Anda di halaman 1dari 14

KAIDAH HUKUM DAN BAHASA HUKUM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Logika dan Penalaran Hukum
Dosen Pengampu : Ali Mansur, M.A

Disusun oleh :

Arvandi Rahmansyah (11200480000040)

Ihsanul Hakim (11200480000050)

Mochammad Virgiawan Fauzi (11200480000057)

Shofwa Zakiyah Ahmad (11200480000131)

Muhammad Akbar Riyadi (11200480000139)

Fariz Naufal Susanto (11200480000141)

Muhammad Rayhan Kusnaeddy (11200480000144)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala karunia dan ridho serta rahmat dari-Nya sehingga penulisan makalah
yang berjudul “Kaidah Hukum dan Baahasa Hukum” akhirnya dapat
diselesaikan. Tim penyusun berharap bahwa usaha yang dilakukan dapat
membuahkan manfaat yang besar bagi setiap masyarakat, serta bagi kelestarian
lingkungan hidup.

Proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan atas ketelibatan


banyak pihak, sehingga tim penyusun mengucapkan terima kasih bagi semua
pihak yang telah membantu penyediaan berbagai dokumen dan informasi untuk
menyelesaikan makalah ini. Adapun tim penyusun menyadari bahwa masih
adanya keterbatasan pengalaman dan pengetahuan maupun pustaka yang ditinjau,
kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan perlu pengembangan lebih lanjut sehingga masih membutuhkan kritik dan
saran yang membangun guna kesempurnaan penyusunan makalah ini sekaligus
menjadi masukan bagi penulis untuk penyusunan makalah yang akan datang.

Akhir kata, semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan banyak


manfaat dan dapat berguna di masa yang akan datang. Kami selaku tim penyusun
memohon maaf apabila masih banyak kesalahan dan juga kekurangan dalam
penulisan makalah ini.

Ciputat, 19 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii

BAB I.....................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.................................................................................................................................4

A. Latar Belakang...............................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................................4

C. Tujuan Pembahasan.......................................................................................................................4

BAB II...................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN...................................................................................................................................5

A. Pengertian Kaidah Hukum.............................................................................................................5

B. Pengertian Bahasa Hukum.............................................................................................................6

C. Hubungan Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum...........................................................................10

BAB III................................................................................................................................................12

KESIMPULAN...................................................................................................................................12

A. Kesimpulan..................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap masyarakat berlaku tata hukum. Tata hukum itu terdiri atas seperangkat kaidah
– kaidah hukum, yang juga biasa disebut aturan – aturan hukum, sebagaimana terdapat dalam
perundang – undangan, keputusan – keputusan birokrasi pemerintah dan putusan – putusan
pengadilan. Aturan – aturan hukum ini mengkaidahi perilaku dari para peserta dalam pergaulan
hidup, yakni para warga masyarakat. Kaidah – kaidah hukum menetapkan bagaimana kita harus
berperilaku dalam hubungan antara yang satu dengan yang lainnya dan apa yang dapat kita saling
harapkan. Kaidah – kaidah menetapkan apa yang boleh kita lakukan dan terutama apa yang harus
tidak kita lakukan.
Dengan demikian keberadaan kaidah atau norma merupakan sesuatu yang inheren pada saat
manusia berinteraksi dengan manusia lainnya dalam masyarakat. Kaidah atau norma itu selalu berisi
atau memuat ketentuan tentang keharusan berperilaku dengan cara tertentu. Isi dari kaidah itu adalah
berupa ketentuan tentang perilaku apa dan atau bagaimana yang boleh, yang tidak boleh, dan yang
harus dijalankan oleh manusia di dalam pergaulan hidup dengan sesamanya. Kaidah – kaidah yang
mengatur sikap dan perilaku manusia, pada hakikatnya untuk menjaga keseimbangan dan keteraturan
kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat.
Perkembangan dewasa ini, bahasa memegang peranan yang sangat penting. Memasuki dunia
globalisasi yang di dalamnya terdapat banyak dinamika sosial, menyebabkan manusia tanpa sengaja
telah membangun era komunikasi modern. Dengan demikian, dalam dunia hukum pun dituntut
dalam penggunaan bahasa yang tepat untuk mengantisipasi terhadap dinamika sosial masyarakat.
Disiplin ilmu hukum dengan segala stratifikasi keilmuannya dan struktur atau klasifikasi
hukumnya beserta segala elemenelemen pendukung sistemnnya sarat dengan bahasa-bahasa hukum
yang mengandung artikulasi karakteristik sebagai bahasa keilmuan hukum, sehingga untuk
memahami disiplin keilmuannya dengan baik, maka harus menggunakan bahasanya sendiri yaitu
bahasa hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kaidah hukum?
2. Apa yang dimaksud dengan bahasa hukum?
3. Bagaimana hubungan kaidah hukum dengan bahasa hukum?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui maksud dari kaidah hukum
2. Untuk mengetahui maksud dari bahasa hukum
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kaidah hukum dengan bahasa hukum

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Kaidah Hukum
Manusia sebagai entitas penyusun masyarakat tak dipungkiri memiliki karakter yang
beragam, acapkali perbedaan tersebut menuntun pada keadaan yang tak semestinya. Maka dari itu
dalam masyarakat dibutuhkan tata hukum demi terciptanya keadaan yang ideal. Tata hukum tersebut
berisikan kaidah-kaidah hukum atau biasa disebut juga dengan aturan-aturan hukum. 1 Kaidah hukum
seringkali juga disebut sebagai peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh
penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan
oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan.
Sejatinya kaidah hukum ditujukan untuk sikap lahiriah manusia atau perbuatan nyata seseorang, dan
bukan ditujukan pada sikap batin individual. Menurut Sudikno Mertokusumo kaidah diartikan
sebagai peraturan hidup yang menetukan bagaimana manusia itu seyogyanya berperilaku, bersikap di
dalam masyarakat agar kepentingannya dan kepentingan orang lain terlindungi, atau dalam arti
sempit kaidah hukum adalah nilai yang terdapat dalam peraturan konkret.
Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelaku
yang baik atau diharapkan. Pada konteks ini masyarakat memandang bahwa hukum merupakan
patokan patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka lakukan atau tidak boleh mereka
lakukan. Pada makna ini aturan-aturan kepala adat atau tetua kampung yang harus mereka patuhi
bisa dianggap sebagai hukum, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan yang sudah lumrah
dipatuhi dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara resmi dituliskan, namun selama ia
diikuti dan dipatuhi dan apabila yang mencoba melanggarnya akan mendapat sanksi, maka kebiasaan
masyarakat ini pun dianggap sebagai hukum. Kaidah hukum dapat pula dikaji melalui sudut pandang
hukum filsafat hukum normatif sangat mementingkan teori tentang kaidah hukum menurut aliran ini
berdasar dari anggapan bahwa hukum merupakan himpunan kaidah yang normatif dan atas dasar
inilah hukum mempunyai struktur imperatif dan operatifnya sebaliknya penganut paham sosiologis
lebih tertarik melihat pembentukan hukum dalam masyarakat dan bagaimana fungsi dan aktivitasnya
dalam sistem sosial.
Dalam bukunya Hans kelsen yang berjudul the pure theory of law di mana ia menyatakan
bahwa Hans kelsen melihat kaidah-kaidah bukanlah sesuatu hal yang informatif atau semata-mata
rumusan landasan tindak melainkan kaidah hukum merupakan suatu perintah, aturan-aturan,
kebolehan-kebolehan, atau kewenangan maka kaidah tidak dapat dilihat sebagai "benar" atau
"salah"dari pernyataan Han kelsen terungkap bahwa suatu kaidah hukum mempunyai sifat
mengharuskan atau normatif sedangkan semua yuris selalu berkeyakinan bahwa kaidah hukum harus
ditaati, namun Hans kelsen sendiri mengalami kesulitan untuk menjelaskan apa makna "keharusan"
sehingga ia selalu mengandaikan bahwa setiap hukum sebagai kaidah normatif, karena ia diandaikan
normatif.
kelsen juga menjelaskan bagi suatu kaidah hukum terdapat tingkat-tingkat tertentu yang tersusun
secara hierarkis dalam setiap sistem hukum kawasan menganggap pada tingkat hierarkis tertentu
suatu kaidah mengatur pula sanksi sebagai akibat perilaku yang bertentangan dengan kaidah huku.

1
Suadamara Ananda “Tentang Kaidah Hukum”,Jurnal Hukum Pro Justitia, Januari 2008, Volume 26 No.1

5
Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang
diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu. Sebagai contoh seseorang pria
menikah dengan wanita sah dimata hukum dan agamanya akan tetapi terdapat niat buruk dari pria
tersebut untik menguras harta wanitanya. Coba cermatilah sekilas seseorang tersebut secara lahiriyah
sudah memenuhi kaidah hukum akan tetapi batin pria terseput sangat buruk. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kaidah hukum merupakan suatu pedoman atau patokan sebagai perilaku lahiriyah
dan batiniyah yang baik.
Kebiasaan yang sudah biasa dilakukan meskipun tidak tertulis akan dipatuhi masyarakat dan
bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi. Menurut sifatnya kaidah hukum dibagi menjadi dua,
yaitu : a. Hukum yang imperatif, maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat
mengikat dan memaksa. b. Hukum yang fakultatif maksudnya ialah hukum itu tidak secara apriori
mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
B. Pengertian Bahasa Hukum
a. Bahasa dan Bahasa Hukum
Bahasa merupakan kata-kata yang digunakan sebagai sarana bagi manusia untuk
mengungkapkan atau melukiskan suatu kehendak, perasaan, pikiran, pengalaman, berkaitan
dengan manusia lain. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, bahasa menjadi sarana
menyampaikan berbagai pesan yang dapat diungkapkan dalam rupa simbol-simbol
kebahasaan.2 Menurut Hilman Hadikusuma, bahasa adalah kata-kata yang digunakan
sebagai alat bagi manusia untuk menyatakan atau melukiskan sesuatu kehendak, perasaan,
pikiran, pengalaman, terutama dalam hubungannya dengan manusia lain. 3Dapat dikatakan
bahwa bahasa adalah merupakan suatu sistem, yaitu sistem tanda- tanda dan atau bunyi-
bunyian yang mengandung suatu makna yang dapat dipahami oleh komunitas manusia. Oleh
karena itu, maka bahasa merupakan produk budaya manusia. Manusia sendirilah yang
membuat bahasanya itu.
Hukum sebagai suatu sistem norma untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara
efektif. 4Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Konstitusi UUD NRI
1945 (amandemen), “negara Indonesia adalah negara hukum” 5. Dunia hukum akrab dan
mempunyai reputasi khusus dengan regulasi terhadap perilaku. Regulasi terhadap perilaku
tidak dapat dibangun, diterapkan, dan diapresiasi tanpa bahasa yan logis dan argumentatif.
Atas dasar tersebut lahirlah pandangan bahwa bahasa hukum mempunyai kaidah bahasa
sendiri. Pandangan ini dapat menyesatkan tatkalamengabaikan kaidah pemakaian bahasa
Indonesia, terutama yang berkaitan dengan hal semantik, pilihan kata, dan formulasi kalimat. 6
Ilmu hukum (rechtswetenschap) sebagai disiplin ilmu yang berdiri di atas dirinya
sendiri (sui generis), memiliki konstruksi logikanya sendiri, yaitu logika hukum (logic of
law/legal reasoning) lalu kemudian dalam hal memenuhi kebutuhan, kepentingan

2
Haryanto, Analysis Of Legal Langage In The Islamic Criminal Law, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol.7, No.2011,
Mataram: LP2M Insituts Agama Islam Negeri, hlm.302-304
3
Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia (Bandung: Alumni, 2010), hlm.8
4
Sri Mulyani, Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan Menurut Undang-Undang Dalam Perspektif Restoratif
Justice, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Vol. 16, No. 3, September 2016, hlm.342
5
Dayanto, Rekonstruksi Paradigma Pembangunan Negara Hukum Indonesia Berbasis Pancasila, Jurnal Dinamika
Hukum, Vol. 13, No. 3, September 2013,.hlm.498
6
Simon, Bahasa Indonesia Ragam Bahasa Hukum, Jurnal Leksika, Vol. 3, No.1, 2009, hlm.37

6
keberfungsian keilmuannya, ilmu hukum mempunyai bahasanya sendiri (language), yaitu
bahasa hukum (law of language). Guna memahami disiplin keilmuannya dengan baik,
Disiplin ilmu hukum menggunakan bahasanya sendiri yaitu bahasa hukum. Sebab disiplin
ilmu hukum dengan segala stratifikasi keilmuannya dan klasifikasi hukumnya beserta segala
elemen-elemen pendukung sistemnnya sarat akan bahasa-bahasa hukum yang mengandung
artikulasi karakteristik sebagai bahasa keilmuan hukum, sehingga untuk memahami disiplin
keilmuannya dengan baik, maka harus menggunakan bahasanya sendiri yaitu bahasa hukum.
Hukum menggunakan bahasa sebagai medianya. Oleh sebab itu antara bahasa dan
hukum sangatlah berkorelasi. Korelasi diantara keduanya kemudian melahirkan sebuah istilah
bahasa hukum. Penggunaan istilah dalam konteks ini bukanlah secara linguistik, melainkan
secara sosiologis. Hal tersebut tak terlepas dari sifat bahasa hukum Indonesia adalah bahasa
nasional Indonesia yang digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang
dibentuk menurut acuan sistem yang berlaku dalam bahasa Indonesia baku. 7Bahasa Hukum
adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan
keadilan, untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi di dalam
masyarakat. Namun oleh karena bahasa hukum adalah bagian dari bahasa Indonesia yang
modern, maka dalam penggunannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat
estetika bahasa Indonesia. 8
Pertanyaanya bahasa yang manakah gerangan dimaksudkan sebagai bahasa hukum?
Jawaban sederhana dan dogmatiknya adalah bahasanya ilmu hukum. Jawaban tersebut yang
lahir dari yang berlatar belakang Sarjana Hukum, Jawaban lain lahir dari para Magister
Hukum yang mengatakan bahwa bahasa hukum adalah bahasa yang dipergunakan secara
teoritis dalam khazanah ilmu hukum. Kemudian Doktor Hukum yang mengatakan bahwa
bahasa hukum adalah bahasa yang menjadi alat untuk menyelami, memaknai dan
mengungkap esensialitas ilmu hukum dalam keterhijabannya. Mungkin lain pula pendapat
seorang Profesor. Dari berbagai perbedaaan pandangan diatas menunjukkan satu definisi
bahwa bahasa hukum adalah sarana komunikasi keilmuan hukum (to speaking of law) baik
secara dogmatik, teoritis dan maupun filosofis dalam zona ilmu hukum baik sebagai sistem
konseptual, sistem norma maupun sistem nilai yang mengikat yang idealnya secara praktis
digunakan pula pada rana empiris.
Pemahaman akan bahasa hukum akan memberi efisiensi dan efektifitas serta validitas
ketika tengah mengkomunikasikan hukum dalam upaya pencapaian tujuan dan fungsi-fungsi
hukum yang dibutuhkan, baik dalam konteks yuridis- normatif maupun dalam konteks
emprisinya. Persyaratan mutlak dalam memahami bahasa hukum dengan baik bagi ilmuan
hukum Indonesia adalah harus memahami bahasa Indonesia dengan baik sebagai media
bahasa hukum, seraya memperkaya diri dengan pemahaman terutama bahasa- bahasa daerah
di Nusantara serta bahasa asing yang telah diadopsi sebagai bahasa hukum Indonesia,
misalnya bahasa Belanda, Perancis, Jerman, Inggris dan bahasa Arab. Perlunya bahasa
hukum Indonesia dipelajari agar pesan-pesan yang dikehendaki hukum dapat diinterpretasi
oleh pengemban kewenangan pelaksana hukum dan dapat pula dimengerti oleh yang
ditujukan hukum itu. Dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Notaris,
7
M. Ikhwan Said, Kajian Semantik Terhadap Produk Tertulis Di Indonesia, Jurnal Mimbar Hukum, Vol.24, No.2, 2012,
hlm.187
8
Nurul Qamar, dkk., Peranan Bahasa Hukum dalam Perumusan Norma Perundang-undangan (Role of Legal Language
in Formulation of Legislation Norms), Jurnal JIKH, Vol. 11 No. 3 November 2017, hlm. 338.

7
pada Pasal 43 ditekankan kepada notaris untuk menggunakan bahasa yang lebih jelas maksud
dan tujuannya agar menghindari permasalahan hukum yang sama di kemudian hari. 9Hal ini
pula untuk menghindari interpretasi bebas, sebab norma hukum cenderung bersifat abstrak,
sehingga perlu dibuat terang, dan apabila diperlukan interpretasi maka harus tepat agar
pesannya dapat dipahami sesuai dengan tujuannya.
Dalam hal ini Bruggink kemudian mengatakan bahwa disamping pembedaan dalam
bahasa lisan dan bahasa tulisan terdapat pembedaan lain berkaitan dengan bahasa. Perbedaan
yang paling mendasar adalah antara bahasa pergaulan (omgangastaal) atau bahasa alamiah
(natuurlijke taal) dan bahasa artifisial (kunstmatige taal) atau bahasa ilmiah
(wetenschappelijke taal).10 Kemudian lahir pertanyaan apakah bahasa hukum dapat
dikualifikasi sebagai bahasa ilmiah atau bahasa pergaulan, mengingat bahwa hukum harus
menjadi bagian integral dalam pergaulan kemasyarakatan. Masih menurut Bruggink, ia
mengatakan bahwa bagi kita menggaris bawahi apakah kita harus mengkualifikasi bahasa
hukum sebagai bahasa pergaulan atau sebagai bahasa ilmiah. Jika hukum positif itu harus
berfungsi dan diaplikasikan di dalam masyarakat, maka hukum positif harus terbuka bagi
para warga masyarakat di mana hukum itu diterapkan. Aturan-aturan dan putusan-putusan
hukum positif dengan demikian harus memperlihatkan pemakaian bahasa yang tidak jauh
dari bahasa pergaulan.
Kendatipun secara faktual bahasa hukum terkesan bersifat bahasa teknikal hukum
yang hanya banyak diketahui dan dipahami oleh ilmuan hukum dan praktisi hukum, namun
tetap hukum itu sendiri harus menjadi pegangan bagi semua lapisan komunitas masyarakat
manusia, sehingga bahasanya pun harus dapat dimengerti. Hukum tidak hanya menjadi
otoritas ahli hukum dan praktisi hukum, akan tetapi menjadi otoritas bagi semua manusia di
tempat mana hukum itu ditujukan berlaku, sebab manusia merupakan subyek hukum dan
pribadi hukum. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Bruggink meyambung bahwa para juris
dalam ilmu mereka telah mengembangkan suatu arsenal (perbendaharaan) definisi yang
relatif banyak pemakaian perkataan-perkataan yang memberikan arti yuridik yang spesifik.
Lebih lanjut, Burggink menjelaskan bahwa bahasa hukum pada prinsipnya masih merupakan
bahasa pergaulan, hanya saja bahasa hukum itu banyak menggunakan perkataan dan
ungkapan yuridik yang khas, sehingga ia tampak merupakan bahasa teknikal tersendiri,
bahkan ada yang memandangnya eksklusif.

b. Bahasa Hukum Indonesia


Menurut Hasil Simposium Bahasa dan Hukum di Medan, pada 25 s/d 27 Nopember
1974 silam, melahirkan definisi bahwa bahasa hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia
yang dipergunakan dalam bidang hukum, mengingat fungsinya mempunyai karakteristik
tersendiri. Ragam bahasa hukum termasuk bahasa resmi. Hal ini disebabkan oleh bahasa
hukum memiliki ciri khusus yang berbeda dengan karakteristik ragam ilmiah lainnya.Bahasa
hukum memiliki karakteristik dalam bahasa resmi. Seperti bahasa dalam Surat keputusan
(SK) sebuah lembaga resmi atau organisasi kemasyarakatan. Contoh lain adalah bahasa yang

9
Chandra Halim, Analisis Penarapan Pasal 31 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kewajiban
Penggunaan Bahasa Indonesia Terhadap Kontrak Internasional Yang Berpedoman Pada Asas-Asas Dalam Hukum
Kontrak (Studi Kasus Putusan Perkara No. 451/Pdt.G/2012/PNJkt.Brt), Premise Law Jurnal, Vol.9, 2015, hlm.13
10
Bruggink. J.J.H, Refleksi tentang Hukum, (Citra Aditya: Jakarta,2009), hlm.11

8
dipakai dalam sebuah undang-undang (bahasa perundang- undangan). 11Sementara menurut
hasil Simposium Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN), pada 25-27 Nopember 1974, di
Medan Prapat, dirumuskan bahwa bahasa hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia yang
digunakan dalam bidang hukum mengingat fungsinya mempunyai karakteristik tersendiri,
oleh karena itu bahasa hukum Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan kaidah-kaidah
bahasa Indonesia. Seperti, penggunaan bahasa hukum Indonesia di bidang hubungan
kontraktuil. “Saya telah menyewa apartemen A”. Kalimat ini, merupakan bahasa hukum, oleh
karena telah melibatkan dua subyek hukum terhadap suatu obyek hukum “sewa menyewa”.
Namun tidak termasuk bahasa hukum dalam hal kalimat : Saya mau mengontrak apartemen
A.
Contoh lain: A telah menandatangani perjanjian kredit pada Bank X. (Bahasa hukum).
A akan menandatangani perjanjian kredit pada Bank X (Bukan bahasa hukum).
Contoh lain: A dan B sedang berperkara di Pengadilan Negeri Makassar (bahasa
hukum). A dan B kemungkinan akan berperkara di Pengadilan Negeri Makassar (bukan
bahasa hukum).
Adapun bahasa hukum yang digunakan di Indonesia adalah bahasa Indonesia yang
mengandung makna-makna dan simbol- simbol hukum baik dalam lalulintas bahasa ilmiah
(wetenschappelijke taal), maupun dalam bahasa pergaulan (omgangastaal). Bahasa hukum
Indonesia memiliki perbendaharaan kata yang cukup pluralistik, sebab dapat bersumber dari
berbagai akar kata dari berbagai bahasa bangsa- bangsa. Misalnya, dari kata bahasa Indonesia
yang berakar dari kata Melayu, dari kata bahasa lokal anak negeri dari berbagai suku asli
bangsa Indonesia, dapat berasal dari kata bahasa Arab, dari kata bahasa-bahasa asing lainnya,
Belanda, Jerman, Perancis dan Inggris.12
Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa bahasa hukum Indonesia, adalah bahasa
Indonesia yang dipergunakan dalam khazana keilmuan hukum dalam arti yang luas, dan
dalam gerak pergaulan hukum. Bahasa hukum Indonesia, diperkaya dengan bahasa- bahasa
yang kata-katanya bersumber dari berbagai bahasa yang telah diserap (diadopsi) ke dalam
kata-kata bahasa Indonesia. Hilman Hadikusuma menjelaskan bahwa terjadinya masukan
istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia sudah berlansung sejak lama, yakni sejak
masuknya agama Hindu dan Islam, demikian juga masuknya orang-orang Eropa terutama
Belanda yang sekian lama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Bahasa hukum adalah
bahasa yang tidak berambiguitas bermakna ganda dan multi interpretasi, melainkan bahasa
hukum adalah bahasa yang mengandung makna kepastian.13
c. Kegunaan Bahasa Hukum
Mempelajari asas-asas dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia bagi kalangan hukum
bertujuan untuk mengatasi kekurangan sempurnaan dalam penggunaan bahasa hukum dalam
11
Muhammad Abdullah, Membangun Kembali “Kesantunan” Bahasa Hukum Dalam Perundnag- Undangan RI, Jurnal
Masalah-Masalah Hukum, Vol.42, No.2, 2013, hlm.362
12
Nurul Qamar, dkk., Peranan Bahasa Hukum dalam Perumusan Norma Perundang-undangan (Role of Legal Language
in Formulation of Legislation Norms), Jurnal JIKH, Vol. 11 No. 3 November 2017, hlm. 344
13
Nurul Qamar, dkk., Peranan Bahasa Hukum dalam Perumusan Norma Perundang-undangan (Role of Legal Language
in Formulation of Legislation Norms), Jurnal JIKH, Vol. 11 No. 3 November 2017, hlm. 345.

9
berbicara atau mengumakakan pendapat tentang hukum, di dalam membuat karangan ilmiah
tentang hukum, aturan hukum, surat pengaduan, tuduhan, kesaksian, tuntutan, pembelaan
keputasaan atau untuk membuat surat-surat perjanjian, aktaakta, surat gugatan, memori
banding, kasasi, putusan, dan sebagainya. Disamping itu harus diperhatikan dan diingat
bahwa bahasa hukum itu memiliki sifat-sifat yang khusus yang bagi orang awam tidak
mudah dipahami. Kekhususan itu ada kalanya menyimpang dari ketentuanketentuan yang
umum dalam bahasa Indonesia, misalnya sebagaimana dikemukakan Soerjono Seokanto,
apabila ada kalimat yang berbunyi “Badu memukul Tatang, maka menurut ketentuan ilmu
bahasa “Badu” Badu adalah subyek, memukul adalah predikat dan “Tatang” adalah
obyek dari kalimat tersebut. Tetapi didalam kalimat ilmu hukum “tatang itu tidak mungkin
menjadi obyek, tetapi ia adalah subyek (hukum) oleh karena ia adalah manusia. Di dalam
ilmu hukum hanyalah benda atau yang bukan subyek hukum yang menjadi obyek hukum”.
Kekhususan lain dari bahasa hukum nampak pada kata-kata atau istilah-istilah
hukumnya, kemudian arti dan tafsirnya yang dapat dilihat dari berbagai segi pandangan
hukum. Mengartikan dan menafsirkan istilah- istilah dan susunan kalimat dalam bentuk
kaidah-kaidah atau dalam bentuk analisa hukum, dasar dan kedudukann hukumnyua dari apa
yang dikemukakan itu merupakan seni hukum tersendiri.
C. Hubungan Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum
Memahami peranan bahasa hukum sebagai bagian penting dalam perumusan norma
perundang – undangan akan memberi efisiensi dan efektivitas serta validitas dalam merumuskan
norma – norma hukum dalam upaya pencapaian tujuan dan fungsi – fungsi hukum. Bahasa dan
hukum merupakan penjelmaan kehidupan manusia dalam masyarakat yang merupakan sebagian pula
dari penjelmaan suatu kebudayaan pada suatu tempat dan waktu. Jadi bahasa menurut Sutan Takdir
Alisjahbana, tidak lain adalah jelmaan dari kehidupan manusia dalam masyarakat, jika masyarakat
tertentu tidak hidup dengan bahasanya maka bahasa itu akan lenyap. Misalnya, pada
keluargakeluarga modern, terdapat kecenderungan tidak lagi menggunakan bahasa daerah di
lingkungan keluarganya, melainkan bahasa Indonesia ataupun mungkin bahasa asing, sehingga dapat
berakibat lenyapnya bahasa daerah.
Kaidah hukum memiliki hubungan yang sangat erat dengan bahasa hukum. Hubungan
tersebut terletak pada bahasa hukum yang terdapat dalam aturan hukum, seperti undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan daerah, bahkan kebijakan-kebijakan pemerintah. Bahasa hukum
tentunya memiliki kekhasan yang sangat melekat pada bunyi dari suatu kaidah hukum dalam
peraturan perundang-undangan.
Dalam menyusun rancangan peraturan perundang-undangan tersebut, bahasa hukum
merupakan suatu hal yang utama karena bahasa hukum harus dapat memberikan kejelasan dari setiap
pasal yang tercantum dalam aturan tersebut. Kejelasan ini akan menimbulkan kepastian terhadap
pengertian yang diberikan oleh aturan tersebut. Dengan demikian, suatu aturan itu tidak
menimbulkan banyak penafsiran. Apalagi penafsiran yang jauh menyimpang dari yang dimaksudkan
oleh aturan tersebut. Sehingga dengan menggunakan bahasa hukum yang baik maka suatu aturan
akan dapat memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat.
Melalui pengertian atau proposisi yang benar maka aturan hukum akan dapat dimengerti
dengan mudah oleh masyarakat. Proposisi adalah suatu pernyataan yang terdiri dari satu atau lebih
dari satu konsep atau variabel (hubungan yang logis antara dua konsep).

10
Teori ilmiah adalah hipotesis yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Hukum adalah
pernyataan yang menyatakan hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih. Prinsip adalah
pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu
menjelaskan kejadian yang terjadi.
Hubungan antara kaidah hukum dengan bahasa hukum terletak pada penyusunan rancangan
peraturan perundang-undangan, bahasa hukum merupakan suatu hal yang utama karena bahasa
hukum harus dapat memberikan kejelasan dari setiap pasal yang tercantum dalam aturan tersebut.
Kejelasan ini akan menimbulkan kepastian terhadap pengertian yang diberikan oleh aturan tersebut.
Dengan demikian, suatu aturan itu tidak menimbulkan banyak penafsiran. Apalagi penafsiran yang
jauh menyimpang dari yang dimaksudkan oleh aturan tersebut. Sehingga dengan menggunakan
bahasa hukum yang baik maka suatu aturan akan dapat memberikan kepastian hukum terhadap
masyarakat.

11
BAB III

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Hukum sebagaimana kaidah atau norma lain berisi pedoman berperilaku bagi anggota
masyarakat dalam menghadapi situasi sosial tertentu. Kaidah hukum mengatur masyarakat bersama –
sama dengan bekerjanya kaidah – kaidah lain sehingga terbuka kemungkinan hubungan antar kaidah
hukum dengan kaidah lain. Untuk mendukung efektivitas bekerjanya hukum hendaknya hubungan
tersebut adalah hubungan yang bersifat saling menguatkan dalam arti kaidah hukum mendapat
dukungan kaidah lain. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa kaidah hukum dapat mengambil alih dan
menggantikan kaidah – kaidah lain dengan merumuskan substansi kaidah lain menjadi kaidah
hukum.
Proses pembentukan kaidah hukum harus mempertimbangkan dua hal yang akan
mempengaruhi corak tata hukum, yaitu faktor kesadaran hukum dan faktor politik hukum. Setiap
proses pembentukan hukum harus berusaha mencari keseimbangan dalam tarik menarik antara dua
faktor tersebut. Keseimbangan bersifat kasusitis dan faktual tidak dapat ditetapkan secara sama untuk
setiap bidang di setiap waktu dan tempat. Sejalan dengan itu proses pembentukan hukum harus
secara bersama – sama dan sekaligus mempertimbangkan pendekatan kontrol sosial dan pendekatan
rekayasa sosial. Secara ideal pada akhirnya proses pembentukan hukum diharapkan dapat
menciptakan tata hukum responsif.
Memahami peranan bahasa hukum sebagai bagian penting dalam perumusan norma
perundang-undangan akan memberi efisiensi dan efektifitas serta validitas dalam merumuskan
norma-norma hukum dalam upaya pencapaian tujuan dan fungsi-fungsi hukum, Sehingga untuk
mewujudkan hal tersebut, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah memahami bahasa hukum
dengan baik bagi ilmuan hukum Indonesia, dengan pemahaman bahasa Indonesia dengan baik
sebagai media bahasa hukum, seraya memperkaya diri dengan pemahaman terutama bahasa-bahasa
lokal di Nusantara, dan bahasa asing yang telah diserap sebagai bahasa hukum Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA
Bruggink J.J.H., Refleksi tentang Hukum, terjemahan oleh Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1995.
Daniel S Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1990
Suadamara Ananda, Tentang Kaidah Hukum, Jurnal Hukum Pro Justitia, 2008
Sri Mulyani, Penyelesaian Perkara Tindak Pidana dengan Ringan Menurut Undang – Undang
dalam Perspektif Restrotatif Justice, 2016
Nurul Qamar, dkk., Peranan Bahasa Hukum dalam Perumusan Norma Perundang-undangan
(Role of Legal Language in Formulation of Legislation Norms),
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogjakarta, 1995

13

Anda mungkin juga menyukai