Anda di halaman 1dari 18

Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum di Indonesia

DISUSUN OLEH :
1. SUWARNO
2. MUH IQBAL ZIKRI
3. AJAY SURDRAJAT
4. NASORUDIN
5. ILHAM NURIZKI
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Serang,1 Oktober 2022.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................10
1.3 Tujuan masalah............................................................................................10

BAB II :PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Islam..............................................................................11
2.1.1 Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia.....................13
BAB III :PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................................16
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Hukum merupakan suatu alat negara yang mempunyai tujuan untuk menertibkan,
mendamaikan, dan menata kehidupan suatu bangsa demi tercapainya suatu keadilan
dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hukum merupakan himpunan peraturan
perundang-undangan yang berisi tentang perintah dan larangan-larangan yang
mengurus tata tertib suatu masyarakat dan olehkarena itu harus ditaati oleh
masyarakat itu sendiri.
Pada prinsipnya hukum merupakan kenyataan dan pernyataan yang beraneka
ragam untuk menjamin adanya penyesuaian kebebasan dan kehendak seseorang
dengan orang lain, yang pada dasarnya hukum mengatur hubungan manusia dalam
masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip yang beraneka ragam pula.
Pengertian hukum tidaklah mudah didefinisikan. Hukum adalah peraturan atau
adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah. Hukum juga meliputi aturan berupa undang-undang serta peraturan
terkait, kaidah dalam masyarakat, dan keputusan yang ditetapkan oleh penegak
hukum.
Terkait pendefinisian hukum, para ahli hukum umumnya memberikan definisi
sesuai selera masing-masing atau sesuai dengan objek penelitiannya saja. Hal ini
tentu tidak terlepas dari kebudayaan dan situasi dalam penelitian.
Pengertian hukum lainnya yaitu merupakan peraturan yang berupa norma dan
sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga
ketertiban, keadilan dan mencegah terjadinya kekacauan. Oleh karena itulah hukum
memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum di dalam
masyarakat.

Setiap masyarakat berhak utnuk memperoleh pembelaan di depan hukum. Hukum


dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan/ketentuan yang tertulis
ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan
sanksi untuk orang yang melanggar hukum.
Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia, maka untuk membicarakan hukum
tidak lepas membicarakan dari kehidupan manusia. Setiap manusia mempunyai
kepentingan. Karena kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok
yang diharapkan untuk dipenuhi.
S.M Amin menjelaskan bahwa hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri
atas norma dan saksi yang bertujuan untuk mengadakan ketertiban pergaulan
antarmanusia sehingga keamanan dan ketertibannya terjamin. Hal senada juga
diungkap oleh Utrecht yang mendefinisikan hukum adalah himpunan peraturan
(perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib kehidupan masyarakat yang harus
ditaati.1
Sementara sistem hukum di Indonesia bersifat majemuk, karena ada beberapa
sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Kalau dilihat dari segi usianya, yang tertua
berlaku adalah hukum adat, kemudian menyusul hukum Islam dan hukum Barat.
Ketiga sistem hukum ini mempunyai ciri dan sistem tersendiri dan tumbuh
berkembang dalam masyarakat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga
sistem hukum yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)


Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman,
Belanda, Perancis, Italia dan Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa
penjajahan pemerintah Belanda yang sering disebut sebagai Civil law.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk Undang-Undang dan tersusun secara sistematik di dalam kondifikasi atau
kompilasi tertentu.

1
Dr. Yuhelson, SH., MH., M.kn, Pengantar Ilmu Hukum, Ideas Publishing, 2017.
Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan
hukum adalah kepastian hukum. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau
tindakan-tindakan hukum manusia didalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-
peraturan hukum yang tertulis.
Peter Mahmud Marzuki mengemukakan bahwa ada tiga karakteristik Sistem
Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) yang membedakannya dengan sistem
Common Law, yaitu:
Pertama, adanya kodifikasi; di Prancis, gagasan kodifikasi timbul setelah
terjadinya revolusi Perancis, sebagai respon keadaan yang terjadi di Perancis
sebelumnya dimana tidak terdapat kesatuan hukum di Jerman, sebelah Barat sungai
Rein dan di Baden terjadi resepsi terhadap Code Civil Perancis, karena kedua daerah
ini pernah dikuasai Napoleon Banaparte.
Pola kodifikasi dua negara ini Perancis dan Jerman ini lah yang menjadi acuan
atau panutan bagi negara-negara Eropa lainnya yang juga melakukan kodifikasi
kedua, hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber
hukum yang terutama, dan merupakan konsekuensi ajaran pemisahan kekuasaan
antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial yang intinya adalah tidak
dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri urusan kekuasaan yang lainnya
ketiga, sistem peradilan bersifat inkuisitorial.
Sehingga karakteristik ketiga sistem Civil Law ini dengan merujuk pendapat
Lawrence Friedman. Menurut Friedman, “hakim di dalam sistem civil law berusaha
untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal.”2

2. Sistem Hukum Adat

2
Djoni Sumardi Gozali,"Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Civil Law, Common Law, dan Hukum
Adat)", Bandung: Nusa Media, 2020
Sistem hukum adat merupakan bagian yang integral dari system social secara
menyeluruh. Sistem hukum adat bersumber dari masyarakat adat dan kebijakan serta
peraturannya berasal dari para pendahulunya. Yang berperan melaksanakan sistem
hukum adat ini adalah pemangku adat sebagai pemimpin yang sangat disegani, besar
pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat.
Dasar sistem hukum adat : Sistem sosial yang menjadi wadahnya yang secara
tradisional akan dapat dikembalikan pada faktor kekerabatan dan wilayah/kesatuan
tempat tinggal.
Hukum Adat tidak mengenal Zakelijke rechtern & persoonlijke rechten atau hak
atas suatu barang yang bersifat absolut dan Persoonlijke rechten  : hak orang
perorangan yang hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu saja. Hukum Adat tidak
mengenal perbedaan antara Publick Recht & Privaat RechtKalaupun ada maka batas-
batasnya antara kedua system tersebut tidak jelas/ tegas.
Hukum Adat tidak mengenal Pengadilan Pidana untuk Perkara Pidana
& Pengadilan perdata untuk perkara perdata. Tetapi semua perkara baik
pidana/perdata selalu diselesaikan oleh kepala adat.
Beberapa jenis hukum adat : Hukum Perkawinan, Hukum Waris dan Hukum
Kekerabatan

4. Sistem Hukum Islam


Hukum Islam adalah syariat islam yang berisi sistem kaidah-kaidah yang didasarkan
pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rosul mengenai tingkah laku orang yang sudah
dapat dibebani kewajiban, yang diakui dan diyakini, yang mengikat semua
pemeluknya.3
Hukum Islam menjadikan Al-Qur‟an dan Hadits sebagai sumber hukum utamanya.
Namun, untuk menunjang kebutuhan zaman, jika kedua sumber tersebut belum

3
https://deepublishstore.com/materi/pengertian-hukum-islam. Dikutip pada 29 September 2022
pukul 20.00 WIB.
mampu menjawab permasalahan yang ada, maka digunakan beberapa metode
penemuan hukum yang bisa dijadikan sebagai pola atau karakter berfikir hukum
Islam. Adapun sumber hukum islam yang digunakan, mengacu sebagai berikut.
1. Al-Qur’an
Sumber hukum islam yang paling dasar adalah Al Qur’an. Sebagai kitab suci umat
muslim, tentu saja Al Qur’an sebagai tiang dan penegak. DImana Al Qur’an pesan
langsung Dari Allah SWT yang diturunkan lewat Malaikat Jibril. Kemudian Jibril
menyampaikan langsung kepada Nabi Muhammad.
Muatan Al Qur’an berisi tentang anjuran, ketentuan, larangan, perintah, hikmah dan
masih banyak lagi. Bahkan, di dalam Al Quran juga disampaikan bagaimana
masyarakat yang berakhlak, dan bagaimana seharusnya manusia yang berakhlak.
2. Hadits
Hadits sabagai sumber islam yang tidak kalah penting. Kenapa hadis digunakan untuk
hukum islam? Karena Hadis merupakan pesan, nasihat, perilaku atau perkatan
Rasulullah SAW. segala sabda, perbuatan, persetujuan dan ketetapan dari Rasulullah
SAW, akan dijadikan sebagai ketetapan hukum islam.
Hadits mengandung aturan-aturan yang terperinci dan segala aturan secara umum.
Muatan hadits masih penjelasan dari Al-Qur’an. Perluasan atau makna di dalam
masyarakat umum, hadits yang mengalami perluasan makna lebih akrab disebut
dengan sunnah.
3. Ijma’
Mungkin ada yang asing dengan sumber hukum islam yang ketiga, iaitu ijma’. Ijma’
dibentuk berdasarkan pada kesepakatan seluruh ulama mujtahid. Ulama yang di
maksud di sini adalah ulama setelah sepeninggalan Rasulullah SAW.

Kesepakatan dari para ulama, Ijma’ tetap dapat dipertanggungjawabkan di masa


sahabat, tabiin dan tabi’ut tabiin. Kesepakatan para ulama ini dibuat karena
penyebaran Islam sudah semakin meluas tersebar kesegala penjuru.
Tersebarnya ajaran islam inilah pasti ada perbedaan antara penyebar satu dengan
yang lainnya. nah, kehadiran ijma’ diharapkan menjadi pemersatu perbedaan yang
ada.
4. Qiyas
Qiyas sepertinya tidak banyak orang yang tahu. Sekalipun ada yang tahu, masih ada
perbedaan keyakinan, bahwa qiyas ini tidak termasuk dalam sumber hukum islam.
Meskipun demikian, para ulama sudah sepakat Qiyas sebagai sumber hukum islam.
Qiyas adalah sumber hukum yang menjadi penengah apabila ada suatu permasalahan.
Apabila ditemukan permasalahan yang tidak ditemukan solusi di Al-Quran, Hadits,
Ijma’ maka dapat ditemukan dalam qiyas.
Qiyas adalah menjelaskan sesuatu yang tidak disebutkan dalam tiga hal tadi (Al-
quran, hadits dan Ijma’) dengan cara membandingkan atau menganalogikan
menggunakan nalar dan logika.
Keempat sumber hukum islam di atas menunjukkan bahwa hukum islam tidak
sekedar hukum biasa. Karena dasarnya mengacu pada 4 hal yang sangat fundamental.
Bahkan, ada beberapa pendapat lain, selain mengacu pada empat sumber hukum di
atas, masih ada lagi sumber hukum islam, yaitu sebagai berikut:
a. Urf Merupakan adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat tertentu yang sulit
dihilangkan dan tidak terlalu menimbulkan mudhorot.
Contoh : masyarakat Aceh yang telah memberlakukan Perda Syariah, secara
nyata tetap mengkonsumsi daun ganja. Padahal dalam hukum positif
Indonesia, ganja merupakan jenis psikotropika yang dilarang. Namun jika
melihat „Urf atau adat kebiasaan setempat, maka penggunaan daun ganja di
Aceh dibolehkan, yaitu sebatas untuk sayur dalam jumlah yang sedikit.
b. Maslahah Mursalah Pola berfikir dalam menentukan hukum islam dengan
melihat kemaslahatan bagi masyarakat sekitar. Hal ini sebagaimana
dicontohkan oleh Umar bin Khottob saat membebaskan hukuman bagi pencuri
di semenanjung Arab saat terjadi kelaparan.
c. Istishab Meneruskan hukum yang ada sebelumnya karena tidak terlihat
adanya hukum baru yang melarang/menggantikannya. Karakteristik berfikir
ini digunakan oleh pengikut madzhab Syafi‟i. 4
Hukum Islam menjadi sumber bagi pembentukan Hukum Nasional yang akan
datang di samping hukum-hukum lainnya yang ada, tumbuh dan berkembang dalam
Negara Republik Indonesia. Untuk itu membatasi pembahasan pada makalah ini
mengambil judul “Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum di Indonesia”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka hal yang menjadi permasalahan
dengan penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia?
2. Bagaimanakah kontribusi hukum Islam terhadap pembentukan Undang-Undang di
Indonesia?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia.
2. Untuk mengetahui kontribusi dari hukum Islam dalam pembentukan Undang-
undang di Indonesia

4
Farihan Aulia, Sholahuddin Al-Fatih, "Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Lasw dan
Islamic Law dalam Perspektif Sejarah dan Karakteristik Berpikir" Legality, ISSN: 2549-4600, Vol.25,
No.1, Maret 2017-Agustus 2017, hlm. 111-112
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Islam


Hukum Islam merupakan hukum yang bersumber dari kitab suci atau wahyu Tuhan.
Hukum ini mengatur tentang 'ibadah yaitu tata hubungan manusia dengan Allah
Tuhan Yang Maha Esa, dan juga tentang mu'amalah yaitu tata hubungan manusia
dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, hukum Islam mempunyai
peranan yang cukup penting mengingat hukum Islam merupakan salah satu sumber
bahan baku pembentukan hukum nasional.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
pembangunan hukum nasional harus memperhatikan kesadaran hukum dalam
masyarakat dan tuntutan agar pembentukan hukum nasional memenuhi nilai
sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku di masyarakat.
Hal ini mengandung pengertian bahwa pembentukan hukum nasional harus merujuk
pada hukum yang hidup dalam masyarakat. Hukum Islam sebagai hukum yang hidup
dalam masyarakat dan dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia mempunyai posisi
yang sangat strategis dan kontribusi nyata dalam pembangunan hukum nasional
Indonesia.
Al-Quran dan literatur hukum Islam sama sekali tidak menyebutkan kata hukum
Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di dalam al-Quran adalah kata syarî’ah,
fiqh, hukum Allah, dan yang seakar dengannya. Istilah hukum Islam merupakan
terjemahan dari Islamic law dalam literatur Barat.5
Membicarakan arti hukum Islam, maka terjadi pemisahan-pemisahan bidang hukum
sebagai disiplin ilmu hukum. Sesungguhnya hukum Islam tidak membedakan secara

5
Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), hlm. 14.
tegas antara wilayah hukum privat dan hukum publik, seperti yang dipahami dalam
ilmu hukum Barat.

Hal ini karena dalam hukum privat Islam terdapat segi-segi hukum publik; demikian
juga sebaliknya. Ruang lingkup hukum Islam dalam arti fiqih Islam meliputi: ibadah
dan muamalah.
Ibadah mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sedangkan muamalat
dalam pengertian yang sangat luas terkait dengan hubungan antara manusia dengan
sesamanya. Dalam konteks ini, muamalah mencakup beberapa bidang, di antaranya:
(a) munâkahat, (b) wirâtsah, (c) mu’âmalat dalam arti khusus, (d) jinâyat atau uqûbat,
(e) al-ahkâm as-shulthâniyyah (khilafah), (f) siyâr, dan (g) mukhâsamat.
Apabila Hukum Islam disistematisasikan seperti dalam tata hukum Indonesia, maka
akan tergambarkan bidang ruang lingkup muamalat dalam arti luas sebagai berikut:6
1. Hukum Perdata
Hukum perdata Islam meliputi:
a. Munâkahât, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan dan
perceraian serta segala akibat hukumnya;
b. Wirâtsat, mengatur segala masalah dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan,
serta pembagian
c. Mu’âmalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas
benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual beli, sewa-menyewa, pinjam-
meminjam, perserikatan, kontrak, dan sebagainya.
2. Hukum Publik
Hukum publik Islam meliputi:
a. Jinâyah, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam
dengan hukuman, baik dalam jarîmah hudûd (pidana berat) maupun dalam jarîmah
ta’zîr (pidana ringan). Yang dimaksud dengan jarîmah adalah tindak pidana. Jarîmah

6
A. Rahmat Rosyadi, Formalisasi Syariat Islam dalam Persfektif Tata Hukum Indonesia, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2006), hlm. 52.
hudûd adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumnya
dalam al-Quran dan Sunnah (hudûd jamaknya hadd, artinya batas). Adapun untuk
jumlah hukuman ditentukan oleh penguasa.
b. Al-Ahkâm as-Shulthâniyyah, membicarakan permasalahan yang berhubungan
dengan kepala negara/pemerintahan, hak pemerintah pusat dan daerah, tentang pajak,
dan sebagainya;
c. Siyâr, mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama
lain dan negara lain;
d. Mukhâsamat, mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum acara.

2.1.1 Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia


Mengenai kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia dapat
dikemukakan hal-hal berikut ini. Sebelum Belanda mengukuhkan kekuasaanya di
bidang hukum di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah
menjadi suatu kenyataan dalam masyarakat.
Penerapan hukum Islam berlaku dimulai dari berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam yang bernah berkuasa di Indonesia dan melaksanakan hukum Islam dalam
wilayah kekuasaannya. Peranan hukum Islam dalam pembentukan atau pembangunan
hukum nasional dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pertama dari sisi hukum Islam
sebagai salah satu sumber pembentukan hukum nasional; dan kedua dari sisi
diangkatnya hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku secara khusus dalam
bidang hukum tertentu.
Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang dipedomani dan ditaati oleh
mayoritas penduduk dan masyarakat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam
masyarakat, dan merupakan sebagian dari ajaran dan keyakinan Islam yang eksis
dalam kehidupan hukum nasional, serta merupakan bahan dalam pembinaan dan
pengembangannya.
Sebagai realisasi dari tuntutan dijadikannya hukum Islam menjadi salah satu
bahan rujukan dan sumber dari pembentukan hukum nasional, terlihat sudah begitu
banyak unsur-unsur hukum Islam memasuki produk legislatif terutama semenjak orde
baru.
Pendapat tersebut tentu bukan tanpa alasan. Hal ini Karena umat Islam adalah umat
yang mayoritas di Indonesia, serta mempunyai satu keyakinan bahwa seluruh perintah
dan larangan dalam agama akan ditaati. Keyakinan ini akan melahirkan suatu
kesatuan faham bahwa ajaran Islam (nilai etika dan hukum) akan diterapkan dalam
pelaksanaan kenegaraan.
Hukum Islam adalah hukum yang bersifat universal, karena merupakan
bagian dari agama Islam yang universal sifatnya. Maka otomatis hukum Islam
berlaku bagi orang Islam di manapun ia berada, apapun nasionalitasnya. Hukum
Islam adalah bagian dari hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi bangsa
tertentu di suatu negara nasional tertentu.
Dalam kasus Indonesia, hukum nasional juga berarti hukum yang dibangun
oleh bangsa Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia. Peluang
penerapan hukum Islam di Indonesia memiliki alasan-alasan tertentu dalam
mewujudkannya, diantaranya alasan sejarah, penduduk, yuridis, konstitusional,
ilmiah.
Peranan hukum Islam dalam pembentukan hukum nasional dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu dari sisi hukum Islam sebagai salah satu sumber pembentukan hukum
nasional, dan dari sisi diangkatnya hukum Islam sebagai hukum negara.
GBHN telah menetapkan bahwa hukum nasional harus dijiwai dan didasari
oleh Pancasila dan UUD 1945, karena Pancasila ditetapkan sebagai sumber dari
segala sumber hukum dan menjadi landasan semua produk hukum di Indonesia. Sila
pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa dan pasal 29 UUD
menetapkan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Kedua hal ini
menuntut agar hukum nasional itu berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bagi
bangsa Indonesia pengertian berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa itu
mengandung arti “berdasarkan agama”, karena mayoritas bangsa Indonesia adalah
beragama dan hanya bagian yang sangat kecil dari yang percaya kepada Tuhan Yang
Maha Esa itu yang tidak beragama.
Dengan demikian, pembentukan hukum nasional mengambil dan bersumber
pada hukum yang hidup dalam masyarakat, maka dengan sendirinya hukum
Islam berperan dalam pembentukan hukum nasional
2.2 Kontribusi Hukum Islam dalam Pembangunan Hukum di Indonesia
Untuk menjelaskan kontribusi atau sumbangan nyata peranan hukum Islam
dalam pembentukan atau pembangunan hukum nasional dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu pertama dari sisi hukum Islam sebagai salah satu sumber pembentukan hukum
nasional; dan kedua dari sisi diangkatnya hukum Islam sebagai hukum negara dalam
arti sebagai hukum positif yang berlaku secara khusus dalam
bidang-bidang hukum tertentu.
Adapun produk hukum positif yang bersumber dari hukum Islam adalah
sebagai berikut:
1. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
2. UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, kemudian
diperbaharui dengan UU No. 20 Tahun 2003
3. UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, kemudian diperbaharui dengan
UU No. 3 Tahun 2006.
4. UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
5. UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
6. UU No. 17 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan lbadah Haji.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar, paling tidak dari segi
ruh atau jiwanya terhadap pembangunan hukum nasional Indonesia. Hal ini diperkuat
dengan lahirnya beberapa regulasi atau peraturan perundangan yang berlaku di
Indonesia khususnya tentang hukum keluarga, wakaf, praktik transaksi syari'ah
(lembaga bank atau non bank), pengelolaan zakat, sistem lembaga peradilan, dan
lain-lain.
Dari uraian pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum Islam selalu
menjadi norma dalam proses pembentukan hukum yang akan berlaku di Indonesia,
sepanjang pengaturan itu hanya berlaku bagi orang Indonesia yang beragama Islam.
Selain itu dapat juga dikemukakan bahwa kini dalam sistem hukum di Indonesia,
kedudukan hukum Islam sama dengan hukum adat dan hukum barat.
Hukum Islam menjadi sumber bagi pembentukan hukum nasional yang akan datang
di samping hukum-hukum lainya dalam Negara Republik Indonesia.
Hukum Islam menjadikan Al-Qur‟an dan Hadits sebagai sumber hukum utamanya.
Namun, untuk menunjang kebutuhan zaman, jika kedua sumber tersebut belum
mampu menjawab permasalahan yang ada, maka digunakan beberapa metode
penemuan hukum yang bisa dijadikan sebagai pola atau karakter berfikir hukum
Islam.

Anda mungkin juga menyukai