DISUSUN OLEH :
1. SUWARNO
2. MUH IQBAL ZIKRI
3. AJAY SURDRAJAT
4. NASORUDIN
5. ILHAM NURIZKI
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................10
1.3 Tujuan masalah............................................................................................10
BAB II :PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Islam..............................................................................11
2.1.1 Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia.....................13
BAB III :PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................................16
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Hukum merupakan suatu alat negara yang mempunyai tujuan untuk menertibkan,
mendamaikan, dan menata kehidupan suatu bangsa demi tercapainya suatu keadilan
dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hukum merupakan himpunan peraturan
perundang-undangan yang berisi tentang perintah dan larangan-larangan yang
mengurus tata tertib suatu masyarakat dan olehkarena itu harus ditaati oleh
masyarakat itu sendiri.
Pada prinsipnya hukum merupakan kenyataan dan pernyataan yang beraneka
ragam untuk menjamin adanya penyesuaian kebebasan dan kehendak seseorang
dengan orang lain, yang pada dasarnya hukum mengatur hubungan manusia dalam
masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip yang beraneka ragam pula.
Pengertian hukum tidaklah mudah didefinisikan. Hukum adalah peraturan atau
adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah. Hukum juga meliputi aturan berupa undang-undang serta peraturan
terkait, kaidah dalam masyarakat, dan keputusan yang ditetapkan oleh penegak
hukum.
Terkait pendefinisian hukum, para ahli hukum umumnya memberikan definisi
sesuai selera masing-masing atau sesuai dengan objek penelitiannya saja. Hal ini
tentu tidak terlepas dari kebudayaan dan situasi dalam penelitian.
Pengertian hukum lainnya yaitu merupakan peraturan yang berupa norma dan
sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga
ketertiban, keadilan dan mencegah terjadinya kekacauan. Oleh karena itulah hukum
memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum di dalam
masyarakat.
1
Dr. Yuhelson, SH., MH., M.kn, Pengantar Ilmu Hukum, Ideas Publishing, 2017.
Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan
hukum adalah kepastian hukum. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau
tindakan-tindakan hukum manusia didalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-
peraturan hukum yang tertulis.
Peter Mahmud Marzuki mengemukakan bahwa ada tiga karakteristik Sistem
Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) yang membedakannya dengan sistem
Common Law, yaitu:
Pertama, adanya kodifikasi; di Prancis, gagasan kodifikasi timbul setelah
terjadinya revolusi Perancis, sebagai respon keadaan yang terjadi di Perancis
sebelumnya dimana tidak terdapat kesatuan hukum di Jerman, sebelah Barat sungai
Rein dan di Baden terjadi resepsi terhadap Code Civil Perancis, karena kedua daerah
ini pernah dikuasai Napoleon Banaparte.
Pola kodifikasi dua negara ini Perancis dan Jerman ini lah yang menjadi acuan
atau panutan bagi negara-negara Eropa lainnya yang juga melakukan kodifikasi
kedua, hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber
hukum yang terutama, dan merupakan konsekuensi ajaran pemisahan kekuasaan
antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial yang intinya adalah tidak
dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri urusan kekuasaan yang lainnya
ketiga, sistem peradilan bersifat inkuisitorial.
Sehingga karakteristik ketiga sistem Civil Law ini dengan merujuk pendapat
Lawrence Friedman. Menurut Friedman, “hakim di dalam sistem civil law berusaha
untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal.”2
2
Djoni Sumardi Gozali,"Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Civil Law, Common Law, dan Hukum
Adat)", Bandung: Nusa Media, 2020
Sistem hukum adat merupakan bagian yang integral dari system social secara
menyeluruh. Sistem hukum adat bersumber dari masyarakat adat dan kebijakan serta
peraturannya berasal dari para pendahulunya. Yang berperan melaksanakan sistem
hukum adat ini adalah pemangku adat sebagai pemimpin yang sangat disegani, besar
pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat.
Dasar sistem hukum adat : Sistem sosial yang menjadi wadahnya yang secara
tradisional akan dapat dikembalikan pada faktor kekerabatan dan wilayah/kesatuan
tempat tinggal.
Hukum Adat tidak mengenal Zakelijke rechtern & persoonlijke rechten atau hak
atas suatu barang yang bersifat absolut dan Persoonlijke rechten : hak orang
perorangan yang hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu saja. Hukum Adat tidak
mengenal perbedaan antara Publick Recht & Privaat RechtKalaupun ada maka batas-
batasnya antara kedua system tersebut tidak jelas/ tegas.
Hukum Adat tidak mengenal Pengadilan Pidana untuk Perkara Pidana
& Pengadilan perdata untuk perkara perdata. Tetapi semua perkara baik
pidana/perdata selalu diselesaikan oleh kepala adat.
Beberapa jenis hukum adat : Hukum Perkawinan, Hukum Waris dan Hukum
Kekerabatan
3
https://deepublishstore.com/materi/pengertian-hukum-islam. Dikutip pada 29 September 2022
pukul 20.00 WIB.
mampu menjawab permasalahan yang ada, maka digunakan beberapa metode
penemuan hukum yang bisa dijadikan sebagai pola atau karakter berfikir hukum
Islam. Adapun sumber hukum islam yang digunakan, mengacu sebagai berikut.
1. Al-Qur’an
Sumber hukum islam yang paling dasar adalah Al Qur’an. Sebagai kitab suci umat
muslim, tentu saja Al Qur’an sebagai tiang dan penegak. DImana Al Qur’an pesan
langsung Dari Allah SWT yang diturunkan lewat Malaikat Jibril. Kemudian Jibril
menyampaikan langsung kepada Nabi Muhammad.
Muatan Al Qur’an berisi tentang anjuran, ketentuan, larangan, perintah, hikmah dan
masih banyak lagi. Bahkan, di dalam Al Quran juga disampaikan bagaimana
masyarakat yang berakhlak, dan bagaimana seharusnya manusia yang berakhlak.
2. Hadits
Hadits sabagai sumber islam yang tidak kalah penting. Kenapa hadis digunakan untuk
hukum islam? Karena Hadis merupakan pesan, nasihat, perilaku atau perkatan
Rasulullah SAW. segala sabda, perbuatan, persetujuan dan ketetapan dari Rasulullah
SAW, akan dijadikan sebagai ketetapan hukum islam.
Hadits mengandung aturan-aturan yang terperinci dan segala aturan secara umum.
Muatan hadits masih penjelasan dari Al-Qur’an. Perluasan atau makna di dalam
masyarakat umum, hadits yang mengalami perluasan makna lebih akrab disebut
dengan sunnah.
3. Ijma’
Mungkin ada yang asing dengan sumber hukum islam yang ketiga, iaitu ijma’. Ijma’
dibentuk berdasarkan pada kesepakatan seluruh ulama mujtahid. Ulama yang di
maksud di sini adalah ulama setelah sepeninggalan Rasulullah SAW.
4
Farihan Aulia, Sholahuddin Al-Fatih, "Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Lasw dan
Islamic Law dalam Perspektif Sejarah dan Karakteristik Berpikir" Legality, ISSN: 2549-4600, Vol.25,
No.1, Maret 2017-Agustus 2017, hlm. 111-112
BAB II
PEMBAHASAN
5
Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), hlm. 14.
tegas antara wilayah hukum privat dan hukum publik, seperti yang dipahami dalam
ilmu hukum Barat.
Hal ini karena dalam hukum privat Islam terdapat segi-segi hukum publik; demikian
juga sebaliknya. Ruang lingkup hukum Islam dalam arti fiqih Islam meliputi: ibadah
dan muamalah.
Ibadah mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sedangkan muamalat
dalam pengertian yang sangat luas terkait dengan hubungan antara manusia dengan
sesamanya. Dalam konteks ini, muamalah mencakup beberapa bidang, di antaranya:
(a) munâkahat, (b) wirâtsah, (c) mu’âmalat dalam arti khusus, (d) jinâyat atau uqûbat,
(e) al-ahkâm as-shulthâniyyah (khilafah), (f) siyâr, dan (g) mukhâsamat.
Apabila Hukum Islam disistematisasikan seperti dalam tata hukum Indonesia, maka
akan tergambarkan bidang ruang lingkup muamalat dalam arti luas sebagai berikut:6
1. Hukum Perdata
Hukum perdata Islam meliputi:
a. Munâkahât, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan dan
perceraian serta segala akibat hukumnya;
b. Wirâtsat, mengatur segala masalah dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan,
serta pembagian
c. Mu’âmalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas
benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual beli, sewa-menyewa, pinjam-
meminjam, perserikatan, kontrak, dan sebagainya.
2. Hukum Publik
Hukum publik Islam meliputi:
a. Jinâyah, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam
dengan hukuman, baik dalam jarîmah hudûd (pidana berat) maupun dalam jarîmah
ta’zîr (pidana ringan). Yang dimaksud dengan jarîmah adalah tindak pidana. Jarîmah
6
A. Rahmat Rosyadi, Formalisasi Syariat Islam dalam Persfektif Tata Hukum Indonesia, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2006), hlm. 52.
hudûd adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumnya
dalam al-Quran dan Sunnah (hudûd jamaknya hadd, artinya batas). Adapun untuk
jumlah hukuman ditentukan oleh penguasa.
b. Al-Ahkâm as-Shulthâniyyah, membicarakan permasalahan yang berhubungan
dengan kepala negara/pemerintahan, hak pemerintah pusat dan daerah, tentang pajak,
dan sebagainya;
c. Siyâr, mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama
lain dan negara lain;
d. Mukhâsamat, mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum acara.