Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN DI INDONESIA

Disusun Oleh:

1. Alvaro Agustiano

2. Dimas Restu Anggara Putra

3. Ghaida Na’ilatul Muthmainnah

4. Irfan Hafis

5. Kahfi Raka Kurniawan

6. Septya Ramadhani

7. Zakiyah Tsaniyah Siregar

Guru Pembimbing:

Dr. H. Kandi Yunus, M. Pd

MADRASAH ALIYAH NEGERI 16 JAKARTA


2023/2024
1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada penulis, sehingga makalah yang berjudul “SISTEM HUKUM DAN
PERADILAN DI INDONESIA” dapat terselesaikan dengan baik.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata pelajaran
PPKn. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang sistem
hukum dan peradilan di Indonesia untuk pembaca maupun penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR. H. Kandi Yunus, M.Pd, selaku guru yang
telah memberikan tugas ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan maupun isi masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifat-sifatnya
membangun sangat penulis harapkan, demi untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua, dan
akhirnya makalah ini walaupun sederhana mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 28 November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................... 1

Daftar Isi ................................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan .................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 5

1.3Tujuan .................................................................................................................. 5

Bab II Pembahasan ................................................................................................... 6

2.1 Sistem Hukum di Indonesia ................................................................................ 6

2.2 Sistem Peradilan di Indonesia ............................................................................ 11

Penutup ..................................................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sejarah dan keberagaman, memiliki sistem hukum
dan peradilan yang mencerminkan perjalanan panjangnya menuju kemerdekaan dan
pembangunan. Sejarah kolonialisme yang panjang, terutama di bawah pemerintahan Belanda,
memainkan peran signifikan dalam pembentukan fondasi hukum Indonesia. Proses transisi
menuju kemerdekaan membawa tantangan besar untuk menyusun sistem hukum yang
mencerminkan nilai-nilai dan aspirasi nasional.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia berusaha membangun fondasi
hukum yang sesuai dengan semangat kemerdekaannya. Pembentukan Undang-Undang Dasar
1945 sebagai landasan konstitusional memberikan ciri khas tersendiri bagi sistem hukum
Indonesia. Proses ini juga mencerminkan semangat inklusivitas, dengan pengakuan dan
integrasi nilai-nilai hukum adat, Islam, dan Barat.

Sistem hukum Indonesia pada dasarnya bersifat campuran, mencakup hukum adat, hukum
agama, dan hukum umum. Keberagaman kultural, agama, dan suku bangsa di Indonesia
menciptakan dinamika unik dalam penyusunan dan pelaksanaan hukum. Hal ini tercermin
dalam keberadaan peradilan umum, agama, dan tata cara hukum adat yang berkembang di
berbagai daerah.

Sejak masa Reformasi pada tahun 1998, Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam
upaya meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan independensi sistem hukum dan
peradilan. Reformasi hukum telah menjadi salah satu pilar penting dalam memperkuat
demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia.

Namun, perjalanan menuju sistem hukum yang lebih baik tidak lepas dari tantangan.
Keragaman budaya dan nilai-nilai di Indonesia memerlukan pendekatan yang bijaksana
dalam menyusun kebijakan hukum yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Selain itu,
hubungan antara hukum dan agama, khususnya Islam, tetap menjadi isu yang perlu
diperhatikan dalam konteks keadilan dan pluralisme.

4
Dalam konteks globalisasi, Indonesia juga dihadapkan pada tuntutan untuk menyelaraskan
sistem hukumnya dengan perkembangan hukum internasional. Keseimbangan antara
kepentingan nasional dan komitmen global menjadi bagian integral dari diskusi mengenai
sistem hukum dan peradilan di Indonesia.

Melalui makalah ini, kami akan menggali lebih dalam mengenai dinamika, perkembangan,
dan tantangan yang dihadapi oleh sistem hukum dan peradilan di Indonesia. Dengan
memahami konteks ini, diharapkan dapat muncul solusi-solusi konstruktif untuk memperkuat
sistem hukum yang berkeadilan dan berdaya saing.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Undang-Undang Dasar 1945 mencerminkan nilai-nilai kemerdekaan dan


bagaimana implementasinya dalam perkembangan sistem hukum Indonesia?
2. Sejauh mana dinamika sistem hukum campuran di Indonesia (hukum adat, hukum
agama, dan hukum umum) mencerminkan keberagaman budaya dan nilai-nilai
nasional?
3. Sejauh mana Reformasi Hukum 1998 telah berhasil meningkatkan transparansi,
akuntabilitas, dan independensi dalam sistem peradilan Indonesia?
4. Bagaimana hubungan antara sistem hukum dan nilai-nilai agama, terutama Islam,
mempengaruhi proses peradilan dan penegakan hukum di Indonesia?
5. Apa saja tantangan utama yang dihadapi oleh sistem hukum dan peradilan Indonesia
dalam menangani keberagaman budaya dan suku bangsa?
6. Bagaimana dampak globalisasi memengaruhi pembentukan dan pelaksanaan hukum
di Indonesia, dan sejauh mana negara mampu mempertahankan kedaulatan
hukumnya?

1.3 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang sistem
hukum dan peradilan di Indonesia, dengan fokus pada sejarah, perkembangan, dan tantangan
yang dihadapi olehnya.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Hukum di Indonesia

Hukum adalah suatu peraturan yang ada di negara yang memiliki sifat yang mengikat dan
(memula pada setup warganegan di negara mematuhinya Hukumnya merupakan suatu bagian
dari norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yaitu sering disebut dengan narma
hukum. Selain norma hukum, masyarakat kita juga mengenal beberapa norma seperti norma
agama, kesusilaan, serta norma kesopanan. Namun norma hukum berbeda dengan norma
lainnya hal tersebut karena norma hukum memiliki sanksi yang tegas dan langsung mengikat
jika dibandingkan dengan jenis norma lainnya. Selain itu norma hukum juga memiliki
hubungan yang erat dengan sistem hukum

1. Makna dan Karakteristik Hukum

Hukum dapat diartikan sebagai sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang
dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya ber- fungsi
untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sankai bagi
pelanggarnya. Pada dasarnya hukum memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

a. Berbentuk Peraturan
Peraturan adalah rumusan dari kaldah/patokan atau ukuran untuk bersikap atau
bertindak di dalam pergaulan hidup manusia, tentang apa yang seharusnya atau tidak
seharusnya dilakukan.
b. Peraturan itu Dapat Tertulis Maupun Tidak Tertulis
Salah satu contoh peraturan tertulis adalah UU (peraturan tertulis maksudnya segala
aturan-aturan yang secara tertulis disahkan dan diberlakukan sebagai aturan resmi
urituk masyarakat oleh pemerintah) dan untuk peraturan tidak tertulis contohnya
hukum adat yang ada di berbagai daerah (hukum adat walaupun tidak tertulis masih
tetap dipatuhi oleh masyarakat sebab sudah menjadi kebiasaan dan merupakan tradisi
turun temurun oleh sebab itu memiliki sifat dan kekuatan sebagai kaidah).
c. Bersifat Memaksa atau Berlakunya Dapat Dipaksakan

6
Hukum memiliki sifat memaksa artinya yaitu mau tidak mau hukum harus dipatuhi
oleh semua pihak, sebab jika melanggar akan diberi sanksi.
d. Paksaan Harus Dilakukan dengan Bantuan Alat-Alat Perlengkapan Negara
Hukum diberlakukan dengan bantuan dari alat-alat perlengkapan negara seperti polisi,
jaksa, dan pengadilan.

2. Penggolongan Hukum

a. Berdasarkan Bentuknya

1) Hukum tertulis, dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.


a. Hukum fertulis yang dikodifikasikani, yakni hukum yang disusun lengkap,
sistema tis, teratur serta dibukukan, sehingga tidak lagi diperlukan peraturan
pelaksanaan Contoh hukum tertulis yang dikodifikasikan misalnya KUH
Pidana, KUH Perdata dan KUH Dagang.
b. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yakni hukum yang walaupun
tertulis, akan tapi tidak disusun dengan sistematis, tidak lengkap, dan masih
terpisah-pisah. Oleh karena itu hukum ini sering masih memerlukan peraturan
pelaksanaan di dalam penerapannya. Contoh undang-undang, peraturan
pemerintah dan keputusan presiden.
2) Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan
masyarakat tertentu (hukum adat).

b. Berdasarkan Sumbernya

1) Hukum undang-undang, yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan perundang


undangan.
2) Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang berlaku di dalam peraturan-peraturan atau
kebiasaan.
3) Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara melalui suatu
perjanjian antarnegara (traktat)
4) Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang muncul karena adanya keputusan hakim.

c. Berdasarkan Waktu Berlakunya

1) lus constitutum (hukum positif), adalah hukum yang berlaku sekarang dan hanya bagi
suatu masyarakat tertentu saja di dalam daerah tertentu. Contohnya Undang-Undang

7
Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia
2) lus constituendum (hukum negatif), adalah hukum yang diharapkan dapat berlaku
pada waktu yang akan datang Misalnya Rancangan Undang-Undang (RUU).

d. Berdasarkan Pribadi dan Diaturnya

1) Hukum satu golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku hanya bagi golongan
tertentu saja.
2) Hukum semua golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku bagi semua
golongan
3) Hukum antargolongan, yaitu hukum yang mengatur dua orang atau lebih yang
masing-masingnya tunduk pada hukum yang berbeda.

e. Berdasarkan Isinya

1) Hukum publik, adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan
individu atau warga negaranya, yang menyangkut tentang kepentingan umum atau
publik. Hukum publik dapat dibagi lagi ke dalam beberapa hukum sebagai berikut.
a. Hukum pidana, yang mengatur terkait pelanggaran dan kejahatan, serta
memuat larangan dan sanksi.
b. Hukum tata negara, yang mengatur terkait hubungan antara negara dengan
bagian-bagiannya.
c. Hukum tata usaha negara (administratif), yang mengatur tentang tugas dan ke
wajiban para pejabat negara.
d. Hukum internasional, yang mengatur terkait hubungan antarnegara, seperti
hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan sejenisnya.

2) Hukum privat (sipil), yakni hukum yang berguna untuk mengatur hubungan antara
individu satu dengan individu lainnya, termasuk negara sebagai pribadi. Hukum privat
dapat dibagi lagi dalam beberapa jenis hukum sebagai berikut.

a. Hukum perdata, yakni hukum yang mengatur hubungan antarindividu secara umum.
Contoh hukum perdata seperti hukum keluarga, hukum perjanjian, hukum kekayaan,
hukum waris, dan hukum perkawinan.

8
b. Hukum perniagaan (dagang), yakni hukum yang mengatur hubungan antar individu di
dalam kegiatan perdagangan. Contoh hukum dagang yakni hukum tentang jual beli, utang
piutang, hukum untuk mendirikan perusahaan dagang dan sebagainya.

f. Berdasarkan Tempat Berlakunya

1) Hukum nasional yaitu hukum yang berlaku hanya satu negara saja maka disebut
sebagai hukum nasional.
2) Hukum internasional yaitu hukum yang memiliki cakupan dan mengatur hubungan
antarnegara dalam lingkup internasional.
3) Hukum asing, yaitu tatanan hukum yang dapat berlaku dalam satu negara lain.

g. Berdasarkan Cara Mempertahankannya

1) Hukum material, adalah hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat
yang berlaku secara umum mengenai hal-hal yang dilarang serta hal-hal yang diboleh
kan untuk dilakukan. Contohnya hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang, dan
sebagainya
2) Hukum formal, adalah hukum yang mengatur tentang cara mempertahankan dan
melaksanakan hukum material. Contohnya Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum
Acara Perdata, dan sebagainya.

h. Berdasarkan Sifatnya

1) Hukum yang memaksa, adalah hukum yang diterapkan dalam keadaan bagaimana
pun, harus, dan mempunyai paksaan yang mutlak Contoh, hukuman bagi orang yang
melakukan pembunuhan, maka sankainya secara paksa wajib untuk dilaksanakan.
2) Hukum yang mengatur, adalah hukum yang dapat dikesampingkan ketika pihak-pihak
yang bersangkutan telah membuat peraturan tersendiri berupa suatu perjanjian.
Dengan kata lain, hukum ini mengatur hubungan antarındividu yang baru dapat
diberlakukan bila yang bersangkutan tidak menggunakan alternatif lain yang
dimungkinkan oleh hukum (undang-undang) Contoh ketentuan dalam pewarisan ab
intestato (pewarisan berdasarkan undang-undang), yang baru memungkinkan untuk
dilaksanakan jika tidak terdapat surat wasiat (testamen).

i. Berdasarkan Wujudnya

9
1) Hukum objektif, adalah hukum yang mengatur tentang hubungan antara dua
orang atau lebih yang berlaku umum. Dalam artian, hukum di dalam suatu
negara ini berlaku secara umum dan tidak mengenai terhadap orang atau
golongan tertentu saja.
2) Hukum subjektif, yakni hukum yang muncul dari hukum objektif dan berlaku
terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif ini juga sering disebut sebagai
hak.

Rumusan tujuan hukum menurut beberapa pakar hukum sebagai berikut.

a. Apeldoorn

Tujuan hukum menurut Apeldoorn dalam bukunya berjudul Inleiden tot de studie von het
Nederlandse recht menyatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib dalam
masyarakat secara damai dan adil.

b. Aristoteles

Tujuan hukum menurut Aristoteles yang tertulis di dalam bukunya Rhetorica menye- butkan
bahwa, tujuan hukum adalah menghendaki semata-mata dan isi dari hukum yang ditentukan
oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil.

c. Jeremy Bentham

Jeremy Bentham menulis di dalam bukunya Introduction to the morals and legislation
menyatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata agar dapat berfaedah bagi orang.

d. Wirjono Prodjodikoro

Wirjono Prodjodikoro menyebut dalam bukunya Perbuatan Melanggar Hukum, bahwa tujuan
hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam
masyarakat.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan hukum
adalah memenuhi rasa keadilan, membawa kemanfaatan bagi masyarakat, dan harus mampu
menjamin kepastian hukum.

10
2.2 Sistem Peradilan di Indonesia

Sistem peradilan nasional diartikan sebagai suatu keseluruhan komponen peradilan nasio nal
yang meliputi pihak-pihak dalam peliki peradilan, maupun aspek-aspek yang bersifat
prosedural dan saling berseradien hierkup sehingga terwujud keadilan hukum

1. Makna Lembaga Peradilan Lembaga peradilan (pengadilan) adalah badan atau organ yang
melaksanakan peradilan. Peradilan adalah tugas atau fungsi yang dijalankan oleh pengadilan
(lembaga peradilan) Lembaga peradilan mempunyai tugas menjalankan peradilan dengan
seadil-adilnya. Tugas pokok badan-badan peradilan adalah menerima, memeriksa, dan
mengadili serta menyelesai kan setiap perkara yang melanggar hukum dan diajukan
kepadanya.

2. Dasar Hukum Lembaga Peradilan di Indonesia

Dasar hukum peradilan nasional sebagai berikut.

a. Pasal 1 ayat 3 UUD 1945: menegaskan bahwa kekuasaan negara dijalankan


atas dasar hukum yang baik dan adil.
b. Pasal 24 ayat 1 UUD 1945: menegaskan kekuasaan kehakiman harus bebas
dari campur tangan kekuasaan lainnya.
c. Pasal 24 ayat 2 UUD 1945: menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman
dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di
bawahnya.
d. Pasal 24 B UUD 1945: mengatur bahwa suatu lembaga baru yang berkaitan
dengan penyelanggaran kekuasaan kehakiman.
e. UU No.14 tahun 1970: ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.

3. Klasifikasi Lembaga Peradilan

Pada pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 mengmai kekaan kehakiman


menjelaskan bahira "Kekumaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan
Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dari penjelasan tersebut, berikut klasifikasi lembaga
peradilan yang ada di Indonesia

a Lembaga Peradilan di Bawah Mahkamah Agung

11
Berikut lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung .

1) Peradilan Umum, meliputi sebagai berikut

a) Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.


b) Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibu kota provinel

2) Peradilan Agama, meliputi sebagai berikut.

a) Pengadilan Tinggi Agama


b) Pengadilan Negeri Agama

3) Peradilan Militer ferdiri sebagai berikut

a) Pengadilan Militer Utama


b) Pengadilan Militer Tinggi
c) Pengadilan Militer
d) Pengadilan Militer
e) Pengadilan Militer Pertempuran

4) Peradilan Tata Usala Negara terdiri sebagai berikut 4

a) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara


b) Pengadilan Tata Usaha Negara

b. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekua saan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Hakim MK terdiri atas sembilan orang yang terdiri dari ketua, wakil ketua, dan
anggota. Sesuai Undang-Undang Dasar 1945 yang selanjutnya disahkan menurut Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003.

4. Perangkat Lembaga Peradilan

a. Peradilan Umum

Peradilan Umum adalah salah satu pelaku penguasaan bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya. Adapun kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksana kan
sebagai berikut

12
1) Pengadilan Negeri

Pengadilan Negeri kedudukannya di kota madya atau di ibu kota kabupaten, adapun susunan
pengadilan negeri terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita.
Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, me- mutuskan, dan menyelesaikan
perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Pengadilan Negeri berwenang sebagai berikut.

a) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada


tingkat pertama.
b) Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat hukum kepada instansi
pemerintah di wilayahnya jika diminta.
c) Melalui ketuanya, wajib mengawasi pekerjaan penasihat hukum dan notaris di
wilayah hukumnya serta melaporkan hasil pengawasannya kepada ketua Peng-
adilan Negeri, ketua Mahkamah Agung, dan menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya mencakup jabatan notaris.

2) Pengadilan Tinggi

Merupakan pengadilan tinggi banding yang berkedudukan di bukota Provins dan daerah yang
hukumnya tinggi banding yang berksi. Susunan Pengadilan meliputi Pimpinan, Hakinya
Aneliputi wilayah, dan Sekretaris. Adapun tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi sebagai
berikut.

a) Mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding


b) Mengadili di tingkat pertama terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili
antar pengadilan negeri di wilayah hukumnya.
c) Menjaga jalannya pengadilan di tingkat Pengadilan Negeri agar peradilan
diselenggarakan dengan saksama dan sewajarnya. d) Memberikan keterangan,
pertimbangan dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerintah bila diminta.
d) Tugas atau kewenangan berdasarkan undang-undang.
Ketua pengadilan juga bertugas mengadakan pengawasan pelaksanaan tugas da
tingkah laku hakim, panitera, sekretaris, dan juru sita di daerah hukumnya.

b. Peradilan Agama

13
Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bag rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yan diatur dalam
Undang-Undang. Pengadilan Agama berwenang memeriksa, memutus, da menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragam Islam di bidang
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan ekonom syariah. Dalam
lingkungan Peradilan Agama, kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi
Agama dan Pengadilan Negeri Agama.

1) Pengadilan Tinggi Agama

Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan


Agama sebagai pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibu kota provinsi.
Pengadilan Tinggi Agama berwenang sebagai berikut.

a) Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama tingkat banding.

b) Mengadili Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa antar Pengadilan


Agama di daerah hukumnya.

2) Pengadilan Negeri Agama

Pengadilan Negeri Agama atau yang biasa disebut Pengadilan Agama merupakar sebuah
lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten
atau kota.

C. Peradilan Militer

Peradilan Militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatar


Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan
penyelenggara pertahanan keamanan negara. Peradilan Militer diatur dalam Undang- Undang
RI Nomor 31 Tahun 1997. Dalam undang-undang tersebut, yang dimaksud de ngan
pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungar Peradilan
Militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilar Militer
Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.

Berikut peran lingkungan Peradilan Militer.

14
1) Pengadilan Militer berwenang memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara
pidana yang terdakwanya adalah prajurit, yang berpangkat kapten ke bawah. 2) Pengadilan
Militer Tinggi berwenang sebagai berikut.

a) Memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit atau salah
satu prajuritnya berpangkat mayor ke atas.
b) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara angkatan
bersenjata.
c) Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh
Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.

2) Pengadilan Militer Tinggi berwenang sebagai berikut.

a) Memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah


prajurit atau salah satu prajuritnya berpangkat mayor ke atas.
b) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Negara angkatan bersenjata.
c) Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang
telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang
dimintakan banding.

3) Pengadilan Militer Utama berwenang sebagai berikut.

a) Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata
Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Peng- adilan
Militer Tinggi yang diminta akan banding.
b) Memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa wewenang meng- adili
antara Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer
Tinggi yang berlainan; antar Pengadilan Militer Tinggi; dan antar Pengadilan Militer
Tinggi; dan Pengadilan Militer.
c) Memutus perbedaan pendapat antara perwira penyerah perkara dan oditur tentang
diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Militer atau pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

d. Peradilan Tata Usaha Negara

15
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata
Usaha Negara. Kekuasaan Kehakiman pada Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tata Usaha Negara.

1) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara pada tingkat banding yang berkedudukan di ibu kota provinsi.
Susunan pengadilan terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris; dan
pemimpin pengadilan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang:

a) memeriksa dan memutuskan sengketa Tata Usaha Negara di tingkat


banding;

b) memeriksa dan memutuskan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha


Negara di dalam daerah hukumnya;

c) memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa


Tata Usaha Negara.

2) Pengadilan Tata Usaha Negara

Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkung- an


Peradilan Tata Usaha Negara pada tingkat pertama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten
atau kota.

e. Mahkamah Konstitusi

Salah satu lembaga tinggi negara yang melakukan kekuasaan kehakiman (bersama
Mahkamah Agung) yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Susunan MK terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang
wakil ketua merangkap anggota, serta 7 orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
dengan keputusan presiden. Hakim konstitusi harus memiliki syarat: memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela; adil; dan negarawan yang menguasai konstitusi
ketatanegaraan. Berikut peranan Mahkamah Konstitusi.

1) Menguji UU terhadap UUD.

16
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD.
3) Memutus pembubaran partai politik.
4) Memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.

5. Tingkatan Lembaga Peradilan

Lembaga-lembaga peradilan di Indonesia memiliki tingkatan sesuai dengan peran fungsinya.


Berikut tingkatan lembaga peradilan di Indonesia.

a. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)

Pengadilan tingkat pertama yang dibentuk oleh Menteri Kehakiman dengan pers juan
Mahkamah Agung yang mempunyai kekuasaan hukum pengadilan yang melip satu
Kabupaten/Kota. Fungsi Pengadilan Tingkat Pertama adalah memeriksa menge sah atau
tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan kepada tersan keluarganya atau
kuasanya kepada Ketua Pengadilan dengan menyebutkan alas alasannya. Tugas dan
wewenang Pengadilan Negeri ialah memeriksa, memutus, dan nyelesaikan perkara pidana
dan perdata di tingkat pertama. Hal-hal lain yang menjadi tugas dan kewenangannya sebagai
berikut.

1) Menyatakan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian


penyelidika atau penghentian tuntutan.
2) Tentang ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
3) Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada
instar pemerintah di daerahnya, apabila diminta.
4) Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim,
paniten sekretaris dan juru sita di daerah hukumnya.
5) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan menjaga agar peradil
diselenggarakan dengan saksama dan sewajarnya.
6) Memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu dengan
tid mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
7) Melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah hukumnya dan
melapork hasil pengawasannya kepada ketua Pengadilan Tinggi, ketua

17
Mahkamah Agung d menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
jabatan notaris.

b. Pengadilan Tingkat Kedua

Pengadilan tingkat kedua disebut juga dengan Pengadilan Tinggi yang dibentuk berdasarkan
undang-undang. Daerah hukum Pengadilan Tinggi umumnya meliputi satu
provinsi.Pengadilan Tinggi sering mendapat julukan Pengadilan Tingkat Banding.

1. ) Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua

Adapun wewenang Pengadilan Tingkat Kedua sebagai berikut.

a) Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah


hukumnya yang dimintakan banding.
b) Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan
surat- surat untuk diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan dan
kerajinan para hakim.

2) Fungsi Pengadilan Tingkat Kedua

Adapun fungsi pengadilan tingkat kedua sebagai berikut.

a) Menjadi pemimpin bagi pengadilan-pengadilan negeri di dalam daerah huku


nya.
b) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukumr
dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan saksama dan
sewajarnya
c) Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di daer
hukumnya.
d) Guna kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat memberi
pering tan teguran dan petunjuk yang dipandang perlu kepada Pengadilan
Negeri dala daerah hukumnya.

c. Kasasi oleh Mahkamah Agung

Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah lembaga tinggi negara dalam sister
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama sama
dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekua saan

18
lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, dan lingkungan Per Adilan Tata
Usaha Negara. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena beberapa hal sebagai berikut.

1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.


2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangar yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan

C. Sikap yang Sesuai dengan Ketentuan Hukum

Sikap yang mendukung ketentuan hukum sebagai berikut.

1. Sikap Terbuka

Sikap terbuka, merupakan sikap yang secara internal adanya keinginan bagi setiap warg
negara untuk membuka diri dalam memahami hukum yang berlaku di dalam masyaraka
Sikap terbuka dalam memahami ketentuan hukum yang berlaku, dapat mencakup hal-ha
berikut.

a. Sanggup menyatakan suatu ketentuan hukum adalah benar atau


salah.
b. Mau mengatakan apa adanya benar atau salah.
c. Berupaya selalu jujur dalam memahami ketentuan hukum. d.
Berupaya untuk tidak menutup-nutupi kesalahan.

2. Sikap Objektif/Rasional

Bersikap objektif atau rasional, merupakan sikap yang ditunjukkan oleh seseorang dalar
memahami ketentuan-ketentuan hukum dikembalikan pada data, fakta dan dapat diterim oleh
akal sehat. Beberapa contoh sikap objektif yang dapat ditunjukkan antara lain:

d. mampu menyatakan/menunjukkan bahwa suatu ketentuan hukum


benar atau salah dengan argumentasi yang baik;
e. sanggup menyatakan ya atau tidak untuk suatu pelaksanaan
ketentuan hukum dengan segala konsekuensinya;

19
f. mampu memberi penjelasan yang netral dan dapat diterima akal
sehat bahwa suatu pelaksanaan ketentuan hukum benar atau salah;
g. sanggup menyatakan kekurangan atau kelemahannya jika orang lain
lebih baik; e. menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan,
keahlian atau profesinya.

3. Sikap Mengutamakan Kepentingan Umum

Dalam pelaksanaan ketentuan hukum, sikap mengutamakan kepentingan umum dapat dilihat
pada beberapa contoh berikut ini.

a. Merelakan tanah atau bangunan diambil oleh pemerintah untuk kepentingan sarana
jalan atau jembatan.
b. Memberikan jalan kepada orang lain untuk lebih dahulu menyeberang atau
melewatinya.
c. Memberi tempat/pertolongan kepada orang lain yang sangat membutuhkan.
d. Memenuhi tugas yang diberikan oleh atasan atau guru di sekolah sesuai dengan
kesepakatan.
e. Membayar pajak (bumi dan bangunan, kendaraan, perusahaan, dan lain-lain) berusaha
tepat waktu.

20
PENUTUP

Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat mengatur dan memaksa tingkah laku nusia
dalam lingkungan kehidupan masyarakat dan dibuat oleh pihak-pihak yang berwenang demi
tercapainya ketertiban dan keadilan. Sistem hukum nasional adalah keseluruhan unsur-unsur
hukum nasional yang saling terkaitguna mencapai tatanan sosial yang berkeadilan.

Karakteristik hukum: berbentuk peraturan, peraturan itu dapat tertulis maupun tidak tert
bersifat memaksa atau berlakunya dapat dipaksakan, dan paksaan harus dilakukan der
bantuan alat-alat perlengkapan negara. Dasar hukum peradilan nasional sebagai berikut Pasal
1 ayat 3 UUD 1945, Pasal 24 ayat 1 U 1945, Pasal 24 ayat 2 UUD 1945, Pasal 24 B UUD
1945, dan UU No.14 tahun 1970.

21

Anda mungkin juga menyukai