; Kejaksaan, yang fungsi utamanya sebagai lembaga penuntut;
Kehakiman, yang berfungsi sebagai lembaga pemutus/pengadilan, dan lembaga
Penasihat atau bantuan hukum.
1. KEPOLISIAN
Kepolisian negara ialah alat penegak hukum yang terutama bertugas
memelihara keamanan di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum,
khususnya Hukum acara Pidana, Kepolisian negara bertindak sebagai penyelidik
dan penyidik Menurut Pasal 4 UU nomor 8 tahun 1981 tentang undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHP), Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI.
Penyelidik mempunyai wewenang.
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
Pidana.
b. Mencari keterangan dan barang bukti.
c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri.
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat.
c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
d. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

9
Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan
laporan hasil pelaksanaan tindakan tersebut di atas kepada penyidik. Selain
penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik. Menurut Pasal 6 UU No.
8/1981 yang bertindak sebagai penyidik, yaitu:
a. Pejabat Polisi negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.

2. KEJAKSAAN
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai
penuntut umum serta melaksanakan keputusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi, Kejaksaan adalah lembaga
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka Jaksa (penuntut umum) berwewenang,
antara lain untuk:
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan.
b. Membuat surat dakwaan.
c. Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
d. Menuntut pelaku perbuatan melanggar hukum (tersangka) dengan hukuman
tertentu.
e. Melaksanakan penetapan hakim, dan lain-lain.

Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang Pidana,


tetapi juga di bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang ketertiban dan
kepentingan umum, serta dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum
kepada instansi pemerintah lainnya.
Khusus dalam bidang Pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang
untuk:
a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana.
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan.
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat
(yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman)
d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

3. KEHAKIMAN
Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk
mengadili. Sedangkan Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1 UU nomor
8/1981 mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima,
memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak

10
memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang tersebut. Dalam Pasal 5 UU Nomor 14 Tahun 1970 di tegaskan
bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang. Demikian pula dalam Pasal I disebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman
adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya
negara Hukum RI, Dalam Pasal 10 ayat 1 Undang- undang No. 14 Tahun 1970
tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan
kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam 4 lingkungan, yaitu:
a. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Rakyat (pada umumnya)
apabila melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang menurut peraturan
dapat dihukum, akan diadili dalam lingkungan peradilan Umum.
Saat ini, Peradilan umum diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun
1986, yang dituangkan dalam Lembaran Negara nomor 30 tahun 1986.
Adapun tugas peradilan umum adalah mengadili perkara sipil (bukan militer)
mengenai penyimpangan-penyimpangan dari aturan hukum Perdata material
dan hukum Pidana materiel. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang
termasuk wewenang Peradilan umum, digunakan beberapa tingkat atau
badan pengadilan yaitu berikut ini :
1) Pengadilan negeri
Pengadilan negeri dikenal pula dengan istilah pengadilan tingkat
pertama yang wewenangnya meliputi satu daerah Kabupaten/kota.
Dikatakan pengadilan tingkat pertama karena pengadilan negeri
merupakan badan pengadilan yang pertama (permulaan) dalam
menyelesaikan perkara-perkara hukum Oleh karena itu, pada
dasarnya setiap perkara hukum harus diselesaikan terlebih dahulu
oleh pengadilan negeri sebelum menempuh pengadilan tingkat
Banding. Untuk memperlancar proses pengadilan, di pengadilan
negeri terdapat beberapa unsur yaitu: Pimpinan, Hakim Anggota,
Panitera, sekretaris, dan juru sita. Adapun Fungsi Pengadilan Negeri
adalah memeriksa dan memutuskan serta menyelesaikan perkara
dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara pidana
sipil untuk semua golongan penduduk.
2) Pengadilan tinggi
Putusan hakim Pengadilan Negeri yang dianggap oleh salah satu
pihak belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran dapat diajukan
Banding. Proses Banding tersebut ditangani oleh Pengadilan Tinggi
yang berkedudukan di setiap ibu kota provinsi. Dengan demikian,
pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding yang mengadili lagi
pada tingkat kedua (tingkat banding) suatu perkara perdata atau
perkara Pidana, yang telah diadili diputuskan oleh pengadilan negeri.
Dalam pengadilan tinggi, hanya memeriksa atas dasar pemeriksaan

11
berkas perkara saja, kecuali bila pengadilan Tinggi merasa perlu
untuk langsung mendengarkan para pihak yang berperkara. Daerah
hukum pengadilan tinggi pada asasnya adalah meliputi satu daerah
provinsi. Menurut Undang-undang No. 2 tahun 1986, tugas dan
wewenang Pengadilan Tinggi adalah sebagai berikut; a) Memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara Pidana dan Perdata di tingkat
banding. b) Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
Pengadilan Tinggi mempunyai susunan sebagai berikut: Pimpinan,
Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Sedangkan pembentukan
Pengadilan Tinggi dilakukan melalui undang- undang.
3) Pengadilan tingkat kasasi
Apabila putusan hakim Pengadilan Tinggi dianggap belum
memenuhi rasa keadilan dan kebenaran oleh salah satu pihak maka
pihak yang bersangkutan dapat meminta kasasi kepada Mahkamah
Agung. Pengadilan tingkat Kasasi dikenal pula dengan sebutan
pengadilan Mahkamah Agung. Di negara kita, Mahkamah Agung
merupakan Badan Pengadilan yang tertinggi, dengan berkedudukan
di Ibu kota negara RI. Oleh karena itu, daerah hukumnya meliputi
seluruh Indonesia. Pemeriksaan tingkat kasasi hanya dapat diajukan
jika permohonan terhadap perkaranya telah menggunakan upaya
hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Sedangkan permohonan kasasi itu sendiri hanya dapat diajukan 1 kali
Kewajiban pengadilan Mahkamah Agung terutama adalah
melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan-tindakan segala
pengadilan lainnya di seluruh Indonesia, dan menjaga agar hukum
dilaksanakan dan ditegakkan dengan sepatutnya. Dalam menegakkan
hukum dan keadilan, hakim berkewajiban untuk memeriksa dan
mengadili setiap perkara yang diajukan. Oleh karena itu, hakim atau
pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili
perkara yang diajukan dengan alasan hukumnya tidak atau kurang
jelas. Untuk itu, hakim diperbolehkan untuk menemukan atau
membentuk hukum melalui penafsiran hukum dengan tetap
memperhatikan perasaan keadilan dan kebenaran.
4) Penasihat hukum
Penasihat hukum merupakan istilah yang ditujukan kepada pihak
atau orang yang memberikan bantuan hukum. Yang dimaksud
Penasihat hukum menurut KUHAP adalah seorang yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk
memberi bantuan hukum. Diperbolehkannya menggunakan penasihat
hukum bagi tertuduh/terdakwa merupakan realisasi dari salah satu
asas yang berlaku dalam Hukum Acara Pidana, yang menyatakan
bahwa “Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi

12
kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum yang semata-mata
diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya”.
Berdasarkan Pasal 69 KUHAP ditegaskan bahwa “Penasihat
hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau
ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang”. Hak lain yang dimiliki penasihat
hukum sehubungan dengan pembelaan terhadap kliennya (tersangka)
adalah mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali
dikehendaki olehnya. Dalam melaksanakan bantuan hukum, ada
beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh semua pihak, yaitu:
a) Penegak hukum yang memeriksa tersangka/terdakwa wajib
memberi kesempatan kepada terdakwa untuk memperole
bantuan hukum
b) Bantuan hukum tersebut merupakan usaha untuk membela diri
c) Tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri
penasihat hukumnya.
Penasihat hukum ada yang berdiri sendiri dan ada pula yang
berhimpun dalam organisasi, seperti Lembaga Bantuan Hukum
(LBH), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasihat
Hukum Indonesia (IPHI).
b. Peradilan Agama
Peradilan agama diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.
Berdasar undang-undang tersebut, Peradilan Agama bertugas dan
berwewenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-
orang yang beragama Islam di bidang; (a) perkawinan; (b) kewarisan, wasiat,
dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; (c) wakaf dan sedekah.
c. Peradilan Militer
Wewenang Peradilan Militer menurut Undang-Undang Darurat No.
16/1950 adalah bertugas memeriksa dan memutuskan perkara Pidana
terhadap kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh:
a) Seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang RI
b) Seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan
Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan Perang RI
c) Seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan yang
dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau
berdasarkan Undang-undang
d) Orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (a, b, dan c), tetapi
atas keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam
lingkungan peradilan Militer.
d. Peradilan Tata Usaha Negara
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 disebutkan
bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan
fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun
di daerah. Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara

13
atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai tata usaha
negara. Dalam Peradilan Tata Usaha Negara ini yang menjadi tergugat bukan
orang atau pribadi, tetapi badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau
dilimpahkan kepadanya. Sedangkan pihak penggugat dapat dilakukan oleh
orang atau badan hukum perdata. Misalnya, beberapa waktu yang lalu,
Penerbit Tempo menggugat Menteri Penerangan atas pencabutan
SIUP majalah Tempo.
Keempat lingkungan peradilan tersebut, masing-masing mempunyai
lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi badan peradilan secara
bertingkat. Peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha
Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara tertentu
atau mengadili golongan rakyat tertentu. Sedangkan peradilan umum
merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya baik mengenai perkara Perdata
maupun perkara Pidana.

G. Materi Pembelajaran Hukum dan Penegakan Hukum


Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan hendaknya
diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara efektif dalam lembaga-lembaga
hukum. Tujuan utama dari pendidikan hukum adalah untuk membantu siswa
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk
memperoleh hak-hak hukumnya secara maksimum dalam masyarakat (Winataputra,
2006). Di samping itu, setiap warga negara memikul tanggung jawab atas terciptanya
sistem hukum yang bekerja secara efektif dan adil. Para siswa hendaknya dibelajarkan
untuk memperoleh kemampuan mengkaji persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
kesenjangan-kesenjangan yang sering kali terjadi antara cita-cita hukum dengan
kenyataan, dan bagaimana kesenjangan tersebut dapat diatasi. Program pendidikan
hukum di persekolahan bukan merupakan program yang berdiri sendiri melainkan
merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn). Demikian pula halnya di Amerika, program pendidikan hukum merupakan
bagian dari program pendidikan IPS, yang secara lebih khusus lagi merupakan bagian
dari program pendidikan politik. Seperti dikutip oleh Winataputra (2006:8.39),
pendidikan hukum memuat tujuan-tujuan yang mengharapkan siswa untuk:
a) Mengembangkan pemahaman tentang hak-hak dan tanggung jawabnya yang
ditegaskan dalam konstitusi
b) Memahami tuntutan masyarakat akan peraturan dan hukum, sumber- sumber hukum,
perubahan hukum, dan sanksi hukum.
c) Memahami berbagai aspek hukum sipil yang mempengaruhi kehidupannya, hukum
perkawinan dan perceraian, perjanjian/kontrak, asuransi, kesejahteraan sosial, pajak,
dan lembaga bantuan hukum.
d) Memahami sistem peradilan, struktur organisasi dan fungsi lembaga penegak hukum.

14
e) Mengembangkan pengetahuan dan sikapnya berkenaan dengan hukum dan sistem
peradilan pidana jadi mempersiapkan siswa untuk berpartisipasi dalam sistem hukum
masyarakat kontemporer.
Sementara itu, Center for Civic Education (CCE) mengembangkan sejumlah
bahan ajar yang berkaitan dengan pendidikan hukum, antara lain sebagai berikut:
a) Fungsi dan tujuan dari peraturan dan hukum
b) Kedudukan hukum dalam sistem pemerintahan konstitusional
c) Perlindungan hukum terhadap hak-hak individu
d) Kriteria untuk mengevaluasi peraturan dan hukum
e) Hak warga negara
f) Tanggung jawab warga negara
Dengan demikian, pendidikan hukum hendaknya diarahkan pada pembelajaran
materi hukum dan penegakan hukum. Pembelajaran tentang materi hukum bertujuan
untuk membekali siswa dengan sejumlah pengetahuan tentang пота-поrma hukum yang
mempengaruhi kehidupannya sehingga tumbuh kesadaran hukum pada diri mereka yang
gilirannya mereka dapat menampilkan kepatuhan secara sukarela dan sikap menghormati
terhadap norma-norma hukum yang berlaku (Winataputra, 2006:8.40). Di pihak lain,
pembelajaran tentang sistem peradilan dan lembaga-lembaga penegakan hukum
diharapkan dapat membekali siswa dengan mekanisme, kelembagaan dan sistem
peradilan dalam menegakkan norma-norma hukum.
Tiap usaha mengajar (dalam arti membelajarkan siswa) sebenarnya ingin
menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri peserta didik. Pola
laku ialah kerangka dasar dari sejumlah kegiatan, yang lazim dilaksanakan manusia
untuk bertahan hidup dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam situasi konkret.
Kegiatan itu bisa berupa kegiatan rohani seperti mengamati, menganalisis dan menilai
keadaan dengan daya nalar. Dapat juga berupa kegiatan jasmani, yang dilakukan dengan
tenaga dan keterampilan fisik. Umumnya manusia bertindak secara manusiawi apabila
kedua jenis kegiatan tersebut dibuat secara terjalin. Kegiatan jasmani didukung oleh
kegiatan rohani, demikian juga sebaliknya. Di samping menumbuhkan atau
menyempurnakan pola laku, pembelajaran bertujuan pula untuk menimbulkan kebiasaan.
Kebiasaan dapat dirumuskan sebagai keterarahan, kesiapsiagaan dalam diri manusia
untuk melakukan kegiatan yang sama atau serupa dengan cara yang lebih mudah, tanpa
memeras dan menguras tenaga. Kebiasaan akan timbul apabila kegiatan manusia
dilakukan berulang kali dengan sadar dan penuh perhitungan. Dengan kata lain,
pembelajaran ingin menekankan kemampuan berpikir dan kemampuan bertindak pada
peserta didik sehingga menghadapi keadaan apa pun ia akan sanggup mengamati
keadaan, menilai keadaan, dan menentukan sikap serta tindakannya dalam keadaan
tersebut (Winataputra, 2006:8.40). Keadaan hidup manusia dalam masyarakat modern
dewasa ini berubah sangat pesat. Oleh sebab itu, pembelajaran di abad sekarang ini
hendaknya memperhatikan arus dan laju perubahan yang terjadi. Pembelajaran perlu
membina pola pikir, keterampilan dan kebiasaan yang terbuka dan tanggap, yang mampu
menyesuaikan diri secara manusiawi dengan perubahan. Kalau tujuan pembelajaran
adalah menumbuhkan dan menyempurnakan pola laku, membina kebiasaan dan
kemahiran menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah-ubah maka metode

15
pembelajaran harus mampu mendorong proses pertumbuhan dan penyempurnaan pola
laku, membina kebiasaan, dan mengembangkan kemahiran untuk menyesuaikan diri.
Pembelajaran harus mampu membina kemahiran pada peserta didik untuk kreatif dalam
menghadapi situasi sejenis, atau situasi yang baru dengan cara yang memuaskan.
Pemikiran kreatif dapat menjadikan tindakan kreatif dan hal tersebut wajib dibina dalam
tiap pembelajaran, terutama pada zaman sekarang ini yang penuh dengan perubahan.
Hal lain yang perlu diperhatikan sebagai prinsip pembelajaran menurut Winataputra
(2006:8.41) adalah sebagai berikut.
a) Tingkat kesulitan, berkenaan dengan beban belajar (learning task).
b) Tingkat kemampuan berpikir, berkenaan dengan kemampuan kogintif siswa.
Kemampuan berpikir, meurut sejumlah hasil riset adalah bertahap dan
berjenjang mulai dari yang sederhana/mudah kepada yang kompleks/rumit. Dengan
merujuk pada taksonomi Bloom (1956), Winataputra (2006:8.41).
Untuk anak-anak SD pada kelas-kelas rendah (kelas 1 kelas 3) pembelajaran
materi hukum dapat diawali dengan memperkenalkan mereka kepada adanya sejumlah
aturan-aturan hidup yang berlaku dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat sekitar.
Pengenalan terhadap keberadaan aturan-aturan tersebut hendaknya diarahkan kepada
tumbuhnya kesadaran pada diri anak tentang perlunya aturan dalam kehidupan kita.
Media pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkan pengalaman
langsung yang diperoleh anak-anak dalam keluarga, kelompok, permainan, dan dalam
kehidupan di sekolah.
Hukum dibuat pada hakikatnya adalah untuk memenuhi rasa keadilan,
ketertiban, dan keamanan di dalam lingkungan masyarakat. Center for Civic Education
(CCE) Amerika Serikat menjadikan konsep keadilan (justice) sebagai salah satu fondasi
demokrasi (Foundations of Democracy) di samping fondasi demokrasi lainnya, yakni
otoritas (authority), tanggung jawab (responsibility), dan privasi (privacy). Dengan hal
tersebut, dapat disimpulkan betapa pentingnya konsep "keadilan" bagi masyarakat
sehingga setiap warga masyarakat perlu mengetahui, memahami, menghayati bahkan
mengamalkannya.
Sebagai tahap awal (dasar) sebagai seorang guru, tentunya perlu
memperkenalkan konsep keadilan dalam proses pembelajaran di kelas. Konsep materi
tentang keadilan ini bisa membelajarkan anak tentang materi hukum dan penegakan
hukum di sekolah dasar. Model pembelajaran yang digunakan adalah model
pembelajaran inkuiri karena model pembelajaran inkuiri dapat merangsang peserta
didik untuk berpikir kritis, kreatif, induktif, dan deduktif melalui mencari/mengamati
dan menanya. Berikut adalah model pembelajaran inkuiri sederhana tentang keadilan
untuk siswa sekolah dasar (Winataputra, 2006:8.44).
1. Pokok Bahasan: Arti Keadilan
Dalam pembelajaran ini akan dibahas mengenai arti atau istilah keadilan. Ada
3 jenis masalah keadilan. Dalam pembelajaran ini akan dibahas mengapa masalah

16
keadilan dibagi menjadi 3 dan juga bagaima na cara mengambil keputusan untuk
memecahkan masalah secara adil. Kata-kata yang perlu dipelajari adalah
keadilan, mengambil keputusan, bersikap adil, pemungutan suara.
Cerita singkat (dibacakan oleh guru atau dibaca oleh siswa)
“ Wayan mempunyai 3 sahabat karib, yaitu Made, Ayu, dan Devi. Oleh karena
kedekatannya itu mereka yang menamakan diri "empat sekawan" selalu saling
membantu dan menolong diantara mereka yang mendapat kesulitan. Mereka pun
selalu berbagi rasa dalam suka maupun duka. Suatu waktu Wayan punya dua buah
coklat yang ingin dibagi secara adil dengan temannya ”
Ajukan pertanyaan kepada anak, seperti:
1) Masalah apa yang dihadapi oleh Wayan?
2) Apakah yang mungkin dilakukan oleh Wayan?
3) Apakah Wayan akan berbuat adil? Mengapa?
4) Bagaimana seharusnya sikap Wayan agar dia dapat berbuat adil?
Pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh guru atau guru dapat
menanyakan kepada siswa. Siapa diantara kalian yang punya pengalaman atau
cerita serupa? Apabila siswa telah bercerita tentang pengalamannya, untuk
memperkuat pemahaman siswa tentang konsep "adil".

2. Ide-ide yang Harus Dipahami : 3 Jenis Masalah Keadilan


Apabila diperhatikan maka ada 3 jenis keadilan dalam masalah empat sekawan
tersebut, yaitu sebagai berikut:
1) Wayan punya masalah bagaimana membagi coklat terhadap temannya
secara adil.
2) Mereka punya masalah bagaimana bersikap adil terhadap suatu tindakan.
3) Mereka punya masalah bagaimana membuat keputusan secara adil.
Kita perlu mengetahui 3 jenis masalah keadilan tersebut karena kita akan
berhadapan dan berusaha memecahkan masalah keadilan dalam kehidupan
sehari-hari. Kita mempertanyakan untuk mencari solusinya. Kita
mempertanyakan kasus lainnya untuk mencoba menyelesaikannya. Untuk
melatih agar para siswa dapat memahami betul tentang makna keadilan, kita
sebagai guru dapat menyusun pertanyaan, kasus, atau masalah, kemudian siswa
diminta untuk menjawab pertanyaan, kasus atau masalah tersebut pada bagian
berikutnya. Contoh masalahnya adalah sebagai berikut:
1) Semua siswa berangkat berwisata ke pantai. Dua perempuan memungut
sampah yang berserakan di tempat tersebut.
2) Sebuah tim bola voli memilih seorang ketua. Hanya pemain terbaik yang
mendapat suara terbanyak.
3) Seorang siswa kelas 3 memukul siswa kelas 6. Ia tidak sengaja melakukannya.
Siswa kelas 6 itu membalas dengan memukul siswa kelas 3 itu sekeras-
kerasnya
Berbagai permasalahan tersebut dapat diberikan kepada siswa agar mereka bisa
menemukan solusi yang tepat untuk bersikap adil. Dalam menemukan solusi
tersebut, siswa dibimbing guru agar pikiran mereka bisa lebih terarah

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum adalah keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang berwenang
menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan, dengan tujuan untuk
mengadakan suatu mengikat bagi sebagian atau seluruh tata yang dikehendaki. Tujuan
dari hukum adalah mencapai suatu kedamaian di dalam masyarakat. Kedamaian
berarti adanya tingkat keserasian tertentu antara ketertiban dan ketentraman. Hukum
dapat digolongkan menurut sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya,
kepentingan yang diatur atau dilindunginya, hubungan aturan-aturan hukum itu satu
sama lain, pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum, dan hal kerjanya berikut
pelaksanaan sanksinya.
Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan
penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat
diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Aparat
penegak hukum di Indonesia antara lain Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman yang
dilaksanakan oleh Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan
Peradilan Tata Usaha Negara, dan aparat penegak hukum selanjutnya adalah Penasihat
Hukum.
Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan
hendaknya diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara efektif
dalam lembaga-lembaga hukum. Tujuan utama dari pendidikan hukum adalah untuk
membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diperlukan untuk memperoleh hak-hak hukumnya secara maksimum dalam
masyarakat. Sebagai tahap awal (dasar) sebagai seorang guru, tentunya perlu
memperkenalkan konsep keadilan dalam proses pembelajaran di kelas. Konsep materi
tentang keadilan ini bisa membelajarkan anak tentang materi hukum dan penegakan
hukum di sekolah dasar. Model pembelajaran yang digunakan adalah model
pembelajaran inkuiri karena model pembelajaran inkuiri dapat merangsang peserta
didik untuk berpikir kritis, kreatif, induktif, dan deduktif melalui
mencari/mengamati dan menanya.

B. Saran
Adapun saran yang disampaikan penulis, sebagai calon guru kita harus
mengetahui konsep hukum dan penegakan hukum agar nantinya kita mempunyai
dasar serta pedoman dalam mengajar materi ini kepada peserta didik. Selain itu
dengan mempelajari materi hukum dan penegakan hukum ini, kita juga diharapkan
mampu menguasai materi dengan baik untuk meminimalkan kesalahan-
kesalahan dalam mengajar.

18
DAFTAR PUSTAKA

Winataputra, Udin S. 2006. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta: Universitas
Terbuka

19

Anda mungkin juga menyukai