Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PANCASILA

“Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan Nilai


Keadilan pada Penegakan Hukum dan Pembagian Ekonomi pada
Masyarakat Indonesia”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5

Rahman Jusuf (841421047)


Bunga Aprilia (841421046)
Angraini Nani (841421100)
Mutia C. Ima (841421124)
Niwayan Widiani (841421129)
Klaudiya Ras Huwolo (841421132)
Siti Rahmah H. Djafar (841421147)

Dosen Pengampu : Roni Lukum, S.Pd., M.Sc.

KELAS C
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nyalah sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan tugas makalah dengan judul
“Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan Nilai Keadilan pada
Penegakan Hukum dan Pembagian Ekonomi pada Masyarakat Indonesia” tepat waktu.
Sholawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya. Semoga curahan Rahmatnya akan tersampai
kepada kita yang masih mengikuti ajaran-ajaran beliau.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
"Pancasila". Kami Ucapkan Terima kasih kepada Dosen Pengajar Roni Lukum, S.Pd., M.Sc.
yang telah memberikan tugas makalah ini, sehingga kami bisa menambah wawasan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada
bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan
makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat sebanyak-
banyaknya bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca, semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.

Gorontalo, 27 Maret 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

A. Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan Nilai Keadilan pada


Penegakan Hukum.................................................................................................................. 3

B. Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan Nilai Keadilan pada


Pembagian Ekonomi pada Masyarakat Indonesia. ................................................................. 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 12

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 12

B. Saran ............................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai sebuah negara hukum, seharusnya hukum ditegakkan.
Berbagai aturan hukum dibuat, untuk ditaati dan diimplementasikan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi pada kenyataannya, aturan hukum
tersebut seringkali dilanggar, bahkan oleh aparat penegak hukum dan pembentuk hukum
itu sendiri. Kita dapat menyaksikan berapa banyak aparat penegak hukum (polisi, hakim,
jaksa, advokad)dalam menangani perkara melakukan perbuatan tercela seperti penyuapan,
transaksi perkara, calo perkara, jual beli putusan, makelar kasus, dan sebagainya. Begitu
juga dengan anggota DPR sebagai pembentuk hukum ada beberapa yang terjerat kasus
korupsi ataupun melakukan pelanggaran hukum yang lain.
Adanya aparat penegak hukum dan pembentuk hukum yang melakukan pelanggaran
hukum mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat
penegak hukum dan pembentuk hukum itu sendiri. Salah satu implikasinya adalah
terjadinya tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat dalam menghadapi suatu tindak
pidana.
Hukum yang pada mulanya diharapkan menjadi tiang penyangga dan alat untuk
membangun kehidupan yang memberikan rasa keadilan dan kepastian di dalam kehidupan
masyarakat, masih dirasakan tumpul dalam meneyelesaikan kasuskasus hukum yang
terjadi, termasuk kasus korupsi. Pada kenyataannya sampai saat ini, pembangunan hukum
negara kita terjebak pada ironi, yaitu pertama, Indonesia diketahui secara internasional
merupakan salah satu negara paling korup di dunia, tetapi kenyataannya jarang koruptor
yang dapat dijerat dengan hukum. Kedua, secara konstitusional Indonesia telah
menetapkan sebagai negara hukum, tetapi dalam kenyataannya hukum tidak dapat
ditegakkan dengan baik atau tidak pernah supreme sebagaimana yang diharapkan. Peran
hukum dalam reformasi saat ini masih sangat lemah dan tidak menunjukkan kinerjanya
yang efektif. (Moh. Mahfud MD, 2010: 178) Oleh karena itu, kita harus melakukan
pembenahan terhadap sistem hukum kita, terutama pembenahan pada aspek penegakan
hukumnya.
Perwujudan keadilan dan keadilan sosial dalam Negara hukum merupakan unsur
utama, mendasar, sekaligus unsur yang paling rumit, luas, struktural dan abstrak. Kondisi

1
ini karena konsep keadilan dan keadilan sosial, terkandung didalamnya makna
perlindungan hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, kesejahteraan
umum, serta asas proporsionalitas antara kepentingan individu, kepentingan sosial dan
negara. Keadilan dan keadilan sosial tidak selalu dapat dilahirkan dari rasionalitas, tetapi
juga ditentukan oleh atmosfir sosial yang dipengaruhi oleh tata nilai dan norma lain dalam
masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagimana Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan Nilai
Keadilan pada Penegakan Hukum?
2. Bagaimana Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan Nilai
Keadilan pada Pembagian Ekonomi pada Masyarakat Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan
Nilai Keadilan pada Penegakan Hukum.
2. Untuk Mengetahui Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan
Nilai Keadilan pada Pembagian Ekonomi pada Masyarakat Indonesia.

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan Nilai Keadilan


pada Penegakan Hukum.
Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum
dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas dan
wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum menurut proporsi ruang
lingkup masing-masing, serta didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung
tujuan yang hendak dicapai.
Tingkat perkembangan masyarakat tempat hukum diberlakukan mempengaruhi pola
penegakan hukum, karena dalam masyarakat modern yang bersifat rasional dan memiliki
tingkat spesialisasi dan differensiasi yang tinggi penggorganisasian penegak hukumnya
juga semakin kompleks dan sangat birokratis.
Kajian secara sistematis terhadap penegakan hukum dan keadilan secara teoritis
dinyatakan efektif apabila 5 pilar hukum berjalan baik yakni: instrument hukumnya,aparat
penegak hukumnya, faktor warga masyarakatnya yang terkena lingkup peraturan hukum,
faktor kebudayaan atau legal culture, factor sarana dan fasilitas yang dapat mendukung
pelaksanaan hukum .
Hikmahanto Juwono menyatakan di Indonesia secara tradisional institusi hukum yang
melakukan penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, badan peradilan dan advokat.
Di luar institusi tersebut masih ada diantaranya, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorak
Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Imigrasi. Problem dalam penegakan hukum meliputi
hal:
1. Problem pembuatan peraturan perundangundangan.
2. Masyarakat pencari kemenangan bukan keadilan.
3. Uang mewarnai penegakan hukum.
4. Penegakan hukum sebagai komoditas politik, penegakan hukum yang diskriminatif
dan ewuh pekewuh.
5. Lemahnya sumberdaya manusia.
6. Advokat tahu hukum versus advokat tahu koneksi.
7. Keterbatasan anggaran.
8. Penegakan hukum yang dipicu oleh media masa.

3
Problem tersebut di atas memerlukan pemecahan atau solusi, dan negara yang dalam
hal ini diwakili pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan memperbaiki
kinerja institusi hukum, aparat penegak hukum dengan anggaran yang cukup memadai
sedang outputnya terhadap perlindungan warganegara di harapkan dapat meningkatkan
kepuasan dan sedapat mungkin mampu menjamin ketentraman dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh anggota masyarakat.
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang
menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi
sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu
tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.Penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata
sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum
itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya
penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses
penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum.
Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku,
berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi
subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan
hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan
sebagaimana seharusnya.
Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum
itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Pengertian penegakan hukum itu dapat
pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya
juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu
mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal
maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit,
penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis
saja.
Di Indonesia sendiri penegakan hukum sangat lambat, sangat jauh dari yang
diharapkan. Selain mengalami masalah pada profesionalisme dan integritasnya, jalur yang
rumit, disertai syarat-syarat birokratis yang panjang, menciptakan situasi yang tidak
kondusif bagi program penegakan hukum yang efisien dan efektif. Jika diurut secara
4
kronologis, penyebab lambannya program penegakan hukum, khususnya pada konteks
pemberantasan kasus korupsi, terletak pada hampir semua jajaran institusi penegak
hukum, dari pengadilan hingga jaksa, menjadi eksekutor. Satu hal yang menggambarkan
lambannya hukum bekerja dapat dilihat dalam kasus di mana banyak koruptor telah
divonis bersalah oleh pengadilan, tetapi mereka tidak mendekam di penjara gara-gara
gagalnya jaksa melakukan eksekusi putusan pengadilan. Padahal eksekusi putusan
pengadilan merupakan bagian tak terpisahkan dari rangkaian proses penegakan hukum
yang pelaksanaannya bersifat wajib. Andai aparat penegak hukum lalai melaksanakan
kewajiban eksekusi, mereka bisa dianggap telah melawan hukum karenamengabaikan
perintah undang-undang.
Dalam pemantauan ICW selama kurun waktu 10 tahun, yakni dari 2002 hingga 2012,
ditemukan 49 terpidana kasus korupsi yang tidak dapat dieksekusi putusannya karena
berbagai sebab. Selain melarikan diri alias DPO, beberapa di antara mereka tetap bisa
bebas karena lambannya jaksa dalam melakukan eksekusi, sekaligus karena Mahkamah
Agung belum mengirim salinan putusan yang bersifat tetap . Akibat gagalnya eksekusi
putusan pengadilan dalam kasus korupsi tidak terbatas pada hilangnya kesempatan bagi
pelaku korupsi untuk menjalani hukuman badan sebagai sebuah risiko yang harus
ditanggung karena melakukan pidana korupsi, namun juga pupusnya peluang bagi negara
untuk memaksimalkan penyelamatan keuangan negara.
Apa yang terjadi di MK semestinya juga dapat berlaku di MA serta jajarannya. Bukan
hanya karena dukungan teknologi modern yang dari sisi harga tidak mahal. Manajemen
sumber daya manusia yang dapat diandalkan untuk menyalin, menyusun, dan menyajikan
salinan putusan secara cepat dan akurat adalah faktor penentu yang tidak dapat dilupakan.
Karena itu, melakukan perbaikan pada manajerial perkara di MA dan pengadilan
merupakan pekerjaan rumah utama bagi Ketua MA yang baru terpilih, agar penegakan
hukum dapat berjalan lebih efektif. Demikian pula halnya dengan kejaksaan, dapat meniru
langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dengan cepat bergerak untuk
melakukan eksekusi putusan yang sudah inkracht. Bukannya KPK tidak mengalami
masalah yang sama dengan kejaksaan, yakni terlambat menerima salinan putusan
pengadilan, tetapi cara pandang yang progresif membuat KPK lebih berani mengambil
langkah untuk melakukan eksekusi putusan dengan landasan petikan putusan, bukan
salinan putusan.
Jika ada kasus korupsi yang terbongkar, kasus itu memang diproses melalui pengadilan,
tetapi hanya disitu saja, tidak ada penanganan yang lebih lanjut. Supaya masyarakat tidak
5
terlalu fokus terhadap kasus yang lama, maka akan muncul kasus yang baru untuk
mengalihkan fokus pemikiran masyarakat. Seakan-akan kasus korupsi yang terjad di
Indonesia dipaparkan oleh para pemerintah hanya sebagai tontonan masyarakat. Tidak ada
penanganan kasus yang tegas terhadap para koruptor. Tidak hanya dalam menangani kasus
korupsi saja hukum indonesia lambat menanganinya, masih banyak kasus. Misalnya kasus
yang baru-baru ini, yaitu kasus geng motor. seharusnya polisi bisa menghentikan aksi
brutal geng motor dengan penegakan hukum yang tegas. Namun karena polisi belum hadir,
akhirnya aksi geng motor yang sudah beberapa hari belakangan terjadi justru semakin
meresahkan warga Ibukota.Polisi harus lebih sigap mengantisipasi aksi kekerasan geng
motor, yakni dengan menekannya semaksimal mungkin karena dampak aksi kekerasan ini
sangat luas bagi masyarakat. polisi tidak boleh lagi memberikan toleransi kepada geng
motor. Karena hanya itu satu-satunya solusi untuk menangani masalah kekerasan geng
motor. Penindakan dilakukan dengan lebih tegas, gelar operasi.
KONDISI proses penegakan hukum kita cuma berada dalam kemasan jika
dibandingkan dengan pada zaman kolonial dan pada zaman Orde Lama. lemahnya proses
penegakan hukum yang dilakukan selama ini. Dapatlah dipahami mengingat masih cukup
beratnya tantangan yang dihadapi para penegak hukum, kompleksnya kriminalitas, serta
tingginya tuntutan masyarakat atas kesigapan, kejujuran, dan profesionalitas para
petugas.Penegakan hukum masih sebatas slogan dalam masyarakat hukum kita. Apalagi
jika kita berbicara masalah keadilan hukum (bagi masyarakat), masih jauh dari jangkauan
tangan masyarakat. Penegakan hukum kita saat ini sedang bermasalah. Bahkan, semakin
gencar dan tajam suara-suara yang mengatakan bahwa penegakan hukum dewasa ini sudah
sampai pada titik terendah. Betapa pesimistisnya masyarakat melihat kondisi penegakan
hukum itu, sampai-sampai terdengar suara: di mana lagi kita akan mencari dan
menemukan keadilan.
Permasalahan penegakkan hukum disebabkan berbagai hal mulai dari sistem
peradilannya, perangkat hukumnya, tidak konsistennya para aparat penegak hukum
terhadap hukum itu sendiri serta intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum
terhadap masyarakatnya. Permasalahan hukum yang paling sering dan membudaya dalam
negara ini adalah ketidakkonsistenan para aparat penegak hukum terhadap hukum dan
peraturan yang sah dan sudah tertulis jelas dalam undang-undang. Dapat saya contohkan
dari kasus-kasus yang kecil, ketika para pejabat dinas yang berpangkat tinggi akan
berkunjung atau sedang melintas jalan raya, para polisi justru mempersilahkan arak-arakan
mobil pejabat itu melanggar rambu-rambu lalu lintas secara terang-terangan didepan para
6
pengguana jalan. Dalam kasus ini mereka yang diatas sudah seharusnya memberi contoh
secara langsung bagaimana peraturan yang sesungguhnya namun dalam hal ini mereka
justru sebaliknya. Contoh kasus yang lebih besar dan sedang naik daun adalah kasus-kasus
korupsi oleh pejabat negara yang merugikan negara bermiliyar-miliyar separti kasus Bank
Bali, BLBI dan kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan oleh Bob
Hasan. Kasus-kasus tersebut proses peradilannya berlangsung begitu cepat dan seperti
dipermudah oleh pihak pengadilan terbukti dengan hasil vonis pengadilan yang begitu
ringan bagi mereka.
Lain halnya dengan kasus-kasus kecil dan sederhana yang dialami oleh masyarakat
kecil, kasus yang tidak seberapa dalam pengadilannya justru begitu rumit dan memakan
waktu yang lama dibandingkan dengan kasus-kasus besar para koruptor negeri ini.
Perbedaan penanganan dan vonis hukuman atas kasus-kasus tersebut oleh para penegak
hukum disebabkan oleh berbagai hal seperti tingkat kekayaan, tinggi rendahnya jabatan
dan sebagainya. Diskriminasi hukum ini benar-benar menyulitkan dan memojokkan
masyarakat kecil sehingga tidaklah mengherankan jika masyarakat Indonesia tidak
percaya kepada peradilan di Indonesia serta perangkat hukumnya, bahkan sebisa mungkin
mereka menghindari berurusan dengan hal-hal tersebut.

Faktor Yang Menyebakan Permasalah Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia:


1. Campur Tangan Politik. Kasus-kasus hukum di Indonesia banyak yang terhambat
karena adanya campur tangan politik didalamnya Hal yang lumrah untuk dilontarkan
karena kasus-kasus besar dan berdimensi struktural saat ini setidaknya melibatkan
partai politik penguasa negara ini.
2. Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa
dibandingkan kepentingan rakyat.
3. Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat
penegak hukum dalam menegakan hukum. Moral yang ada di beberapa aparat
penegak hukum di Indonesia saat ini bisa dikatakan sangat rendah. Mereka dapat
dengan mudahnya disuap oleh para tersangka agar mereka bisa terbebas atau paling
tidak mendapat hukuman yang rendah dari kasus hukum yang mereka hadapi. Padahal
para aparat ini telah disumpah saat ia memangkuh jabatannya sebagai penegak hukum.
4. Kedewasaan Berpolitik. Berbagai sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat
kadernya terkena kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para
elit politik di Negara hukum ini
7
B. Kelemahan Penyelenggara Negara dalam Mengimplementasikan Nilai Keadilan
pada Pembagian Ekonomi pada Masyarakat Indonesia.
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu wujud nyata pemerintah dalam upaya
memperhatikan kebutuhan masyarakat dan kemajuan bangsa. Akan tetapi bila kita
merefleksikan apa yang telah dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan dalam
bidang ekonomi, mulai dari Jaman Orde Baru yang terpusat pada negara (state oriented)
hingga Jaman Reformasi yang berpusat pada pasar (market oriented), maka terlihat dengan
jelas bahwa orientasi pembangunan ekonomi hanyalah memberikan keuntungan maksimal
kepada kelompok kecil masyarakat tertentu saja dan lebih banyak menyengsarakan bahkan
terkesan menindas sebagian besar anak bangsa yang sebetulnya harus diperhatikan dan
dilindungi oleh pemerintah. Suatu keadaan yang sangat kontras dengan esensi cita-cita
politik yang digagas oleh pendiri bangsa (founding fathers) kita yaitu terciptanya
masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera, sebagaimana termuat dalam
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
Dalam Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2014 yang menggantikan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana peran pemerintah daerah menjadi lebih
besar untuk mengurus urusan pemerintahannya termasuk didalamnya dalam hal
pembangunan ekonomi. Dengan adanya desentralisasi dimana pemerintah memberikan
kewenangan, keleluasaan kepada tiap-tiap daerah untuk mengembangkan pembangunan
ekonomi berdasarkan potensi daerahnya, namun sejak diberlakukan otonomi daerah
sampai sekarang, masih banyak daerah-daerah yang pembangunan ekonominya tidak
meningkat padahal kalau dilihat potensi daerahnya memungkinkan daerah tersebut
ekonominya meningkat. Banyak kendala-kendala yang dihadapi untuk membangun
ekonomi suatu daerah, tetapi kendala-kendala tersebut dapat diatasi dengan menjalankan
langkah-langkah ataupun strategi dari teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli
ekonomi, tinggal teori mana yang harus dijalankan dan disesuaikan dengan permasalahan
yang ada pada daerah yang bersangkutan. Mengacu pada hal tersebut di atas, maka hal
yang paling mendasar yaitu keinginan yang kuat dari pemangku kepentingan untuk
meningkatkan pembangunan ekonomi daerahnya, tanpa itu jangan harap ekonomi daerah
akan meningkat yang dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat dimana masyarakat
dengan perekonomiannya tidak pernah tumbuh dan berkembang sehingga pertumbuhan

8
ekonomi tertinggal dibanding pertumbuhan ekonomi daerah lainnya yang memang
pemerintahnya sangat peduli terhadap pembangunan ekonominya.
Pembangunan ekonomi daerah melalui mekanisme pengambilan keputusan ekonomi
dari para pemangku kepentingan dipastikan mampu menjawab permasalahan-
permasalahan yang mungkin muncul dalam ketimpangan alokasi sumber daya dalam
pembangunan ekonomi daerah. Otonomi dalam administrasi pembangunan ini dirasakan
makin urgen dan sejalan dengan keragaman sosial dan ekologi pada suatu wilayah.
Penerapan pembangunan ekonomi daerah biasanya dikaitkan dengan kebijakan
ekonomi daerah tersebut, kebijakan daerah tertentu akan berbeda dengan kebijakan daerah
yang lainnya karena setiap daerah mempunyai kelebihan dan kekurangan terhadap potensi
kekayaan alam serta sumber-sumber yang lainnya, keputusan politik dan kebijakan
pembangunan ekonomi daerah dikaitkan dengan pembangunan ekonomi nasional secara
keseluruhan. Dengan secara tidak langsungyang dapat mendukung dalam pembangunan
ekonomi yang dilaksanakan oleh daerah menjadi prioritas pembangunan nasional,
contohnya yaitu pendidikan, kesehatan dll.
Perbedaan-perbedaan tiap daerah menjadi permasalahan dalam membangun
perekonomian daerah, menurut Subandi (2005: 117) yaitu:
1. Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri.
Kegiatan ekonomi di tiap daerah akan berbeda-beda, konsentrasi kegiatan
ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Pertumbuhan
ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi cenderung pesat,
sedangkan daerah yang konsentrasi ekonominya rendah ada kecenderungan tingkat
pembangunan dan pertumbuhan ekonominya juga rendah.
Industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang secara potensial sangat
produktif, hal ini dapat dilihat dari sumbangan terhadap pembentukan PDB atau
PDRB. Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau tingkat
industrialisasi antar daerah adalah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya
ketimpangan ekonomi antar daerah. Kurang berkembangnya sektor industri di luar
jawa merupakan salah satu penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi antar jawa
dengan wilayah di pulau jawa. Pada daerah di luar jawa, seperti sumatera, kalimantan
timur, papua, bisa menjadi wilayah-wilayah yang sangat potensial untuk
pengambangan sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dilihatdari dua hal yaitu,

9
ketersediaan bahan baku dan letak geografis yang dekat dengan negara tetangga pasar
yang besar disamping pasar domestik.
2. Kurang Meratanya Investasi
Dalam teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar mengatakan ada korelasi
positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan
kurangnya investasi di suatu daerah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat
pendapatan perkapita masyarakat daerah tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak
adanya kegiatankegiatan ekonomi yang produktif seperti industri. Dalam hal industri,
di jawa tetap merupakan wilayah yang dominan bagi penanaman modal dalam negeri
yaitu hampir 66 %, dan penanaman modal asing hampir 76 %, sedangkan di luar jawa
rata-rata investasi kurang dari 5 % , kecuali sumatra masih di atas 10 % (sumber data
BPS)
3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapasitas
antar daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hal
ini karena perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah membuat terjadinya
perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar daerah, dengan asumsi bahwa
mekanisme pasar output dan input bebas, mempengaruhi mobilitas faktor produksi
antar daerah. Menurut A. Lewis dalam Lincolin Arsyad (2000), jika perpindahan
faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan
ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan menjadi
lebih baik.
4. Perbadaan Sumber Daya Alam
Pemikiran klasik yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah yang
kaya akan sumber daya alamnya kan lebih maju dan masyarakat lebih makmur
dibandingkan dengan daerah yang miskin sumber daya alamnya. Hingga tingkat
tertentu pendapat tersebut dapat dibenarkan, dalam arti sumber daya manusia hanya
dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, dan selanjutnya harus
dikembangkan terus-menerus, oleh karena itu diperlukan faktor-faktor lain
diantaranya adalah faktor teknologi dan sumber daya manusia. Dengan penguasaan
teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka lambat laun faktor
endowment tidak relevan lagi. Hal ini dapat kita lihat di negara-negara maju seperti
Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Singapura yang sangat miskin sumber daya alam.
5. Perbedaan Demografis
10
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan
kondisi geografis antar daerah. Kondisi ini berpengaruh terhadap jumlah dan
pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan , kesehatan,
kedisiplinan, dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran.
Disisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi
pertumbuhan pasar, yang berarti merupakan faktor pendorong bagi pertumbuhan
kegiatan ekonomi. Di sisi penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan pendidikan
dan kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi merupakan aset penting
bagi produksi.
6. Kurang Lancarnya Perdagangan
Antar Daerah Kurang lancarnya perdagangan antar daerah, juga merupakan
faktor yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional Indonesia. Tidak
lancarnya perdagangan antar daerah disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan
komunikasi. Jadi tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah dipengaruhi oleh
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari sisi permintaan dan
penawaran.
Dari sisi permintaan, kelangkaan barang dan jasa untuk konsumen
mempengaruhi permintaan pasar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi lokal yang
sifatnya komplementer dengan barang dan jasa tersebut. Sedangkan dari sisi
penawaran, sulitnya mendapatkan barang model, input perantara, bahan baku atau
material lainnya dapat menyebabkan kegiatan ekonomi suatu daerah lumpuh atau
tidak berjalan secara optimal.

11
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Penegakan hukum di indonesia sangatlah rendah, karena banyak kasus yang kami lihat
sendiri tidak ada tindak lanjutannya. Banyak hal yang harus diperbaiki dalam sistem
penegakan hukum di Indonesia. Mulai dari aparatur penegak hukum, hukumnya sendiri
harus diperbaiki. Jangan sampai ada bahasa politis yang dapat diinterpretasikan seenaknya.
sumber daya manusia penegakkan hukum harus profesional. aparat harus dibekali
pengetahuan penegakan hukum yang kuat.
Pembangunan atau pembagian ekonomi di Indonesia masih belum merata, karena kita
melihat banyak daerah di pelosok yang belum ada pembangunan seperti jalan, sekolah,
puskesmas, dll. Hal tersebut juga disebabkan adanya campur tangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah yang tidak terjadi singkronisasi dalam membuat suatu
kebijakan. Daerah yang tertinggal akibat dari masalah infrastruktur sehingga dapat
menyebabkan daerah tersebut ekonominya tidak berkembang.

B. Saran
Meskipun kelompok kami menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu kami perbaiki. Hal ini
karena masih minimnya pengetahuan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sangat kami harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Widayati, 2018. Penegakan Hukum dalam Negara Hukum Indonesia yang Demokratis. DOI:
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/9724/41.%20Widayati.pdf?s
equence=1.

Bambang Heri Supriyanto, 2014. Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM)
Menurut Hukum Positif di Indonesia. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI
PRANATA SOSIAL. Vol . 2, No. 3.

Hikmahanto Juwono, 2006. Penegakan hokum dalam kajian Law and development :Problem
dan fundamen bagi Solusi di Indonesi, a. Jakarta : Varia Peradilan No.244.

R. Didi Djadjuli, 2018. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah. DOI:
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/dinamika/article/viewFile/1409/1156.

13

Anda mungkin juga menyukai